POTENSI JAMUR ENDOFIT DARI AKAR TANAMAN KELAPA (Cocos nucifera Linn) DAN PINANG (Areca catechu Linn) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Ganoderma
boninense
SKRIPSI
LORENZA MARIA MAYLIN BR.G.M 170805052
PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
i
POTENSI JAMUR ENDOFIT DARI AKAR TANAMAN KELAPA (Cocos nucifera Linn) DAN PINANG (Areca catechu Linn) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Ganoderma
boninense
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
LORENZA MARIA MAYLIN BR.G.M 170805052
PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
ii
ii
PERNYATAAN ORSINALITAS
POTENSI JAMUR ENDOFIT DARI AKAR TANAMAN KELAPA (Cocos nucifera Linn) DAN PINANG (Areca catechu Linn) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Ganoderma
boninense
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Desember 2021
Lorenza Maria Maylin BR.G.M
iii
iii
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Potensi Jamur Endofit dari Akar Tanaman Kelapa (Cocos nucifera Linn.) dan Pinang
(Areca catechu Linn.) dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense Linn.
Kategori : Skripsi
Nama : Lorenza Maria Maylin BR.G.M
Nomor Induk Mahasiswa :170805052
Studi : MIPA- Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Desember 2021
i
ii
POTENSI JAMUR ENDOFIT DARI AKAR TANAMAN KELAPA (Cocos nucifera Linn) DAN PINANG (Areca catechu Linn) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Ganoderma
boninense
ABSTRAK
Penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Ganoderma boninense mengakibatkan menurunnya poduktivias kelapa sawit. Upaya yang dilakukan dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang pada kelapa sawit dengan memanfaatkan agen biologis seperti jamur endofit. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat jamur endofit yang memiliki kemampuan antagonis terhadap G. boninense dari akar tanaman kelapa dan pinang dan mengetahui mekanisme penghambatan jamur endofit terhadap G. boninense. Uji kemampuan antagonis dilakukan dengan metode dual culture. Isolat yang berpotensi kemudian dikarakterisasi dan diuji kemampuan antijamur, aktivitas kitinase dan glukanase.
Hasil isolasi jamur endofit dari kelapa ada 5 isolat dan dari pinang 5 isolat. Uji antagonis dari 10 isolat jamur endofit tersebut terhadap G. boninense diperoleh sebanyak 4 isolat dengan nilai persentasi hambatan miselium >50%. Isolat jamur endofit dengan kemampuan hambatan tertinggi yaitu Ka 07 dengan persentase hambatan 68%. Hasil kemampuan antijamur ekstak etil asetat yang memiliki persentase hambatan miselium tertinggi ada pada isolat Ka 03 dengan nilai 51,8%.
Isolat jamur yang memiliki aktivitas kitinase tertinggi pada medium Colloidal Chitin Bromocresol Purple (CCBP) yaitu isolat Pi 05. Sementara itu, isolat jamur endofit dengan aktivitas glukanase tertinggi adalah isolat Pi 07 dengan indeks glukanolitik 0,12.
Kata kunci: akar kelapa, akar pinang, Ganoderma boninense, jamur endofit, kelapa sawit.
iii
iii
THE POTENCY OF ROOT ENDOPHYTIC FUNGI OF COCONUT (Cocos nucifera Linn) AND ARECA NUT (Areca
catechu Linn) IN INHIBITING Ganoderma boninense
ABSTRACT
Basal stem rot disease caused by Ganoderma boninense reduced oil palm productivity. One effort that potential to control the disease was using biological agents such as endophytic fungi. The objective of recent study was to obtain the antagonistic characteristics of endophytic fungi isolated from coconut and areca nut roots againts G. boninense. The antagonistic activity was carried out using dual culture method. The potential isolates of the endophytic fungi against G.
boninensewere characterized and tested for their antifungal, chitinase and glucanase activity. The results found that total of 10 isolates of endophytic fungi from coconut roots (5 isolates) and areca nut roots (5 isolates) were isolated. The antagonistic test showed among 10 isolates of endophytic fungi 4 isolates were potential in inhibiting G. boninense with the percentage inhibition of > 50%. The highest inhibition occured at isolate Ka 07 with 68% inhibition. The highest activity of ethyl acetate extract among the mycelia of endophytic fungi that was able to inhibit G. boninense occurred at Ka 03 with inhibitionof 51,8%. The endophytic fungi with the highest chitinase activity in Colloidal Chitin Bromocresol Purple (CCBP) medium was occurred at Pi 05. Where as, the highest glucanase activity occurred at isolate Pi at 07 with glucanolytic index 0.12.
Keywords: coconut root, areca nut root, Ganoderma boninense, endophytic fungi, oil palm.
iv
iv
PENGHARGAAN
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Potensi Jamur Endofit dari Akar Tanaman Kelapa (Cocos nucifera Linn) dan Pinang (Areca catechu Linn) dalam Menghambat Pertumbuhan Ganoderma boninense. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains.
Penulis meyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Yurnaliza, S.Si., M.Si.
selaku dosen pembimbing sekaligus Ketua Program Studi S-1 Biologi FMIPA USU yang telah memberikan ilmu, motivasi, dukungan serta telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Liana Dwi Sri Hastuti, S.Si., M.Si, PhD dan Ibu Dr. Etti Sartina Siregar, S.Si., M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran serta arahan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Ibu Dr. Kaniwa Berliani, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan, motivasi, saran kepada penulis selama menjalani perkuliahan. Terima kasih kepada Bapak Riyanto Sinaga, S.Si., M.Si selaku Sekretaris Program Studi S-1 Biologi FMIPA USU, dan seluruh dosen serta staf administrasi Progam Studi Biologi yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas semua dukungan, ilmu serta motivasi selama masa perkuliahan.
Penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada orangtua yang sangat penulis kasihi dan cintai yaitu Bapak Jhonson Trang Malem Ginting dan Ibu Suyanti May Kristin, serta abang Immanuel Philip Ginting dan adik Destian Tri Aldheo Ginting yang penulis sayangi atas semua dukungan, doa, saran serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada teman- teman yaitu Gitta, Natasya, Getha, Irene Karina, Laura, Esra, Yose, Kak Emilia Rizal, Bang Diki Wirandi, Kak Cynthia, Kak Nusaibah, Kak Kiki, Hasmila, Riska, Novia, Grace, Qisti, Retno, Desi, Suri, Reza, Arbi, Fachri, Cucu, Gabriella Bena, Arta, Jessica, Elnora, Inessa, Debby, Meisy dan Cindy yang yang selalu ada
v
v buat penulis baik dalam kondisi suka maupun duka, terima kasih atas semangat, doa, kerja sama, menjadi tempat berkeluh kesah serta tempat bertukar pikiran penulis. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis sangat mengharapkan semoga penelitian ini dapat sebagai sumber informasi dan bermanfaat bagi semua pihak. Demikian yang dapat penulis sampaikan, atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Desember 2021
Lorenza Maria Maylin BR.G.M
vi
vi DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Hipotesis 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Arecaceae 4
2.2 Penyakit Busuk Pangkal Batang 6
2.3 Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang 8
2.4 Jamur Endofit Dari Tanaman Arecaceae 9
2.5 Agen Pengendali Hayati Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Kelapa Sawit
10
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat 11
3.2 Bahan Penelitian 11
3.3 Isolasi Jamur Endofit 12
3.4 Uji Antagonis Jamur Endofit dari Akar terhadap Ganoderma boninense
12 3.5 Karakterisasi Jamur Endofit yang Berpotensi 13
3.6 Mekanisme Antagonis Jamur Endofit 13
3.6.1 Kemampuan Antijamur 13
3.6.2 Aktivitas Kitinase 14
3.6.3 Aktivitas Glukanase 14
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakter Isolat Jamur Endofit Tanaman Kelapa dan Pinang
15 4.2 Kemampuan Antagonis Isolat Jamur
Endofit Terhadap Ganoderma boninense 17
4.3 Karakteristik Mikroskop Isolat Jamur Endofit yang 19
vii
vii Berpotensi
4.4 Mekanisme Antagonis Antijamur
4.4.1 Aktivitas Antijamur Ekstrak Etil Asetat 20 21 4.4.2 Aktivitas Kitinase Secara Kualitatif 22 4.4.3 Aktivitas Glukanase Secara Kualitatif 23 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 25
5.2 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 31
viii
viii DAFAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Halaman
4.1 Karakter morfologi isolat jamur dari akar tanaman kelapa (Ka) dan pinang (Pi) pada medium PDA.
15 4.2 Persentase hambatan pertumbuhan miselium (% HPM)
jamur endofit dari akar tanaman kelapa dan pinang pada media PDA.
