BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan dan sikap mental petani itu sendiri, pada umumnya tingkat kesejahteraan hidup dan keadaan lingkungan sangat menyedihkan. Sehingga menyebabkan pengetahuan dan kecakapannya tetap berada dalam tingkatan rendah dan keadaan seperti ini tentu akan menekan sikap mentalnya. Setiap petani ingin meningkatkan kesejahteraan hidupnya, akan tetapi hal-hal diatas merupakan penghalang, sehingga cara berpikir, cara kerja dan cara hidup mereka lama dan tidak mengalami perubahan.
Tingkat adopsi dipengaruhi oleh persepsi petani tentang ciri-ciri inovasi dan perubahan yang dikehendaki oleh inovasi didalam pengelolaan pertanian serta peranan dari keluarga petani. Inovasi biasanya diadopsi dengan cepat karena : memiliki keuntungan relatif tinggi bagi petani, sesuai dengan nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhannya, tidak rumit, dapat dicoba dalam skala kecil dan mudah untuk diamati.
sehingga mau menerapkan materi penyuluhan akan melalui beberapa pentahapan, tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
• Awareness (mengetahui dan menyadari)
• Interest (penaruhan minat)
• Evaluation (penilaian)
• Trial (melakukan percobaan)
• Adoption (penerapan atau adopsi)
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Tingkat Adopsi Petani
Proses adopsi merupakan proses kejiwaan ataupun mental yang terjadi pada diri petani pada saat menghadapi suatu inovasi, dimana terjadi penerapan suatu ide baru sejak diketahui dan didengar sampai diterapkannya ide baru tersebut. Pada proses adopsi, akan terjadi perubahan- perubahan yang dialami oleh petani, mulai dari pengetahuan, sikap dan perilaku. Cepat lambatnya suatu proses adopsi tergantung dengan dinamika sasaran. Adopsi merupakan suatu proses dimana petani berubah dari pengetahuan awalnya tentang inovasi kearah pembentukan sikap terhadap inovasi ataupun kearah pengambilan keputusan untuk menerima inovasi tersebut ataupun menolaknya (Sastraadmadja,1993).
1.Golongan Inovator
Golongan ini biasanya dicirikan dengan rasa ingin tahu yang tinggi, ingin mencoba, ingin mengadakan kontak langsung dengan para ahli ataupun penyuluh. Biasanya golongan ini termasuk petani berada, yang memiliki lahan pertanian yang lebih luas dibandingkan dengan petani lain. Oleh karena itu berani menanggung resiko dalam menghadapi kegagalan dari setiap percobaannya, mereka mampu membiayai sendiri dalam mencari informasi-informasi guna melakukan inovasi tersebut.
2.Golongan Penerap Inovasi Teknologi Lebih Dini (Early Adopter)
Golongan ini biasanya memiliki sifat yang lebih terbuka dan lebih luwes. Keberadaan dan pendidikannya pun cukup tinggi, suka mengungkap buku-buku pertanian dan rubrik-rubrik pertanian, akan tetapi biasanya bersifat lokalit. Mereka lebih suka membantu petani, turut menjelaskan perubahan-perubahan cara berpikir, cara bekerja dan cara hidup yang perlu sesuai dengan kemutakhiran.
3.Golongan Penerap Inovasi Teknologi Awal (Early Mayority)
4.Golongan Penerap Inovasi Yang Lebih Akhir (Late Mayority)
Golongan ini adalah petani yang umumnya kurang mampu, lahan pertanian yang mereka miliki sangat sempit, rata-rata 0,5 hektar, oleh karena itu mereka selalu berbuat dengan waspada dan lebih berhati-hati karena takut mengalami kegagalan. Mereka akan menerapkan pembaharuan teknologi apabila kebanyakan petani di sekitar lingkungannya telah menerapkan dan benar-benar dapat meningkatkan kehidupannya. Jadi, penerapan teknologi terhadap golongan ini sangat lambat.
5.Golongan Penolak Inovasi Teknologi (Laggard)
Golongan ini biasanyapetani yang telah berusia lanjut, berumur sekitar 50 tahun keatas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru.
