• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manggis (Garcinia mangostana) merupakan salah satu buah segar yang digemari masyarakat Indonesia maupun dunia, karena mempunyai rasa dan aroma yang lezat serta memiliki perpaduan warna yang indah. Buah manggis merupakan andalan ekspor Indonesia ke beberapa negara seperti Hong Kong, Taiwan, RRC, Singapura, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Eropah (Deptan 2008). Menurut laporan BPS (2011), volume ekspor manggis sebesar 4 285 ton pada periode Januari sampai Pebruari tahun 2009 menjadi 8 225 ton pada periode yang sama pada tahun 2010 atau mengalami peningkatan sebesar 91%.

Besarnya volume ekspor tersebut mencerminkan tingginya permintaan buah manggis, namun ternyata belum ditunjang produksi buah manggis nasional. Pada tahun 2000, produksi manggis Indonesia mencapai 26 400 ton dengan luas panen 5 192 ha dan meningkat menjadi 105 558 ton dengan luas panen 11 992 ha pada tahun 2009. Data tersebut menunjukkan adanya kenaikan produktivitas dari 50.85 ku/ha pada tahun 2000 menjadi 88.00 ku/ha pada tahun 2009 (Deptan 2012). Peningkatan produksi dari tahun 2000 sampai 2009 masih belum bisa memenuhi permintaan buah manggis, baik untuk pasar dalam maupun luar negeri sehingga memberikan peluang besar untuk pengembangan manggis nasional.

Kendala utama pengembangan manggis adalah lambatnya pertumbuhan, baik saat pembibitan maupun setelah ditanam di lahan. Kondisi tersebut menyebabkan masa bibit siap tanam menjadi lebih lama (3-4 tahun) sehingga ketersediaan bibit tidak bisa segera dipenuhi dalam waktu yang singkat dan masa tanaman belum menghasilkan (TBM) menjadi lama yaitu 8-15 tahun (tanaman asal biji).

Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat berhubungan dengan karakteristik perakaran yang kurang berkembang dan jumlah akar yang terbatas serta tidak memiliki akar rambut (Wiebel et al. 1994; Poerwanto 2000; Cox 1988). Karakteristik akar yang demikian akan membatasi penyerapan air dan unsur hara sehingga mengurangi laju fotosíntesis dan pembelahan sel pada meristem pucuk. Hal ini sesuai yang dikemukakan Gardner et al. (1991) bahwa

kurang berkembangnya sistem perakaran dan tidak adanya akar rambut menyebabkan laju serapan air dan unsur hara menjadi berkurang. Apabila dihubungkan dengan fungsi air sebagai penyusun utama protoplasma, bahan baku dalam proses fotosintesis dan sebagai pelarut dalam sejumlah proses hidrolisis, maka terbatasnya serapan air akan menyebabkan terhambatnya berbagai aktivitas sel (Taiz & Zeiger 2012). Bahkan stres air yang ringan saja (sekitar -1 sampai -3 bar) sudah dapat menyebabkan pembelahan dan pembesaran sel menjadi terhambat bahkan berhenti sama sekali (Harjadi & Yahya 1988).

Pertumbuhan tanaman yang lambat dan sulitnya penyediaan bibit bermutu menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi manggis nasional sehingga dibutuhkan upaya pemacuan pertumbuhan melalui teknologi pembibitan yang baik. Salah satu cara memacu pertumbuhan adalah pengelolaan lingkungan tumbuh yang disesuaikan dengan karakteristik tanaman. Lingkungan tumbuh yang penting diperhatikan antara lain media tumbuh, ketersediaan air dan unsur hara serta kecukupan aerasi. Peran penting media tumbuh terhadap pertumbuhan tanaman, antara lain dilaporkan Wiebel et al. (1992a), bahwa pertumbuhan bibit manggis pada media yang porous lebih baik dibanding media yang kurang porous. Istilah media porous atau kurang porous sering dikenal pada pembuatan media tumbuh, sesungguhnya merupakan nilai porositas media. Porositas merupakan salah satu sifat fisik tanah/media yang diartikan sebagai bagian tanah atau media yang tidak terisi bahan padat (terisi oleh air dan udara), terdiri atas pori makro dan pori mikro (Hardjowigeno 1987). Media yang banyak mengandung bahan organik memiliki porositas tinggi, begitu pula struktur remah mempunyai nilai porositas yang lebih tinggi dibanding struktur massive (Hillel 1997).