17
4.3 Aktivitas senyawa anti jamur 21
4.4 Indeks glukanolitik isolat jamur asal akar tanaman kelapa dan pinang secara kualitatif pada media glukan agar dalam waktu inkubasi 2 hari
24
ix
ix DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Halaman
2.1 Infeksi Busuk Pangkal Batang Pada Kelapa Sawit 6 4.1 Karakter morfologi koloni jamur endofit dari akar
kelapa dan pinang. 16
4.2 Uji antagonis jamur endofit (e) dari akar tanaman kelapa (atas) dan pinang (bawah) terhadap Ganoderma boninense
18
4.3 Karakteristik mikroskopis isolat jamur dari akar tanaman kelapa dan pinang. Pewarna Lactophenol Cotton Blue, Scale bar 100 µm (perbesaran 40×)
20
4.4 Gambaran hambatan pertumbuhan Ganoderma boninense oleh senyawa anti jamur yang dihasilkan jamur endofit yang dikultivasi pada medium PDA
21
4.5 Aktivitas kitinolitik jamur endofit akar kelapa dan pinang pada media CCBP dengan penambahan koloidal kitin dan indikator warna bromocresol puple, a) isolat Ka 03, b) isolat Ka 07, c) isolat Pi 05, c) isolat Pi 07.
22
4.6 Aktivitas hidrolisis jamur glukanolitik pada media glukan agar, Ka: isolat jamur endofit dari akar kelapa, Pi: isolat jamur endofit dari akar pinang.
24
x
x DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Judul Halaman
1. Komposisi Media dan Reagen 31
2. Dokumentasi Penelitian 32
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ganoderma boninense adalah jamur penyebab penyakit busuk pangkal batang pada beberapa tumbuhan kelompok arecaceae termasuk kelapa sawit.
Penyakit yang disebabkan G. boninense ini tidak hanya menyerang tanaman produktif melainkan juga menyerang tanaman kelapa sawit yang masih muda (Susanto et al., 2005). Tanaman kelapa sawit yang terserang penyakit busuk pangkal batang ini menunjukkan beberapa gejala antara lain terdapat lebih tiga tajuk daun yang belum membuka, banyak daun tua dan layu, pelepah menggantung dan batang yang mudah patah. Munculnya gejala penyakit ini biasanya menandakan pangkal batang sudah mulai membusuk dan tanaman berangsur-angsur akan mati. Penyakit busuk pangkal batang ini menyebabkan rendahnya produktivitas kelapa sawit, sehingga diperlukan perhatian khusus untuk menanggulangi penyebab penyakit ini.
Upaya pengendalian penyakit busuk pangkal batang ini telah dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan menggunakan bahan kimiawi seperti fungisida sintetik. Penggunaan fungisida sintetik memiliki dampak yang buruk terhadap lingkungan yaitu menghalangi proses pengikatan nitrogen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, tercemarnya perairan yang tekontaminasi menyebabkan terganggunya kehidupan akuatik, sehingga diperlukan cara penanggulangan yang lebih ramah lingkungan. Salah satu alternatif yang memungkinkan untuk dilakukan adalah penggunaan agen biologis yang dapat menghambat perkembangan jamur patogen seperti penggunaan mikroba endofit yang menghasilkan senyawa antijamur.
Jamur endofit adalah jamur yang hidup dalam jaringan tanaman dan bersimbiosis dengan tanaman inang. Jamur endofit dapat diisolasi dari bagian tanaman seperti akar dan daun. Menurut Alfizar et al (2013), mekanisme antagonis dari jamur endofit meliputi mikoparasit (hiperparasitisme), antibiosis dan kompetisi. Jamur endofit mampu bertindak sebagai mikoparasit bagi jamur
2
patogen lain dengan cara mengelilingi miselium patogen. Hifa dari jamur endofit akan menghimpit ke arah jamur patogen yang diserangnya. Hal ini terjadi karena adanya respon kemotropik dimana rangsangan dari hifa inang maupun senyawa kimia yang dihasilkan jamur patogen (Baker dan Scher, 1987).
Penggunaan jamur endofit sebagai agen hayati dalam menghambat pertumbuhan G. boninense pada tanaman kelapa sawit telah banyak dilakukan, antara lain penelitian Yurnaliza et al (2008, 2014). Beberapa isolat jamur endofit yang berpotensi dalam menghambat pertumbuhan Ganoderma boninense antara lain Trichoderma lignorum, Aspergillus niger, Trichoderma sp, dan Penicillium sp. Hasil uji antagonis terhadap miselium Ganoderma yang ditumbuhkan bersamaan dengan isolat jamur endofit tidak menunjukkan adanya perkembangan hifa terutama pada hifa yang berdekatan dengan miselium isolat jamur endofit.
Salah satu tanaman arecaceae yang juga terserang jamur Ganoderma adalah tanaman pinang dan kelapa. Kedua tanaman ini juga diinfeksi oleh jamur Ganoderma. Tanaman yang terserang menunjukan gejala berupa kekeringan dimana daunnya menguning dan mudah patah. Gejala infeksi lanjut terlihat dari batang memiliki bercak coklat, mengeluarkan cairan dan lama kelamaan akarnya akan membusuk (Rosmaneli, 2020). Tanaman pinang dan kelapa merupakan sumber isolat jamur endofit yang berpotensi untuk dieksplor kemampuannya sebagai agen hayati dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang pada kelapa sawit.
1.2 Permasalahan
Dalam perekonomian Indonesia, tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang berpengaruh besar terhadap devisa negara, lokomotif perekonomian nasional karena mengahasilkan minyak nabati yang dapat diekspor. Saat ini pembudidayaan tanaman kelapa sawit memiliki banyak kendala salah satunya adalah penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan Ganoderma boninense.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam menanggulangi penyakit ini, namun hingga saat ini masih kurang efektif dalam menekan perkembangan penyakit tersebut. Upaya yang dapat dilakukan dalam menghambat jamur Ganoderma boninense salah satunya adalah dengan memanfaatkan jamur endofit dari tanaman
3
lain yang satu famili dengan kelapa sawit. Sejauh ini belum diketahui seberapa besar potensi jamur endofit dari akar tanaman kelapa dan pinang dalam menghambat pertumbuhan Ganoderma boninense.
1.3 Hipotesis
Jamur endofit dari akar tanaman kelapa dan pinang dapat menghambat pertumbuhan Ganoderma boninense.
1.4 Tujuan Penelitian
a. Mendapatkan isolat jamur endofit dari akar tanaman kelapa dan pinang dan mengetahui kemampuan antagonis jamur endofit dalam menghambat pertumbuhan G.boniense.
b. Mengetahui mekanisme penghambatan isolat jamur endofit dari tanaman kelapa dan pinang terhadap G. boninense.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi mengenai peranan jamur endofit yang berasal dari akar tanaman kelapa dan pinang sebagai agen pengendali hayati penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Ganoderma boninense.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Arecaceae
Arecaceae adalah tanaman dari suku palem-paleman yang memiliki batang beruas-ruas, tidak memiliki kambium serta memiliki umur yang relatif cukup panjang. Akar tanaman ini tumbuh dari pangkal batang, berbentuk serabut dan tidak memiliki rambut akar. Batang tanaman arecaceae tumbuh tegak, terdiri dari batang tunggal yang tidak memiliki cabang-cabang. Umumnya tanaman arecaceae memiliki batang yang tinggi mencapai 15 hingga 20 meter. Memiliki daun majemuk yang susunan dasar daun menyirip (pinnate), tepi daun rata, ujung daun yang meruncing, permukaan atas daun yang licin berwarna hijau tua dan bagian bawah daun berwarna hijau muda (Simpson, 2006).
Keluarga palem-paleman terdiri dari sekitar 2.450 spesies yang tersebar di seluruh daerah tropis dengan beberapa spesies tersebar di daerah subtropis.
Tanaman palem ada yang tumbuh liar seperti di hutan maupun di gurun dan ada tanaman palem yang sudah dibudidayakan (Barford et al., 2011). Penelitan (Henderson, 2002) menjelaskan bahwa penyerbukan pada pohon palem sebagian besar juga dibantu oleh serangga yang akan membawa serbuk sari ke kepala putik.
Penyerbukan oleh serangga dibagi menjadi tiga yaitu penyerbukan kumbang (cantharophily), penyerbukan lebah (mellitophily) dan penyerbukan lalat (myophily).
Beberapa tanaman arecaceae yang umum dibudidayakan masyarakat adalah pinang, kelapa dan kelapa sawit. Tanaman pinang banyak dibudidayakan karena memiliki banyak manfaat selain dimanfaatkan untuk stimulasi, dicampur dengan kapur, tembakau dan sirih. Buah pinang juga digunakan untuk bahan baku bidang industri dan farmasi. Pada bidang industri digunakan dalam penyamakan kulit dan pewarna kain. Pinang juga dimanfaatkan untuk bidang farmasi, yaitu sebagai campuran pembuat obat-obatan. Manfaat lain dari tanaman pinang adalah dapat digunakan sebagai tanaman penghijauan kota dan tanaman hias (Wahyudi et al ., 2013).