2.2.2 Definisi Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan merupakan salah satu pendidikan non formal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya yang hidup di pedesaan, dengan membawa dua tujuan utama yang diharapakan. Untuk jangka pendek adalah menciptakan perubahan perilaku termasuk didalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan. Untuk jangka panjang adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan jalan meningkatkan taraf hidup mereka (Sastraadmadja,1993).
dan mampu menularkan ilmu pengetahuan praktisnya, seperti tentang cara usaha tani pasca panen, danlain sebagainya, sedangkan aspek sosial ekonominya para penyuluh pertanian sangat diharapakan mampu memberikan bimbingan tentang suasana pasar, suasana permintaan dan penawaran, suasana teknologi dan informasi serta hal lainnya yang erat hubungannya dengan pasar dan bidang agronomis, sehingga suatu saat nanti petani akan dapat merasakan kehidupan yang lebih baik lagi (Kartasapoetra,1994).
2.2.3Fungsi Penyuluah Pertanian
Penyuluhan pertanian berfungsi memberikan jalan kepada para petani untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhannya. Sehingga menimbulkan dan merangsang kesadaran para petani agar dengan kemauannya sendiri dapat memenuhi kebutuhannya itu. Penyuluhan pertanian menjembatani antara praktek yang harus atau biasa dijalankan oleh para petani dengan pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang yang menjadi kebutuhan para petani tersebut. Fungsi penyuluhan yang lainnya adalah sebagai penyampai, pengusaha dan penyesuai program nasional dan regional agar dapat diikuti dan dilaksanakan oleh para petani (Kartasapoetra,1994).
2.2.4 Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)
sebesar-besarnya dari keberadaan BPP melalui kunjungan pada petani secara berkala untuk berkonsultasi dan memecahkan masalah yang dihadapi mereka. Dengan demikian BPP akan terasa manfaatnya bagi petani dan petani pun menjadi pengguna aktif berbagai informasi dan kesempatan berusaha. BPP diharapkan dapat menjadi pusat pengelola penyuluhan pertanian dan proses belajar mengajar bagi petani beserta keluarganya.
Menurut Kartasapoetra(1994)fungsi yang dimiliki Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) adalah sebagai berikut : pertama sebagai tempat penyusunan Program Penyuluha Pertanian, kedua sebagai tempat menyebarluaskan informasi pertanian, ketiga sebagai tempat latihan para pendamping penyuluh lapangan sehingga kemampuannya akan selalu meningkat baik pengetahuan maupun keterampilannya, keempat sebagi tempat pemberian rekomendasi pertanian yang lebih menguntungkan, kelima sebagai tempat mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik kepada para petani.
2.2.5 Sejarah Tanaman Padi dan Budidaya Padi Sistem Legowo
2.2.5.1 Budidaya Padi Sistem Legowo
Padi dibudidayakan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang setinggi-tingginya dengan kualitas sebaik mungkin. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan maka tanaman yang akan ditanam harus tumbuh sehat dan subur. Tanaman yang sehat adalah tanaman yang tidak terserang hama dan penyakit, tidak mengalami kekurangan unsur hara, baik unsur mikro maupun unsur makro. Sedangkan tanaman subur adalah tanaman yang pertumbuhan dan perkembangannya tidak mengalami gangguan dan hambatandikarenakan kondisi lingkungan maupun kondisi fisik bawaan dari tanaman itu sendiri. Menanam tanaman padi dapat dilakukan di lahan yang diairi dengan pengairan sepanjang musim(irigasi) dan ada juga yang ditanam di tanah tegalan (lahan kering). Terdapat beberapa teknik dalam melalukan budidaya padi, salah satunya dengan sistem jajar legowo. Beradasarkan Balai Pengkaji Teknologi Pertanian, bahwa cara tanam jajar legowo adalah cara tanam berselang-seling dua baris dan satu baris dikosongkan.