Selama ini porositas media belum dijadikan pertimbangan pada pembuatan media, padahal porositas merupakan salah satu sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap aerasi. Peningkatan porositas akan meningkatkan aerasi sehingga mendorong peningkatan respirasi akar (Gardner et al. 1991). Melalui proses respirasi akar dihasilkan sejumlah energi yang antara lain digunakan mendukung pertumbuhan tanaman. Hal ini menegaskan pentingnya aerasi dalam hubungannya dengan O2, dimana kandungan

O2 dipengaruhi oleh kadar air, porositas media dan derajat pemadatan (Gruda & Schnitzler 2004; Dresboll & Kristensen 2011).

Pada penelitian ini pemacuan pertumbuhan manggis dilakukan melalui rekayasa media tumbuh dengan pendekatan porositas media dan pengelolaan faktor lingkungan tumbuh seperti ketersediaan air dan unsur hara serta kecukupan aerasi. Pendekatan porositas menjadi alasan penting karena selama ini media pembibitan manggis hanya berupa media tanah atau campuran tanah dan sedikit pupuk kandang. Kondisi media seperti itu menyebabkan terjadinya pemadatan media yang kurang mendukung perkembangan akar. Selain itu pada media yang padat, kapasitas memegang air memang tinggi tetapi air tersebut tidak bisa tersedia bagi tanaman (Dresboll 2010). Bahkan pada kondisi media yang sangat padat (jumlah ruang pori-pori makro sangat sedikit), penyiraman yang intensif dapat menyebabkan terjadinya penggenangan dan memicu defisiensi O2. Sebaliknya pada media berporositas tinggi, walaupun baik ditinjau dari aspek kecukupan aerasi, namun kemampuannya dalam menyimpan air sangat rendah.

Oleh karena itu perakitan media tumbuh tepat adalah penting, selain dapat meningkatkan ketersediaan air dan unsur hara juga memperbaiki aerasi media. Penyusunan media tumbuh dengan pendekatan porositas media disertai pengelolaan lingkungan tumbuh spefisik sesuai karakteristik tanaman diharapkan dapat menghasilkan bibit manggis yang berkualitas.

Rumusan Masalah

Salah satu varietas unggul manggis yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian atas usulan dari pemerintah daerah Purwakarta bersama Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 adalah varietas Wanayasa. Permintaan terhadap bibit manggis tersebut cenderung meningkat sangat pesat dari beberapa daerah di Indonesia. Besarnya permintaan bibit manggis tersebut masih belum bisa dipenuhi akibat lambatnya pertumbuhan bibit. Sejauh ini untuk menghasilkan bibit manggis siap tanam diperlukan waktu sekitar 3-4 tahun. Lamanya waktu pembibitan tersebut menjadi salah satu faktor pembatas bagi pengembangan tanaman manggis nasional.

Beberapa laporan penelitian menyebutkan bahwa lambatnya pertumbuhan manggis antara lain disebabkan oleh (a) buruknya sistem perakaran, sehingga (b) penyerapan air dan hara lambat, (c) rendahnya laju fotosintesis, dan (d) rendahnya laju pembelahan sel pada meristem pucuk (Wibel et al. 1992a; Ramlan et al. 1992; Poerwanto 2000). Pada tanaman manggis akar tumbuh dengan sangat lambat, rapuh, jumlah akar lateral terbatas dan tidak mempunyai akar rambut, mudah rusak dan terganggu oleh kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, sehingga luas permukaan kontak antara akar dan media tumbuh sempit yang menyebabkan serapan air dan hara terbatas (Cox 1988). Rendahnya serapan hara dan air ke dalam jaringan tanaman akan menurunkan aktivitas fisiologi tanaman dan menganggu ritme endogen secara keseluruhan di dalam tanaman (Hidayat 2002).

Beberapa hasil penelitian yang bertujuan untuk memacu pertumbuhan bibit manggis telah dilakukan melalui penggunaan zat pengatur tumbuh seperti pemberian Indole butyric acid (IBA) 50-150 ppm terhadap biji dan akar (saat

transplanting dari pesemaian) mampu meningkatkan pertambahan panjang akar, diameter batang, bobot kering total, kandungan hara daun dan serapan hara (Poerwanto et al. 1995). Demikian pula pemberian 0.075-0.150 ppm triankontanol mampu meningkatkan luas daun, tinggi bibit, diameter batang, panjang akar, bobot kering total dan serapan hara pada bibit umur 7 bulan (Hidayatet al. 1999).

