• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manggis merupakan salah komoditi hortikultura yang memiliki prospek cerah karena permintaan buah ini sangat tinggi, baik permintaan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini menjadi alasan pentingnya pengelolaan tanaman, mulai pembibitan sampai produksi untuk meningkatkan produktivitasnya. Kendala utama pengembangan manggis adalah lambatnya pertumbuhan, baik saat pembibitan maupun setelah ditanam di lahan. Kondisi tersebut menyebabkan masa bibit siap tanam menjadi lebih lama (3-4 tahun) sehingga kebutuhan bibit tidak bisa segera dipenuhi dalam waktu yang singkat dan masa tanaman belum menghasilkan (TBM) menjadi lama yaitu 8-15 tahun (tanaman asal biji).

Pertumbuhan yang lambat antara lain disebabkan: (a) buruknya sistem perakaran, sehingga (b) penyerapan air dan hara lambat, (c) rendahnya laju fotosintesis, dan (d) rendahnya laju pembelahan sel pada meristem pucuk (Wibel et al. 1992a; Ramlan et al. 1992; Poerwanto 2000). Akar tanaman manggis tumbuh sangat lambat, rapuh, jumlah akar lateral terbatas dan tidak mempunyai akar rambut, mudah rusak sehingga luas permukaan kontak antara akar sengan media tumbuh relatif sempit yang mengakibatkan serapan air dan hara menjadi terbatas (Cox 1988).

Karakteristik pertumbuhan akar yang lambat dan kurang berkembang serta jumlah akar lateral terbatas menyebabkan bibit manggis peka terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti cekaman kekeringan. Oleh karena itu pengaturan ketersediaan air sangat diperlukan sehingga bisa menghindari dampak negatif akibat cekaman kekeringan. Namun pemberian air harus disesuaikan dengan kebutuhan tanaman agar diperoleh efisiensi penggunaan air. Dengan demikian pemahaman karakteristik fisik sangat dibutuhkan utamanya yang berhubungan dengan kemampuan media menyimpan air.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dilakukan penelitian yang difokuskan pada upaya pemacuan pertumbuhan manggis melalui perbaikan media tumbuh yang berbasis porositas dan pengelolaan faktor lingkungan tumbuh seperti air, unsur hara dan udara. Selama ini aspek porositas media belum digunakan dasar sebagai pertimbangan dalam perakitan media tumbuh, karena belum tersedia

informasi yang akurat mengenai porositas media sehingga penyusunan komposisi media masih berdasarkan kebiasaan yang berawal dari proses mencoba-coba. Padahal perbedaaan porositas media tumbuh akan mempengaruhi kapasitas menyimpan air, sehingga pada porositas media yang berbeda akan diperlukan interval penyiraman yang berbeda dalam upaya memenuhi kebutuhan tanaman.

Selama ini media pembibitan manggis hanya berupa media tanah atau campuran tanah dan sedikit pupuk kandang. Apabila komposisi media tersebut menggunakan tanah dengan tekstur yang dominan liat maka dapat menyebabkan pemadatan yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan akar. Media yang tergolong padat atau massive biasanya memiliki porositas yang rendah sehingga memiliki kapasitas menyimpan air yang tinggi tetapi sebagian besar air tersebut justeru tidak bisa dimanfaatkan secara optimal bagi tanaman (Dresboll 2010). Bahkan pada kondisi media yang sangat padat atau porositas media sangat rendah (jumlah ruang pori-pori makro sangat sedikit) dengan penyiraman yang intensif justeru bisa berakibat terjadinya penggenangan dan memicu terjadinya defisiensi O2.

Sebaliknya pada media berporositas tinggi memiliki kelebihan dari aspek kecukupan aerasi sehingga difusi O2dan CO2berlangsung optimal dan kandungan O2 di zona perakaran juga meningkat sehingga mendorong aktivitas respirasi. Ketersediaan O2 menjadi syarat mutlak berlangsungnya proses respirasi aerobik utamanya pada tahap oksidasi terminal. Peningkatan respirasi akan memungkinkan tersediaanya sejumlah energi yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Namun media dengan porositas yang tinggi justeru memiliki keterbatasan dalam menyimpan air. Oleh karena itu pentingnya strategi penyusunan media tumbuh yang tepat sehingga diperoleh media yang baik dalam menyediakan air dan unsur hara dan juga mampu menciptakan kondisi aerasi yang optimal untuk pertumbuhan tanaman.

