• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO PADA TANAMAN PADI DI DESA PARAIKATTE KECAMATAN BAJENG KABUPATEN GOWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO PADA TANAMAN PADI DI DESA PARAIKATTE KECAMATAN BAJENG KABUPATEN GOWA"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

1

TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO PADA TANAMAN PADI DI DESA

PARAIKATTE KECAMATAN BAJENG KABUPATEN GOWA

IKHSAN IRSADI 1059622909

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

(2)

2 TINGKAT ADOPSI PETANI TERHADAP SISTEM TANAM JAJAR

LEGOWO PADA TANAMAN PADI DI DESA PARAIKATTE KECAMATAN BAJENG

KABUPATEN

IKHSAN IRSADI 10596 229 09

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

(3)

3

(4)

4

(5)

5

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar Lewogo Pada Tanaman Padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Makassar, Oktober 2015

Ikhsan Irsadi

1059622909

(6)

6

ABSTRAK

IKHSAN IRSADI. 1059622909. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Dibimbing oleh AMRUDDIN dan ST. KHADIJAH Y. HIOLA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi di Desa Paraikatte.

Pengambilan populasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sensus atau metode sampling jenuh pada petani padi yang berjumlah 30 orang, untuk menelusuri populasi yang dijadikan sampel. Dengan analasis data yang digunakan bersifat deskriftif dengan menggunakan teknik skoring

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani terhadap sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa menunjukkan kategori tinggi dengan jumlah nilai keseluruhan 2,61. Petani yang ada di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa sudah memahami metode sistem tanam jajar legowo dan sudah mulai menerapkan sistem tanam jajar legowo pada usaha taninya. Dapat disimpulkan bahwa secara umum petani sudah mulai mengadopsi teknologi sistem tanam jajar legowo, karena dinilai lebih efesien dar segi ekonomis dan produktifitas. Dan tidak lagi menggunakan sistem konvensional.

(7)

7

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan judul “ Tingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa”.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang senantiasa kita harapkan syafaatnya kelak di hari kiamat.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakltas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak lain. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Amruddin, S.Pt, M. Si, selaku pembimbing I dan ibu ST. Khadijah Y.

Hiola, S.TP. M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan

(8)

8 waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi dapat diselesaikan.

2. Bapak Ir. Saleh Molla, MM selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Amruddin, S.Pt., M.Si selaku ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Kedua orang tua ayahanda Muh. Yusuf Dg Lurang dan ibunda Hj. Muliati, S.Pd Dg jinne, beserta segenap keluarga yang senantiasa selalu memberikan bantuan dan dukungan baik berupa moril maupun material sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu kepada penulis

6. Kepada pihak instansi pemerintah Kabupaten Gowa dan pemerintah Kecamatan Bajeng khususnya kepada Bapak Kepala Desa Paraikatte beserta jajarannya yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Daerah tersebut.

7. Kepada kakanda Ibnu Subair, SE Dg Roga yang telah membantu dalam rekomendasi lokasi penelitian, serta semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat

(9)

9 memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan. Semoga Kristal-kristal Allah senantiasa tercurah kepadanya . Amin.

Makassar, Oktober 2015

Ikhsan Irsadi

(10)

10

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ...

iii

HALAMAN PERNYATAAN ...

iv

ABSTRAK ...

v

KATA PENGANTAR ...

vi

DAFTAR ISI

...

viii

DAFTAR TABEL ...

xi

DAFTAR LAMPIRAN ...

xii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 4

(11)

11

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Adopsi Inovasi ... 5

2.2.1. Proses Adopsi Inovasi ... 5

2.2.1. Kecepatan Adopsi Inovasi... 7

2.2. Pengertian Sistem Tanam Jajar Legowo ... 10

2.2.1. Teknik Penerapan Jajar Legowo ... 11

2.2.2. Teknik Pemeliharaan Tanaman Pada Cara Tanam Jajar Legowo .. 12

2.2.1. Keunggulan Sistem Tanam Padi Jajar Legowo ... 13

2.3. Karakteristik Internal Petani ... 14

2.4. Karakteristik Eskternal Petani ... 17

2.5. Penelitian Terdahulu ... 18

26. Kerangka Pemikiran ... 22

III. METODE PENELITIAN ... 24

3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 24

3.3. Jenis dan Sumber data ... 25

3.4. Teknik Pengumpulan data ... 25

3.5.Teknik Analisis data ... 26

3.6. Defenisi Operasional ... 27 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...

28

4.1 Letak Geografis ...

28

4.2 Kondisi Demografis ...

28

(12)

12 4.3 Kondisi Pertanian ...

31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

32

5.1 Identitas Responden Petani ...

32

5.1.1 Umur Petani ...

32

5.1.2. Tingkat Pendidikan ...

33

5.1.3 Pengalaman Bertani ...

34

5.1.4 Status Kepemilikan Lahan ...

34

5.1.5 Luas Lahan Responden ...

35

5.2 Adopsi Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo ...

35

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 41 6.1 Kesimpulan ... 41 6.2 Saran ... 41 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN (berisi)

 Kuesioner Penelitian

 Peta Lokasi Penelitian

 Identitas Responden

(13)

13

 Rekapitulasi Data

 Dokumentasi Penelitian

 Surat Izin Penelitian RIWAYAT HIDUP

(14)

14

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

Teks

1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 28 2. Jumlah Sarana dan Prasarana Tempat Ibadah, dan Pemakaman umum ... 29 3. Identitas Responden Petani Padi di Tingkat Umur di Desa Paraikatte ... 31 4. Identitas Responden Petani Padi di Tingkat Pendidikan di Desa

Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa... 32 5. Identitas Responden Petani Padi Berdasarkan pengalaman bertani di Desa

Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa... 33 6. Identitas Responden Petani Padi Berdasarkan Luas Lahan

di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa ... 34 7. Identitas Responden Petani Padi ditingkat Berdasarkan Kepemilikan Lahan

di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa ... 35 8. Respon Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman

Padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa ... 38

(15)

15

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

Teks

1. Kuesioner Penelitian ... 41 2. Peta Lokasi Penelitian ... 44 3. Identitas Responden Petani Padi di Desa Paraikatte ... 45 4. Rekapitulasi DataTingkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar

Legowo di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa ... 46 5. Dokumentasi Penelitian ... 48 6. Riwayat Hidup ... 50

(16)

16

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam beberapa tahun dekade terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan usaha – usaha yang terbaik untuk menghasilkan pangan tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya tanah, air, dan udara. Akan tetapi karena kerawanan pangan sering terjadi dibanyak negara yang sedang berkembang, maka negara – negara industri berusaha mengembangkan teknologi

“revolusi hijau” untuk mencukupi ketahanan pangan dunia (Sutanto, 2002).

Pembangunan pertanian tanaman pangan khususnya padi tetap terfokus kepada upaya peningkatan produksi yang harus diikuti dengan pengembangan usaha tani berbasis agribisnis agar dapat meningkatkan pendapatan petani.

Menurut Nur (2003), laju peningkatan produktivitas padi sawah di Indonesia cenderung melandai sehingga diindikasikan bahwa sistem intensifikasi padi sawah yang selama ini diterapkan belum mampu meningkatkan produksi dan produktivitas.

Teknologi budidaya padi sawah yang digunakan petani selama ini masih relatif sederhana, masih banyak menggunakan varietas lokal dan varietas unggul tidak berlabel. Cara tanam tidak beraturan, baik dengan caplak satu arah atau caplak dua arah, sehingga populasi rendah. Penggunaan pupuk sangat tergantung dengan dana yang ada (Miswarti, et. al. 2004). Inovasi teknologi untuk meningkatkan produksi padi terus dilakukan untuk mendapatkan paket teknologi

(17)

17 spesifik diantaranya dengan sistem tanam jajar legowo 2:1. Paket teknologi yang sudah dihasilkan tidak sepenuhnya diterapkan oleh petani, seperti pemupukan berimbang, karena sangat tergantung kepada kemampuan ekonomi, tetapi kalau komponen teknologi tersebut tidak memerlukan tambahan dana serta memberikan nilai tambah, cepat diadopsi dan berkembang. Salah satu komponen teknologi yang diperkenalkan di Kabupaten Gowa saat ini adalah sistem tanam jajar legowo.