Penggunaan zat pengatur tumbuh dipandang masih sulit diaplikasikan karena dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam penentuan dosis dan cara aplikasi sehingga diperlukan keahlian khusus untuk menerapkannya. Selain itu beberapa jenis zat pengatur tumbuh, harganya masih relatif mahal. Oleh karena itu diperlukan cara lain untuk memacu pertumbuhan bibit manggis, diantaranya melalui perbaikan media tumbuh. Peran media tumbuh dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman telah dilaporkan Wiebelet al. (1992a), bahwa media yang porous berupa campuran peat moss + pine bark +pasir (1:1:1 v/v) menghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih baik dibandingkan media yang kurang porous berupa campuran peat moss + thunder peat + pasir (1:1:1 v/v). Muzayyinatin (2006) juga melaporkan bibit umur 4 bulan yang ditanam pada media berupa

campuran kompos daun bambu + tanah + pupuk kandang (3:2:1 v/v) menghasilkan volume akar yang lebih besar dibanding media yang berupa campuran pasir + tanah + pupuk kandang (3:2:1 v/v). Kedua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa media porous menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik, tetapi dari laporan tersebut dan sejumlah laporan yang ada belum diketahui nilai porositas media sesungguhnya sebagai ukuran porous atau tidaknya media. Oleh karena itu, porositas media sangat penting dalam membantu perencanaan media tumbuh yang tepat dari berbagai sumber bahan media.

Karakteristik pertumbuhan akar yang lambat dan jumlah akar lateral yang terbatas menyebabkan bibit manggis peka terhadap cekaman kekeringan dan pengaruhnya terlihat dari terhambatnya pertumbuhan dan perubahan morfologi tanaman serta aktivitas fisiologis. Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan karena dapat menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat (Savin & Nicolas 1996). Menurut Levitt (1980); Bray (1997), cekaman kekeringan yang biasa disebut drought stress pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu: (1) kekurangan suplai air di daerah perakaran dan (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air, walaupun kandungan air tanah dalam kondisi cukup tersedia.

Saat pertumbuhan tunas, aktivitas metabolisme meningkat dan kebutuhan air secara langsung menjadi faktor pembatas sehingga saat pertumbuhan tunas dibutuhkan ketersediaan air yang lebih tinggi dibandingkan stadia dorman. Dengan demikian saat aktif tumbuh, tanaman manggis sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Gejala yang jelas ditunjukkan apabila tanaman manggis mengalami cekaman kekeringan berat adalah terhambatnya pertumbuhan, seperti ukuran daun menjadi lebih kecil dan warna daun pada saat trubus awal menjadi kekuning-kuningan serta siklus trubus berikutnya menjadi lebih panjang (Wiebel

et al. 1994). Cekaman kekeringan yang dialami tanaman pada setiap periode pertumbuhan dan perkembangan dapat menurunkan hasil meskipun besarnya penurunan tergantung fase pertumbuhan pada saat terjadi dan lamanya cekaman (Harjadi & Yahya 1988). Pada fase pertumbuhan vegetatif, ketersediaan air

berpengaruh terhadap beberapa aspek fisiologi dan morfologi antara lain menurunkan laju fotosintesis dan luas daun. Apabila tanaman mengalami cekaman kekeringan maka potensial air daun menurun dan pembentukan klorofil juga terganggu (Alberte et al. 1977). Kramer (1983) menjelaskan bahwa pengaruh cekaman kekeringan pada pertumbuhan vegetatif antara lain berupa berkurangnya luas daun, terhambatnya pembentukan tunas baru dan meningkatnya nisbah akar/tajuk. Bray (1997) menyatakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan tergantung jumlah air yang hilang, lamanya cekaman, genotipe, umur dan fase perkembangan tanaman.

Media tumbuh yang porous memiliki pori-pori makro yang lebih banyak dibanding pori mikro sehingga kemampuan menyimpan air menjadi sangat rendah. Ketersediaan air yang rendah akibat kemampuan menyimpan air yang rendah pada porositas tinggi dapat menyebabkan terjadinya cekaman kekeringan. Oleh karena itu untuk meningkatkan ketersediaan air pada porositas media yang tinggi maka harus diikuti penyiraman intensif dan apabila hal ini diterapkan pada skala pembibitan yang besar berarti dibutuhkan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak.