Untuk mengatasi keterbatasan media dalam menyimpan air maka digunakan polimer penyimpan air (PPA). PPA memiliki fungsi mengikat air yang kuat saat dilakukan penyiraman dan apabila kandungan air media mulai berkurang maka air yang diikat tersebut akan dilepaskan secara perlahan-lahan ke media tumbuh. Mekanisme kerja PPA inilah yang memungkinkan tanaman bisa

terhindar dari cekaman kekeringan, utamanya pada media berporositas tinggi. Aplikasi PPA juga dapat mengurangi kehilangan air lewat rembesan air gravitasi sehingga mengurangi penyiraman yang intensif yang selama ini diterapkan pada media berporositas tinggi.

Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman maka dilakukan pemberian hara sesuai kebutuhan tanaman. Dengan karakteristik perakaran bibit manggis yang terbatas maka diperlukan cara pemberian hara yang mampu meningkatkan laju serapan hara. Selama ini dikenal adanya jenis pupuk yang cepat tersedia dan ada pula yang lambat tersedia (slow release). Oleh karena itu dilakukan pula percobaan untuk mempelajari perbedaan aplikasi pupuk yang cepat tersedia dibandingkan dengan yang lambat tersedia terhadap pertumbuhan bibit manggis. Selain itu dibandingkan pula cara aplikasi antara yang dibenamkan ke media tumbuh dengan aplikasi lewat air penyiraman atau biasa dikenal sebagai aplikasi pupuk secara fertigasi. Aplikasi secara fertigasi telah banyak diterapkan produksi tanaman sayuran dan tanaman hias, namun cara ini belum banyak diterapkan pada pembibitan buah-buahan termasuk manggis. Selain itu pada paket teknologi pembibitan manggis belum tersedia panduan mengenai aplikasi pemupukan pada berbagai porositas media. Pemahaman mengenai porositas media akan sangat bermanfaat dalam merancang model aplikasi pemupukan yang tepat sehingga meningkatkan serapan hara dan mendorong pertumbuhan tanaman.

Pengaturan aerasi yang baik di sekitar lingkungan tumbuh akan meningkatkan laju difusi O2 dan CO2 sehingga meningkatkan ketersediaan udara utamanya O2. Pengaturan aerasi dilakukan dengan penggunaan pot berpori dari keranjang anyaman bambu yang merupakan terobosan baru dalam perbaikan aerasi. Penggunaan pot yang memiliki banyak pori pada semua sisinya akan meningkatkan ketersediaan O2 sehingga memacu pertumbuhan akar. Dengan kondisi aerasi yang baik maka pertumbuhan akar meningkat, bahkan akar bisa tumbuh menembus pori-pori pot yang memungkinkan terpotongnya akar (root prunning). Dampak positif dari root prunningadalah terjadinya peremajaan akar sehingga senantiasa tumbuh akar-akar muda yang aktif dalam menyerap air dan unsur hara. Selama ini dalam pembibitan umumnya digunakan plastik polybag yang diketahui memiliki aerasi yang terbatas karena ruang yang memungkinkan

sirkulasi udara hanya terdapat pada permukaan atas polybag dan sejumlah lubang dengan jumlah yang terbatas pada sisi polybag. Oleh karena itu melalui penelitian ini diharapkan diperoleh pemahaman yang menjelaskan perbedaan pertumbuhan bibit akibat penggunaan pot dengan karakteristik aerasi yang berbeda.

Dengan demikian penelitian ini secara umum bertujuan meningkatkan pertumbuhan bibit manggis melalui perbaikan komponen teknologi pembibitan manggis dengan cara rekayasa media tumbuh berbasis porositas media dan dikombinasikan dengan lingkungan tumbuh spesifik (air, unsur hara dan udara) yang sesuai karakteristik tanaman. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan positif dalam perbaikan teknologi pembibitan manggis sehingga mampu dihasilkan bibit yang berkualitas dan siap tanam dalam waktu yang relatif lebih singkat (sekitar 2 tahun) atau lebih cepat dibanding waktu penyiapan bibit yang dilakukan selama ini (3-4 tahun).

Cekaman kekeringan terhadap komponen pertumbuhan dan fisiologis

Hasil percobaan menunjukkan terjadinya hambatan pertumbuhan pada semua peubah pertumbuhan tajuk dan akar tanaman apabila tanaman mengalami cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan juga menyebabkan siklus trubus menjadi lebih panjang sebagai akibat peningkatan masa dormansi. Aktivitas fotosintensis juga mengalami penurunan sehingga alokasi fotosintat ke semua bagian tanaman termasuk ke meristem tajuk juga berkurang. Akibatnya pembelahan dan pembesaran sel terhambat dan dampaknya secara visual adalah terhambatnya pembentukan tunas baru yang diukur dari panjangnya periode trubus. Hal ini sesuai Kramer (1983) bahwa cekaman kekeringan berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif terutama pertumbuhan tunas baru, luas daun dan nisbah akar/tajuk.