Sistem tanam ini diperkenalkan sejak tahun 2007 melalui program IPAT yang dilaksanakan di 14 desa/kelurahan se-kecamatan Bajeng.

Sistem jajar legowo merupakan rekayasa teknologi yang ditujukan untuk memperbaiki produktivitas usaha tani padi. Teknologi ini merupakan perubahan dari teknologi jarak tanam tegel menjadi tanam jajar legowo. Di antara kelompok barisan tanaman padi terdapat lorong yang luas dan memanjang sepanjang barisan. Jarak antar kelompok barisan (lorong) bisa mencapai 50 cm, 60 cm atau 70 cm bergantung pada kesuburan tanah. Hasil penelitian di Sukamandi (Subang, Jawa Barat) selama dua musim menunjukkan cara tanam jajar legowo 2:1 meningkatkan hasil padi sawah 1,9 – 29 % pada Musim kemarau 2007 dan 2,4 – 11,3 % pada musim Kemarau 2008. Kenaikan hasil tersebut disebabkan populasi tanaman pada jajar legowo lebih banyak dibandingkan cara tanam tegel.

Upaya untuk meningkatkan hasil panen padi per satuan luas, juga harus diiringi dengan keberlanjutan teknologi yang dikenalkan serta bergantung terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi teknologi petani. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi petani dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat adopsi petani dalam

(18)

18 menerapkan teknologi budidaya padi sistem tanam jajar legowo agar dapat meningkatkan pendapatan dan tingkat efisiensi ekonomis petani. Untuk itu penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana tingkat adopsi teknologi jajar legowo pada tanaman padi sawah serta faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi petani terhadap sistem tanam jajar legowo.

Dalam penerapan sistem tanama jajar legowo di desa Paraikatte, pada awalnya belum diterima dengan baik oleh petani. Hal itu ditunjukkan, pada saat sistem tanam jajar legowo diperkenalkan kepada petani hanya sebagian petani yang menerapkan sistem tanam jajar legowo pada usaha tani padinya. Karena pada umumnya petani enggan melakukan inovasi terhadap usaha taninya jika belum melihat hasil dari inovasi tersebut, setelah melihat hasil dari sistem tanam jajar legowo melalui lahan percontohan dan beberapa lahan petani desa tetangga yang menerapkan sistem tanam jajar legowo memiliki peningkatan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sistem konvensional, barulah petani di desa Paraikatte mulai beralih menerapkan sistem tanam jajar legowo pada usaha taninya. Sesuai dengan hasil temuan dilapangan petani di desa Paraikatte juga mengungkapkan bahwa keuntungan penerapan sistem tanam jajar legowo adalah dari sisi penggunaan bibit yang lebih ekonomis, pemeliharaan dan pemupukan lebih efisien, namun memiliki kekurangan pada waktu penanaman yang lebih lama dibandingkan sistem konvensional.

(19)

19 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana tingkat adopsi petani terhadap sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat adopsi petani terhadap sistem tanam jajar legowo di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi pemerintah dan lembaga terkait, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam bidang pertanian.

2. Bagi peneliti, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Universitas Muhammadiyah Makassar.

(20)

20

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Adopsi Inovasi

Menurut Rogers (2003) inovasi adalah suatu ide, penerapan atau praktek teknologi atau sumber yang dianggap baru oleh seseorang. Sebuah inovasi biasanya terdiri dari dua komponen yaitu komponen ide dan komponen obyek yang berupa aspek material atau produk fisik dari ide tersebut.

Adopsi adalah proses mental dalam mengambil keputusan untuk menerima atau menolak ide baru. Adopsi juga didefinisikan sebagai proses mental seseorang dari mendengar, mengetahui inovasi sampai akhirnya mengadopsi. Keputusan untuk mengadopsi suatu inovasi terjadi dalam diri individu. Adopsi dalam kaitannya dengan penyuluhan pertanian adalah suatu proses yang terjadi pada pihak sasaran (petani) sejak sesuatu hal baru diperkenalkan sampai orang tersebut menerapkan (mengadopsi) hal baru tersebut (Rogers, 2003).

2.1.1. Proses adopsi inovasi

Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang. Keputusan inovasi adalah proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolak, dan kemudian mengukuhkannya (Rogers, 2003) .Proses keputusan inovasi berlangsung melalui lima tahap yaitu :

(21)

21 a) Mengetahui, yaitu ketika seseorang atau unit pengambil keputusan lainnya mengetahui adanya suatu inovasi dan memperoleh beberapa pengertian mengenai berfungsinya inovasi itu secara umum.

b) Berminat, yaitu ketika seseorang atau unit pengambil keputusan lainnya membentuk sikap berkenaan atau tidak berkenaan suatu inovasi dan berusaha mencari informasi yang lebih banyak tentang keberadaan inovasi itu.

c) Keputusan, yaitu ketika seseorang atau unit pengambil keputusan lainnya berada dalam kegiatan penilaian terhadap inovasi, dihubungkan dengan dirinya saat sekarang dan dimasa yang akan dating yang mengarah pada pemilihan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.

d) Pelaksanaan, yaitu ketika seseorang atau unit pengambil keputusan lainnya mulai menggunakan inovasi, meskipun dalam skala kecil.

e) Konfirmasi, yaitu ketika seseorang atau unit pengambil keputusan lainnya mencari bukti-bukti untuk memperkuat keputusan yang telah diambilnya.

Rogers (2003), mengatakan bahwa proses keputusan tersebut terdiri atas rentetan aktivitas dan pemilihan sepanjang waktu melalui seseorang atau suatu organisasi dalam rangka mengevaluasi suatu inovasi dan memutuskannya sesuai atau tidaknya untuk dilaksanakan. Pengambilan keputusan inovasi oleh suatu organisasi atau kumpulan individu (agregate) merupakan implikasi dari proses tersebarnya teknologi baru dalam suatu daerah tertentu. Ini berarti, adopsi inovasi tersebut diukur dengan cara menilai tingkatan jumlah penggunaan dan tingkat penggunaan inovasi tersebut.

(22)

22 2.1.2. Kecepatan adopsi inovasi

Kecepatan adopsi adalah waktu yang menunjukkan penerimaan inovasi oleh suatu sistem sosial. Kecepatan ini biasanya diukur dengan jumlah penerima yang mengadopsi suatu ide baru dalam suatu periode waktu tertentu (Rogers, 2003).

Selanjutnya disebutkan bahwa peubah penjelas kecepatan adopsi suatu inovasi adalah sifat-sifat inovasi itus endiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi yang berkaitan dengan sifat inovasinya adalah:

(a) keuntungan relatif (relative advantage) yaitu inovasi akan dapat cepat diadopsi jika suatu inovasi dianggap lebih menguntungkan dari teknologi yang pernah ada sebelumnya,

(b) kesesuaian (compatability) yaitu ketika suatu inovasi masih tetap konsisten dengan nilai-nilai budaya yang ada,

(c) kerumitan (complexity) yaitu ketika suatu inovasi mempunyai sifat-sifat yang rumit sulit dipahami dan diikuti,

(d) dapat dicoba (trialability) yaitu inovasi akan cepat diadopsi jika inovasi tersebut mudah dicoba pada kondisi dan situasi yang ada,

(e) mudah diamati (observability) yaitu inovasi akan mudah diterima jika dengan cepat dapat dilihat dan dirasakan hasilnya.

Kecepatan adopsi inovasi selain dipengaruhi oleh kelima sifat-sifat inovasi, juga dipengaruhi oleh hal-hal lain yang dapat menjadi peubah penjelas kecepatan adopsi adalah :

(23)

23 (a) Tipe keputusan inovasi,

(b) Sifat saluran komunikasi yang dipergunakan untuk menyebarluaskan inovasi dalam proses keputusan inovasi,

(c) ciri-ciri sistem sosial dan

(d) gencarnya usaha agen pembaharu dalam mempromosikan inovasi.

