• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur 1 Komite Audit

2. Karakteristik Komite Audit a Ukuran Komite Audit

Dalam rangka untuk membuat komite audit yang efektif dalam pengendalian dan pemantauan atas kegiatan pengelolaan perusahaan,

29 komite harus memiliki anggota yang cukup untuk melaksanakan tanggung jawab. Peraturan yang mengatur masalah ukuran atau size komite audit di Indonesia adalah:

1) Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa.

2) Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota.

3) Keputusan Ketua Bapepam No: KEP-41/PM/20003 tanggal 22 Desember 2003.

4) Komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen dan sekurang-kurangnya dua orang lainnya yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.

Peraturan BEI menyatakan bahwa kedudukan komite audit berada dibawah Dewan Komisaris dan salah seorang Komisaris Independen sekaligus menjadi ketua Komite Audit. Komite audit terdiri dari satu orang Komisaris Independen dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota lainnya berasal dari luar emiten. Jumlah anggota komite audit yang harus lebih dari satu orang ini dimaksudkan agar komite audit dapat mengadakan rapat pertemuan dan bertukar pendapat satu sama lain. Hal ini dikarenakan masing-masing anggota komite audit memiliki pengalaman tata kelola perusahaan dan pengetahuan keuangan yang berbeda-beda.

30 Besarnya perusahaan dan kompleksitas sistem pengendalian merupakan variabel yang berpengaruh terhadap besarnya komite audit. Umumnya perusahaan di Indonesia memiliki komite audit dengan tiga sampai lima orang. Braiotta (1999:11) mengungkapkan berdasarkan survey yang dilakukan oleh American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) mengenai ukuran atau jumlah komite audit dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit sekitar 90% perusahaan memiliki tiga sampai lima anggota.

Berdasarkan pernyataan yang ada maka dapat disimpulkan bahwa terciptanya fungsi pengawasan komite audit yang efektif berhubungan dengan sumber daya yang dimiliki oleh komite audit. Efektifitas komite audit akan meningkat jika ukuran komite audit akan meningkat, karena komite audit memiliki sumber daya yang lebih untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Oleh karena itu, diharapkan keberadaan komite audit dapat mencegah kecurangan, meningkatkan kualitas serta ketepatan waktu pelaporan keuangan. b. Frekuensi Pertemuan rutin Komite Audit

Dalam setiap audit committee charter yang dimiliki oleh masing- masing anggota, komite audit akan mengadakan pertemuan untuk rapat secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan atau rapat-rapat khusus bila diperlukan. Pertemuan secara periodik ini sebagaimana ditetapkan oleh komite audit sendiri dan dilakukan sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan rapat dewan komisaris yang ditentukan dalam

31 anggaran dasar perusahaan. Komite audit biasanya perlu untuk mengadakan pertemuan tiga sampai empat kali dalam satu tahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya(FCGI,2002).

Pertemuan komite audit berfungsi sebagai media komunikasi formal anggota komite audit dalam mengawasi proses corporate

governance, memastikan bahwa manajemen senior membudayakan

corporate governance, memonitor bahwa perusahaan patuh pada code of conduct, mengerti semua pokok persoalan yang mungkin dapat mempengaruhi kinerja keuangan, memonitor bahwa perusahaan patuh pada tiap undang-undang dan peraturan yang berlaku, dan mengharuskan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil pemeriksaan corporate governance dan temuan lainnya.

Berdasarkan Surat Edaran Bapepam Nomor: SE-03/PM/2000. komite audit wajib mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan. Kemudian peraturan tersebut dirubah menjadi Peraturan Keputusan Ketua Bapepam No: KEP-41/PM/2003, komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) bulan.

Oleh sebab itu, komite audit harus secara rutin melakukan pertemuan dengan dewan komisaris, dewan direksi atau pihak manajemen, internal auditor, dan eksternal auditor. Berdasarkan beberapa karakteristik komite audit di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik komite audit terdiri dari ukuran komite audit dan frekuensi pertemuan rutin komite audit.

32 3. Mekanisme Good Corporate Governance

a. Definisi Good Corporate Governance

Menurut Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) (2002), mendefinisikan:

corporate governance sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholdersyang lain.”

Corporate Governance dalam arti sempit pada dasarnya berbicara tentang dua aspek yakni governance structure (board structure) dan governance process (Governance mechanism) pada suatu perusahaan. Governance Structure adalah struktur hubungan pertanggungjawaban dan pembagian peran di antara berbagai organ utama perusahaan yakni pemilik/ pemegang saham, pengawas/komisaris, dan pengelola/ direksi/ manajemen. Governance process membicarakan tentang mekanisme kerja dan interaksi aktual di antara organ-organ tersebut. Meskipun pada dasarnya governance process dipengaruhi oleh governance structure, mekanisme kerja dan interaksi aktual di antara organ-organ korporasi dapat berjalan menyimpang dari struktur yang ada.