5
Kelapa sawit juga merupakan tanaman perkebunan yang berhasil menyumbang pendapatan terbesar untuk negara. Hasil dari perkebunan kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, sumber bahan pangan dan kayunya dapat dimanfaatkan untuk bahan bagunan (Rahma et al., 2019). Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang terbesar persatuan hasilnya daripada tanaman lainnya yang menghasilkan minyak, sehingga minyak asal dari kelapa sawit banyak diolah sebagai bahan baku utama pembuatan minyak nabati. Meningkatnya jumlah kebutuhan akan produk olahan kelapa sawit sehingga menyebabkan semakin bertambahnya lahan yang diperlukan untuk perkebunan kelapa sawit (Ariyanti et al., 2017).
Tanaman kelapa (Cocos nucifera Linn.) adalah tanaman serba guna atau dengan kata lain tanaman yang memilikii nilai jual yang tinggi. Seluruh bagian tanaman kelapa dapat dipergunakan untuk kepentingan manusia, sehingga tanaman ini sering dijuluki sebagai pohon kehidupan (tree of life) karena keseluruhan dari bagian tanaman ini mulai dari akar, batang, daun dan buahnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia sehari-hari. Buah kelapa dapat digunakan sebagai sumber pangan, olahan minyak goreng dan minyak apus tradisional. Hasil samping dari buah kelapa yaitu air kelapa yang mengandung mineral tinggi dan mampu untuk mengatasi dehidrasi pada tubuh. Batang tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan bagunan, akarnya dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional serta daunnya dapat diolah sebagai macam kerajinan tangan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Sehingga tidak heran bahwa tanaman kelapa banyak dibudidayakan karena banyak manfaat yang dihasilkan dari tanaman tersebut (Ariyanti et al., 2018).
Ketiga jenis tanaman ini umumnya diserang oleh hama dan patogen penyebab penyakit hampir bersamaan. Tanaman pinang sering terserang penyakit berupa leaf blight atau daun menguning dimana terdapat bercak-bercak coklat kekuningan pada helaian daun, busuk buah yang disebabkan Phytophtora arecae, busuk pucuk, daun menguning (yellow leaf disease) penyebabnya adalah mycloplasm like organism (MLO) (Sastrahidayat, 2016). Pada umumnya penyakit pada tanaman kelapa diakibatkan oleh aktivitas mikroorganiseme seperti jamur dan bakteri. Penyakit yang sering menyerang tanaman kelapa adalah penyakit
6
busuk pucuk kelapa yang disebabkan oleh jamur Phytophtora palmivora, penyakit gugur buah, penyakit layu kuning (Lethal Yellowing), busuk akar yang diakibatkan oleh jamur dari genus Ganoderma dan penyakit bercak daun (Ibrahim et al., 2010). Penyakit yang sering menyerang tanaman kelapa sawit adalah penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Ganoderma boninense, busuk pucuk akibat serangan jamur Phytophtora palmivora, penyakit layu fusarium, bercak daun, penyakit bercak daun yang disebabkan jamur-jamur patogenik seperti Curvularia, Cochiobolus, Dreschlera dan penyakit tajuk (Crown disease) (Defitri, 2015).
2.2 Penyakit Busuk Pangkal Batang
Rendahnya kualitas dan produksi kelapa sawit salah satu disebabkan oleh tingginya serangan jamur penyebab penyakit. Jamur penyebab penyakit yang umum menyerang kelapa sawit ini biasanya sering dijumpai akibat infeksi dari jamur yaitu Ganoderma boninense yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang pada kelapa sawit (Setyamidjaya, 2006). Pada awalnya penyakit yang disebabkan oleh G. boninense ini terlihat dari tanaman yang sudah tua, akan tetapi baru-baru ini gejala yang disebabkan oleh jamur ini terlihat pada tanaman yang masih muda dapat dilihat Gambar 2.1. Gejala awal yang tampak lebih parah sehingga perlu dilakukan penanaman kembali (Susanto et al., 2005).
Gambar 2.1 Infeksi busuk pangkal batang pada kelapa Sawit. (A) Tubuh buah G.
boninense, (B) Batang kelapa sawit yang terserang penyakit busuk pangkal batang, (C) Tanaman kelapa sawit yang terserang G.boninense. Sumber: Rakib et al., 2014.
Penyakit busuk pangkal batang adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Ganoderma boninense. Penyakit ini memiliki gejala awal yang mirip dengan kondisi kekeringan, dimana daun muda tidak terbuka dibandingkan dengan kelapa sawit normal, daun juga terlihat layu dan pelepah mudah patah. Hal ini menunjukkan adanya masalah dari batang atau sistem perakaran dimana
A B C
7
pengambilan air menjadi terbatas (Corley and Tinker, 2003). Seluruh tajuk menjadi putih kekuningan karena berkurangnya asupan air dan zat hara sebagai tanda rusaknya sistem perakaran sehingga pengisapan air di dalam tanah menjadi terganggu. Peristiwa ini ditandai dengan bertambahnya jumlah daun tombak (daun yang belum terbuka) hingga 2 sampai 4 daun pada bagian pucuk. Lebih lanjut lagi, dimana daun-daun sebelah bawah tajuk akan berangsur-angsur merunduk, tetapi pada bagian atas tetap tegak atau tidak mau membuka, sehingga timbul celah kosong yang membekah dua tajuk tersebut. Daun-daun tua akhirnya mengering dan rontok menutupi ujung batang dari pohon (Semangun, 2008).
Gejala pada tanaman muda terlihat dari gejala eksternal yang tampak seperti menguningnya sebagian atau seluruhnya permukaan daun. Pola belang pada daun diikuti dengan adanya gejala klorosis. Ukuran daun yang relatif kecil dari ukuran daun normal pada biasanya dan juga mengalami nekrosis pada bagian ujungnya. Gejala juga dapat dilihat dai tanaman kelihatan lebih pucat dari tanaman yang ada di sekitarnya (Arifin et al., 2000; Sinaga et al., 2003).
Mekanisme Ganoderma dalam merusak tanaman kelapa sawit berdasarkan aktivitas enzim-enzim dalam mendegradasi komposit tanaman kayu seperti enzim selulase, lignin peroksidase yang dimanfaatkan sebagai sumber makanan dan juga enzim laccase yang diproduksi oleh Ganoderma (Trevor et al., 1999). Hal ini dapat menggangu proses pengangkutan air dan unsur hara yang dibutuhkan oleh kelapa sawit sehingga memunculkan gejala yang tampak seperti daun yang menguning serta mahkota yang melebar (Lianghat et al., 2014).
Penyakit busuk pangkal batang juga terdapat pada tanaman arecaceae lainnya seperti tanaman pinang dan kelapa. Pada tanaman pinang busuk akar atau pangkal batang disebabkan oleh jamur Fusarium sp dan Rhizobacteria sp serangan jamur ini menyebabkan tanaman menjadi layu. Tanaman pinang juga diserang oleh jamur Ganoderma lucidum yaitu penyakit yang menyebabkan busuk akar (foot root). Penyakit ini timbul karena terjadinya penyebaran miselium Ganoderma pada awal penanaman (Sastrahidayat, 2016). Pada tanaman kelapa penyakit yang disebabkan oleh serangan jamur dari genus Ganoderma adalah penyakit busuk akar. Gejala pembusukan akar akibat permukaan air tanah yang dangkal, drainase jelek dan tatanan udara yang buruk (Ibrahim et al., 2010).
8
2.3 Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang
Pengendalian penyakit busuk pangkal ini melibatkan teknik kontrol mekanis dan kimiawi. Kegagalan dari pengendalian penyakit ini disebabkan dari karakteristik Ganoderma boninense dimana jamur ini terbawa oleh tanah sehingga fungisida menjadi tidak efektif karena telah terjadi degradasi di dalam tanah sebelum mencapi targetnya. Selain itu, G. boninense juga memiliki banyak fase istirahat termasuk miselium resisten, basidiospora dan klamidospora. Untuk mengatasi kerusakan yang disebabkan oleh G.boninense pendekatan yang tepat dilakukan adalah dengan menggunakan agen pengendalian secara biologis dengan memanfaatkan jamur endofit pada tanaman inangnya (Susanto et al., 2005).
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk pencegahan penyakit yang disebabkan Ganoderma antara lain dengan mendata tanaman yang berumur empat tahun keatas. Pohon-pohon yang terserang ditandai dengan menggunakan cat.