Rogers (2003), menambahkan tipe keputusan inovasi yang mempengaruhi keputusan adopsi. Semakin banyak orang yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan inovasi, semakin lambat tempo adopsinya. Inovasi yang diputuskan secara otoritas (kekuasaan) diadopsi lebih cepat karena melibatkan lebih sedikit orang dalam pengambilan keputusan. Tetapi, jika bentuk kekuasaannya tradisional, mungkin tempo adopsinya juga lambat. Keputusan opsional (individu) biasanya lebih cepat dari pada keputusan kolektif, tetapi lebih lambat dari pada keputusan otoritas. Tipe keputusan kontingen paling lambat karena melibatkan dua urutan keputusan inovasi atau lebih.

Sifat inovasi dan saluran komunikasi saling berkaitan dalam mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi. Inovasi yang rumit akan lebih memuaskan apabila disebarluaskan melalui saluran media massa seperti majalah pertanian, tetapi inovasi yang dianggap rumit oleh petani maka saluran interpersonal dengan petugas penyuluh dianggap lebih tepat. Jika tidak tepat dalam memilih dan menggunakan saluran komunikasi, maka waktu pengadopsian akan lambat (Rogers, 2003).

Karena itu, untuk mempercepat waktu pengadopsian inovasi, seorang agen perubahan dalam hal saluran komunikasi tergantung atas campuran dari

(24)

24 pertimbangan tahap-tahap dalam proses keputusan inovasi dan sifat-sifat inovasi menurut pengamatan dan penerima. Pada tahap pengenalan, kompleksitas dan observabilitas inovasi sangat penting. Pada tahap persuasi, keuntungan relatif dan observabilitas inovasi yang perlu ditonjolkan. Sedangkan pada tahap keputusan, dapat dicobanya suatu inovasi yang paling penting (Rogers, 2003).

Sistem sosial merupakan hal lain yang mempengaruhi kecepatan adopsi suatu inovasi terutama norma-norma sistem sosial. Dalam suatu sistem yang modern, tempo adopsi mungkin lebih cepat karena kurang ada rintanngan sikap diantara para penerima. Sedangkan dalam sistem tradisional, tempo adopsi akan lebih lambat (Rogers, 2003).

Kecepatan adopsi inovasi, akhirnya dipengaruhi oleh gencarnya usaha- usaha promosi yang dilakukan agen perubahan. Hubungan antara kecepatan adopsi dengan usaha agen perubahan tidak langsung atau linear. Pada tahap tertentu, usaha keras agen perubahan mendatangkan hasil yang lebih besar. Respons terbesar terhadap agen perubahan terjadi pada saat pemuka masyarakat mulai mengadopsi inovasi, yang terja diantara 13-16% pengadopsian dalam sistem sosial (Rogers, 2003).

Jika seseorang mengadopsi suatu inovasi, maka perubahan perilaku yang diakibatkan oleh proses pengadopsian akan mempengaruhi sistem sosialnya.

Demikian juga sebaliknya jika proses pengadopsian berhenti maka sistem sosial juga akan mengikuti perubahannya. Apabila suatu inovasi telah diadopsi oleh seseorang dalam sistem sosialnya, hasilnya dapat diamati dari perubahan atribut

(25)

25 dari inovasi tersebut seperti idenya, prosesnya ataupun teknologinya.

Perkembangan inisiasi dan proses kedewasaan dari adopsi berhubungan dengan kualitas dan sumber informasi dan populasi pengadopsi (Rogersetal, 2011).

2.2. Pengertian Sistem Tanam Jajar Legowo

Sistem tanam jajar legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong. Istilah Legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego”

berarti luas dan”dowo” berarti memanjang. Legowo di artikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong.

Baris tanaman (dua atau lebih) dan baris kosongnya (setengah lebar di kanan dan di kirinya) disebut satu unit legowo. Bila terdapat dua baris tanam per unit legowo maka disebut legowo 2:1, sementara jika empat baris tanam per unit legowo disebut legowo 4:1, dan seterusnya.

Pada awalnya tanam jajar legowo umum diterapkan untuk daerah yang banyak serangan hama dan penyakit, atau kemungkinan terjadinya keracunan besi.

Jarak tanam dua baris terpinggir pada tiap unit legowo lebih rapat dari pada baris yang ditengah (setengah jarak tanam baris yang di tengah), dengan maksud untuk mengkompensasi populasi tanaman pada baris yang dikosongkan. Pada baris kosong, di antara unit legowo, dapat dibuat parit dangkal. Parit dapat berfungsi untuk mengumpulkan keong mas, menekan tingkat keracunan besi pada tanaman padi atau untuk pemeliharaan ikan kecil (muda).

(26)

26 Sistem tanam legowo kemudian berkembang untuk men-dapatkan hasil panen yang lebih tinggi dibanding sistem tegel melalui penambahan populasi.

Selain itu juga mempermudah pada saat pengendalian hama, penyakit, gulma, dan juga pada saat pemupukan.

Pada penerapannya, perlu diperhatikan tingkat kesuburan tanah pada areal yang akan ditanami. Jika tergolong subur, maka disarankan untuk menerapkan pola tanaman sisipan hanya pada baris pinggir (legowo tipe 2). Hal ini dilakukan untuk mencegah kerebahan tanaman akibat serapan hara yang tinggi. Sedangkan pada areal yang kurang subur, maka tanaman sisipan dapat dilakukan pada seluruh barisan tanaman, baik baris pinggir maupun tengah (legowo tipe 1). Saat ini, sistem logowo sudah mulai banyak diadopsi oleh petani di Indonesia. Banyak petani yang sudah merasakan manfaat dan keuntungannya dengan menggunakan teknik tersebut. Dengan sistem tanam legowo, populasi tanaman dapat ditingkatkan yang pada gilirannya diperoleh peningkatan hasil gabah

2.2.1. Teknik Penerapan Jajar Legowo

A. Pembuatan baris Tanam

Lahan sawah yang sudah siap ditanami, 1-2 hari sebelum tanam, air dibuang dari lahan. Tujuan dari pembuangan air adalah untuk dapat membentuk garis-garis tanam secara jelas. Dengan menggunakan alat pembuat garis jajar legowo 2:1 dengan menggunakan atajale, dibuat garis tanam 40 cm x (20 cm x 10 cm) dengan cara menarik atajale 2:1 pada lahan sawah yang akan ditanami. Arah baris tanam sebaiknya sesuai dengan arah aliran air pengairan. Atajale 2:1 adalah

(27)

27 alat bantu dalam system tanam jajar legowo 2:1 merupakan modifikasi dari geretan sebelumnya dilakukan untuk menjaga agar jarak tanam antar barisan dan dalam barisan tanaman dapat konsisten sehingga tambahan populasi 30% yang diharapkan tercapai.

B. Tanam

Bibit padi umur kurang dari 21 hari sebanyak 1-3 bibit ditanam pada perpotongan garis-garis yang terbentuk, dengan cara maju atau mundur sesuai kebiasaan regu tanam, menghadap pada jarak yang rapat. Hal ini untuk menghindari tidak terpenuhinya target tambahan populasi tanaman atau rumpun karena kesalahan regu tanam.

2.2.2. Teknik Pemeliharaan Tanaman Pada Cara Tanam Jajar Legowo A. Pemupukan

Pemupukan dilakukan secara alur atau icir pada tempat yang berjarak 20 cm dan posisi yang memupuk pada tempat yang berjarak 40 cm. Dengan cara, hanya 40 cm dari lahan yang diberi pupuk dan pupuk terkonsentrasi sepanjang tempat yang berjarak 20cm, serta pupuk lebih dekat dengan perakaran sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman secara maksimal.Pemupukan diupayakan 3 kali yaitu pemupukan pertama diusia tanaman 7 - 10 HST, pemupukan kedua usia tanaman 13 - 15 HST , pemupukan ketiga usia tanaman 35 HST, pemupukan dilakukan dengan pola pupuk berimbang.

