• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik masyarakat yang berhubungan dengan penyakit filariasis Karakteristik yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit infeksi,

TINJAUAN PUSTAKA

2.8. Karakteristik masyarakat yang berhubungan dengan penyakit filariasis Karakteristik yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit infeksi,

salah satunya penyakit filariasis di samping adanya bibit atau kuman penyakit, dapat juga berhubungan dengan beberapa karakteristik antara lain status sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan, sikap, keyakinan, sarana prasaran, perilaku petugas, peyuluhan dan informasi.

2.8.1. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi adalah tingkat pendapatan penduduk, semakin tinggi pendapatan penduduk semakin tinggi pula persentase pengeluaran yang dibelanjakan untuk barang makanan, juga semakin tinggi pendapatan keluarga semakin baik pula status gizi masyarakat (BPS, 2006).

Tingkat ekonomi yang mapan memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh kebutuhan yang lebih misalnya di bidang pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya jika ekonomi lemah maka menjadi hambatan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Keadaan sosial ekonomi (kemiskinan, orang tua yang bekerja atau penghasilan rendah) yang memegang peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Jenis

pekerjaan orang tua erat kaitannya dengan tingkat penghasilan dan lingkungan kerja, dimana bila penghasilan tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit juga meningkat dibanding dengan penghasilan rendah, akan berdampak pada kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan karena daya beli obat maupun biaya transportasi dalam hal mengunjungi pusat pelayanan kesehatan (Zacler, 1969 dalam Notoatmodjo, 1997).

Pendapatan merupakan ukuran yang sering digunakan untuk melihat kondisi status sosial ekonomi pada suatu kelompok masyarakat. Semakin baik kondisi ekonomi masyarakat semakin tinggi persentase yang menggunakan jasa kesehatan, data survey kesehatan nasional tahun 1992 memperlihatkan rata-rata penggunaan pelayanan kesehatan berhubungan dengan meningkatnya pendapatan, baik pada pria maupun wanita, oleh karena itu status sosial ekonomi berhubungan dengan kondisi seseorang, keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2000).

2.8.2. Pendidikan

Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak yang tertuju pada kedewasaan. Sedangkan pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian materi guna mencapai perubahan dan tingkah laku (Notoatmodjo, 1997).

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni :

a. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat), dan pendidikan (pelaku pendidikan).

b. Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain).

c. Output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku) (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (1996) konsep dasar dari pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang sehingga dapat menghasilkan perubahan perilaku pada diri individu, kelompok atau masyarakat).

Mariani (1998) mengatakan bahwa pengetahuan dan pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari orang tua dan anak-anak sangat penting dalam menentukan status kesehatan, fasilitas dan status gizi keluarga seperti halnya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Hal ini akan membantu pula memperlancar komunikasi serta mempengaruhi pemberian dan penerimaan informasi tentang kesehatan dan dapat lebih mudah diterima oleh individu dan masyarakat sehingga mereka mampu menerjemahkan apa yang telah diketahui tentang kesehatan kedalam kehidupan sehari-hari.

Koentjoroningrat (1997) mengatakan pendidikan adalah kemahiran menyerap pengetahuan akan meningkat sesuai dengan pendidikan seseorang dan kemampuan ini berhubungan erat dengan sikap seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk dapat menyerap pengetahuan.

2.8.3. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior) (Bloom, 1908) dalam Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan indera peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

a. Proses adaptasi perilaku

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), dari hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu :

(i). Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

(iii).Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

(iv).Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

(v).Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

b. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif (i). Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

(ii). Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang dilakukan dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap yang dipelajari.

(iii). Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real. Aplikasi disini diartikan sebagai

penggunaan hukum-hukum, rumus, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

(iv). Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

(v). Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek, penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).

2.8.4. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan

tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Bloom (1908) dalam

Notoatmodjo (2003).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Menurut Newcomb, menyatakan sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu, sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (1993), sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu ; kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional dan evaluasi terhadap suatu obyek, dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

Menurut Purwanto (1999) sikap dapat dibedakan dalam :

a. Sikap positif, yaitu kecenderungan pendidikan mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.

b. Sikap negatif terhadap kecenderungan pendidikan untuk menjalani, menghindari, membenci dan tidak menyukai obyek tertentu.

Purwanto (1999) juga mengatakan bahwa sikap mempunyai tingkatan- tingkatannya yakni:

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu-ibu lain untuk pergi menimbang anaknya ke Posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko, adalah merupakan sikap yang paling tinggi, meski mendapat tantangan dari pihak lainnya. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung, dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2003).

Sebagaimana dikemukakan oleh para ahli seperti Gerungan (1996), Ahmadi (1999), Sarwono (2000) dan Walgito dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan ciri-ciri sikap yaitu :

a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan seseorang dalam hubungan dengan obyeknya.

b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada seseorang tersebut.

c. Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap sesuatu.

d. Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

e. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. 5. Pembentukan dan perubahan sikap

Menurut Sarwono (2000) dalam Sumaryono (2004) pembentukan dan perubahan sikap melalui beberapa cara yaitu :

a. Adopsi yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan terus-menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.

b. Diferensiasi yaitu dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri.

c. Integrasi yaitu pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu.

d. Trauma adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.

