• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BIBIT MANGGIS PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Umum Tanaman Manggis

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BIBIT MANGGIS PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN

The Morphological and Physiological Characteristics of Mangosteen Seedlings under Drought Stress

Abstrak

Tanaman manggis memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang dan jumlah akar yang terbatas sehingga mudah terganggu oleh kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti cekaman kekeringan. Untuk mengetahui sejauhmana pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan bibit manggis maka penting dilakukan simulasi cekaman kekeringan. Kegiatan ini merupakan penelitian dasar yang bertujuan mempelajari morfologi dan fisiologi pertumbuhan bibit manggis pada kondisi cekaman kekeringan. Percobaan telah dilaksanakan di Rumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor, Tajur, dari bulan Januari 2009 sampai Agustus 2010. Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan lima taraf konsentrasi PEG, yaitu: 0 (kontrol), 5; 10, 15, dan 20%. Hasil percobaan menunjukkan bahwa peningkatan taraf cekaman kekeringan menurunkan potensial air daun, laju transpirasi, laju fotosintesis dan daya hantar stomata secara nyata. Penurunan aktivitas fisiologis tersebut menyebabkan penurunan pertumbuhan tajuk dan akar yaitu: tinggi tanaman (10-26%), jumlah daun (9-21%), luas daun (10-25%), bobot kering tajuk (12-27%), bobot kering akar (11-44%), panjang akar (3-41%) dan volume akar (10-40%). Peningkatan taraf cekaman kekeringan menyebabkan peningkatan kandungan prolin secara nyata dan nampak pada taraf cekaman tertinggi menghasilkan kandungan prolin yang tertinggi 3.66 µmol/g berat basah, sedangkan pada kondisi tanpa cekaman kekeringan hanya 1.71 µmol/g berat basah. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan dalam pengaturan ketersediaan air sehingga menghindari terjadinya cekaman kekeringan pada bibit manggis.

Kata kunci: manggis, bibit, polietilena glikol, cekaman kekeringan

Abstract

Mangosteen has a less developed root system and has a limited number of root developments, hence it easily disturbed by unfavorable environmental conditions such as drought stress. To find out the influence of drought on the growth of mangosteen seedlings, is important to do a simulation in drought stress. This activity is a basic research that aimed to find morphology and physiology of growth of mangosteen seedlings to drought stress conditions. Experiments have been conducted in the Plastic house at Centre for Tropical Fruit Studies (CETROFS) Bogor Agricultural University, Tajur, from January 2009 until August 2010. Experiment arranged in a completely randomized block design with five degree of PEG concentration, e.i. 0 (control), 5, 10, 15, and 20%. Results shown that increasing level of drought was lowered leaf water potential, transpiration rate, photosynthetic rate and stomata conductance significantly. Decrease in physiological activity was caused a decrease in canopy and root growth, such as: plant height (10-26%), number of leaves (9-21%), leaf area (10-

25%), shoot dry weight (12-27%), root dry weight (11-44%), root length (3-41%) and root volume (10-40%). Increasing the level of drought stress caused significantly enhance proline content. The highest level of stress will produces the highest proline content as 3.66 µmol / g fresh weight. Whereas without drought conditions proline content only 1.71 mol / g fresh weight. The results of this study was expected a material to consider water availability as avoidance an occurrence of drought stress on the seedlings of mangosteen.

Keywords: mangosteen, seedlings, polyethylene glycol, drought stress

Pendahuluan

Latar Belakang

Pertumbuhan yang lambat pada bibit manggis menyebabkan masa pembibitan menjadi lama sehingga kebutuhan bibit untuk mendukung pengembangan tanaman manggis tidak dapat dipenuhi dalam waktu singkat. Selama ini untuk menghasilkan bibit yang siap tanam dibutuhkan waktu 3-4 tahun. Pertumbuhan yang lambat tersebut berkaitan dengan sifat perakaran tanaman manggis yang memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang dan jumlah akar yang terbatas. Selain itu juga tidak mempunyai akar rambut sehingga penyerapan air dan unsur hara menjadi terbatas (Yaacob & Tindall 1995; Poerwantoet al. 1995).