(28)

28 B. Penyiangan

Pada cara tanam tapin jajar legowo 2:1, penyiangan menggunakan landak atau osrok cukup satu arah yaitu searah dalam barisan dan tidak perlu dipotong seperti pada cara tanam bujur sangkar (2 arah). Jarak tanam dalam barisan 10 cm tidak perlu dilakukan penyiangan karena gulma akan kalah berkompetisi dengan pertumbuhan tanaman padi. Dengan tanam cara jajar legowo, biaya penyiangan dapat ditekan sampai 50% dan ini dapat digunakan sebagai kompensasi dari bertambahnya biaya tanam. Disamping itu pada kondisi lahan kahat (kekurangan) zeng (ambles) landak membantu dalam pembuatan saluran-saluran diantara tanaman sehingga air tidak menggenang.

C. Pengendalian Hama Penyakit

Adanya lorong-lorong (ruang pada bagian yang berjarak 40 cm) sinar matahari dan sirkulasi udara dapat berjalan optimal dan kelembaban dapat ditekan sehingga perkembangan hama penyakit dapat diminimalisir. Disamping itu, kegiatan pemantauan dan pelaksanaan pengendalian penyakit dapat lebih mudah dilaksanakan.(Anonim, 2006).

2.2.3. Keunggulan Sistem Tanam Padi Jajar Legowo

Sistem tanam jajar legowo mempunyai keunggulan yang lebih bila dibandingkan sistem tanam biasa. Hal ini disebabkan oleh :

1) Semua barisan tanaman seolah-olah berada pada bagian pinggir seperti halnya dengan rumpun padi yang berada di dekat pematang pada umumnya pertumbuhannya lebih baik bila dibandingkan dengan tanaman yang berada

(29)

29 pada bagian dalam.

2) Tanaman padi lebih terbuka, sehingga sinar matahari bisa sampai ke permukaan tanah dan pangkal batang sehingga dapat mengurangi serangan penyakit batang.

3) Populasi rumpun tanaman lebih banyak bila dibandingkan dengan cara tanam biasa.

4) Memudahkan pemeliharaan, seperti pemupukan, penyiangan dan pengendalian hama penyakit, terutama hama tikus.

2.3. Karakteristik Internal Petani

Petani memiliki karakteristik yang beragam. Karakteristik tersebut dapat berupa karakter demografis petani, karakteristik sosial petani serta karakteristik kondisi ekonomi petani itu sendiri. Karakteristik tersebutlah yang membedakan tiap perilaku petani pada situasi tertentu. Salah satu sifat penting yang berpengaruh pada proses komunikasi dalam penyebaran informasi adopsi inovasi teknologi adalah karakteristik petani.

Menurut Soekartawi (1988), variabel yang m empengaruhi proses tersebut adalah: umur, tingkat pendidikan formal, frekuensi pendidikan non formal, pengalaman dalam berusaha tani, luas garapan dan status penguasaan lahan mempengaruhi perilaku komunikasi dan jaringan informasi komunikasi dalam kegiatan sehari-hari khususnya dalam usaha tani padi sawah.

Dalam penelitian ini variabel karakteristik internal petani yang akan dibahas hubungannya dengan tingkat adopsi jajar legowo adalah sebagai berikut:

(30)

30 (1) Umur

Menurut Mulyasa (2002), umur mempengaruhi kemampuan fisik dan cara berfikir serta dapat menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman perilakunya berdasarkan usia yang dimiliki.

Orang yang lebih tua cenderung kurang responsif terhadap ide-ide baru.

Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan sesorang berhubungan dengan umur (usia). Faktor pertama adalah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar lainnya. Berdasarkan penelitian Bird (Yusriadi, 2011) mengatakan bahwa seseorang yang muda usia mungkin memiliki pengalaman dan pendidikan kurang, tetapi memiliki energi atau semangat untuk mencoba usahanya. Orang yang sudah berumur memiliki pengalaman dan pendidikan lebih tinggi sehingga menentukan keberhasilan usahanya.

(2) Tingkat Pendidikan Formal

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), pendidikan merupakan rangkaian proses belajar mengajar yang menghasilkan perubahan perilaku. Pendidikan menjadi urutan pertama dalam dalam menentukan tingkat keinovatifan seseorang.

Lamanya mengikuti pendidikan formal, dilengkapi pendidikan non formal dan terlebih pendidikan khusus menambah pengalaman dan kedewasaan berfikir seseorang. Pendidikan memiliki tujuan menciptakan manusia-manusia yang berkualitas, termasuk dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan juga mempengaruhi perilaku seseorang, baik dari segi pola pikir, bertindak serta

(31)

31 kemampuan menerapkan inovasi baru. Penelitian Lestari (1995), menunjukkan

bahwa mereka yang berpendidikan tinggi lebih mudah untuk menerima informasi dan kemampuan menganalisis masalah yang dihadapinya. Pendidikan

menunjukkan tingkat intelegensia yang berhubungan dengan daya pikir seseorang.

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin luas pengetahuannya.

(3) Pengalaman Berusaha Tani

Menurut Walker (Ellya 2002), bahwa pengalaman adalah hasil akumulasi dari proses pengalaman seseorang, yang selanjutnya mempengaruhi terhadap respon yang diterimanya guna memutuskan sesuatu yang baru baginya.

Pengalaman merupakan salah satu pertimbangan bagi seseorang dalam menerima ide-ide baru yang menjadi kebutuhan dan dapat membantu memecahkan masalah hidupnya. Berdasarkan penelitian Samboh (2013), bahwa pengetahuan mempunyai korelasi/hubungan sangat signifikan dengan tingkat adopsi inovasi.

Pengalaman berusaha tani berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam menghadapi pemilihan inovasi teknologi baru.

(4) Luas Penguasaan Lahan

Status kepemilikan lahan petani sangat berkaitan erat dengan tingkat pendapatan mereka. Menurut Rogers (1971), kepemilikan lahan berkaitan dengan keinovatifan seseorang. Petani yang memiliki lahan luas cenderung lebih tanggap terhadap inovasi. Dalam kegiatan penyuluhan, inovasi tentang teknik-teknik diversifikasi untuk lahan sempit atau teknik ekstensifikasi untuk lahan luas merupakan salah satu program yang dapat diinformasikan dan ditumbuhkan

(32)

32 minatnya pada masyarakat petani. Jadi yang dimaksud status kepemilikan lahan dalam penelitian ini adalah kepemilikan lahan yang diusahakan atau digarap oleh petani.

Menurut Mardikanto (1993), petani yang menguasai lahan sawah yang luas akan memperoleh hasil produksi yang besar dan begitu pula sebaliknya. Jadi yang dimaksud luas lahan dalam penelitian ini adalah jumlah hamparan yang diusahakan oleh petani. Berdasarkan penelitian Pambudy (1999), bahwa perilaku dalam berwirausaha (berusaha tani) sangat berhubungan dengan besaran lahan yang dimiliki atau digunakan

2.4. Karakteristik Eksternal Petani

Menurut Mosher (1987), iklim usaha merupakan suatu kondisi yang dapat mendukung kegiatan usahatani. Hal ini sangat terkait dengan: adanya program pemerintah, ketersediaan informasi, kertersediaan pasar akan hasil produksi, dan ketersediaan sarana dan prasarana produksi. Sarana dan prasarana menjadi syarat pokok dalam pembangunan pertanian khususnya tanaman padi. Sarana dan prasarana merupakan media dalam proses produksi untuk mencapai hasil yang lebih baik, meliputi : bibit, pupuk, obat-obatan, peralatan dan prasarana jalan (Daniel, 2004). Variabel karakteristik petani yang berhubungan dengan tingkat adopsi sistem tanam jajar legowo adalah sebagai berikut:

1. Tingkat Ketersediaan Informasi

Ketersediaan informasi adalah ketersediaan sumber informasi yang diperlukan oleh petani dalam meningkatkan usahatani padi sawah melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi. Ketersediaan informasi

(33)

33 dapat dilihat dari keberadaan sumber-sumber informasi tentang PTT padi yang dapat diakses oleh petani dan jarak antara sumber informasi serta kesesuaiannya dengan petani.