Indikator yang banyak digunakan untuk mengetahui terjadinya cekaman kekeringan adalah peningkatan kandungan prolin. Pada penelitian ini diketahui bahwa tanaman yang mendapat perlakuan cekaman kekeringan memiliki kandungan prolin antara 2.41-3.66 µmol/g berat basah atau mengalami peningkatan 41-114% dibanding tanpa cekaman. Sintesis dan akumulasi kandungan prolin merupakan salah satu mekanisme tanaman dalam menghadapi

cekaman kekeringan, dimana prolin merupakan salah satu senyawa organik yang berfungsi sebagaiosmotic adjustment.

Pada penelitian ini belum diketahui batas kritis dari cekaman kekeringan terhadap laju pertumbuhan tanaman, namun data pertumbuhan menunjukkan bahwa dengan cekaman yang rendah (konsentrasi 5% PEG) sudah mampu menurunkan pertumbuhan tanaman secara linier. Cekaman kekeringan secara konsisten menurunkan pertumbuhan tajuk dan akar secara nyata, dimana semakin tinggi taraf cekaman maka semakin besar penurunan pertumbuhan. Penurunan pertumbuhan akar dan tajuk sebagai akibat perlakuan cekaman kekeringan, ternyata menunjukkan pola yang sejalan dengan potensial air daun. Hubungan antara potensial air daun dengan pertumbuhan tajuk disajikan pada Gambar 5 dan 6, yang menunjukkan penurunan potensial air daun menyebabkan pula penurunan pertumbuhan tajuk secara linier. Hal ini karena cekaman kekeringan menyebabkan berkurangnya pasokan air ke jaringan daun khususnya ke sel jaga sehingga sel menjadi kempis yang kemudian merangsang penutupan stomata. Penutupan stomata menyebabkan terhambatnya difusi CO2 akibatnya laju fotosintesis dan daya hantar stomata mengalami penurunan, begitupula terhadap laju transpirasi (Tabel 11), karena sebagian besar keluarnya air dari jaringan tanaman juga melalui stomata. Kondisi demikian mengakibatkan terhambatnya sejumlah aktivitas fisiologis seperti pembesaran dan pembelahan sel dan responnya terlihat dari penurunan pertumbuhan tajuk dan akar.

Hasil penelitan ini membuktikan bahwa bibit manggis mengalami perubahan morfologi dan fisiologi akibat terjadinya cekaman kekeringan. Dengan demikian diperlukan manajemen pengelolaan air yang tepat dalam pembibitan manggis supaya tanaman bisa terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh cekaman kekeringan. Dari data pertumbuhan tajuk dan akar menunjukkan bahwa dengan cekaman yang ringan (5% PEG) sudah mampu menurunkan laju pertumbuhan tanaman sejak awal pembibitan. Oleh karena itu pengaturan ketersediaan air sangat diperlukan dengan menyesuaikan kondisi fisik media. Dengan demikian pemahaman perubahan morfologi dan fisiologi tanaman akibat terjadinya cekaman kekeringan harus ditunjang pula oleh pemahaman karakteristik fisik seperti porositas media tumbuh.

Penyusunan media tumbuh dengan pendekatan porositas

Media tumbuh merupakan salah satu faktor penting dalam industri pembibitan, walaupun sifatnya hanya sementara sampai bibit siap dipindahkan ke lapang, namun sangat mempengaruhi performan pertumbuhan bibit. Bibit yang berkualitas antara lain dihasilkan dari kondisi media yang baik pula. Salah satu indikator media tumbuh dikatakan baik apabila mampu memberikan ruang dan lingkungan tumbuh (air, unsur hara dan udara) yang optimal bagi pertumbuhan tanaman, khususnya untuk pertumbuhan akar. Media yang porous mampu menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan akar sehingga bisa mengoptimalkan fungsi akar sebagai organ penyerap air dan unsur hara, selain sebagai penopang tubuh tanaman. Oleh karena itu dalam penyusunan media tumbuh selayaknya mempertimbangkan karakteristik fisik media.