Keterbatasan tanaman menyerap air menyebabkan jumlah air yang masuk ke jaringan tanaman menjadi rendah sehingga laju pembelahan sel pada meristem pucuk juga rendah. Hal ini karena air merupakan komponen utama penyusun sel, sehingga perubahan status air seperti cekaman kekeringan akan mempengaruhi sejumlah aktivitas metabolisme. Cekaman kekeringan atau yang biasa dikenal sebagai drought stress dapat terjadi karena dua hal yaitu: (a) kekurangan air di daerah perakaran dan (b) permintaan air yang yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air, walaupun ketersediaan air tanah/media dalam kondisi cukup (Levitt 1980; Bray 1997). Saat tanaman mengalami cekaman kekeringan, maka potensial air daun menurun dan respon fisiologis yang pertama dipengaruhi adalah pembesaran sel, sedangkan apabila status cekamannya hanya ringan, maka hanya menyebabkan stomata menutup (Salisbury & Ross 1995).

Cekaman kekeringan menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat, karena selain berfungsi sebagai bahan baku dalam proses fotosintesis, air juga berperan aktif dalam translokasi hasil fotosintesis. Namun belum ada nilai tertentu dari potensial air daun (ukuran stres air secara kuantitatif) yang menyebabkan penutupan stomata, karena nilai batas potensial air daun sangat beragam berdasarkan letak daun dalam tajuk, umur tanaman dan kondisi tempat tumbuh (di lahan atau kondisi lingkungan terkontrol) (Harjadi & Yahya 1988).

Berdasarkan karakteristik perakaran tanaman manggis yang telah diuraikan sebelumnya, maka diduga tanaman manggis peka terhadap kondisi cekaman kekeringan. Namun informasi yang menjelaskan secara detail pengaruh cekaman kekeringan terhadap morfologi dan fisiolologi tanaman manggis masih sangat terbatas. Untuk mempelajari pengaruh cekaman kekeringan maka penting dilakukan simulasi cekaman dengan menggunakan polietilena glikol (PEG). PEG telah digunakan pula dalam simulasi cekaman kekeringan beberapa tanaman antara lain pada kedelai (Husni et al. 2006), Phaseolus mungo (Garg 2010), tembakau (Riduanet al. 2010) danTrifolium repensL (Wang 2010).

Penelitian simulasi cekaman kekeringan dengan polietilena glikol (PEG). ini merupakan penelitian dasar yang bertujuan untuk mempelajari karakteristik morfologi dan fisiologi pertumbuhan bibit manggis pada kondisi cekaman kekeringan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan pengaturan ketersediaan air dalam pembibitan tanaman manggis.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan dilaksanakan di Rumah Plastik Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Tajur, Bogor. Analisis kandungan asam amino prolin dilaksanakan di Laboratorium Analisis Tanaman dan Kromatografi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan stomata dilaksanakan di Laboratorium Mikro Teknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai bulan Januari 2009 hingga Agustus 2010.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain bibit manggis Wanayasa asal biji umur 1 tahun, PEG 6000, pupuk NPKGrowmore(20-20-20), pestisida (mankozeb

dandeltametrin), mediacocopeatdan arang sekam padi.

Alat-alat yang digunakan antara lain LI-COR 6400, pressure chamber, light metertipe LI-250A, mikroskop binokuler, jangka sorong digital 0-150 mm, pot plastik hitam (diameter 25 cm dan tinggi 27 cm), gelas ukur 500 ml, papan paku (pin board) ukuran 50 cm x 50 cm, cool box, handsprayer, timbangan analitik, kantong sampel dan label.