2. Tingkat Ketersediaan Sarana dan Prasarana Produksi

Ketersediaan sarana dan prasarana produksi adalah ketersediaan peralatan dan bahan yang dapat dimanfaatkan oleh petani responden dalam melaksanakan usahatani padi. Ketersediaan sarana dan prasarana produksi dilihat dari keberadaan penyedia saprodi, jarak antara penyedia saprodi dengan petani, Ketersediaan sarana dan prasarana produksi dilihat dari keberadaan penyedia saprodi, jarak antara penyedia saprodi dengan petani, dan kemudahan petani untuk mendapatkan saprodi.

Menurut hasil penelitian Samboh (2013), bahwa iklim usaha memiliki hubungan yang signifikan dengan adopsi. Penelitian Kartono (2009) menunjukkan bahwa faktor iklim usaha mempunyai hubungan cukup signifikan terhadap sistem tanam jajar legowo dalam mendukung usahatani petani.

2.5. Penelitian Terdahulu

Hajrah Lalla et al. (2012), melakukan penelitian di Kabupaten Takalar, dengan judul “Adopsi Petani Padi Sawah Terhadap Sistem Tanam Jajar legowo 2:1 Di Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penduduk tersebut umumnya bermatapencaharian sebagai petani (77,57- 87,38 %). Kelompok tani di Kecamatan Polongbangkeng Utara berjumlah 218 kelompok yang terdiri dari beberapa kelas kelompok, yaitu :

(34)

34 kelompok pemula 114 kelompok, kelompok lanjut 80 kelompok, kelompok madya 22 kelompok, dan kelompok utama dua kelompok serta terdapat 15 gabungan kelompok tani (Gapoktan).

(1) Faktor Internal Petani

Umur petani responden kisaran antara 30 – 72 tahun, 60,78 % petani responden tergolong dalam usia produktif (31 – 50 tahun). Lama pendidikan petani responden dapat dibedakan atas lama pendidikan 0 – 6 tahun (50,98 %) dan lama pendidikan 9 – 12 tahun ( 49,02 %). Pengalaman berusaha tani responden terdistribusi yang terendah delapan tahun dan yang tertinggi (terlama) 52 tahun.

Jumlah tanggungan keluarga petani responden berkisar antara 1 – 6 orang. Luas lahan usaha tani petani responden bervariasi dari 0,2 – 2,5 ha, sebagian besar petani responden yakni 64,71% memiliki luas lahan usaha tani antara 0,50 – 1,00 ha. Petani responden memiliki motivasi tinggi dalam penerapan teknologi Jajar Legowo 2:1. Meskipun frekuensi kujungan ke sumber informasi tergolong rendah yaitu lima kali per musim tanam sebanyak 68,63%. Secara keseluruhan minat petani terhadap teknologi jajar legowo dilihat dari sifatsifat inovasi terdistribusi pada kategori sedang sebanyak 90,20 % dan hanya 9,80 % berada dalam kategori tinggi. Hasil penelitian menunjukkan keuntungan relatif terdistribusi pada katergori rendah (31,38%), sedang (29,42%) dan tinggi (39,22%). Selain itu, pada Tingkat Kesesuaian suatu Inovasi terdistribusi dari kategori tidak sesuai (9,81%), sesuai (52,95%) dan sangat sesuai (37,26%). Selanjutnya, tingkat kerumitan suatu Inovasi menujukkan Sebanyak 12 orang petani (23,52%) menyatakan tidak rumit,

(35)

35 22 orang petani (43,14%) menyatakan teknologi jajar legowo rumit, dan 17 orang petani (33,33%) menyatakan sangat rumit.

Pada tingkat kemudahan suatu inovasi untuk dicoba menunjukkan 39,22%

petani responden menyatakan jajar legowo tidak mudah, sementara 49,02%

menyatakan mudah dan hanya 11,77% petani responden yang menyatakan sangat mudah. Namun pada tingkat Kemudahan suatu inovasi untuk dilihat hasilnya, sebanyak 43,14% petani responden menyatakan teknologi jajar legowo mudah untuk dilihat hasilnya dan 39,22% menyatakan sangat mudah sementara 17,65%

menyatakan tidak mudah untuk dilihat hasilnya.

(2) Faktor Eksternal

Hasil penelitian menunjukkan 60,78 % petani responden menilai bahwa informasi tentang jajar legowo cukup tersedia, sedangkan 35,30% menilai sangat tersedia dan hanya 3,92% menilainya tidak tersedia. Dari 51 petani responden diketahui bahwa intensitas penyuluhan tentang jajar legowo tergolong dalam kategori sedang yakni sebanyak 49,02%. Sementara 31,37% masuk kategori rendah dan 19,61% tergolong kategori tinggi.

(3) Tingkat Adopsi Teknologi Jajar Legowo

Tingkat adopsi petani pada teknologi jajar legowo digolongkan dalam kategori rendah (≤ 32) mencapai 60,78% dan tinggi (39,22%), hal ini terlihat pada komponen benih komponen benih termasuk dalam kategori sedang (15,69%) hsampai tinggi (84,31%) yang diikuti dengan komponen pengolahan tanah terdistribusi pada kategori rendah (3,92%), sedang (90,02%) dan tinggi (5,88%), komponen penanaman terdistribusi dari kategori rendah (31,37%), sedang

(36)

36 (49,02%) sampai tinggi (19,61%). Aspek pemeliharaan yang dilakukan petani masih terdistribusi pada kategori rendah (62,75%) sampai sedang (37,25%), produktivitas petani responden termasuk kategori rendah (23,53%), sedang (50,98%) sampai tinggi (25,49%).

(4) Peningkatan Produktivitas Usaha tani

Peningkatan produktivitas usaha tani dapat dijadikan sebagai indicator tingkat penerapan suatu teknologi pada usahataninya. peningkatan produktivitas petani responden termasuk kategori rendah (68,62%), sedang (15,69%) dan tinggi (15,69%). Kenaikan produktivitas terkecil 0,52 ku/ha dan yang tertinggi 14,76 ku/ha.

Ikhwani et al. (2013). Melakukan penelitian di Kota Bogor, dengan judul

“Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Penerapan Jarak Tanam Jajar Legowo”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan populasi dan produktivitas rumpun padi antara tanam tegel dan jajar legowo dimana Populasi untuk

pertanaman tegel 25 cm x 25 cm adalah 160.000 rumpun/ha, sedangkan untuk jajar legowo 2:1 (25-50) cm x 12,5 cm = 4/3 x 160.000 = 213.333 rumpun, atau 1,33 kali lebih banyak dibandingkan dengan tanam tegel 25 cm x 25 cm.

Namun, populasi tanaman/ha yang lebih tinggi (1,33 kali) belum tentu menghasilkan produktivitas (kg/ha) yang lebih tinggi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa semakin rapat jarak tanam atau semakin banyak populasi tanaman per satuan luas semakin menurun kualitas rumpun tanaman, seperti menurunnya jumlah anakan dan jumlah malai per rumpun. Hal ini akibat semakin

(37)

37 besarnya persaingan antar rumpun padi dalam penangkapan radiasi surya, penyerapan hara dan air, serta semakin optimalnya lingkungan bawah kanopi bagi perkembangbiakan penyakit. Pada beberapa varietas padi tertentu penurunan jumlah anakan atau jumlah malai akibat rumpun yang terlalu rapat dapat nyata lebih besar, sedangkan pada varietas lainnya tidak nyata.

Apabila jumlah malai per rumpun atau hasil gabah berkurang 1,33 kali atau lebih (lebih kecil atau sama dengan 3/4 kali hasil tegel) karena jarak tanam yang rapat, misalnya dari 20 malai/rumpun menjadi 15 atau kurang, maka produktivitas tanaman dengan cara tanam jajar legowo menjadi sama atau lebih rendah dibandingkan dengan cara tegel. Sebaliknya, apabila jumlah malai per rumpun lebih dari 1,33 kali (lebih besar dari 3/4 kali) maka hasil padi dengan tanam jajar legowo lebih tinggi dibanding cara tanam tegel.