Pertumbuhan bibit manggis juga diketahui peka terhadap kekurangan dan kelebihan unsur hara sehingga dibutuhkan aplikasi pemupukan yang tepat. Namun masalahnya sampai saat ini masih terbatas rekomendasi pemupukan yang benar-benar dapat diaplikasikan secara tepat sesuai kondisi tanaman. Saat ini anjuran pemupukan manggis yang tertuang dalam standar prosedur operasional (SPO) tanaman manggis umumnya masih bersumber dari kebiasaan petani (Direktur Tanaman Buah 2004). Acuan pemupukan tersebut belum mempertimbangkan ketersediaan hara tanah dan tanaman serta kondisi media tumbuh.

Pemupukan yang tidak sesuai kebutuhan tanaman dapat menyebabkan tanaman tidak mendapatkan unsur hara yang cukup, sebaliknya justeru dapat menimbulkan keracunan. Pemupukan yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan hara, pemborosan biaya dan bahkan bisa meracuni tanaman. Hal ini sesuai laporan Poerwantoet al. (1995), bahwa pemupukan NPKPrill15:15:15 yang bersifat cepat tersedia pada bibit sambung tanaman manggis ternyata

hasilnya kurang memuaskan, bahkan pemupukan dengan dosis 10 g dalam 3 l media justeru menyebabkan tanaman mengalami keracunan. Oleh karena itu pentingnya dikaji penggunaan pupuk yang cepat tersedia dan pupuk lepas terkendali serta cara aplikasi pada berbagai porositas media. Selama ini telah dikenal beberapa aplikasi pemupukan diantaranya aplikasi pupuk butiran (granular) yang telah banyak digunakan dan dianggap mudah diaplikasikan serta harganya relatif murah. Aplikasi pemupukan dapat pula dengan cara dilarutkan dalam air lalu disiram ke media tumbuh atau yang dikenal sebagai fertigasi (fertigation). Cara ini dapat mempercepat penyerapan hara tetapi dibutuhkan waktu yang lebih banyak karena umumnya frekuensi aplikasinya lebih tinggi. Untuk mengurangi frekuensi penyiraman maka dapat digunakan pupuk lepas terkendali (slow release) dengan interval pemupukan yang lebih panjang (4-6 bulan) tetapi ketersediaan hara lebih lambat dan harga pupuknya juga lebih mahal. Lambatnya ketersediaan hara dari pupuk slow release karena sifat kelarutannya yang lambat akibat adanya lapisan khusus dari bahan resin yang sifatnya

permeabel(awet) pada setiap butirannya. Akibatnya unsur hara yang terkandung dalam butiran pupuk tersebut dilepaskan secara perlahan-lahan sehingga unsur hara menjadi lambat tersedia bagi tanaman. Ketiga cara aplikasi pemupukan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga perlu dikaji bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit manggis.

Berdasarkan uraian sebelumnya diketahui bahwa perakaran tanaman manggis peka terhadap tata udara (aerasi) yang kurang baik, utamanya pada medium tumbuh yang terbatas seperti di pot. Aerasi akan mempengaruhi penyerapan air dalam hubungannya dengan kandungan O2 dan CO2, dimana semakin tinggi kandungan O2maka semakin tinggi permeabilitas dinding sel akar sehingga laju serapan air meningkat dan sebaliknya apabila kandungan CO2 yang tinggi, maka permeabilitas dinding sel akar semakin rendah sehingga laju serapan air juga terhambat. Oleh karena itu pentingnya pengaturan aerasi yang disesuaikan dengan karakteristik perakaran. Pada penelitian ini dilakukan pula perbaikan pertumbuhan tanaman melalui pengaturan porositas media yang dipadukan dengan penggunaan pot beraerasi. Pot yang digunakan adalah dari keranjang anyaman bambu yang memiliki banyak pori-pori pada semua sisi pot

sehingga sirkulasi udara menjadi lebih baik. Namun belum diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap tanaman apabila dipadukan dengan porositas media.

Beberapa informasi di atas menunjukkan peran penting lingkungan tumbuh terhadap pertumbuhan bibit manggis. Namun masih terbatas informasi yang menjelaskan bagaimana mekanisme perubahan morfologi dan fisiologi akibat perubahan lingkungan tumbuh. Informasi ini menjadi dasar pertimbangan dalam pengelolaan lingkungan tumbuh spesifik sehingga kedepannya bisa dirancang teknologi pembibitan yang mampu menghasilkan bibit yang berkualitas dengan pertumbuhan yang optimal.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan bibit manggis melalui perbaikan komponen teknologi pembibitan manggis dengan rekayasa media tumbuh yang berbasis porositas media dan dikombinasikan dengan lingkungan tumbuh spesifik.

Secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Mempelajari karakteristik morfologi dan fisiologi pertumbuhan bibit manggis pada kondisi cekaman kekeringan.

2. Mendapatkan nilai porositas media dari berbagai sumber atau bahan media yang akan digunakan dalam penyusunan media tumbuh yang sesuai karakteristik perakaran tanaman manggis.

3. Mempelajari faktor-faktor lingkungan tumbuh spesifik seperti ketersediaan air, unsur hara dan kecukupan aerasi dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan pertumbuhan bibit manggis.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menjelaskan mekanisme fisiologi antara pertumbuhan akar dan tajuk pada berbagai porositas media dengan dukungan lingkungan tumbuh spesifik seperti ketersediaan air, unsur hara dan kecukupan aerasi. Mekanisme fisiologi tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam penentuan cara pemacuan pertumbuhan bibit manggis yang dikenal pertumbuhannya lambat.

Sebagai dasar kajian mekanisme morfologi dan fisiologi yang menjelaskan pertumbuhan tajuk dan akar maka diperlukan data penelitian yang meliputi:

1. Periode pertumbuhan tunas dan periode dormansi pada berbagai porositas media, ketersediaan air dan unsur hara serta kecukupan hara.

2. Pertumbuhan tajuk (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, lebar kanopi, luas daun, bobot kering tajuk dan bobot kering total) dan pertumbuhan akar (panjang akar primer, panjang akar tampak, volume akar, bobot kering akar) serta keseimbangan pertumbuhan tajuk dan akar melalui pengamatan rasio tajuk/akar.

3. Perubahan potensial air jaringan, laju fotosintesis, laju transpirasi dan daya hantar stomata.

4. Perubahan kandungan asam amino prolin sebagai indikator terjadinya cekaman kekeringan.

5. Perubahan kandungan hara N,P dan K daun serta serapan hara 6. Pengamatan kerapatan stomata

7. Perubahan kandungan klorofil daun (klorofil a, klorofil b, klorofil total dan rasio klorofil a/b).

Berdasarkan pemahaman mengenai porositas media maka dapat direkomendasikan beberapa sumber media yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam pemilihan dan penyusunan media tumbuh berdasarkan ketersediaan sumberdaya setempat serta sesuai dengan karakteristik perakaran tanaman. Pemilihan media tumbuh yang tepat disertai perbaikan teknik budidaya dan pengelolaan lingkungan tumbuh spesifik diharapkan dapat dihasilkan bibit yang berkualitas untuk mendukung pengembangan manggis nasional.

Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan tanaman manggis yang lambat antara lain disebabkan kondisi perakaran yang tidak mendukung untuk percepatan pertumbuhan. Beberapa strategi dapat dilakukan dalam memacu pertumbuhan bibit manggis antara lain melalui perbaikan lingkungan tumbuh. Oleh karena itu rangkaian penelitian ini diawali dengan pemahaman lingkungan tumbuh spesifik, seperti

media tumbuh, ketersediaan air dan unsur hara serta kecukupan aerasi sehingga kedepannya dapat dirancang teknologi pembibitan yang sesuai karakteristik tanaman dan sekaligus dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Media tumbuh berfungsi sebagai tempat tumbuh sementara sebelum dipindahkan ke lapang dan memiliki peran penting dalam menghasilkan bibit yang berkualitas. Selama ini pertimbangan utama yang digunakan dalam pembuatan atau pemilihan media tumbuh adalah ketersediaan bahan. Melalui penelitian ini ditambahkan aspek porositas media sebagai dasar penyusunan atau pemilihan media tumbuh. Porositas media yang sesuai karakteristik tanaman diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan peningkatan porositas media dapat memperbaiki aerasi sehingga proporsi udara seperti O2 di dalam media meningkat sehingga berdampak pada peningkatan laju respirasi akar.