X X X X X X X X X X X X XX XX XX XX XX XX X X X X X X X X X X X X XX XX XX XX XX XX X X X X X X X X X X X X XX XX XX XX XX XX X X X X X X X X X X X X XX XX XX XX XX XX X X X X X X X X X X X X XX XX XX XX XX XX X X X X X X X X X X X X XX XX XX XX XX XX X X X X X X X X X X X X XX XX XX XX XX XX X X X X X X X X X X X X XX XX XX XX XX XX X X X X X X X X X X X X XX XX XX XX XX XX
Cara ini telah banyak dilakukan petani karena memberikan beberapa keuntungan yang dirasakan petani manfaatnya, antara lain:
• Semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya
memberikan hasil yang lebih tinggi.
• Jumlah rumpun dan anakan padi meningkat seca signifikan.
• Produktivitas dan hasil panen meningkat.
• Pengendalian hama, penyakit dan gulma tanaman lebih mudah.
• Penggunaan pupuk lebih efektif dan efisisen.
• Dapat meningkatkan pendapatan hasil usahatani.
Adapun kekurangan dari sistem tanam jajar legowo sebagai berikut:
• Membutuhkan tenaga kerja yang banyak.
• Biaya/ upah tanam yang mahal.
• Pada barisan yang kosong dalam sistem tanam jajr legowo biasanya akan
ditumbuhi rumput / gulma.
Untuk itu, Balai Pengkaji dan Pengembangan Teknologi Pertanian menciptakan komponen teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang terdiri dari varietas unggul, persemaian, pengolahan tanah, sistem tanam legowo 4:1, pengaturan air, pemupukan, penyiangan, penggunaan bahan organik, pengendalian hama penyakit, dan panen, yang di uraikan seperti dibawah ini:
1.Benih Padi
2. Persemaian
Persemaian seluas 5% dari luas lahan yang akan ditanami. Pemeliharaan persemaian dilakukan seperti pada umumnya, disiram jika kemarau dan diberi pupuk agar pertumbuhan bibit baik dan subur.
3. Pengolahan Tanah
Tanah diolah sempurna (2 kali bajak, 2 kali garu), dengan kedalam olah 15-20 cm. Bersamaan dengan pengolahan tanah, dilakukan perbaikan pematang sawah, jangan sampai ada yang bocor.
4. Penanaman Padi
Cara tanam adalah jajar legowo 2:1 atau 4:1. Pada jajar legowo 2:1 setiap dua barisan tanam terdapat lorong selebar 40 cm, jarak antar barisan 20 cm, tetapi jarak dalam barisan pinggir lebih rapat, yaitu 10 cm. Untuk mengatur jarak tanam digunakan caplak/penggaris ukuran mata 20 cm. Pada jajar legowo 2:1 dicaplak satu arah saja. Sedangkan jajar legowo 4:1 dicaplak kearah memanjang dan memotong.
5. Pengaturan Air
6. Pemupukan
Pupuk dasar diberikan dengan cara disebar,dengan dosis 1/3 bagian Urea dan seluruh dosis SP-36. Pupuk pertama diberikan setelah tanaman berumur 15 HST atau sesudah penyiangan, dan pupuk susulan kedua diberikan pada 45 HST, dosis pupuk diberikan sesuai dengan anjuran setempat.
7. Penyiangan
Penyiangan dilakukan pada umur 15 HST atau sebelum pemberian pupuk susulan pertama. Selanjutnya penyiangan dilakukan sesuai dengan keadan gulma.
8. Pengendalian Hama Penyakit
Dengan konsep (Pengendalian Hama Terpadu) PHT, hama penggerek batang dikendalikan dengan Furadan 3G atau Dharmafur 34 dengan takaran 18-20 kg/ha. Hama lain seperti wereng, walang sangit dan hama putih, dikendalikan dengan penyemprotan Darmabas dengan dosis 1-2 liter/ha. Penyakit lain seperti tungro, kerdil kresek, dikendalikan dengan sanitasi lingkungan bila masih dibawah ambang batas. Tetapi lebih baik pengendalian hama penyakit dilakukan dengan sistem pemantauan, dan jika memungkinkan hindari penggunaan pestisida.
9. Panen
2.2.6 Evaluasi Program Penyuluhan
Evaluasi adalah alat manajemen yang berorientasi pada tindakan dan proses. Informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis sehingga relevansi dan efek serta konsekuensinya ditentukan sesistematis dan seobjektif mungkin. Data ini digunakan untuk memperbaiki kegiatan sekarang dan yang akan datang seperti perencanaan program, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan program untuk mencapai kebijaksanaan penyuluhan yang lebih efektif. Data tersebut mencakup penentuan penilaian keefektifan kegiatan dibanding dengan sumberdaya yang digunakan (Van Den Ban dan Hawkins, 2003).
