TINJAUAN PUSTAKA
B. Kelekatan Aman Anak dengan Orangtua 1. Definisi
2. Karakteristik Kelekatan Aman
Terdapat beberapa jenis kelekatan yang dimiliki bayi dan figur lekatnya. Mary Ainsworth (1978) membagi kelekatan menjadi beberapa jenis antara lain :
2.1 Kelekatan aman
Kelekatan aman dicirikan dengan anak yang dekat dan merasa nyaman dengan figur lekat. Anak akan menunjukkan perilaku tidak nyaman ketika figur lekat menjauh, namun akan merasa lebih baik ketika figur lekat kembali mendekat.
2.2 Kelekatan menghindar
Kelekatan ini dicirikan dengan anak yang menjauh dan mengabaikan figur lekatnya. Anak dengan kelekatan ini tidak merasa marah ketika ditinggalkan figur lekatnya, dan tidak merasa tertarik ketika figur lekat kembali.
2.3 Kelekatan ambivalen
Kelekatan ini dicirikan dengan anak yang merasa marah ketika ditinggalkan figur lekatnya. Anak dengan kelekatan ambivalen akan tetap merasa marah ketika figur lekat kembali atau ketika didekati oleh orang lain
Dari berbagai jenis kelekatan, kelekatan aman adalah jenis kelekatan yang baik dan memiliki pengaruh positif bagi anak dibandingkan dengan jenis kelekatan lainnya. Berkaitan dengan regulasi emosi, anak yang memiliki kelekatan aman dengan orangtuanya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk belajar mengenai regulasi emosi dibandingkan dengan anak dengan kelekatan tidak aman. Seperti contoh, anak dengan kelekatan menghindar akan menunjukkan sikap menolak ketika berkomunikasi dengan orangtuanya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat orangtua tidak dapat mengajarkan regulasi emosi yang tepat dan adaptif kepada anak (Cassidy,1994). Maka dari itu, jenis kelekatan yang mampu mendukung anak dalam belajar mengenai regulasi emosi adalah kelekatan aman.
Secara umum, anak yang memiliki kelekatan aman adalah anak yang mampu menggunakan orangtua atau figur lekat sebagai sumber dari perasaan aman dan pendukung untuk bereksplorasi (Ainsworth dalam Kerns dkk, 2015). Kerns dkk (2004) menyatakan bahwa kelekatan dapat diukur dengan mengacu pada komponen kognitif, perilaku dan perasaan anak terhadap figur lekatnya. Komponen kognitif berisi pemikiran anak
mengenai sosok figur lekat dan ketersediaannya untuk membantu ketika anak membutuhkan bantuan. Komponen perilaku adalah komunikasi antara anak dan figur lekat. Sedangkan, komponen perasaan berisi perasaan anak terhadap figur lekatnya.
Ciri khas kelekatan aman yang dimiliki anak pada usia ini adalah berkurangnya perilaku yang terlalu bergantung pada figur lekat, karena anak sudah mengembangkan kemandiriannya (Bosman & Kerns, 2015). Meskipun demikian, anak masih merasa membutuhkan figur lekat ketika mengalami masa-masa yang dirasa sulit. Anak yang memiliki kelekatan aman juga memandang orangtua atau figur lekat sebagai sosok yang hangat dan peka terhadap kebutuhannya (Bosman & Kerns, 2015). Anak dengan kelekatan aman memiliki komunikasi yang lancar dengan figur lekatnya dan memiliki inisiatif untuk berkomunikasi dengan orangtua atau figur lekat terlebih dahulu dalam berbagai hal (Kerns, dalam Cassidy & Shaver, 2008).
Figur lekat yang diteliti dalam penelitian ini adalah orangtua, terutama ibu. Ibu merupakan figur lekat utama dan pertama yang dimiliki anak dalam keluarga (Cassidy,1994). Kelekatan pertama yang dimiliki ibu dan anak akan mempengaruhi kelekatan anak dengan figur-figur lainnya. 3. Aspek Kelekatan
Armsden & Greenberg (1987) mengelompokkan kelekatan menjadi tiga aspek. Ketiga aspek ini mengandung komponen kognitif, afektif dan perilaku anak (Kerns dkk, 2004). Aspek komunikasi berkaitan dengan
komponen perilaku anak dalam menjalin relasi dan komunikasi dengan orangtua. Aspek kepercayaan berhubungan dengan komponen kognitif dan afektif anak mengenai kepekaan orangtua terhadap kebutuhan anak. Aspek alienasi berkaitan dengan komponen kognitif anak mengenai ketidakmampuan anak menjalin relasi dengan figur lekatnya. Dibawah ini merupakan aspek-aspek kelekatan yakni :
3.1 Komunikasi
Aspek komunikasi adalah salah satu aspek yang penting dalam kelekatan. Aspek ini berkaitan dengan pentingnya komunikasi verbal antara anak dan orangtua serta kualitas dari komunikasi tersebut (Gullone&Robinson, 2005). Komunikasi yang lancar dan terbuka merupakan salah satu ciri dari kelekatan yang aman (Kerns, 2001). Pada aspek ini, anak usia 9-11 tahun mampu untuk memulai komunikasi dengan orangtuanya (Cassidy & Shaver, 2008).