Masalahnya terdapat hubungan yang berlawanan antara kecukupan udara dengan ketersediaan air. Pada porositas tinggi umumnya didominasi pori-pori makro dan ruang-ruang pori tersebut banyak ditempati oleh O2 sehingga aerasi meningkat. Namun porositas media yang tinggi memiliki keterbatasan dalam menyimpan air sehingga rentang mengalami cekaman kekeringan apabila tidak diimbangi dengan penyiraman intensif. Kondisi sebaliknya pada porositas media yang rendah, karena fraksi media didominasi oleh pori-pori mikro, maka kemampuannya menyimpan air cukup tinggi, namun karena ruang pori-pori makro relatif sedikit sehingga pertukaran udara terhambat dan kandungan O2 menjadi rendah dan akibatnya respirasi akar terhambat. Berdasarkan dua kondisi tersebut maka dibutuhkan pengaturan porositas media yang selain dapat meningkatkan ketersediaan air, juga mampu meningkatkan kecukupan aerasi, utamanya pada tanaman yang memiliki kendala perakaran seperti tanaman manggis.

Karakteritik perakaran tanaman manggis yang memiliki jumlah akar lateral terbatas dan tidak mempunyai akar rambut serta pertumbuhannya lambat, menyebabkan bibit manggis peka terhadap cekaman kekeringan utamanya saat kandungan air media rendah. Saat terjadi cekaman kekeringan maka potensial air daun menjadi sangat rendah sehingga respon pertama yang nampak adalah

terhambatnya laju pembesaran sel dan akibatnya pertumbuhan tanaman juga terhambat (Salisbury & Ross 1995). Pada kondisi cekaman ringan dapat menyebabkan stomata tertutup sehingga laju difusi CO2 dan O2 juga terhambat, akibatnya kandungan O2 dan laju serapan air juga menurun sehingga menurunkan laju fotosintesis. Oleh karena itu penting diketahui batas kritis cekaman kekeringan yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penanganan bibit manggis. Untuk mempelajari bagaimana pengaruh cekaman kekeringan terhadap tanaman, maka dilakukan simulasi cekaman kekeringan. Dari beberapa laporan diketahui bahwa polietilena glikol (PEG) telah banyak digunakan sebagai bahan simulasi antara lain pada tanaman kedelai (Husni et al. 2006), cabai (Yusniwati 2007), kelapa sawit (Palupi & Dedywiryanto 2008), Phaseolus mungo (Garg 2010), tembakau (Riduan et al. 2010) dan Trifolium repens L (Wang 2010). Hasil simulasi ini diharapkan menjadi acuan dalam pengaturan ketersediaan air media sehingga tanaman bisa terhindar dari cekaman kekeringan.

Penyiraman merupakan komponen penting dalam penanganan bibit manggis. Selama ini penyiraman air dilakukan secara sering (1-2 hari sekali) tanpa mempertimbangkan aspek porositas media. Padahal terdapat perbedaan ketersediaan air pada porositas media yang berbeda. Pada porositas yang rendah, kemampuan menyimpan air tinggi sehingga tidak perlu dilakukan penyiraman sering. Berbeda halnya dengan porositas tinggi yang harus diikuti penyiraman yang intensif karena memiliki keterbatasan dalam menyimpan air. Penyiraman yang intensif sering menjadi kendala pada pembibitan yang skalanya besar, karena dibutuhkan biaya, waktu dan alokasi tenaga kerja yang tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan bahan yang dapat meningkatkan ketersediaan air sehingga tidak perlu penyiraman yang intensif. Beberapa laporan penelitian menunjukan beberapa jenis polimer penyimpan air (PPA) dapat digunakan dalam meningkatkan ketersediaan air, baik saat pembibitan maupun setelah penanaman di lahan (Viero et al.2002; Roweet al. 2005; Thomas 2008). Menurut Andryet al. (2009), polimer sintetik hidrofilik (karboksimetil selulosa dan isopropil akrilamida) dapat mengembang saat menyerap air dalam jumlah besar sehingga dapat meningkatkan ketersediaan air. Ketersediaan air yang cukup dan serapan yang efektif oleh akar akan meningkatkan pasokan air ke jaringan tanaman

sehingga meningkatkan sejumlah aktivitas metabolisme tanaman. Namun masih perlu dikaji kemampuan PPA dalam mempertahankan ketersediaan air pada berbagai porositas media.

Rekomendasi pemupukan manggis yang ada selama ini masih sangat umum, sehingga sulit diaplikasikan secara tepat, contohnya belum ada rekomendasi pemupukan pada pembibitan sesuai kondisi media tumbuh. Melalui penelitian ini diharapkan diketahuinya jenis dan cara pemupukan yang sesuai kondisi media tumbuh. Aplikasi pemupukan bisa dengan pupuk yang mudah larut seperti pupuk anorganik NPK atau pupuk yang kelarutannya lambat atau yang