Pada dasarnya evaluasi penyuluhan pertanian dilakukan guna mengetahui keigintahuan kita dan keinginan kita untuk mencari kebenaran suatu program penyuluhan pertanian. Dengan demikian evaluasi program penyuluhan pertanian dilakukan guna mengetahui pelaksanaan dan hasil dari program tersebut apakah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan tujuannya.Hasil evaluasi dapat diguakan untuk menentukan sejauh mana perubahan perilaku petani dalam kagiatan usahataninya. Kemudian untuk mewujudkan kehidupan keluarganya yang lebih sejahtera dan masyarakat yang lebih baik.
2.2.7 Karakteristik Petani
2.2.8 Pengetahuan Petani
Pengetahuan merupakan suatu tahapan pada saat seseorang atau sejumlah orang mengetahui adanya teknologi dan memperoleh pemahaman tentang cara berfungsinya. Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan dan sikap mental petani itu sendiri. Menurut Taher (2000) pengetahuan berasal dari kata “tahu” yang diartikan sebagai pemahaman seseorang tentang sesuatu yang nilainya lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya. Pengertian tahu dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi setiap ragam stimulus yang berbeda. Memahami beragam konsep, pemikiran, bahkan pemecahan terhadap masalah tertentu, sehingga pengertian tahu tidak hanya sekedar mengemukakan atau mengucapkan apa yang diketahui,tetapi sebaliknya dapat menggunakan dalam praktek dan tindakannya.
2.2.9 Hubungan Pengetahuan Petani Dengan Adopsi Inovasi
Menurut Pawit (2009) bahwa melalui pemahaman teori, seseorang bisa mengetahuai akan hal-hal yang dapat mempengaruhi, memperlancar, atau menghambat komunikasi dan informasi suatu peristiwa. Dengan teori kita bisa berargumentasi lebih jauh mengenai suatu objek, gagasan atau ide, bahkan apa saja yang mungkin bisa kita jelaskan secara ilmiah. Terdapat juga dalam beberapa penelitian yang menunjukkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi yang dipengaruhi oleh: (a) tidak bertentangan dengan pola kebudayaan yang telah ada, (b) struktursosial masyarakat dan pranata sosial, (c) persepsi masyarakat terhadap inovasi.
2.2.10 Peneliti Terdahulu
Dwi Arianda (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Evaluasi Kegiatan Penyuluhan Budidaya Padi Sistem Legowo di Kabupaten Tanggerang (Studi Kasus: BPP Cisauk Kecamatan Cisauk) menyimpulkan bahwa mayoritas pengetahuan petani berada pada kriteria yang cukup dalam memahami sistem legowo. Terdapat beberapa kendala petani dalam megadopsi sistem legowo, diantaranya: memakan biaya awal yang relatif lebih mahal dibadingkan dengan sisitem budidaya yang telah diterapkan selama ini, meluangkan waktu yang banyak dalam pengawasan pengaturan jarak tanam dan pemindahan bibit padi ke lahan, serta memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak.
usahatani padi organik di daerah penelitian tinggi dengan jumlah persentase 70%. Ada hubungan antara pengalaman bertani dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik, tetapi tidak terdapat hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani yang lain yaitu umur, tingkat pendidikan, luas lahan serta total pendapatan keluarga dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pertanian terpadu usahatani padi organik.
2.2.11 Kerangka Pemikiran
Berikut adalah Skema Kerangka Pemikiran:
Keterangan:
: Ada hubungan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian:
1. Tingkat pengetahuan petani terhadap teknologi sistem tanam padi jajar legowo di daerah penelitian tinggi, dibandingkan dengan desa lain yang memperoleh penyuluhan di Kecamatan Kuala.
2. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi sistem tanam padi jajar legowo di daerah penelitan tinggi,dibandingkan dengan desa lain yang memperoleh penyuluhan di Kecamatan Kuala.