Tanaman yang sudah terinfeksi parah perlu segera ditumbangkan. Pemakaian tanaman yang toleran. Pengobatan dengan menggunakan fungisida untuk menghambat laju pertumbuhan jamur patogen yang menghambat pohon kelapa sawit (Pahan, 2008). Pencegahan dapat juga dilakukan dengan penyeleksian yang ketat terhadap bibit kelapa sawit yang akan ditanam yaitu dengan cara memilih induk yang resisten terhadap serangan penyakit busuk pangkal batang (Fauzi et al., 2012).
Pencegahan penyakit pada tanaman diantaranya dapat dilakukan dengan cara pembongkaran atau pembakaran tanaman yang terserang oleh penyakit serta dilakukannya pemuliaan tanaman dan pembersihan areal kebun (Satyawibawa et al., 2001). Pencegahan lain juga dapat dilakukan dengan menaman varietas kelapa sawit yang resisten terhadap serangan dari G. boninense atau mencari gen-gen ketahanan dari kelapa sawit terhadap Ganoderma (Idris et al., 2004).
Pengendalian patogen penyakit tanaman perkebunan kelapa sawit dituntut harus sesuai dengan perlindungan kualitas lingkungan. Penggunaan pestisida dilaporkan dapat menurunkan kualitas ekosistem dari tanah sehingga akan menyebabkan penurunan dari produksi tanaman (Julyanda, 2011). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pengendalian patogen penyakit tanaman adalah dengan memanfaatkan jamur endofit. Jamur endofit hidup dalam jaringan
9
tanaman inang tanpa menimbulkan kerugian dari tanaman inang tersebut dan juga menghasilkan enzim yang berpotensi untuk agen biokonrol (Berg, 2009).
2.4 Jamur Endofit Dari Tanaman Arecaceae
Jamur endofit adalah jamur yang hidup didalam jaringan tumbuhan inangnya tanpa menimbulkan dampak negatif langsung yang nyata. Selain jamur, mikroba endofit bisa juga berupa bakteri, namun jenis jamur yang lebih sering diisolasi (Maksum, 2005). Endofit mengacu pada endosimbion yang menjajah bagian dalam tumbuhan tanpa menyebabkan penyakit apapun pada inang tumbuhan (Schulz dan Boyle, 2006). Kolonisasi atau kehadiran oleh organisme endofit pada jaringan tanaman tidak dapat dianggap sebagai penyebab penyakit, karena penyakit tanaman menghasilkan gejala akibat interaksi antara inang, parasit, vektor dan lingkungan (Lumyong et al., 2009). Jamur endofit menjalin hubungan mutualistime dengan tanaman dan menghasilkan metabolit sekunder sebagai pemacu pertumbuhan tanaman atau peningkat ketahanan tanaman terhadap hama dan patogen tanaman tertentu, serta faktor abiotik seperti stres lingkungan dan kekeringan (Golinska et al., 2015). Jamur endofit yang diisolasi dari tanaman arecaceae dapat dimanfaatkan sebagai pengendali patogen penyakit tanaman.
Kelompok jamur endofit yang diisolasi dari tanaman arecaceae memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai metabolit sekunder dengan bioaktivitas yang berbeda. (Suryanarayana, 2000). Penelitian dari Maheshwari et al (2018) telah berhasil mengidentifikasi beberapa jamur endofit dari tanaman pinang (Areca catechu) diantaranya adalah Fusarium solani, Cladosporium sphaerospermum, Curvularia lunata, Alternaria tenuissima, Aspergillus stellatum, Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Drechslera hawasiensis, Penicillium.
Anggota genus Cordyceps yang diisolasi dari tanaman kelapa telah dilaporkan sebagai biokontrol terhadap Lecopholis coneophora, agen penyebab lundi akar kelapa (Kumar dan Aparna, 2014). Trichoderma viride sebagai aplikasi tanah terhadap Ganoderma lucidum sebagai agen pengendali penyebab busuk akar dan menunjukkan induksi yang lebih tinggi terkait pertahanan enzim (Rajendran et al., 2015).
10
2.5 Agen Pengendali Hayati Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Kelapa Sawit
Pengendalian Ganoderma boninense pada kelapa sawit dilakukan secara hayati dengan memanfaatkan agensia hayati. Jamur endofit adalah salah satu alternatif pengendali busuk pangkal batang pada kelapa sawit yang disebabkan G.
boninense yang dapat dimanfaatkan (Wahyu et al., 2019). Hampir keseluruhan tanaman tingkat tinggi dapat memiliki beberapa jamur endofit yang mampu menghasilkan metabolit sekunder atau senyawa biologi. Sekarang ini jamur endofit mendapat perhatian yang khusus karena diketahui jamur endofit mampu memberi perlindungan pada tanaman inang dari serangan organisme perusak tanaman seperti patogen maupun hama. Selain itu, jamur endofit juga diketahui mampu mempengaruhi interaksi tanaman terhadap lingkungannya, termasuk mengubah jalannya interaksi tanaman inang dengan patogen. Keuntungan dari penggunaan jamur endofit juga bertindak sebagai stimulasi pertumbuhan akar dan menghasilkan agen biologis termasuk antibiotik (Zabalgogeazcoa, 2008).
Kemampuan jamur endofit untuk berkembang dan bertahan dari titik inokulasi ke jaringan lainnya dikenal dengan kapasitas agresifitas. Sifat agresif berhubungan dengan kecepatan pertumbuhan jamur untuk melakukan kolonisasi ruang yang tersedia. Sifat agresif penting untuk agen hayati karena keseluruhan dari fase pertumbuhan dapat terinfeksi dan terjadi pada setiap saat di seluruh bagian jaringan. Dengan demikian kemampuan agen hayati bukan hanya dituntut untuk memiliki kemampuan mengkoloni pada inang, tetapi juga harus mampu terdistribusi ke seluruh jaringan yang merupakan karakter dari agresivitas jamur.
Agen hayati yang berpotensi adalah agen hayati yang memiliki kemampuan endofitik untuk berkembang jauh dari titik awal inokulasi ke seluruh jaringan inang (Sobowale et al., 2011).
Beberapa mekanisme jamur endofit dalam menghambat pertumbuhan patogen dapat berupa hiperparasit, antibiosis, kompetisi, ketahanan terimbas, lisis dan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) (Sharma et al., 2013).
Menggunakan agen hayati maupun fungisida dapat menghambat pertumbuhan patogen pada tanaman inang dalam berkompetisi akan ruang dan nutrisi (Otten et al., 2004).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober 2021 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
3.2 Bahan-bahan Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan untuk isolasi jamur endofit adalah akar tanaman kelapa (Cocos nucifera Linn.) dan pinang (Areca catechu Linn.). Akar dari kedua tanaman tersebut diperoleh dari tanaman yang tumbuh di sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara dan wilayah Kelurahan Padang Bulan. Jamur uji Ganoderma boninense diperoleh dari koleksi Laboratorium Mikrobiologi Universitas Sumatera Utara. Jamur G. boninense dikultivasi dan diperbanyak pada medium Potato Dextrose Agar (PDA). Medium-medium digunakan dalam penelitian ini adalah medium untuk isolasi jamur endofit yaitu Potato Dextrose Agar (PDA) dengan komposisi (g L-1) adalah potato extract 40 g, glukosa 20 g, agar 15 g, akuades 1000 ml. Medium untuk produksi senyawa anti jamur yaitu medium Potato Dextrose Broth (PDB) komposisinya adalah potato extact 4 g, glukosa 20 g, akuades 1000 ml. Medium uji kemampuan kitinolitik yaitu medium Colloidal Chitin Bromocresol Purple (CCBP) komposisinya adalah MgSO4. 7H2O 0,3 g, (NH4)SO4 3,0 g, KH2PO4 2,0 g, koloidal kitin 4,5 g/l, Tween-80 200 µL, bromocresol purple 0,15 g, akuades 1000 ml. Medium untuk uji kemampuan glukanolitik adalah medium glukan agar. Komposisi medium glukan adalah laminarin 90% 6 g, KH2PO4 0,9 g, K2HPO4 0,39 g, NaCl 1,5 g, (NH4)2SO4 0,3 g, MgSO4. 7H2O 0,072 g, ekstrak kamir 0,9 g, agar bakto 12 g dan akuades 600 ml.