2.6.Kerangka Pemikiran

Sistem tanam jajar legowo merupakan suatu bentuk inovasi yang perlu diadopsi oleh petani. Adopsi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap suatu inovasi sejak mengenal, menaruh minat, menilai sampai menerapkan.. Yang paling penting dengan adanya teknologi sistem tanam jajar legowo ini, produksi padi bisa meningkat serta pendapatan dan kesejahtraan petani juga meningkat, oleh karena itu perlu dilihat faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat adopsi sistem tanam jajar legowo.

(38)

38 Tinggi rendahnya penerapan sistem tanam jajar legowo (adopsi teknologi) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik sosial ekonomi petani. Pada akhirnya suatu teknologi diterapkan atau tidak diterapkan terletak pada petani itu sendiri, apakah tingkat adopsinya tinggi, sedang, atau rendah terhadap teknologi baru tersebut. Bila dalam dirinya ada kesadaran akan perlunya perubahan maka pembaharuan yang diusulkan oleh penyuluh dapat diterapkan dalam usaha taninya, kerangka berpikir penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Keterangan : Ada hubungan

Gambar 1. Kerangka pikir tingkat adopsi sistem tanam jajar legowo Usaha Tani Padi

Karakteristik sosial ekonomi petani 1. Umur petani 2. Tingkat pendidikan

petani

3.Pengalaman bertani

4.Status lahan

5.Luas lahan. Petani

Sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi sawah Penyuluh Pertanian

Tingkat adopsi

Tinggi Sedang Rendah

(39)

39

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan Desa tersebut merupakan desa percontohan untuk sistem tanam jajar legowo dari tahun 2007 sampai sekarang. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan juli sampai bulan agustus 2015.

3.2. Teknik Penentuan Sampel

Menurut Sugiyono (2011), teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability sampling dan Nonprobability sampling. Dimana dalam penelitian teknik sampling yang digunakan adalah Nonprobability sampling, yaitu pengambilan sampel dengan metode sampling jenuh atau sensus, sampel dalam penelitian ini adalah petani dengan populasi berjumlah 30 orang yang ada di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng. Karena jumlah populasi yang kurang dari 100 maka, seluruh sampel akan dijadikan sebagai responden, yang tergabung dalam beberapa kelompok tani yang ada di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.

(40)

40 3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah jenis data deskriptif kualitatif tentang tingkat pengadopsian petani padi sawah terhadap sistem tanam jajar legowo.

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Data primer adalah data yang bersumber dari wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan kuesioner seperti data identitas responden, tanggapan responden.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait seperti data monografi desa dan data kelompok tani yang ada di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari data yang sudah ada sebelumnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan langsung mengenai objek yang diteliti untuk mengumpulkan data primer yang terfokus pada petani responden.

2. Wawancara atau Interview

Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya secara langsung kepada responden untuk tujuan penelitian. Cara ini dengan membuat daftar pertanyaan atau kuisioner yang sesuai dengan variabel yang

(41)

41 akan diteliti dan tujuan yang ingin dicapai. Kuisioner berguna untuk mengumpulkan data primer yang diperoleh dari hasil responden terhadap pertanyaan yang diajukan.

3. Dokumentasi

Data pendukung yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait. Cara ini untuk mengumpulkan data sekunder.

3.5. Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan dikategorikan secara tabulasi untuk selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Analisis data untuk menjawab adalah analisis pengukuran terhadap indikator pengamatan dengan menggunakan tehnik skoring atau skala nilai dengan ketentuan (Sugiyono, 2004).

a. Tinggi : 3 b. Sedang : 2 c. Rendah : 1

Interval = Skor tertinggi-Skor terendah Jumlah kelas

= 3-1 = 2 = 0,66 3 3

Kategori :

1,00 - 1,66 = Rendah 1,67 - 2,33 = Sedang 2,34 - 3,00 = tinggi

(42)

42 3.6 Definisi Operasional

Adapun operasional variabel penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Petani sampel adalah petani padi yang membudidayakan tanaman padi dengan sistem tanam jajar legowo

2. Penyuluh pertanian merupakan informan bagi para petani dalam menyampaikan informasi teknologi pertanian.

3. Sistem tanam legowo adalah cara tanam yang memiliki 2 barisan kemudian diselingi barisan kosong dimana pada setiap jarak tanam pada tipe legowo adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm (barisan pinggir) x 25 cm (barisan kosong).

4. Penerapan sistem legowo adalah penggunaan sistem tanam jajar legowo untuk penanaman terutama untuk tanaman padi.

5. Tingkat adopsi dapat diartikan sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psycho-motoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh kepada masyarakat sasarannya.

(43)

43

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak Geografis

Desa Paraikatte merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Desa Paraikatte memiliki luas 8,24 km2. Secara geografis, Desa Paraikatte dibatasi oleh wilayah - wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Pallangga

Sebelah Timur : Kecamatan Pallangga dan Desa Pa’bentengang Sebelah Selatan : Desa Pa’bentengang

Sebelah Barat : Desa Maccini Baji

Desa Paraikatte berjarak 8 km dari ibukota Kecamatan bajeng dan bila ditempuh dengan kendaraan bermotor dapat ditempuh selama 20 menit.

Dan berjarak 22 km dari ibukota Kabupaten Gowa. Dan 30 km dari ibukota Propinsi. Desa Paraikatte merupakan wilayah daerah dataran rendah di kabupaten Gowa karena elevasinya hanya berada pada ketinggian 20-30 mdpl.

4.2. Kondisi Demografis

Keadaan demografi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi yang mempengaruhi proses mobilitas sosial masyarakat. Faktor penduduk ini menempati posisi yang paling utama, karna seperti yang kita ketahui bahwa pembangunan itu adalah suatu upaya manusia untuk merubah pola hidup dan posisi sosial mereka untuk tetap memenuhi kebutuhan hidupnya.

(44)

44 a. Kependudukan

Data potensi di desa Paraikatte tahun 2014, penduduk di desa Paraikatte menurut jenis kelamin laki-laki 1403 orang dan perempuan sebanyak 1416 orang dan jumlah total penduduknya sebanyak 2816 orang. Angka ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-lakinya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah perempuannya.

Tabel 1: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin.

No Nama Dusun Laki- Laki

Perempuan Jumlah Jiwa

Persentase (%)

1 Lonrong 331 307 638 22,56

2 Sileo’ I 317 311 628 22,21

3 Sileo’ II 160 179 339 11,90

4 Te’ne Pa’mai 355 365 720 25,63

5 Pattunggalengang 238 264 502 17,70

Jumlah 1401 1426 2827 100

Sumber, Kantor Desa Paraikatte 2015

Data pada tabel di atas jika dilihat dari jumlah secara keseluruhan, jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak di banding jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki meskipun jumlahnya tidak beda jauh, yaitu penduduk yang berjenis kelamin perempuan tercatat dengan jumlah 1426 jiwa sedangkan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki tarcatat dengan jumlah 1401 jiwa.

b. Pendidikan

Data yang diperoleh di kantor desa Paraikatte tingkat pendidikan masyarakat di desa Paraikatte yang paling banyak adalah tamat SMP, dengan jumlah secara keseluruhan sebanyak 315 orang. Diurutan kedua yang tingkat

(45)

45 pendidikan masyarakatnya adalah tamat SD dengan jumlah 254 orang. Kemudian tamatan SMA dengan jumlah 156 orang.

c. Agama

Data yang diperoleh dari kantor desa Paraikatte menjelaskan bahwa agama yang mayoritas dalam masyarakat desa Paraikatte adalah agama Islam. Kondisi ini merata pada 5 dusun yang terdapat di desa Paraikatte adalah pemeluk agama islam, dimana tercatat sebanyak 2816 orang.

d. Sarana dan Prasarana Umum

Tabel 2: Jumlah Sarana dan Prasarana Tempat Ibadah, Pemakaman Umum.

No Sarana dan Prasarana Jumlah

1 Mesjid 8

2 Taman kanak-kanak 3

3 Sekolah Dasar 3

4 SLTP/Tsanawiyah 1

5 SLTA/Aliyah 1

6 Puskesmas 1

7 Pondok Pesantren 1

8 Pemakaman Umum 1

Sumber Kantor Desa Paraikatte 2015

Dari Tabel 2 terlihat bahwa di desa Paraikatte, memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai, hal itu ditunjukkan oleh tersedianya sarana dan prasarana seperti mesjid, taman kanak-kanak, sekolah dasar, SLTP, SLTA, pondok pesantren, puskesmas, dan pemakaman umum.