Indikator dalam aspek ini antara lain :
3.1.1 Anak menceritakan ketertarikan akan suatu hal terhadap orangtua
3.1.2 Anak menceritakan permasalahan pada orangtua 3.1.3 Anak menceritakan perasaan pada orangtua 3.2 Kepercayaan
Kepercayaan adalah perasaan aman dan perasaan percaya bahwa orangtua akan memenuhi kebutuhan anak (Armsden & Greenberg dalam Barocas, 2008). Aspek ini juga berkaitan dengan pemahaman anak
mengenai relasi timbal balik yang dimiliki dalam kelekatan bersama orangtua (Gullone&Robinson, 2005). Anak yang memiliki kelekatan aman memiliki kepercayaan bahwa orangtua akan membantu ketika anak membutuhkan bantuan ketika mengalami kesulitan (Kerns, 2001).
Indikator dalam aspek ini antara lain :
3.2.1 Anak percaya bahwa orangtua memperhatikan dirinya dan peka terhadap perasaan serta kebutuhan anak
3.2.2 Anak percaya bahwa orangtua akan membantu ketika dibutuhkan
3.2.3 Anak merasa nyaman bersama orangtua 3.3 Alienasi
Alienasi adalah ketidakmampuan seseorang untuk menjalin relasi dan melakukan interaksi dengan orang lain (Jaeggi, 2008). Anak yang memiliki alienasi merasa dirinya tidak dapat berkembang dan tidak dapat mempengaruhi orang lain. Aspek ini berkaitan dengan penghindaran dan penolakan yang dilakukan anak (Barocas, 2008). Alienasi juga berkaitan dengan perasaan marah dan keterpisahan secara interpersonal (Gullone&Robinson, 2005). Alienasi yang tinggi mengindikasikan bahwa anak merasa terasing dari lingkungan atau orang di sekitarnya. Anak yang memiliki kelekatan aman akan memiliki skor alienasi yang rendah, karena anak tidak merasa terasing dan memiliki hubungan yang baik dengan orangtua (Cassidy,1994).
3.3.1 Anak merasa orangtua tidak memiliki waktu luang untuk dirinya 3.3.2 Anak merasa tidak didengarkan oleh orangtua
3.3.3 Anak merasa tidak dipahami oleh orangtua C. Karakteristik Perkembangan Anak Usia 9-11 Tahun
Anak pada usia 9-11 tahun berada dalam tahap perkembangan anak-anak menengah. Pada usia ini anak-anak memiliki perkembangan emosi yang lebih kompleks dibandingkan dengan tahapan perkembangan sebelumnya. Anak berusia 9 dan 10 tahun sudah bisa mengintegrasikan emosi positif maupun negatif. Selain itu, anak mulai memahami bahwa ada dua emosi yang berbeda pada satu waktu yang sama, hanya saja pada target yang berbeda (Harter, 1996 dalam Papalia, 2008). Pada usia 11 tahun, anak sudah memahami bahwa dua emosi yang berbeda bisa muncul pada waktu dan hal yang sama (Harter, 1996 dalam Papalia, 2008). Sebagai contoh, seorang anak bisa merasa senang dan semangat sebelum mengikuti camping, namun anak juga merasa cemas karena akan berjauhan dengan orangtuanya.
Pada tahapan usia ini, anak mampu memahami emosi orang lain dan mengetahui adanya kemungkinan orang lain dan dirinya sendiri tidak menunjukkan perasaan yang sesungguhnya (Berk, 2006; Thompson, 1991). Anak juga sudah mengetahui aturan mengenai emosi apa saja yang boleh ditunjukkan dan tidak boleh ditunjukkan yang ada dalam budaya mereka (Cole dkk dalam Papalia,2008). Pengetahuan anak mengenai emosi dalam budaya mereka akan membantu mereka dalam menyadari dan
menyesuaikannya sesuai dengan standar perilaku baik yang berlaku di masyarakat (Berk, 2006). Selain itu, anak mampu meregulasi emosinya secara mandiri (Eisenberg & Morris dalam Morris dkk, 2011).
Pengetahuan anak dalam mengenali ekspresi emosi dan pemahaman mengenai strategi regulasi emosi yang bersifat kognitif juga berkembang dengan pesat pada usia pertengahan (Colle & Giudice, 2011). Anak sudah mengetahui bahwa perubahan cara berpikir bisa mengubah perasaan yang dialami (Weiner dan Handel, dalam Bukatko & Daehler, 2004). Pada usia ini anak juga sudah mulai memiliki pengetahuan mengenai strategi regulasi emosi dan mampu menggunakan beberapa strategi secara bergantian, menyesuaikan dengan situasi yang sedang dialami (Morris dkk, 2011; Shileds & Chiceti, 1997).
D. Dinamika hubungan kelekatan aman anak-orangtua dan regulasi