3.3 Isolasi Jamur Endofit
Isolasi jamur endofit dari akar tanaman kelapa dan pinang dilakukan dengan prosedur yang dilakukan oleh Yurnaliza et al (2014). Sampel akar yang
12
diperoleh dari lapangan dimasukkan ke dalam plastik steril, kemudian dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi untuk dilakukan isolasi jamur endofit. Akar tanaman dicuci dengan air mengalir selama 20 menit, kemudian dipotong-potong sepanjang 1-2 cm. Sterilisasi permukaan akar dilakukan dengan cara merendam potongan akar secara berurutan dengan larutan etanol 75% selama 2 menit, larutan natrium hipoklorit 5,3% selama 5 menit. Terakhir akar dibilas dengan akuades steril sebanyak 2 kali dan dikeringkan di atas kertas saring steril.
Potongan akar selanjutnya diletakkan pada media PDA yang telah dicampur dengan antibiotik kloramfenikol dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3-6 hari.
Koloni yang muncul disubkultur pada media PDA yang baru untuk dilakukan pemurnian.
3.4 Uji Antagonis Jamur Endoft dari Akar Terhadap Ganoderna boninense
Uji antagonis jamur endofit isolat akar kelapa dan pinang terhadap jamur Ganoderma boninense dilakukan dengan metode dual culture. Jamur endofit dan G. boninense ditumbuhkan dalam cawan petri yang berisi medium PDA. Kedua inokulum jamur ditempatkan pada dua titik yang berlawanan dengan jarak sejauh 3 cm. Cawan petri yang ditumbuhi kultur jamur tersebut diinkubasi selama 5 hari dan diamati setiap hari zona hambat pada perubahan pertumbuhan G. boninense yang terjadi. Kemampuan jamur endofit menghambat pertumbuhan G. boninense diukur berdasarkan nilai selisih ukuran jari-jari pertumbuhan miselium G.
boninense kearah jamur uji dengan ukuran jari-jari miselium jamur G. boninense yang teruji. Hasil pengukuran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Yurnaliza et al., 2014).
% Hambatan Pertumbuhan Miselium= R1 – R2 × 100%
R1
R1 :Jari-jari koloni jamur patogen yang berlawanan arah dengan jamur endofit R2 :Jari-jari koloni jamur patogen yang arah pertumbuhan mendekati koloni
jamur endofit.
13
3.5 Karakterisasi Jamur Endofit Yang Berpotensi
Isolat jamur endofit yang memiliki persentase hambatan >50% kemudian dipilih dan dilakukan ke tahap selanjutnya yaitu karakterisasi secara makroskopis dan mikroskopis. Karakterisasi jamur endofit secara makroskopis meliputi bentuk koloni, warna koloni, kecepatan pertumbuhan. Pengamatan secara mikroskopis meliputi bentuk hifa, bentuk koloni dan ada tidaknya spora aseksual. Identifikasi dilakukan berdasarkan buku identifikasi jamur yang ada antara lain adalah buku Barnet dan Hunter (1972).
3.6 Mekanisme Antagonis Jamur Endofit
Jamur endofit dengan potensi antagonistik tinggi dikoleksi sebanyak 2 isolat dari setiap sampel dan selanjutnya dievaluasi mekanisme antagonis dari masing-masing isolat secara in-vitro. Kemampuan antagonis jamur endofit yang akan dilihat adalah kemampuan produksi senyawa antijamur berupa metabolit sekunde enzim kitinase dan glukanase
3.6.1 Kemampuan Antijamur
Jamur endofit terpilih ditumbuhkan pada media PDA. Produksi antijamur di medium Potato Dextrose Broth (PDB) dilakukan dengan menginokulasikan isolat jamur endofit dan diinkubasi selama 5 hari dalam orbital shaker dengan kecepatan 110 rpm. Setelah diinkubasi ditambahkan 10 ml larutan etil asetat untuk mengikat senyawa antijamur pada saat pengguncangan. Fraksi etil asetat kemudian dikumpulkan dan diuapkan hingga diperoleh ekstrak kering. Ekstrak etil asetat dilarutkan dengan dimetil sulfoksida (DMSO) dan diambil sebanyak 30 µL dan diteteskan pada kertas cakram steril. Kertas cakram yang telah ditetesi kemudian ditempatkan pada sisi luar koloni G. boninense dengan jarak 0,5 cm dari pinggir miselium. Dibuat kontrol dengan kertas cakram yang hanya berisi DMSO. Kemudian hambatan miselium dicatat dan dihitung dengan rumus (Yurnaliza et al., 2014).
14
% Hambatan Pertumbuhan Miselium = R1 – R2 × 100%
R1
R1 : Jari-jari pertumbuhan miselium G. boninense ke arah kontrol R2 : Jari-jari pertumbuhan miselium G. boninense ke arah perlakuan
3.6.2 Aktivitas Kitinase
Isolat jamur endofit diambil pada bagian tepi koloni, dipotong dengan menggunakan cork borer kemudian diinokulasikan secara steril pada medium Colloidal Chitin Bromocresol Purple (CCBP). Kultur jamur diinkubasi pada suhu ruang selama 6-7 hari. Kemudian pembentukan warna ungu yang terlihat pada medium di sekitar koloni jamur dicatat dan didokumentasikan (Yurnaliza et al., 2014). Semakin kuat warna ungu yang terbentuk menandakan kemampuan kitinolitik jamur semakin tinggi.
3.6.3 Aktivitas Glukanase
Isolat jamur endofit yang telah dipotong menggunakan cork borer akan diuji aktivitas glukanolitiknya dengan cara diinokulasikan pada medium glukan agar yang mengandung laminarin 1%, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 2 hari dengan suhu 28ºC. Zona bening yang dihasilkan dari sekitar koloni merupakan aktivitas glukanase dari jamur endofit setelah diteteskan pewarna congo red 0,1% dan NaCl 1M pada medium. Sebanyak 1 tetes pewarna congo red 0,1% diteteskan dan diinkubasi selama 5 menit diruang gelap. Akan terlihat warna bening pada permukaan setelah dibilas dengan NaCl 1M. Kemudian hitung indeks glukanolitik dengan rumus (Sarimunggu, 2019):
Indeks glukanolitik: 𝐴−𝐵
𝐵
A: Diameter zona bening B: Diameter koloni
15
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakter Isolat Jamur Endofit Tanaman Kelapa dan Pinang
Hasil isolasi jamur endofit dari akar tanaman kelapa dan pinang diperoleh masing-masing sebanyak 5 isolat. Semua isolat memiliki karakter yang bervariasi baik koloni maupun morfologi makroskopisnya. Permukaan koloni umumnya seperti berbulu-bulu halus seperti kapas dan juga seperti beludru yang menyebar menutupi permukaan medium. Bentuk lain dari pertumbuhan miselium jamur terlihat seperti garis konsentris yang melingkar. Pola pertumbuhan miselium seperti ini ditemukan pada isolat jamur endofit dari akar pinang. Miselium jamur umumnya tumbuh dengan kecepatan yang bervariasi dan memenuhi petri berukuran 90 mm dalam kisaran waktu 3-6 hari (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Karakter morfologi isolat jamur dari akar tanaman kelapa (Ka) dan pinang (Pi) pada medium PDA.
No. Nomor Isolat
Permukaan Koloni
Bentuk Koloni
Spora Warna Koloni
Kecepatan Pertumbuhan 1. Ka 01 Beludru Filamentous Ada Putih
kehitaman
Cepat 2. Ka 03 Beludru Filamentous Ada Putih
kehitaman
Lambat 3. Ka 05 Kapas
halus
Filamentous Ada Putih kehitaman
Sedang 4. Ka 06 Kapas
halus
Filamentous Ada Putih kehitaman
Cepat 5. Ka 07 Beludru Filamentous Ada Hijau Cepat 6. Pi 01 Kapas
halus Filamentous Ada Coklat
muda Cepat 7. Pi 03 Beludru Filamentous Ada Putih Lambat 8. Pi 05 Beludru Konsentris Ada Hijau tua Cepat 9. Pi 06 Kapas
halus
Filamentous Ada Putih kehitaman
Sedang 10. Pi 07 Beludru Filamentous Ada Ungu Sedang Keterangan: Cepat: 1-3 hari, Sedang: 4-6 hari, Lambat: lebih dari 6 hari (isolat
jamur ditumbuhkan pada media PDA). Kecepatan pertumbuhan isolat jamur diamati dari umur jamur sampai memenuhi cawan petri.
Ka (isolat jamur endofit dari akar kelapa), Pi (isolat jamur endofit dari akar pinang).
16
Jamur endofit yang diperoleh dari kedua sumber isolat didominasi oleh jamur dengan bentuk pertumbuhan miselium yang menyebar dengan permukaan miselium berbulu seperti kapas atau beludru. Warna koloni untuk jamur endofit yang diisolasi dari akar kelapa didominasi oleh warna putih kehitaman, sedangkan jamur endofit yang diisolasi dari akar pinang lebih memiliki warna yang bervariasi seperti putih, ungu, hitam dan hijau (Gambar 4.1). Warna yang bervariasi di permukaan koloni merupakan warna spora atau konidia jamur.
