HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3 Karakteristik Mikroskop Isolat Jamur Endofit yang Berpotensi
Karakteristik morfologi isolat Ka 03, Ka 07, Pi 05 dan Pi 07 berdasarkan morfologi miselium secara mikroskopis. Isolat Ka 03 kemungkinan merupakan jamur dari Genus Mucor dilihat dari konidia berbentuk semi bulat hingga bulat, hifa tidak bersepta kadang-kadang membentuk cabang, kolumela berbentuk bulat dan tumbuh pada seluruh miselium (Gambar 4.3). Menurut Rubert (1972) dalam Septia (2012), Mucor sp mempunyai sporangia bulat, seperti silindris, seperti buah pear atau pemukul bola.
Isolat Ka 07 kemungkinan merupakan Genus Trichoderma karena memiliki konidiofor becabang menyerupai piramida dimana semakin ujung percabangan semakin pendek (Gambar 4.3). Konidia bebentuk oval, memiliki koloni berwarna kehijauan dan setelah dewasa akan bewarna hijau tua atau hijau kekuningan. Sebagian koloni Trichoderma memiliki bentuk koloni yang menyerupai pola lingkaran.
Hasil isolasi jamur endofit dari akar tanaman pinang diperoleh 2 isolat yang berpotensi yaitu Pi 05 dan Pi 07. Isolat Pi 05 merupakan jamur dari Genus
20
Trichoderma. Pengamatan secara mikroskopis menjelaskan bahwa Trichoderma sp memiliki miselium hialin, mempunyai banyak cabang dan bersekat. Fialid yang tunggal pada setiap percabangan konidiofor, bentuk fialid bulat lebar dan bergerombol pada ujung fialid (Septia, 2012).
Isolat Pi 07 kemungkinan merupakan jamur dari Genus Fusarium sp.
Karakter Fusarium secara umum memiliki makrokonidium berbentuk bulan sabit, pada bagian ujungnya meruncing dan mengecil serta terdapat pedicellate yaitu berkas tangkai konidiofor pada bagian ujung makrokonidium (Hanlin et al., 1999)
Gambar 4.3 Karakteristik mikroskopis isolat jamur dari akar tanaman kelapa dan
pinang. Pewarna Lactophenol Cotton Blue, Scale bar 100 µm (Perbesaran 40×).
4.4 Mekanisme Antagonis Jamur Endofit
Mekanisme antagonis jamur endofit dalam menghambat Ganoderma boninense diamati dari kemampuan jamur endofit dalam memproduksi senyawa antijamur dan enzim-enzim lisis yang dihasilkan berupa kitinase dan glukanase.
21
4.4.1 Aktivitas Antijamur Ekstrak Etil Asetat
Ekstrak etil asetat jamur endofit yang diujikan terhadap Ganoderma boninense menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan misleium yang bervariasi dengan % HPM berkisar antara 40-51 %. Estrak etil asetat jamur endofit dengan kemampuan menghambat yang tinggi dihasilkan oleh isolat Ka 03 (Tabel 4.3 dan Gambar 4.4) memiliki hasil yang berbeda-beda dalam menghambat G. boninense. Adanya perbedaan hasil tersebut kemungkinan dikarenakan perbedaan jenis dan kadar senyawa antijamur yang dihasilkan jamur endofit.
Tabel 4.3 Aktivitas senyawa antijamur
No. Nomor Isolat Persentase Hambatan Pertumbuhan Miselium Ekstrak Etil Asetat (% HPM)
1. Ka 03 51,8%
2. Ka 07 40,7%
3. Pi 05 47,82%
4. Pi 07 34,78%
Keterangan: Ka: isolat jamur endofit dari akar kelapa, Pi: isolat jamur endofit dari akar pinang.
Gambar 4.4 Gambaran hambatan pertumbuhan Ganoderma boninense oleh senyawa antijamur yang dihasilkan jamur endofit yang dikultivasi pada medium PDA.
Pada penelitian ini digunakan bahan pelarut etil asetat. Pelarut etil asetat bersifat semi polar yang digunakan untuk mengikat senyawa antijamur yang dihasilkan oleh jamur endofit yang dikulturkan pada medium PDA. Kemampuan menghambat senyawa antijamur dari setiap jamur endofit yang diujikan bervariasi tergantung dengan organismenya.
22
4.4.2 Aktivitas Kitinase Secara Kualitatif
Aktivitas kitinase secara kualitatif dilakukan terhadap 4 isolat jamur endofit yang berpotensi dengan menghidrolisis kitin. Aktivitas kitinase diamati dengan melihat perubahan warna yang terbentuk pada medium pertumuhan yang diberi indikator warna. Indikator warna yang digunakan adalah bromocresol purple. Penambahan bromocresol purple digunakan sebagai indikator pH.
Perubahan warna yang terjadi menyebabkan adanya peningkatan pH dari media asam menjadi basa. Semakin kuat warna ungu yang terbentuk menandakan kemampuan kitinolitik jamur semakin tinggi.