Metode Penelitian

Penelitian ini disusun dalam rancangan acak lengkap dan diulang sebanyak tiga kali. Simulasi cekaman kekeringan menggunakan perlakuan PEG, yang terdiri atas 5 taraf yaitu: 0 (kontrol), 5 (setara -0.03 MPa), 10 (setara -0.19 MPa), 15 PEG (setara -0.41 MPa) dan 20% PEG (setara -0.67 MPa) w/v (Mexal et al. 1975). Model linier yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yij=+i+ij (Gomez & Gomez 1984)

i = 1, …,a ; j = 1, …,b

Yij = nilai pengamatan dari tanaman ke-j yang memperoleh perlakuan cekaman kekeringan dengan aplikasi PEG ke-i

 = nilai tengah populasi

i = pengaruh aditif dari perlakuan cekaman kekeringan dengan aplikasi PEG ke-i ij = pengaruh galat percobaan pada tanaman ke-j yang memperoleh perlakuan cekaman

kekeringan dengan aplikasi PEG ke-i

Media tumbuh dari arang sekam padi dan cocopeat terlebih dahulu disterilisasi dengan cara dipanaskan di dalam drum selama 8 jam yang bertujuan untuk mencegah adanya patogen tular tanah yang ikut dalam media. Setelah sterilisasi media maka dilanjutkan pencampuran mediacocopeatdan arang sekam padi (1:1 v/v), lalu dimasukkan ke dalam pot plastik hitam dengan volume 9 l.

Penyiapan bibit tanaman dimulai dengan memilih bibit yang pertumbuhannya relatif seragam (berdasarkan tinggi tanaman dan jumlah daun). Sebelum penanaman maka media tumbuh asal bibit tersebut dibuang sehingga tidak ikut pada media tumbuh yang baru. Penanaman pada pot dengan media tumbuh berupa campurancocopeat dan arang sekam padi.

Simulasi cekaman kekeringan umumnya dilakukan dengan menggunakan senyawa PEG yang merupakan polimer dari etilena oksida. Kelebihan PEG adalah mengontrol penurunan potensial air secara homogen dengan kekuatan matriks sub unit etilen oksida pada polimernya dan besarnya penurunan potensial air tergantung konsentrasi dan berat molekulnya, sehingga potensial air media dapat diatur menyerupai potensial air tanah (Michel & Kaufmann 1973; Steuter 1981). Selain itu PEG tidak diserap tanaman dan tidak bersifat toksik bagi tanaman (Mexal et al. 1975). Simulasi cekaman kekeringan dilakukan dengan penyiraman larutan PEG mulai dilakukan 2 bulan setelah penanaman di pot. Penyiraman PEG sebanyak 250 ml dilakukan setiap 2 hari sekali. Jumlah PEG yang dilarutkan disesuaikan perlakuan, misalnya untuk membuat konsentrasi 5%, dilarutkan 50 g kristal PEG dengan aquades sampai mencapai volume satu liter. Begitupula pada konsentrasi 10, 15 dan 20%, masing-masing sebanyak 100, 150 dan 200 g kristal PEG dilarutkan dalam satu liter air aquades.

Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan dan pengendalian hama/penyakit. Pemupukan dengan NPK Growmore (20-20-20) dengan dosis 2 g/l air yang diaplikasikan setiap minggu. Pengendalian penyakit dilakukan dengan penyemprotan fungisida berbahan aktifmankozebdan pengendalian hama dengan insektisida berbahan aktifdeltametrin.

Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang

dan luas daun dilakukan setiap bulan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai buku teratas. Jumlah daun dihitung berdasarkan semua daun yang terbentuk. Tunas muda sudah dikategorikan sebagai daun yang termasuk dapat dihitung apabila tunas tersebut sudah membuka dan membentuk daun. Lebar kanopi diukur lebar tajuk pada 2 arah secara tegak lurus lalu dihitung nilai rataannya. Diameter batang diukur pada pangkal batang sekitar 3 cm dari permukaan media. Luas daun dihitung dengan mengukur panjang dan lebar seluruh daun, lalu hasil pengukuran dimasukkan ke dalam persamaan: Y=10.09X1 + 3.07X2 - 51.87 dan R2 = 0.98, dimana Y = luas daun (cm2), X1= lebar daun (cm) dan X2= panjang daun (cm).