(46)

46 4.3. Kondisi Pertanian

Data yang diperoleh dari kantor desa Paraikatte. Dari luas desa yang memliki luas 8,24 km2. Desa Paraikatte memiliki lahan persawahan seluas 100 ha, dan selebihnya adalah pemukiman warga dan sarana prasarana desa. Seperti mesjid, sekolah, posyandu, dan lain-lain. Sistem pengairan persawahan di desa paraikatte memiliki saluran tersier yang di aliri oleh dua waduk, yakni waduk Bili- bili dan waduk Bissua. Jadi sangat memungkinan bagi petani yang ada di desa Paraikatte untuk melakukan penanaman padi tiga kali musim tanam dalam setahun. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan sumber air yang cukup untuk areal persawahan petani di desa Paraikatte sepanjang tahun.

Sistem tanam jajar legowo mulai diperkenalkan oleh penyuluh kepada masyarakat desa Paraikatte khususnya kepada petani melalui program Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik (IPAT BO) pada tahun 2007. Namun baru 3 tahun belakangan petani di desa Paraikatte mulai menerapkan sistem tanam jajar legowo, hal ini disebabkan oleh hasil produksi tanaman padi yang dihasilkan melalui sistem tanam jajar legowo ini memiliki hasil yang lebih banyak jika dibandingkan dengan sistem konvensional, selain itu menurut petani yang ada di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa sistem tanam jajar legowo lebih ekonomis dari segi penggunaan bibit tanaman padi dibandingkan sistem konvensional. Para petani di Desa Paraikatte mulai beralih dari sistem konvensional ke sistem tanam jajar legowo dan pola SRI (system of rice intensification).

(47)

47

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identitas Responden Petani Padi

Identitas responden menggambarkan suatu kondisi atau keadaan serta status dari responden tersebut. Identitas responden dapat memberikan informasi tentang keadaan usaha taninya, terutama tingkat adopsi petani terhadap sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa. Identitas responden tinkat Adopsi Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten gowa dapat dilihat sebagai berikut:

5.1.1 Umur Petani

Salah satu karakteristik yang dimiliki seorang petani yang dianggap penting adalah faktor umur. Identitas responden petani ditingkat umur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Identitas Responden Petani Padi di Tingkat Umur di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

No Umur

(Tahun)

Petani (Orang)

Presentase (%)

1. 36-40 8 26,67

2. 41-45 7 23,33

3. 46-50 3 10

4. 51-55 4 13,33

5. 56-60 8 26,67

Jumlah 30 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

(48)

48 Tabel 3 Menunjukkan pembagian golongan umur petani dibagi menjadi enam interval umur, yaitu umur 36 - 40 tahun, 41 - 45 tahun, 46-50, 51 - 55 tahun, dan 56 - 60 tahun. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa umur petani berada dalam usia produktif yaitu antara 36 - 45 tahun. Pada usia ini petani penggarap bisa dikatakan mampu bekerja dengan baik didukung dengan fisik yang kuat dalam melaksanakan peran sebagai petani padi.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden juga ikut mempengaruhi pola pengolaan usaha tani. Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan pola pikir petani.

Identitas responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Identitas Responden Petani Padi di Tingkat Pendidikan di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

No Pendidikan Petani

(Orang)

Presentase (%)

1. SD 17 56,67

2. SMP 4 13,33

3. SMA 9 30

Jumlah 30 100,00

Sumber : Data Primer Setelah diOlah, 2015

Tabel 4 menunjukkan bahwa seluruh responden dan petani telah mengikuti pendidikan formal dengan tingkat pendidikan yang berbeda. Dimana tingkat pendidikan yang terbesar adalah tamat SD sebanyak 56,67% sedangkan pada tingkat terendah ada yang tamat SMP dan SMA sebanyak 13,33% dan 30%.

(49)

49 5.1.3 Pengalaman Bertani

Pengalaman petani dibagi menjadi lima interval yaitu pengalaman 7-10 tahun, 11-14 tahun, 15-19 tahun, 20-23 tahun, dan 24-27 tahun. Pengalaman petani sangatlah beragam mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi 26 tahun. Berikut sebaran distribusi responden menurut pengalaman petani.

Tabel 5. Distribusi Petani Menurut Pengalaman No Pengalaman Bertani

(Tahun)

Petani (Orang)

Presentase (%)

1. 7 – 10 11 36,67

2. 11 – 14 4 13,33

3. 15 – 19 10 33,33

4. 20 – 23 2 6,67

5. 24 – 27 3 10,00

Jumlah 30 100,00

Sumber : Data Primer Setelah diOlah, 2015

Hampir seluruh responden memperoleh pengalaman dalam berusaha tani dimulai dari lingkungan keluarga tani. Adapun motif petani dalam menjalankan usaha budidaya padi disebabkan karena tuntutan kehidupan, tidak ada pilihan pekerjaan lain selain bertani padi, dan menjadikan pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama yang mereka tekuni dan mengisi waktu kosong mereka.

5.1.4 Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan petani dibagi menjadi dua bagian yang terdiri dari lahan garapan & lahan milik sendiri. Status lahan petani didominasi oleh

(50)

50 lahan garapan yang dikelola oleh petani sebanyak (56,67 %), sedangkan milik sendiri hanya sebanyak (43,33%). Berikut sebaran distribusi responden menurut status kepemilikan lahan petani.

Tabel 6. Distribusi Status Kepemilikan Lahan Petani

Status Lahan Petani Jumlah (Orang) Persentase (%)

Garapan 17 56,67

Milik Sendiri 13 43,33

Total 30 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2015.

Mayoritas lahan yang dimiliki oleh petani penggarap adalah lahan milik keluarga atau lahan milik penduduk desa tetangga, dimana petani penggarap dibebankan oleh pemilik lahan berupa sistem bagi hasil atau sistem sewa lahan.

Untuk sistem bagi hasil petani penggarap biasanya akan menanggung seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses usaha tani berlangsung, kemudian hasilnya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan oleh pemilik lahan. Sedangkan petani yang lainnya merupakan pemilik lahan sekaligus pengelola lahan miliknya sendiri.

5.1.5 Luas Lahan Responden

Lahan merupakan salah satu faktor produksi, dimana luas lahan akan mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan. Untuk mengetahui rata-rata luas lahan petani responden di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Tabel 7 .

(51)

51 Tabel 7. Identitas Responden Petani Padi ditingkat Berdasarkan Luas Lahan di

Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

No Luas Lahan (ha) Petani (Orang) Presentase (%)

1. 0 - 0,3 6 20

2. 0,4 – 0,6 16 53,33

3. 0,7 – 0,9 4 13,33

4. 1,0 – 1,2 2 6,67

5. 1,3 – 1,5 2 6,67

Jumlah 30 100,00

Sumber : Data primer setelah diolah, 2015.

Tabel 7 Menunjukkan pembagian luas lahan petani dibagi menjadi lima interval, yaitu umur 0 – 0,3 ha, 0,4 – 0,6 ha, 0,7 – 0,9 ha, 1,0 – 1,2 ha, dan 1,3 – 1,5 ha, petani yang memiliki luas lahan terbanyak dari keseluruhan responden adalah 0,4 – 0,6 ha sebanyak 16 orang.

5.2 Adopsi Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo.

Proses adopsi merupakan proses kejiwaan atu mental yang terjadi pada diri petani pada saat menghadapi suatu inovasi dimana terjadi proses penerapan suatu ide baru sejak diketahui atau didengar sampai diterapkanya ide baru tersebut. Pada tahapan adopsi sistem legowo, petani diharapkan dapat mengadopsi 15 perlakuan mengenai sistem legowo. Penyebaran adopsi sistem tanam jajar legowo dibagi menjadi tiga kategori yaitu kategori tinggi, sedang, dan rendah. Adapun pembagian kategori tersebut dengan melihat bobot yang diberikan dari masing- masing pertanyaan yang diajukan oleh peneliti mengenai sistem tanam jajar legowo.