Warna koloni yang ditumbuhkan pada medium tertentu bisa dijadikan sebagai karakterisasi awal untuk membedakan satu jenis jamur dengan jenis lainnya.
Umumnya spora yang berwarna hitam adalah berasal dari genus Colletotrichum, Curvularia dan Bostrytis. Spora yang berwarna hijau berasal dari genus Trichoderma, Aspergillus dan Penicillium. Spora yang berwarna ungu berasal dari genus Fusarium (Pitt dan Hocking 2009).
Gambar 4.1 Karakter morfologi koloni jamur endofit dari akar kelapa dan pinang.
Keterangan: Ka : Isolat jamur endofit dari akar tanaman kelapa Pi : Isolat jamur endofit dari akar tanaman pinang
Karakterisasi jamur menurut Barnet dan Hunter (1998) dapat dilakukan dengan mengamati ciri dan morfologi koloni baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi warna, permukaan koloni (granular, seperti tepung/serbuk, beludru, kapas, licin), tekstur, warna balik koloni (reverse color), zonasi daerah tumbuh serta garis-garis radial dan konsentris. Pada pengamatan mikroskopis dapat dilakukan dengan mengamati hifa dan adanya spora aseksual.
17
Kemampuan pertumbuhan miselium jamur endofit dalam media PDA ada yang cepat dan ada yang lambat. Sebanyak 5 isolat jamur endofit yang memiliki kemampuan pertumbuhan cepat yaitu Ka 01, Ka 06, Ka 07, Pi 01 dan Pi 05 dapat memenuhi petri ukuran 90 mm dalam waktu ≤ 3 hari. Isolat jamur yang kemampuan pertumbuhannya lambat yaitu Ka 03 dan Pi 03 dalam waktu > 6 hari.
Perbedaan pertumbuhan pada isolat jamur dipengaruhi oleh jenis jamur tersebut serta kemampuan adaptasinya dalam medium pertumbuhan, peluang pertumbuhan isolat jamur dipengaruhi oleh nutrisi yang ada pada medium (Brooks et al., 2013).
4.2 Kemampuan Antagonis Isolat Jamur Endofit Terhadap Ganoderma boninense
Jamur endofit yang diisolasi dari akar tanaman kelapa dan pinang memiliki kemampuan antagonis terhadap G. boninense dengan nilai persentase hambatan koloni berkisar antara 21,42% sampai 68% (Tabel 4.2). Sebanyak 5 isolat memiliki nilai persentase hambatan miselium diatas 50% yaitu Ka 03, Ka 05, Ka 07, Pi 05 dan Pi 07. Untuk penelitian dipilih 2 isolat jamur endofit dari masing-masing tanaman dengan persentase hambatan yang paling tinggi yaitu Ka 03 dan Ka 07 isolat dari akar kelapa, Pi 05 dan Pi 07 dari akar pinang.
Tabel 4.2 Persentase hambatan pertumbuhan miselium (% HPM) jamur endofit dari akar tanaman kelapa dan pinang pada media PDA.
No. Nomor Isolat HPM (%)
1. Ka 01 21,73
2. Ka 03 65,38
3. Ka 05 52
4. Ka 06 48,14
5. Ka 07 68
6. Pi 01 27,77
7. Pi 03 21,42
8. Pi 05 64,28
9. Pi 06 45
10. Pi 07 51,85
Keterangan: Ka: Isolat jamur dari akar tanaman kelapa, Pi: Isolat jamur dari akar tanaman pinang.
Pola hambatan pertumbuhan miselium jamur G. boninense oleh jamur endofit bervariasi. Beberapa jamur endofit menunjukkan pola penghambatan yang
18
terlihat jelas (Gambar 4.2 Ka 05 dan Ka 06), dan yang lain terlihat miselium G.
boninense ditutupi oleh miselium endofit (Gambar 4.2, Ka 03 dan Pi 01). Jika diperhatikan dengan seksama, di sekitar daerah pertemuan antara miselium jamur endofit dan G. boninense terlihat zona bening yang tipis yaitu pada isolat Ka 05, Ka 06, Ka 07, Pi 03 dan Pi 05. Zona bening ini adalah zona interaksi yang kemungkinan beberapa mekanisme antagonis terjadi di daerah tersebut seperti kompetisi, mikoparasit dengan menghasilkan enzim hidrolitik dan produksi senyawa anti jamur.
Gambar 4.2 Uji antagonis jamur endofit (e) dari akar tanaman kelapa (atas) dan pinang (bawah) terhadap Ganoderma boninense
Mekanisme yang dilakukan antagonis agen hayati jamur endofit terhadap jamur patogen yaitu dapat berupa mikoparasitisme dengan cara hifanya menghimpit ke arah jamur patogen yang diserangnya kemudian jamur antagonis tersebut akan mendegradasi dinding sel jamur patogen (Arwiyanto, 2003). Sifat antagonis yang muncul pada jamur yang ditumbuhkan dalam tempat yang sama akan terlihat jelas terjadi kompetisi, di mana jamur endofit dan jamur patogen akan berkompetisi dalam mendapatkan nutrisi yang ada pada medium tumbuh (Liswarni et al., 2018). Pada isolat Pi 01 terlihat jelas bahwa terjadi kompetisi untuk mendapatkan tempat dan makanan. Hifa jamur endofit menghimpit serta menutupi hifa dari jamur patogen.
Antagonis jamur endofit juga dapat disebabkan oleh senyawa anti jamur yang dihasilkan. Beberapa jamur endofit menghasilkan senyawa alkaloid dan mikotoksin sehingga dapat digunakan untuk agen pengendali hayati serta untuk
19
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit (Sudantha dan Abadi, 2007). Adanya perbedaan luas koloni jamur pada media menandakan adanya mekanisme kompetisi terhadap makanan dan ruang. Besar kecilnya koloni jamur endofit menunjukkan adanya kemampuan untuk melakukan kompetisi dengan jamur patogen. Semakin luas pertambahan koloni jamur endofit berarti semakin besar kemampuannya untuk berkompetisi dengan patogen (Sunarwati dan Yoza, 2010).
Mekanisme penghambatan yang terjadi pada uji antagonis melalui mekanisme antibiosis dapat dilihat dari terbentuknya zona bening sebagai zona penghambatan pertumbuhan bagi jamur patogen (Purwantisari dan Hastuti., 2009). Terbentuknya zona hambat antara jamur endofit dengan jamur patogen diduga karena adanya senyawa aktif yang dihasilkan oleh jamur endofit. Menurut Berlian et al. (2013), antibiosis adalah aktivitas antagonisme yang melibatkan senyawa enzim, hasil metabolit penyebab lisis atau suatu toksin yang dihasilkan mikroorganisme.
4.3 Karakteristik Mikroskop Isolat Jamur Endofit yang Berpotensi
Karakteristik morfologi isolat Ka 03, Ka 07, Pi 05 dan Pi 07 berdasarkan morfologi miselium secara mikroskopis. Isolat Ka 03 kemungkinan merupakan jamur dari Genus Mucor dilihat dari konidia berbentuk semi bulat hingga bulat, hifa tidak bersepta kadang-kadang membentuk cabang, kolumela berbentuk bulat dan tumbuh pada seluruh miselium (Gambar 4.3). Menurut Rubert (1972) dalam Septia (2012), Mucor sp mempunyai sporangia bulat, seperti silindris, seperti buah pear atau pemukul bola.
Isolat Ka 07 kemungkinan merupakan Genus Trichoderma karena memiliki konidiofor becabang menyerupai piramida dimana semakin ujung percabangan semakin pendek (Gambar 4.3). Konidia bebentuk oval, memiliki koloni berwarna kehijauan dan setelah dewasa akan bewarna hijau tua atau hijau kekuningan. Sebagian koloni Trichoderma memiliki bentuk koloni yang menyerupai pola lingkaran.
Hasil isolasi jamur endofit dari akar tanaman pinang diperoleh 2 isolat yang berpotensi yaitu Pi 05 dan Pi 07. Isolat Pi 05 merupakan jamur dari Genus
20
Trichoderma. Pengamatan secara mikroskopis menjelaskan bahwa Trichoderma sp memiliki miselium hialin, mempunyai banyak cabang dan bersekat. Fialid yang tunggal pada setiap percabangan konidiofor, bentuk fialid bulat lebar dan bergerombol pada ujung fialid (Septia, 2012).
Isolat Pi 07 kemungkinan merupakan jamur dari Genus Fusarium sp.