Gambar 4.5 Aktivitas kitinolitik jamur endofit akar kelapa dan pinang pada media CCBP dengan penambahan koloidal kitin dan indikator warna bromocresol puple, a) isolat Ka 03, b) isolat Ka 07, c) isolat Pi 05, c) isolat Pi 07.
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4
23
Kemampuan kitinolitik jamur endofit pada medium CCBP diujikan selama 4 hari. Isolat jamur yang memiliki kemampuan kitinolitik dapat terlihat dengan mudah berdasarkan perbedaan warna medium di bawah koloni jamur yang diujikan. Hasil aktivitas kitinase yang dilakukan dengan inkubasi selama 4 hari pada keempat isolat jamur yang berpotensi terlihat perbedaan yang nyata dari setiap jamur uji. Isolat jamur yang memiliki aktivitas kitinase yang paling tinggi adalah isolat Pi 05 terlihat dari warna ungu yang begitu pekat. Isolat jamur yang aktivitas kitinasenya rendah adalah Ka 03 dimana koloni ungu yang terbentuk kecil dan warnanya tidak begitu pekat. Adanya perbedaan warna ungu yang terbentuk di sekitar koloni jamur juga disebabkan karena adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan miselium tiap-tiap isolat. Penilaian aktivitas kitinoitik pada setiap jamur endofit dalam media CCBP terlihat bahwa hampir semua isolat jamur memiliki perubahan warna pada media di sekitar koloni jamur dari kuning menjadi ungu dengan kontras warna yag bervariasi.
Perubahan warna terjadi karena adanya aktivitas enzim kitinase dari jamur endofit. Enzim ini menghidrolisis kitin menjadi monomer (N-asetilglukosamin) sehingga terjadi perubahan pH pada media dari asam menjadi basa (Yurnaliza et al., 2014). Bromocresol purple pada media berfungsi sebagai indikator pH.
Bromocresol purple akan berubah warna dengan pH anatara 5,2-6,8. Media yang digunakan akan berwarna kuning jika pH di bawah 5,2 dan menjadi ungu jika pH di atas 6,8. Semakin pekatnya warna ungu yang terlihat maka semakin besarnya aktivitas kitinase yang dihasilkan jamur endofit.
4.4.3 Aktivitas Glukanase Secara Kualitatif
Aktivitas glukanase secara kualitatif diujikan terhadap 4 isolat jamur endofit yang berpotensi antagonis terhadap G. boninense. Aktivitas glukanolitik yang dinyatakan dalam nilai indeks glukanolitik dari 4 isolat jamur tersebut menunjukkan nilai indeks antara 0,016 hingga 0,12. Ukuran zona bening yang tampak di sekitar koloni jamur yang tumbuh pada medium glukan agar yang mengandung laminarin 1%, menunjukkan perbedaan aktivitas glukanase dari tiap isolat jamur. Hasil pengukuran aktivitas glukanolitik dapat dilihat pada Tabel 4.4.
24
Tabel 4.4 Indeks glukanolitik dari isolat jamur endofit asal akar tanaman kelapa dan pinang secara kualitatif pada media glukan agar dalam waktu
inkubasi 2 hari
No. Nomor Isolat Diameter Zona Bening (mm)
Keterangan: Ka : Isolat jamur endofit dari akar kelapa Pi : Isolat jamur endofit dari akar pinang
Indeks glukanolitik yang tertinggi dari isolat jamur akar kelapa adalah Ka 03 sebesar 0,023. Indeks glukanolitik tertinggi dari isolat jamur akar pinang adalah Pi 07 sebesar 0,12. Zona bening yang terbentuk di sekitar koloni jamur menunjukkan terjadinya aktivitas glukanase dari jamur dengan menghidrolisis senyawa organik dalam substrat (Gambar 4.6). Semakin besar zona bening yang terbentuk maka semakin besar aktivitas enzim gluknase yang dihasilkan.
Gambar 4.6 Aktivitas hidrolisis jamur glukanolitik pada media glukan agar, Ka:
isolat jamur endofit dari akar kelapa, Pi: isolat jamur endofit dari akar pinang.
β-1,3-glukanase adalah enzim yang digunakan untuk mendegradasi dinding sel jamur patogen, sehingga enzim ini dikategorikan sebagai salah satu jenis protein yang terkait dengan patogenitas. β-1,3-glukanase pada jamur memiliki jenis peran yang bervariasi yaitu pada proses morfolitik dan morfogenesis selama perkembangan dan diferensiasi, mobilisasi β-1,3-glukanase dengan kondisi kekurangan sumber energi dan karbon dengan mekanisme autolitik oleh enzim. Enzim glukanase yang telah dimurnikan akan menunjukkan aktivitas antifungi yang signifikan terhadap pertumbuhan jamur patogen (Budiarti dan Widyastuti, 2011).
BAB 5