2. Bobot kering tanaman diperoleh melalui penimbangan bobot kering (akar, batang dan daun) pada akhir penelitian. Berangkasan tanaman dikeringkan di dalam oven pada suhu 80oC selama 24 jam.

3. Pengamatan panjang akar primer dilakukan pada papan paku (pin board) ukuran 50 cm x 50 cm. Panjang akar primer diukur mulai dari pangkal akar yang menempel pada batang hingga ujung akar primer.

4. Volume akar diukur dengan metode Archimedes. Caranya adalah akar dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air, dimana air yang tumpah akibat tekanan akar, diukur sebagai volume akar.

5. Pengukuran laju fotosintesis, transpirasi dan daya hantar stomata dilakukan bersamaan pada akhir penelitian menggunakan daun dewasa yaitu daun sub terminal dengan alat LI-COR 6400.

6. Pengukuran potensial air jaringan daun menggunakan metode ruang tekan (pressure chamber) (Kaufman 1968; Hamim 2007; Taiz & Zeiger 2012). Potensial jaringan batang dan daun dilakukan pada siang hari (sekitar pukul 10.00-12.00), pada saat suhu udara harian tertinggi dan kelembaban udara terendah. Pada saat tersebut tanaman dalam keadaan potensial air hariannya terendah sedangkan pengukuran potensial air jaringan akar dilakukan pada pagi hari sekitar jam 06.00. Prosedur lengkap pengukuran potensial air jaringan disajikan pada Lampiran 1.

7. Kandungan asam amino prolin daun dianalisis menggunakan metode yang dikembangkan Bateset al. (1973). Prosedur analisis kandungan prolin daun disajikan pada Lampiran 2.

8. Pengamatan stomata menggunakan mikroskop binokuler Bieco. Caranya adalah permukaan atas dan bawah daun dikuteks, lalu dibiarkan selama 5 menit. Bekas kuteks ditempel dengan lakbam bening, lalu dicabut kemudian ditempel pada preparat dan diamati pada mikroskop, mulai pembesaran kecil sampai besar. Kerapatan stomata dihitung dengan membagi jumlah stomata dengan luas bidang pandang (Lestari 2006).

9. Pengamatan terhadap pertumbuhan tunas dilakukan pada tunas yang tumbuh pada pucuk apikal. Contoh tunas yang terpilih diberi tanda untuk diamati pertumbuhannya. Pertumbuhan tunas dibedakan menjadi 4 stadia (trubus

awal, trubus penuh, trubus dewasa dan dormansi) dengan kriteria perubahan warna daun mengacu pada Rai (2004), seperti pada Gambar 2. Keempat kriteria perubahan warna daun adalah: (1) trubus awal, yaitu periode dari saat pangkal pasangan daun terminal pada ujung ranting mulai pecah kemudian muncul tunas dengan calon daun yang belum membuka sampai pasangan daun tersebut sudah membuka dengan warna kemerah-merahan sampai kuning kemerahan, (2) trubus penuh, yaitu periode mulai dari daun pada tunas semula berwarna kemerah-merahan sampai kuning kemerahan berubah menjadi hijau muda, tetapi tulang daun masih berwarna hijau kemerahan, (3) trubus dewasa, yaitu periode mulai dari daun yang semula berwarna hijau muda berubah menjadi hijau tua, termasuk tulang daunnya (warna kemerahan dari tulang daun hilang), dan (4) dormansi, yaitu periode mulai dari daun berwarna hijau tua berubah menjadi hijau tua kebiru-biruan, diakhiri dengan munculnya trubus baru dari tangkai daun tersebut.