Karakter Fusarium secara umum memiliki makrokonidium berbentuk bulan sabit, pada bagian ujungnya meruncing dan mengecil serta terdapat pedicellate yaitu berkas tangkai konidiofor pada bagian ujung makrokonidium (Hanlin et al., 1999)
Gambar 4.3 Karakteristik mikroskopis isolat jamur dari akar tanaman kelapa dan
pinang. Pewarna Lactophenol Cotton Blue, Scale bar 100 µm (Perbesaran 40×).
4.4 Mekanisme Antagonis Jamur Endofit
Mekanisme antagonis jamur endofit dalam menghambat Ganoderma boninense diamati dari kemampuan jamur endofit dalam memproduksi senyawa antijamur dan enzim-enzim lisis yang dihasilkan berupa kitinase dan glukanase.
21
4.4.1 Aktivitas Antijamur Ekstrak Etil Asetat
Ekstrak etil asetat jamur endofit yang diujikan terhadap Ganoderma boninense menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan misleium yang bervariasi dengan % HPM berkisar antara 40-51 %. Estrak etil asetat jamur endofit dengan kemampuan menghambat yang tinggi dihasilkan oleh isolat Ka 03 (Tabel 4.3 dan Gambar 4.4) memiliki hasil yang berbeda-beda dalam menghambat G. boninense. Adanya perbedaan hasil tersebut kemungkinan dikarenakan perbedaan jenis dan kadar senyawa antijamur yang dihasilkan jamur endofit.
Tabel 4.3 Aktivitas senyawa antijamur
No. Nomor Isolat Persentase Hambatan Pertumbuhan Miselium Ekstrak Etil Asetat (% HPM)
1. Ka 03 51,8%
2. Ka 07 40,7%
3. Pi 05 47,82%
4. Pi 07 34,78%
Keterangan: Ka: isolat jamur endofit dari akar kelapa, Pi: isolat jamur endofit dari akar pinang.
Gambar 4.4 Gambaran hambatan pertumbuhan Ganoderma boninense oleh senyawa antijamur yang dihasilkan jamur endofit yang dikultivasi pada medium PDA.
Pada penelitian ini digunakan bahan pelarut etil asetat. Pelarut etil asetat bersifat semi polar yang digunakan untuk mengikat senyawa antijamur yang dihasilkan oleh jamur endofit yang dikulturkan pada medium PDA. Kemampuan menghambat senyawa antijamur dari setiap jamur endofit yang diujikan bervariasi tergantung dengan organismenya.
22
4.4.2 Aktivitas Kitinase Secara Kualitatif
Aktivitas kitinase secara kualitatif dilakukan terhadap 4 isolat jamur endofit yang berpotensi dengan menghidrolisis kitin. Aktivitas kitinase diamati dengan melihat perubahan warna yang terbentuk pada medium pertumuhan yang diberi indikator warna. Indikator warna yang digunakan adalah bromocresol purple. Penambahan bromocresol purple digunakan sebagai indikator pH.
Perubahan warna yang terjadi menyebabkan adanya peningkatan pH dari media asam menjadi basa. Semakin kuat warna ungu yang terbentuk menandakan kemampuan kitinolitik jamur semakin tinggi.
Gambar 4.5 Aktivitas kitinolitik jamur endofit akar kelapa dan pinang pada media CCBP dengan penambahan koloidal kitin dan indikator warna bromocresol puple, a) isolat Ka 03, b) isolat Ka 07, c) isolat Pi 05, c) isolat Pi 07.
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4
23
Kemampuan kitinolitik jamur endofit pada medium CCBP diujikan selama 4 hari. Isolat jamur yang memiliki kemampuan kitinolitik dapat terlihat dengan mudah berdasarkan perbedaan warna medium di bawah koloni jamur yang diujikan. Hasil aktivitas kitinase yang dilakukan dengan inkubasi selama 4 hari pada keempat isolat jamur yang berpotensi terlihat perbedaan yang nyata dari setiap jamur uji. Isolat jamur yang memiliki aktivitas kitinase yang paling tinggi adalah isolat Pi 05 terlihat dari warna ungu yang begitu pekat. Isolat jamur yang aktivitas kitinasenya rendah adalah Ka 03 dimana koloni ungu yang terbentuk kecil dan warnanya tidak begitu pekat. Adanya perbedaan warna ungu yang terbentuk di sekitar koloni jamur juga disebabkan karena adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan miselium tiap-tiap isolat. Penilaian aktivitas kitinoitik pada setiap jamur endofit dalam media CCBP terlihat bahwa hampir semua isolat jamur memiliki perubahan warna pada media di sekitar koloni jamur dari kuning menjadi ungu dengan kontras warna yag bervariasi.
Perubahan warna terjadi karena adanya aktivitas enzim kitinase dari jamur endofit. Enzim ini menghidrolisis kitin menjadi monomer (N-asetilglukosamin) sehingga terjadi perubahan pH pada media dari asam menjadi basa (Yurnaliza et al., 2014). Bromocresol purple pada media berfungsi sebagai indikator pH.
Bromocresol purple akan berubah warna dengan pH anatara 5,2-6,8. Media yang digunakan akan berwarna kuning jika pH di bawah 5,2 dan menjadi ungu jika pH di atas 6,8. Semakin pekatnya warna ungu yang terlihat maka semakin besarnya aktivitas kitinase yang dihasilkan jamur endofit.
4.4.3 Aktivitas Glukanase Secara Kualitatif
Aktivitas glukanase secara kualitatif diujikan terhadap 4 isolat jamur endofit yang berpotensi antagonis terhadap G. boninense. Aktivitas glukanolitik yang dinyatakan dalam nilai indeks glukanolitik dari 4 isolat jamur tersebut menunjukkan nilai indeks antara 0,016 hingga 0,12. Ukuran zona bening yang tampak di sekitar koloni jamur yang tumbuh pada medium glukan agar yang mengandung laminarin 1%, menunjukkan perbedaan aktivitas glukanase dari tiap isolat jamur. Hasil pengukuran aktivitas glukanolitik dapat dilihat pada Tabel 4.4.
24
Tabel 4.4 Indeks glukanolitik dari isolat jamur endofit asal akar tanaman kelapa dan pinang secara kualitatif pada media glukan agar dalam waktu
inkubasi 2 hari
No. Nomor Isolat Diameter Zona Bening (mm)
Diameter Jamur (mm)
Indeks Glukanolitik
1. Ka 03 17,5 17,1 0,023
2. Ka 07 18,7 18,4 0,016
3. Pi 05 37,8 35,8 0,055
4. Pi 07 40,1 35,7 0,12
Keterangan: Ka : Isolat jamur endofit dari akar kelapa Pi : Isolat jamur endofit dari akar pinang
Indeks glukanolitik yang tertinggi dari isolat jamur akar kelapa adalah Ka 03 sebesar 0,023. Indeks glukanolitik tertinggi dari isolat jamur akar pinang adalah Pi 07 sebesar 0,12. Zona bening yang terbentuk di sekitar koloni jamur menunjukkan terjadinya aktivitas glukanase dari jamur dengan menghidrolisis senyawa organik dalam substrat (Gambar 4.6). Semakin besar zona bening yang terbentuk maka semakin besar aktivitas enzim gluknase yang dihasilkan.
Gambar 4.6 Aktivitas hidrolisis jamur glukanolitik pada media glukan agar, Ka:
isolat jamur endofit dari akar kelapa, Pi: isolat jamur endofit dari akar pinang.
β-1,3-glukanase adalah enzim yang digunakan untuk mendegradasi dinding sel jamur patogen, sehingga enzim ini dikategorikan sebagai salah satu jenis protein yang terkait dengan patogenitas. β-1,3-glukanase pada jamur memiliki jenis peran yang bervariasi yaitu pada proses morfolitik dan morfogenesis selama perkembangan dan diferensiasi, mobilisasi β-1,3-glukanase dengan kondisi kekurangan sumber energi dan karbon dengan mekanisme autolitik oleh enzim. Enzim glukanase yang telah dimurnikan akan menunjukkan aktivitas antifungi yang signifikan terhadap pertumbuhan jamur patogen (Budiarti dan Widyastuti, 2011).
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Isolat jamur endofit dari akar tanaman kelapa dan pinang diperoleh masing-masing sebanyak 5 isolat dengan morfologi koloni dan miselium yang bervariasi.
b. Dua isolat jamur endofit dari akar kelapa dengan kemampuan antagonis tetinggi terhadap Ganoderma boninense adalah Ka 07 dan Ka 03 dengan persen hambatan miselium (%HPM) masing-masing sebesar 68% dan 65,38%, sedangkan dari isolat akar pinang adalah Pi 05 dan Pi 07 dengan persen hambatan miselium masing-masing sebesar 64,28% dan 51,85%.
c. Jamur endofit yang memiliki mekanisme antagonis menghasilkan senyawa anti jamur yang tertinggi yaitu Ka 03, aktivitas kitinase yang tertinggi yaitu Pi 05 dan aktivitas glukanase yang tetinggi yaitu Pi 07 dengan indeks glukanolitik 0,12.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang identifikasi isolat jamur endofit dari akar tanaman kelapa dan pinang. Penelitian selanjutnya diharapkan melakukan uji enzim lainnya dan pemurnian enzim untuk mengetahui aktivitas enzim yang dihasilkan dari isolat jamur endofit akar kelapa dan pinang.