Menurut Menteri BUMN Nomor KEP-117/M-MBU/2002, good governance adalah:

“Suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntanbilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan nilai etika”.

33 Komite Cadbury dalam Surya dan Ivan (2006:24) mendefinisikan good corporate governance sebagai berikut:

“Sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlakukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya”.

Good corporate governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Good corporate governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan- hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan- kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.

Penerapan good corporate governance dipercaya dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Pernyataan ini dapat ditemukan dalam berbagai code of corporate governance hampir di semua negara. Sebagai contoh, Dey Report (1994) dalam Jama’an (2008:12), mengemukakan bahwa corporate governance yang efektif dalam jangka panjang dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan menguntungkan bagi pemegang saham. Peningkatan kinerja perusahaan tersebut tidak hanya untuk kepentingan pemegang saham, tetapi juga untuk kepentingan publik.

34 Penelitian yang dilakukan oleh Susiana dan Herawaty (2007) mengenai analisis pengaruh independensi, mekanisme corporate governance dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan membuktikan bahwa mekanisme corporate governance yang diukur dengan keberadaan komite audit dalam perusahaan, keberadaan komisaris independen dalam perusahaan, persentase saham yang dimiliki oleh institusi serta persentase saham yang dimiliki oleh manajemen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap integritas laporan keuangan.

Berdasarkan definisi atau pengertian good corporate governance di atas dapat disimpulkan bahwa, pada dasarnya good corporate governance adalah mengenai sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan.

b. Komisaris Independen

Komisaris independen merupakan pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, dan perusahaan itu sendiri baik dalam bentuk hubungan bisnis maupun kekeluargaan. Salah satu fungsi utama dari komisaris independen adalah untuk menjalankan fungsi monitoring yang bersifat independen terhadap kinerja manajemen perusahaan. Keberadaan

35 komisaris dapat menyeimbangkan kekuatan pihak manajemen (terutama CEO) dalam pengelolaan perusahaan melalui fungsi monitoringnya (Wardhani,2006:3).

Emirzon (2007) mengungkapkan bahwa komisaris independen merupakan sebuah badan dalam perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari luar perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan. Sebagai bagian dari organ pengawasan, Komisaris Independen diharapkan memiliki perhatian dan komitmen penuh dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Untuk itu Komisaris Independen perusahaan merupakan orang-orang yang memiliki pengetahuan, kemampuan, waktu dan integritas yang tinggi.

Fama dan Jensen (1983) dalam Arief dan Bambang (2007:7) menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance

Mace (1986) dalam Arifin (2005:43) menemukan bahwa pengawasan dewan komisaris terhadap manajemen umumnya tidak efektif. Ini terjadi karena proses pemilihan dewan komisaris yang kurang demokratis dimana kandidat dewan komisaris sering dipilih oleh

36 manajemen sehingga setelah terpilih tidak berani memberi kritik kepada manajemen. Namun jika dewan didominasi oleh anggota dari luar (independent board) maka monitoring dewan komisaris terhadap manajer menjadi efektif seperti yang ditemukan oleh Weisbach (1988) dalam Arifin (2005:43) maka hal ini memungkinkan perusahaan untuk menyajikan laporan keuangan lebih cepat ke publik.

Dengan demikian, komisaris independen bertujuan menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak- pihak lain yang terkait. Dapat disimpulkan keberadaan komisaris independen pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi ketepatan waktu (timelines) pelaporan keuangan. Jika perusahaan memiliki komisaris independen maka laporan keuangan yang disajikan manajemen cenderung berintegritas, karena didalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak-pihak dari luar manajemen perusahaan.

c. Kepemilikan institusional

Kepemilikan institusional adalah persentase hak suara yang dimiliki oleh institusi (Jama’an 2008:13). Persentase saham tertentu yang dimiliki institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Gideon,2005).

37 Jama’an (2008:13) menemukan adanya bukti yang menyatakan bahwa tindakan pengawasan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak investor institusional dapat membatasi perilaku para manajer. Moh’d et al. (1998) dalam Arief dan Bambang (2007:3) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer untuk mengatur laba menjadi berkurang. Tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri (Arief dan Bambang, 2007:7).

Dengan demikian, dengan adanya kepemilikan perusahaan oleh pihak luar mempunyai kekuatan yang besar dalam mempengaruhi media massa berupa kritikan atau komentar yang semuanya dianggap publik atau masyarakat. Adanya konsentrasi kepemilikan pihak luar menimbulkan pengaruh dari pihak luar sehingga mengubah pengelolaan perusahaan yang semula berjalan sesuai keinginan perusahaan itu sendiri menjadi memiliki keterbatasan. Keberadaan investor institusional dapat menunjukkan mekanisme corporate governance yang kuat sehingga dapat untuk mengawasi manajemen perusahaan. Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor peusahaan pada umumnya dan manajer sebagai pengelola perusahaan pada khususnya.