Trubus awal (TA) Trubus penuh (TP)

Trubus dewasa (TD) Dormansi (D)

Gambar 2 Karakter morfologi berbagai stadia pertumbuhan tunas tanaman manggis mulai dari trubus awal sampai dormansi

10. Pengamatan iklim mikro yang diamati meliputi suhu dan kelembaban serta intensitas radiasi cahaya. Suhu udara dan kelembaban udara diukur menggunakan termometer digital sedangkan intensitas radiasi cahaya menggunakan light meter tipe LI-250A. Hasil pengamatan suhu udara dan

kelembaban udara disajikan pada Lampiran 12, sedangkan intensitas radiasi cahaya pada Lampiran 13.

Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan apabila perlakuan berpengaruh nyata berdasarkan uji F, maka dilakukan uji lanjutan dengan membandingkan nilai rataan antar perlakuan dengan uji jarak berganda Duncan.

Hasil dan Pembahasan

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh terhadap perkembangan trubus (trubus awal, trubus penuh dan trubus dewasa), periode trubus, siklus trubus dan periode dormansi. Perlakuan cekaman kekeringan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tajuk yaitu: tinggi tanaman (7-11 BSP), jumlah daun (3-11 BSP), luas daun 11 BSP, pertambahan (tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, diameter batang dan luas daun), bobot kering tajuk dan bobot kering total tanaman. Perlakuan cekaman kekeringan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan akar yaitu: bobot kering akar, panjang akar primer dan volume akar. Perlakuan aktivitas fisiologi seperti laju fotosintesis, daya hantar stomata, laju transpirasi, potensial air daun dan kandungan prolin daun. Rangkuman sidik ragam hasil penelitian disajikan pada Lampiran 7.

Komponen Pertumbuhan Tanaman

Siklus trubus

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan perkembangan trubus dan masa dormansi akibat perlakuan cekaman kekeringan seperti yang ditampilkan pada Tabel 3. Tanaman yang mendapat cekaman kekeringan memiliki siklus trubus antara 109-135 hari, yang nyata lebih lama dibandingkan kondisi tanpa cekaman kekeringan, yaitu 97 hari. Lamanya siklus trubus dipengaruhi oleh panjangnya periode trubus atau periode pertumbuhan aktif dan juga lamanya periode dormansi. Hasil penelitian ini sejalan dengan laporan Hidayat (2002) bahwa terjadi hambatan pertumbuhan dan siklus trubus berikutnya menjadi lebih

lama apabila mendapat cekaman kekeringan. Lamanya siklus trubus berkaitan dengan ketersediaan fotosintat sebagai hasil dari proses fotosintesis, dimana terjadinya cekaman kekeringan menyebabkan terbatasnya jumlah air yang sampai ke jaringan daun, sehingga menurunkan laju fotosintesis (seperti pada Tabel 11). Selain rendahnya fotosintat yang terbentuk, maka translokasi fotosintat juga terhambat akibat adanya cekaman kekeringan, karena air berperan penting dalam mengalirkan fotosintat ke berbagai jaringan tanaman termasuk untuk pembentukan tunas baru. Oleh karena alokasi fotosintat terbatas ke bagian pucuk akibat adanya cekaman, maka tanaman meningkatkan masa dormansi menjadi lebih lama dan setelah fotosintat sudah tersedia cukup, maka tanaman segera membentuk tunas yang baru dan tanaman mengakhiri masa dormansinya.

Tanaman memiliki mekanisme pertahanan sendiri sebagai mekanisme untuk mengurangi dampak negatif dari adanya cekaman kekeringan. Menurut Jones et al. (1992) tanaman melakukan penghindaran terhadap cekaman kekeringan dengan cara: (a) memperpanjang periode dorman dan memperpendek siklus pertumbuhan, (b) konservasi air pada tanaman yang diwujudkan dalam bentuk ukuran daun yang lebih kecil, penutupan stomata dan penyerapan yang efektif diwujudkan dalam bentuk morfologi akar yang memanjang dan tebal. Pada penelitian ini nampak bahwa tanaman yang mengalami cekaman kekeringan memiliki masa dormansi yang lebih lama (rata-rata di atas 65 hari) dibanding tanpa cekaman (62 hari) dan hal ini dianggap sebagai salah bentuk strategi tanaman dalam menghindari cekaman kekeringan.