Selama ini media tumbuh untuk pembibitan berupa campuran berbagai sumber media tumbuh dengan perbandingan bobot ataupun volume yang bervariasi, contohnya campuran tanah + pupuk kandang (2:1), campuran tanah + arang sekam + pupuk kandang (1:1:1), campuran tanah + pasir (3:1), dan masih banyak lagi komposisi media yang sering digunakan. Perbandingan campuran media tersebut pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh kondisi yang optimal bagi pertumbuhan akar. Pada dasarnya karakteristik porous ataupun massive suatu media merupakan suatu nilai yang dikenal dengan istilah porositas media. Masalahnya sampai saat ini belum tersedia informasi yang akurat mengenai nilai porositas dari berbagai jenis media, padahal informasi tersebut sangat dibutuhkan sebagai pertimbangan dalam mendesain media tumbuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari simulasi 20 komposisi media tumbuh, ternyata terdapat variasi porositas media antara 53-70%. Adanya variasi tersebut sangat bermanfaat dalam merakit media tumbuh yang sesuai karakteristik tanaman. Porositas terendah diperoleh pada media tanah dengan nilai porositas sebesar 53.48%, sedangkan campuran media tanah dengan pupuk kandang kambing (2:1) memiliki porositas tertinggi yaitu 69.63%. Berdasarkan variasi nilai porositas pada Tabel 15, maka dipilih empat nilai porositas yang telah digunakan sebagai perlakuan pada percobaan air, pupuk dan jenis pot yang merupakan rangkaian dari penelitian ini. Keempat kisaran porositas tersebut

adalah: 51-55, 56-60, 61-65 dan 66-70. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa keempat kisaran porositas tersebut menghasilkan respon yang berbeda terhadap sebagian besar pertumbuhan tajuk maupun akar. Oleh karena itu dari hasil penelitian ini diperoleh empat kategori porositas media yaitu: porositas media≤di bawah 51-55% (rendah), 56-60% (sedang), 61-65% (tinggi) dan ≥66- 70% (sangat tinggi) yang selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan dalam pemilihan dan penyusunan media pembibitan.

Ketersediaan Air dan Porositas Media terhadap Komponen Pertumbuhan dan Aktivitas Fisiologis

Peningkatan ketersediaan air dan pengaturan aerasi menunjukkan bahwa interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% secara nyata meningkatkan pertumbuhan tajuk dan akar serta mendorong tanaman menyelesaikan siklus trubusnya lebih cepat. Hal ini dapat dijelaskan melalui pengukuran kadar air dan status air jaringan. Hasil pengukuran kadar air yang ditampilkan pada Gambar 10 menunjukkan bahwa media dengan porositas 61- 65% miliki kemampuan menyimpan air yang lebih tinggi dibanding porositas lainnya, yang nampak dari kadar air yang lebih tinggi saat kapasitas lapang sampai hari ke-8 setelah kapasitas lapang. Nampak pula adanya penurunan kadar air media sampai hari ke-8, dimana penurunan yang paling kecil diperoleh pada porositas media 61-65%. Data ini menunjukkan bahwa penggunaan PPA pada porositas media 61-65% sangat efektif dalam mempertahankan kandungan air media sehingga berdampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman.

Demikian pula terhadap status air jaringan, dimana perlakuan interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% menghasilkan potensial air daun dan gradien potensial air jaringan (akar dan daun) yang tinggi. Sebagaimana diketahui air bergerak dari potensial air tinggi ke potensial rendah dan semakin besar gradien potensial air, maka semakin mudah air mengalir. Hal ini memberikan indikasi bahwa penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% mampu mempertahankan ketersediaan air media, sehingga air dapat diserap akar, lalu dialirkan atau diangkut secara vertikal ke bagian atas tanaman dan menjadi bahan baku dalam proses fotosintesis.

Pengaruh porositas media dan interval penyiraman terhadap aktivitas fisiologis dapat dilihat dari pengamatan laju fotosintesis, daya hantar stomata, laju transpirasi dan potensial air jaringan. Interval penyiraman 6 hari + PPA pada porositas media 61-65% menghasilkan laju laju fotosintesis dan daya hantar stomata yang tertinggi. Apabila dihubungkan antara laju fotosintesis dan daya hantar stomata dengan peubah potensial air daun menunjukkan adanya pola yang respon yang sama pada porositas 61-65% dengan penyiraman 6 hari sekali + PPA. Dengan demikian tingginya laju fotosintesis dan daya hantar stomata antara lain disebabkan meningkatnya potensial air daun. Menurut Ryugo (1988); Salisbury & Ross (1995) bahwa status air merupakan salah satu faktor yang membatasi aktivitas fotosintesis, selain ketersediaan CO2, cahaya, umur tanaman dan genetik. Tingginya daya hantar stomata disebabkan kebutuhan CO2yang meningkat karena peningkatan aktivitas fisiologis. Peningkatan laju fotosintesis dan daya hantar stomata mendorong pertumbuhan tajuk dan akar lebih baik pada porositas media 61-65% dengan interval penyiraman 6 hari.