2.8.5. Keyakinan

Menurut Adler dan Rodman (1991) dalam Purwanto (2000) suatu kepercayaan adalah keyakinan tentang kebenaran sesuatu yang didasarkan pada budaya dimana ia dibesarkan. Ia merupakan kepercayaan (keyakinan) pada harga sebuah konsep. Nilai-nilai biasanya diwujudkan dalam sistem moral atau agama yang kompleks yang ditemukan pada semua budaya dan masyarakat.

Kepercayaan (keyakinan) menurut Niven (1989) dalam Purwanto (2000) adalah sesuatu yang didapatkan ; dengan kata lain orang tidak lahir dengan membawa mereka. Hampir semua kepercayaan (keyakinan) dan nilai-nila dasar didapatkan dari mereka yang paling berpengaruh dalam hidup seseorang, orang tua, kakak-adik, guru, teman dan tokoh-tokoh media.

Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2003) tenaga kesehatan dapat mengajak (kerja sama) tokoh (model peran) yang dianggap sangat berpengaruh didalam masyarakat, agar dapat diupayakan perubahan-perubahan dari kebiasaan- kebiasaan yang dapat memperburuk bagi kesehatannya, meliputi pencegahan

penyakit, pelaksanaan pengobatan terhadap penyakitnya serta manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit.

2.8.6. Sarana prasarana

Sarana prasarana mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya, semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Pengaruh sumber-sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tetapi dapat juga berpengaruh sebaliknya.

Menurut Azwar (1999) dalam Rifai (2004) bila seseorang akan memasuki bidang pelayanan kesehatan yang pertama akan dilihat ialah sarananya. Sarana itu dapat berbentuk material seperti, gedung dan alat, tetapi dapat juga berbentuk manusia seperti, tenaga dokter dan perawat. Beberapa sarana harus tersedia demi terlaksananya kualitas pelayanan kesehatan yang baik (seperti tersedianya beberapa jenis ukuran manset, tensi meter, timbangan badan, poster anatomi tubuh manusia), meskipun jarang dipergunakan.

2.8.7. Perilaku petugas

Perilaku petugas dalam memberikan pelayanan pengobatan adalah perilaku petugas mulai dari tempat pendaftaran pasien, pembelian karcis, pelayanan pengobatan, pelayanan laboratorium, pelayanan apotik, dan pelayanan pasien.

Hal ini juga didukung oleh penelitian Aziz (1998) dalam Rifai (2004) dimana mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam

memenuhi kebutuhan pasien, keprihatinan serta keramah tamahan petugas dalam melayani pasien, kelancaran komunikasi dan kesembuhan penyakit yang sedang diderita pasien.

2.8.8. Penyuluhan

Penyuluhan adalah salah satu media, cara dan proses penyampaian pesan yang dilakukan dari pengirim pesan (komunikasi) kepada penerima pesan (komunikasi). Dalam pelayanan kesehatan penyuluhan dikenal dengan pendidikan kesehatan masyarakat atau komunikasi, informasi dan edukasi. Penyuluhan kesehatan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan bertujuan untuk terjadinya perubahan perilaku individu, kelompok atau masyarakat (Depkes RI, 1986 dalam Hasibuan (2004). Dalam penyampaian pesan, keefektifan komunikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti isi pesan, bahasa, arah komunikasi (penerima pesan), kurangnya pengetahuan, kebisingan dan faktor teknis lainnya (Widjaja, 1998). Notoatmodjo (1998) menganggap penyuluhan dan ceramah bukan merupakan media penyampaian yang efektif karena tidak memberikan kesempatan kepada pendengarnya untuk berpartisipasi, lebih menekankan pada pola komunikasi satu arah, ide hanya timbul dari satu orang. Pengertian pendidikan kesehatan identik dengan penyuluhan kesehatan, karena keduanya berorientasi kepada perubahan perilaku yang diharapkan, yaitu perilaku sehat, sehingga mempunyai kemampuan mengenal masalah kesehatan dirinya, keluarga dan kelompoknya dalam meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti,

tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatannya yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan bila perlu. 2.8.9. Informasi

Komunikasi dan informasi disini diperlukan untuk mengkondisikan faktor predisposisi. Kurangnya pengetahuan dan sikap, masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, adanya tradisi, kepercayaan yang negatif tentang penyakit, makanan, lingkungan dan sebagainya, mengakibatkan mereka tidak berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Untuk memberikan informasi dan komunikasi yang efektif para petugas kesehatan perlu dibekali ilmu komunikasi, termasuk media komunikasinya (Notoatmodjo, 1993).

2.8.10. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

a. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi bagi anak balitanya.

b. Respon terpimpin (Guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua. Misalnya seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotongnya, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya.

c. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

d. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 1993).

Dokumen terkait