38 4. Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan

a. Definisi Laporan Keuangan

Laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi Indonesia (2009:1), laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain, serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan (http://id.m.wikipedia.org diakses pada tanggal 31 Januari 2011). Dalam sekar mayangsari (2003:1257) Integritas laporan keuangan adalah sejauh mana laporan keuangan yang disajikan menunjukkan informasi yang benar dan jujur. Ukuran integritas laporan keuangan selama ini belum ada walaupun demikian secara intuitif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu diukur

39 dengan konservatisme serta keberadaan manipulasi laporan keuangan yang biasanya diukur dengan manajemen laba.

Dari beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan perusahaan kepada para pihak-pihak pengguna informasi laporan keuangan. Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang mengangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar pemakai di dalam pengambilan keputusan.

b. Ketepatan Waktu Pelaporan

Informasi yang dikatakan relevan adalah jika tepat waktu. Ketepatan waktu tidak menjamin relevansi, tetapi relevasi informasi tidak dimungkinkan tanpa ketepatan waktu informasi mengenai kondisi dan posisi perusahaan harus cepat dan tepat waktu sampai ke pemakai laporan keuangan. Scott (2003) dalam Rachmawati (2008:348) mendefinisikan informasi sebagai bukti yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi keputusan individual. Namun demikian, informasi baru akan bermanfaat bagi pemakainya apabila informasi tersebut tepat waktu. Tepat waktu diartikan bahwa informasi harus disampaikan sedini mungkin agar dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut.

40 Dalam UU No.8 tahun 1995 menyatakan bahwa perusahaan publik wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan yang terdaftar di Bapepam selambat-lambatnya 120 hari terhitung sejak tanggal berakhirnya tahun buku. Untuk laporan keuangan tengah tahunan:

1) Selambat-lambatnya 60 hari setelah tengah tahun buku berakhir, jika tidak disertai laporan akuntan.

2) Selambat-lambatnya 90 hari tanggal setelah tengah tahun buku berakhir, jika disertai laporan akuntan dalam rangka penelahaan terbatas.

3) Selambat-lambatnya 120 hari tanggal setelah tengah tahun buku perusahaan berakhir, jika disertai laporan akuntan yang memberikan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan.

Sedangkan untuk laporan keuangan triwulanan selambat-lambatnya 60 hari setelah triwulan buku berakhir.

Setiap perusahaan yang listing di BEI wajib melakukan pelaporan ke bursa sebagaimana yang ditentukan oleh peraturan BEI. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1995 tentang penyelenggaraan kegiatan di bursa pasar modal, bab XII sanksi administratif pasal 61, dinyatakan bahwa yang melakukan pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal dikenakan sanksi administratif berupa:

41 2) denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu 3) pembatasan kegiatan usaha

4) pembekuan kegiatan usaha 5) pencabutan izin usaha 6) pembatalan persetujuan 7) pembatalan pendaftaran

sanksi sebagaimana dimaksud dalam poin nomor dua dan seterusnya di atas dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi peringatan tertulis. Sanksi denda dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi lainnya. Jenis dan besarnya sanksi ditetapkan Bapepam selaku Pengawas Pasar Modal.

Terkait dengan keterlambatan penyampaian laporan sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh Bapepam, dikenakan sanksi administratif sebagai berikut:

1) Emiten yang Pernyataan Pendaftaran telah menjadi efektif, dikenakan sanksi denda Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2) Perusahaan publik yang terlambat menyampaikan Pernyataan Pendaftarannya, dikenakan sanksi denda Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan

42 dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) .

3) Direktur atau komisaris Emiten atau Perusahaan Publik, atau setiap pihak yang memiliki sekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) saham Emiten atau Perusahaan Publik, dikenakan sanksi denda Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dimaksud dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Ketaatan Emiten terhadap peraturan BEI selalu dipantau oleh Bapepam dan secara periodik mempublikasikan hasil pemeriksaannya (Purwati,2006:39).

Bapepam semakin memperketat peraturan dengan dikeluarkannya lampiran surat Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-36/PM/2003 yang menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim harus disampaikan kepada BAPEPAM selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Menurut Bapepam batas keterlmbatan suatu perusahaan menyampaikan laporan keuangan adalah 31 Maret.

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa perusahaan wajib mengungkapkan informasi penting dalam laporan tahunan dan laporan keuangan kepada pemegang saham dan instansi pemerintah terkait

43 dengan peraturan perundang-undangan secara tepat waktu, akurat, jelas, dan secara objektif. Pengungkapan dan transparansi tidak hanya mementingkan isi dari informasi, tetapi juga ketepatan waktu dalam penyampaian informasi.

Dokumen terkait