DAFTAR PUSTAKA
Alfizar, Marlina, Susanti F, 2013. Kemampuan Antagonis Trichoderma sp.
Terhadap Beberapa Jamur Patogen In-vitro. Jurnal Floratek. 8: 45-51.
Ariffin D, Idris AS, Singh G, 2000. Status of Ganoderma in Oil Palm. Publishing Wallingford UK. 49-68.
Ariyanti M, Soleh MA, Dewi IR, 2017. Sosialisasi Teknik Budidaya Kelapa Sawit Berbasis Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 1(6): 356-360.
Ariyanti M, Suherman C, Maxiselly Y, Rosniawaty S, 2018. Pertumbuhan Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.) dengan Pemberian Air Kelapa.
Jurnal Ilmu-ilmu Kehutanan dan Pertanian. 2(2): 201-212.
Arwiyanto T, 2003. Pengendalian Hayati Penyakit Layu Bakteri Tembakau.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 3(1): 54-60.
Barford AS, Hagen M, Borchsenius F, 2011. Twenty Five Years of Progress in Understanding Pollinantion Mechanisms in Palms (Arecaceae). Annals of Botany 108: 1503-1516.
Barnet HL, Hunter BB, 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Burgess Publishing Company. Minneapolis. Minesota.
Berg G, 2009. Plant–microbe interactions promoting plant growth and health perspectives for controlled use of microorganisms in Agriculture Applied Microbiology and Biotechnology 84: 11-18.
Berlian I, Setyawan B, Hadi H, 2013. Mekanisme Antagonisme Trichoderma spp. Terhadap Beberapa Patogen Tular Tanah. Warta Perkaretan 32(2):
74-82.
Brooks GF, Carrol KC, Butel JS, Morse SA, Mietzne TA, 2013. Mikrobiologi Kedokteran Jawets, Melnick dan Adelberg’s Ed 25. Kedokteran EGC.
Jakarta.
Budiarti SW, Widyastuti SM, Margino ST, 2004. β-1,3-Glucanase Enzyme Production by Tricoderma reeseiduring Mycoparasitism. Makalah Seminar Pertemuan Bioteknologi Indonesia, Malang.
Corley RHV, Tinke PBH, 2016. The Oil Palm. BlackWell Science Ltd. India.
Defitri Y, 2015. Identifikasi Patogen Penyebab Penyakit Tanaman Sawit (Elaeis giineensis Jacq.) di Desa Bartam Kecamatan Jambi Luar Kota. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 15(4): 129-133.
Fauzi Y, Widyastuti YE, Satyawibawa I, Paeru RH, 2012. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Golinska P, Wypij M, Agarkar G, Rathod D, Dahm H, Rai M, 2015. Endophytic Actinobacteria of Medicinal Plants: Diversity and Bioactivity. Antonie Van Leeuwenhoek 108: 267-289.
27
Hallmann J, A Quadt-Hallmann, W Miller, R Sikora, S Lindow, 2001. Endophytic Colonization of Plants by The Biocontrol Agent Rhizobium etli G12 in Relation to Meloidogyne incognita infection. Phytopathology. 91(4):
415-422.
Hanlin RT, Ulloa M, 1999. Illustrated Dictionary of Mycology. The American Phytopathological Society, Minnesota. 448.
Harborne J, 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Cetakan kedua. Penerjemah: Padmawinata, K. dan Soediro, K. Bandung. ITB.
Henderson A, 2002. Evolution and Ecology of Palms. Botanical Garden Press.
New York.
Ibrahim A, 2010. Pengembangan Sistem Pakar Identifikasi Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa. Jurnal Generic. 5(2): 22-27.
Idris ASA, Kushairi S, Isrnail, Ariffin, 2004. Selection For Partial Resistance In Oil Palm Progenies to Ganoderrna Basal Stem Rot. Journal of Oil Palm Research. 16 (2): 12-18.
Julyanda M, 2011. Keragaman dan Kelimpahan Cendawan Pada Rizosfer Kelapa Sawit Sehat dan Terserang G. boninense. Jurnal Penelitian Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kumar ST, Aparna NS, 2014. Cordyceps Species as a Biocontrol Agent Against Coconut Root Grub, Leucopholis coneophora Burm. J. Environ. Res.
Dev. 8: 614-618.
Kurniawan R, Pinem MI, Lisnawita, 2017. Pengaruh Pemberian Cendawan Endofit Asal Tanaman Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan Kelapa Sawit pada Tanah Terinfeksi Ganoderma spp. Jurnal Agroekoteknologi.
5 (2): 462-468.
Lestari W, Suryanto D, Munir E, 2017. Isolasi dan Uji Antifungal Ekstrak Metanol, Etil Asetat dan N-Heksana Bakteri Endofit dari Akar Tumbuhan Mentigi (Vaccinium varingaefolium). Jurnal Biosains. 3(3):
167-177.
Liswarni Y, Nurbailis, Busniah M, 2018. Eksplorasi Cendawan Endofit Dan Potensinya Untuk Pengendalian Phytophtora palmivora Penyebab Penyakit Busuk Buah Kakao. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. 4(2):
231-235.
Maheswari S, Rajagopal K, Meenashree B, Tuwar A, 2018. Distribution of Endophytic Fungi in Growing Areca catechu in Two Different Habitats.
Kavaka 50: 80-83.
Maksum R, 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit Dalam Perkembangan Obat Herbal. Maj. Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2(3):
113-126.
28
Nofiani R, Nurbetty S, Sapar A, 2008. Aktifitas Antimikroba Ekstrak Metanol Bakteri Berasosiasi Spons dari Pulau Lemukutan, Kalimantan Barat. E- Journal dan Teknologi kelautan Tropis. 1: 33-41.
Nurhayati, 2011. Penggunaan Jamur dan Bakteri dalam Pengendalian Penyakit Tanaman Secara Hayati yang Ramah Lingkungan. Prosiding Seminar Bidang Ilmu-ilmu Pertanian BKS-PTN Wilayah Barat Tahun 2011.
Universitas Sriwijaya, Palembang.
Otten W, Bailey DJ, CA Giligan, 2004. Empirical evidence of spatial threshold to control invasion of fungal parasites and saprotrophs. New Phytologyst 163: 125-132.
Pahan I, 2008. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Purwantisari S, 2009. Isolasi dan Identifikasi Cendawan Indigenous Rhizosfer Tanaman Kentang dari Lahan Pertanian Kentang Organik di Desa Pakis.
Magelang. Jurnal BIOMA. ISSN: 11(2): 45.
Radji M, 2005. Peranan bioteknologi dan mikroba endofit dalam pengembangan obat herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2 (3): 118-121.
Rahma A, Wahyuni M, Manurung S, 2019. Efektivitas Pupuk Dalam Beberpa Ukuran Sachet Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Jurnal Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet.
3(2):80-89.
Rajendran L, Akila R, Karthikeyan G, Raguchander T, Samiyappan R, 2015.
Related Enzyme Induction In Coconut By Endophytic Bacteria (EPC 5) Acta Phytopathol Entomol. Hungarica. 50:29-43.
Rakib MRM, Bong CJ, Khairulmazmi A, Idris AS, 2014. Genetic and Morphological Diversity of Ganoderma boninense Species Isolated From Infected Oil Palms (Elaeis guineensis). International Journal of Agriculture and Biology. 16(4): 691-699.
Rosmaneli, 2020. Analisis Sistem Pakar Diagnosa Hama dan Penyakit pada Tanaman Pinang Menggunakan Metode Forward Chainning. Jurnal Selodang Mayang. 6 (2):126-134.
Rubini MR, RTS Ribeiro, AWJ Pomella, CS Maki, WL Araujo, DR Dos Santos, JL Azevedo, 2005. Diversity of Endophytic Fungal Community of Cacao (Theobroma cacao L.) and Biological Control of Crinipellis perniciosa, Causal Agent of Witches’ Broom Disease. International Journal Bioogy Science. 1:24-33.
Sarimunggu L, 2019. Seleksi Bakteri Diazotrof Isolat Humus Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Sebagai Agen Pengendali Ganoderma boninense. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Sastrahidayat IR, 2016. Penyakit pada Tumbuhan Obat-obatan, Rempah, Bumbu dan Stimulam. UB Press. Malang.