(52)

52 Sistem tanam jajar legowo yang diterapkan di Desa Paraikatte Kecematan Bajeng Kabupaten Gowa adalah dengan sistem tanam jajar legowo dimana diantara barisan tanaman padi terdapat lorong kosong yang lebih lebar dan memanjang sejajar dengan barisan tanaman padi. Pengukuran tingkat adopsi sistem legowo dilapangan, peneliti merujuk kepada anjuran penyuluh yang telah diberikan kepada petani, diantaranya : penerapan baris sistem legowo 2:1, penggunaan alat jarak tanam (tali plastik atau tali tambang), 2-3 bibit padi per lubang tanam, usia bibit yang digunakan 21 hari setelah semai, penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung pada waktu 14 HST dan 42 HST, serta pemberian pemupukan sebanyak 2 kali pada waktu 15 HST dan 45 HST. Hal tersebut digunakan untuk mengukur seberapa jauh petani mengadopsi sistem legowo yang dianjurkan oleh penyuluh.

. Sehubungan dengan hasil penelitian menunjukan bahwa petani sudah mengerti tentang jenis penerapan tanam jajar legowo dalam mempengaruhi petani sehingga dapat menerapkan teknologi budidaya padi sistem tanam jajar legowo agar dapat meningkatkan pendapatan para petani yang secara merata dengan baik, dimana beberapa penerapan sistem jajar legowo sudah diterapakan oleh petani.

Beberapa penerapan sistem tanam jajar legowo sudah berada dalam kategori tinggi karena sebagian besar petani sudah mengerti dan menerapkannya, ada juga beberapa penerapan yang masih dalam kategori sedang, serta penerapan dalam kategori rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa petani belum sepenuhnya melakukan penerapan tersebut dalam usaha taninya.

(53)

53 Penerapan sistem tanam jajar legowo yang berada dalam kategori tinggi misalnya seperti, Pengetahuan petani tentang teknologi sistem tanam jajar legowo, sistem tanam jajar legowo merupakan cara tanam padi yang memiliki beberapa barisan tanaman yang diselingi baris kosong, penggunaan bibit padi 1-3 batang perlubang tanam, penggunaan tali plastik sebagai alat garis tanam, pemupukan yang dilakukan sebanyak 3 kali (pemupukan pertama 7-10 HST, pemupukan kedua 15 HST, dan pemupukan ketiga 35 HST), pemupukan yang dilakukan secara menyebar dan merata, serta pembuangan air pada lahan sawah 1-2 hari sebelum tanam, Uraian penerapan tersebut sudah banyak diketahui oleh sebagian besar petani di desa Paraikate Kecamatan Bajeng Kabupaten gowa. Informasi tentang teknologi sistem tanam jajar legowo didapatkan oleh petani melalui petugas penyuluh pertanian juga melalui informasi sesama petani, baik yang berada dalam lingkungan desa Paraikatte maupun desa tetangga.

Penerapan sistem tanam jajar legowo yang berada dalam kategori sedang seperti, pemidahan bibit padi pada usia 21 hari dan penyiangan tanaman menggunakan landak atau osrok, pemindahan bibit padi dari persemaian pada usia 21 hari jarang dilakukan petani. Hal ini sesuai dengan temuan dilapangan bahwa petani biasanya memindahkan bibit padi dari persemaian pada umur 15 hari. serta penyiangan tanaman padi hanya dilakukan dengan menggunakan sabit.

Sedangkan penerapan sistem tanam jajar legowo yang berada dalam kategori rendah, yaitu pemberian pupuk kandang pada lahan sawah sebelum penanaman padi. Hal itu dikarenakan bahwa petani beranggapan pupuk organik seperti pupuk kandang memiliki proses waktu yang lama untuk berporses didalam

(54)

54 tanah. Sehingga kotoran ternak yang sebenarny bias dimanfaatkan sebagai pupuk untuk lahan persawahan dibiarkan begitu saja dan petani lebih memilih pupuk

kimia sebagai pemupukan dasar di lahan pertaniannya.

Hasil penelitian adopsi petani terhadap penerapan sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi dapat dilihat secara rinci pada Tabel 7.

Tabel 8. Respon Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

No. Uraian Nilai Kategori

1. Apakah Bapak pernah mengetahui sistem tanam

jajar legowo 2,80 Tinggi

2.

Sistem tanam jajar legowo merupakan cara tanam padi yang memiliki berapa barisan tanam yang diselingi oleh beberapa baris kosong

2,86 Tinggi

3.

Sewaktu anda menanam padi disawah, apakah anda membuat beberapa baris tanam yang diselingi oleh satu baris kosong

2,76 Tinggi

4. Sebelum ditanami padi, apakah lahan sawah anda

diberi pupuk kandang 1,56 Rendah

5. Ketika menanam padi, apakah anda menggunakan

1 sampai 3 bibit padi perlubang tanam 2,8 Tinggi 6. Ketika menanam padi, apakah anda menggunakan

tali plastik sebagai alat garis tanam 3,00 Tinggi 7. Bibit padi bagusnya dipindahkan dari persemaian

berusia diatas 21 hari 1,96 Sedang

8. Pembuangan air pada lahan sawah 1-3 sebelum

tanam 3,00 Tinggi

9. Pemupukan padi lebih baik menggunakan cara

sebar agar pupuknya merata 3,00 Tinggi

(55)

55 10. Pemupukan sebaiknya dilakukan sebanyak 3 kali 2,76 Tinggi 11. Pemupukan pertama dilakukan 7-10 HST. 2,56 Tinggi 12 Pemupukan kedua dilakukan 15 HST. 2,73 Tinggi 13 Pemupukan ketiga dilakukan 35 HST. 2,76 Tinggi 14 Penyiangan tanaman dilakukan dengan

menggunakan landak atau osrok 2,00 Sedang

Jumlah 36,55

Rata-rata 2,61 Tinggi

Sumber : Data primer setelah diolah, 2015.

Tabel 7 Hasil dari uraian kesuluruhan menunjukkan bahwa adopsi petani terhadap penerapan sistem tanam jajar legowo tergolong didalam kategori tinggi, dengan kategori tinggi, itu berarti terjadi peningkatan dalam penerapan sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi di Desa Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa melalui peran penyuluh dan kelompok tani.

Gambar

Tabel 1: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin.
Tabel 2: Jumlah Sarana dan Prasarana Tempat Ibadah, Pemakaman Umum.
Tabel  3.  Identitas  Responden  Petani  Padi  di  Tingkat  Umur  di  Desa  Paraikatte     Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa
Tabel  4.  Identitas  Responden  Petani  Padi  di  Tingkat  Pendidikan  di  Desa  Paraikatte Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan tingkat adopsi teknologi sistem tanam jajar legowo di Desa Balai Kasih termasuh dalam kategori Tinggi dan menunjukkan

Untuk menganalisistingkat adopsi petani mengenai teknologi sistem tanam padi jajar legowo di daerah penelitian?. Untuk menganalisiperbedaan hasil sebelum dan sesudah diterapkannya

Tingkat pengetahuan petani terhadap teknologi sistem tanam padi jajar legowo di daerah penelitian tinggi, dibandingkan dengan desa lain yang memperoleh penyuluhan di

Mayoritas petani yang sudah menerapkan sistem tanam jajar legowo masih berupa jajar legowo 4:1 atau 6:1 dan belum sesuai rekomendasi dimana petani jarak tanam

Untuk mewujudkan tingkat adopsi inovasi teknologi sistem tanam jajar legowo oleh petani anggota Kelompok Tani Sedyo Mukti di Desa Pendowoharjo perlu ditingkatkan dalam hal

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi teknologi petani dalam penerapan sistem tanam jajar legowo 2:1 (Studi kasus : Desa Lubuk Rotan dan Melati II Kec.Perbaungan

Jumlah petani responden yang tidak tepat dalam mengadopsi sistem tanam padi Jajar Legowo dalam tahap pemeriksaan kurang memperhatikan anjuran melakukan pemeriksaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani terhadap sistem tanam jajar legowo di Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman dinilai dari tingkat penerapan teknis