Tabel 3 Rata-rata lama periode trubus, periode dormansi dan siklus trubus pada berbagai konsentrasi PEG

Konsentrasi PEG (%)

Stadia/periode pertumbuhan tunas Trubus awal Trubus penuh Trubus dewasa Periode dormansi Periode trubus* Siklus trubus** ... (hari) ... 0 10.50e 10.50e 12.67d 62.33e 33.67e 96.00e 5 13.33d 13.17d 16.17c 67.00d 42.67d 109.67d 10 15.17c 15.16c 20.33b 70.00c 50.67c 120.67c 15 17.00b 16.67b 22.83a 73.17b 56.50b 129.67b 20 18.33a 18.00a 23.83a 75.50a 60.17a 135.67a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

*Periode trubus = trubus awal + trubus penuh + trubus dewasa *Siklus trubus = periode trubus + periode dormansi

Pertumbuhan tajuk

Perlakuan cekaman kekeringan menurunkan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun secara nyata pada 11 BSP seperti ditampilkan pada Tabel 4. Pada tanpa cekaman kekeringan, rata-rata tinggi tanaman adalah 33.45 cm, sedangkan pada perlakuan cekaman kekeringan (5-20% PEG) dihasilkan tinggi tanaman senilai 30.25; 28.50; 29.65 dan 24.82 cm atau terjadi penurunan tinggi tanaman sebesar 10-26% dan penurunannya semakin meningkat sesuai peningkatan taraf cekaman. Data pada Tabel 4 ternyata lebih dipertegas lagi oleh persamaan regresi pada Gambar 3, yang menunjukkan adanya hubungan linear negatif antara tingkat cekaman kekeringan dengan peubah tinggi tanaman. Persamaan regresi antara taraf cekaman dengan rataan tinggi tanaman adalah: Y = 31.77 + 0.36X; R2 = 0.77**. Perlakuan cekaman kekeringan juga menurunkan jumlah daun dan luas daun secara nyata yaitu masing-masing 9-21% dan 10-25% dibanding tanpa cekaman seperti nampak pada Tabel 4 dan Gambar 4.

Penurunan pertumbuhan tajuk pada penelitian ini sejalan dengan laporan Efendi (2008), cekaman kekeringan menyebabkan penurunan pertumbuhan tajuk tanaman jagung dan penurunan pertumbuhan sejak cekaman ringan (5% PEG) dan penurunan pertumbuhan tertinggi pada cekaman berat (20% PEG). Laporan yang sama dikemukakan Banziger et al. (2000), bahwa cekaman kekeringan pada tanaman jagung menyebabkan penurunan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun serta menyebabkan penutupan stomata dan penggulungan daun akibat rendahnya turgiditas sel daun pada potensial air daun senilai -1.5 MPa.

Tabel 4 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap rata-rata tinggi tanaman, jumlah dan luas daun pada pada 11 BSP

Konsentrasi PEG (%) Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun (helai) Luas daun (cm2) Penurunan (%)* Tinggi tanaman Jumlah daun Luas daun 0 33.45 a 16.50 a 1507.10 a - - - 5 30.25 ab 15.00 b 1356.40 ab 10 9 10 10 28.50 ab 14.83 b 1335.50 ab 15 9 11 15 29.65 ab 13.67 c 1290.30 ab 11 15 14 20 24.82 b 13.00 c 1129.60 b 26 21 25

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Gambar 3 Hubungan peningkatan konsentrasi PEG dengan tinggi tanaman pada 11 BSP

Gambar 4 Keragaan pertumbuhan bibit manggis pada berbagai konsentrasi PEG pada 11 BSP 0% 5% 10% 20% 15% Y = -0.36X + 31.76 R² = 0.77** 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 5 10 15 20 R at aa n ti n g g i ta n am an (c m ) Konsentrasi PEG (%)

Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf cekaman kekeringan maka semakin besar penurunan pertumbuhan dan penurunan terbesar nampak pada taraf cekaman tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman manggis sangat terhambat akibat mengalami cekaman kekeringan yang ditunjukkan dari penurunan pertumbuhan dibandingkan tanaman yang tidak mengalami cekaman. Data ini sejalan dengan peubah potensial air daun pada Tabel 10 dan ini dibuktikan melalui uji korelasi Pearsonpada Tabel 12, bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata dan positif antara semua komponen pertumbuhan tajuk dengan potensial air daun. Hubungan yang sifatnya negatif antara potensial air daun dengan pertumbuhan tajuk pada Gambar 5 dan 6, mempertegas hubungan tersebut, yaitu apabila potensial air daun mengalami penurunan sampai -1.1 MPa, akan menyebabkan penurunan tinggi tanaman dan jumlah daun secara linier. Hal ini sesuai yang dikemukakan Harjadi & Yahya (1988), bahwa dengan cekaman kekeringan yang ringan saja (sekitar -0.1 sampai -0.3 MPa) sudah dapat menyebabkan pembelahan dan pembesaran sel menjadi terhambat bahkan bisa berhenti sama sekali. Berkurangnya potensial air daun menyebabkan menurunnya aktivitas fotosintesis, karena beberapa hal yaitu: (a) penutupan stomata secara aktif yang mengurangi suplai CO2, (b) dehidrasi kutikula, dinding epidermis, dan membran sel yang mengurangi permeabilitasnya terhadap CO2, (c) bertambahnya tahanan sel mesofil daun terhadap pertukaran gas, dan (d) menurunnya efisiensi sistem fotosintesis. Hal ini berhubungan dengan proses biokimia, aktivitas enzim dalam sitoplasma, dimana fotosintesis merupakan proses hidrolisis yang memerlukan air.

Gambar 5 Hubungan antara potensial air daun (Ψ daun) dengan tinggi tanaman pada 11 BSP

Gambar 6 Hubungan antara potensial air daun (Ψdaun) dengan jumlah daun pada 11 BSP

Perlakuan cekaman kekeringan menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pertambahan diameter batang dan lebar kanopi dibandingkan tanpa cekaman seperti ditampilkan pada Tabel 5. Pertambahan diameter batang dan lebar kanopi semakin menurun sejalan dengan peningkatan taraf cekaman dan terlihat jelas bahwa pada taraf cekaman tertinggi (20% PEG), menyebabkan pertambahan diameter batang dan lebar kanopi yang paling rendah. Cekaman kekeringan menyebabkan semakin terbatasnya air yang masuk ke jaringan tanaman sehingga menghambat aktivitas pembelahan, pembesaran dan pemanjangan sel dan hal ini nampak dari penurunan pertambahan diameter batang dan lebar kanopi.

Y = -8.86x + 35.05 R² = 0.71** 20 22 24 26 28 30 32 34 36 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 T in g g i ta n am an (c m ) Ψdaun(-MPa) Y = -3.92X + 17.28 R² = 0.80** 12 13 14 15 16 17 18 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 Ju m la h d au n (h el ai ) Ψdaun(-MPa)

Tabel 5 Pertambahan diameter batang dan lebar kanopi pada berbagai konsentrasi PEG selama 1 tahun

Konsentrasi PEG (%)

Pertambahan

Diameter batang (mm) Lebar kanopi (cm)

0 3.71 a 19.79 a

5 1.88 b 16.81 b

10 1.69 b 14.91 bc

15 1.68 b 14.17 bc

20 1.65 b 12.93 c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%

Pada Tabel 6 terlihat bahwa perlakuan cekaman kekeringan menyebabkan penurunan bobot kering tajuk dan bobot kering total secara nyata. Bobot kering tajuk dan bobot kering total pada kondisi tanpa cekaman kekeringan adalah 18.95 dan 24.02 g/tanaman, sedangkan apabila diberi perlakuan cekaman kekeringan (5- 20% PEG), maka bobot kering tajuk dan total mengalami penurunan menjadi