Peran Aerasi terhadap Ketersediaan Hara dan Pertumbuhan Tanaman Hubungan antara porositas media dengan ketersediaan hara adalah melalui peran oksigen dalam meningkatkan respirasi akar. Kadar oksigen diketahui cukup tinggi pada media yang porous karena oksigen menempati ruang-ruang pori makro pada media tumbuh. Kandungan oksigen yang tinggi akan meningkatkan respirasi akar yang outputnya berupa energi, yang antara lain digunakan untuk untuk pengangkutan unsur hara ke jaringan akar melalui mekanisme penyerapan aktif. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa apabila akar kekurangan O2 dan karbohidrat maka penyerapan unsur hara juga terhambat karena menurunnya laju respirasi. Hasil percobaan pada tanaman gandum menunjukkan penyerapan hara meningkat apabila respirasi akar meningkat dan ini terjadi apabila tersedia karbohidrat dan O2 sebagai komponen utama dalam respirasi (Darmawan & Baharsjah 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan metode aplikasi pemupukan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar hara jaringan daun dan serapan hara daun. Nampak bahwa aplikasi pupuk slow release

menghasilkan kadar hara P daun yang tertinggi dan berbeda nyata dengan aplikasi pupuk secara fertigasi tetapi tidak berbeda nyata dengan pupuk granular. Hal ini disebabkan sifat pupuk slow release yang lambat tersedia sehingga unsur hara yang terkandung dalam pupuk tersebut juga lambat digunakan oleh tanaman, akibatnya kandungan hara P pada akhir penelitian nampak lebih tinggi dibanding aplikasi pupuk granular maupun fertigasi. Hal ini didukung hasil pengamatan tajuk dan akar yang menunjukkan aplikasi pupuk slow release justeru menghasilkan pertumbuhan tajuk dan akar yang lebih rendah dibanding aplikasi pupuk secara fertigasi pada media dengan porositas 61-65%.

Hasil penelitian juga bahwa menunjukkan faktor tunggal pemupukan menunjukkan pengaruh nyata terhadap serapan hara N dan K daun, dimana perlakuan pupuk secara fertigasi menghasilkan serapan hara N dan K yang tertinggi. Tingginya serapan hara N dan K pada perlakuan pupuk secara fertigasi karena dengan metode penyiraman ke media tumbuh menyebabkan unsur hara menjadi lebih cepat larut dan tersedia bagi tanaman. Serapan N dan K yang tinggi terbukti memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Hasil uji korelasi Pearson pada Tabel 38, menunjukkan bahwa serapan hara N dan K berhubungan sangat nyata dan positif dengan peubah pertumbuhan tajuk dan akar. Demikian pula apabila dihubungkan dengan pertumbuhan tajuk dan akar, ternyata aplikasi pupuk dengan metode fertigasi mendorong peningkatan serapan hara N dan K daun sehingga berdampak pada peningkatan pertumbuhan tajuk dan akar.

Perbaikan aerasi melalui perpaduan antara pot yang beraerasi tinggi disertai pengaturan porositas media memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan pertumbuhan bibit manggis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman di dalam pot yang beraerasi tinggi (pot dari keranjang anyaman bambu) secara konsisten memperlihatkan pertumbuhan tajuk dan akar yang lebih tinggi dibanding pada polybag. Pot yang beraerasi tinggi memberikan respon yang terbaik apabila dipadukan dengan porositas media sedang. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan media dengan porositas 56-60 dan 61-65% di dalam pot anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan yang terbaik. Hal ini disebabkan perpaduan antara pot yang beraerasi dengan porositas sedang sampai tinggi mampu menghasilkan lingkungan tumbuh yang optimal bagi pertumbuhan

tanaman. Dengan demikian untuk menghasilkan pertumbuhan bibit yang baik, maka sebaiknya digunakan pot yang berpori disertai media tumbuh dengan porositas sedang sampai tinggi.

Setelah bibit ditanam di lahan menunjukkan adanya perbedaan pertumbuhan antara tanaman yang berasal dari pot anyaman bambu dengan tanaman dari polybag, dimana tanaman yang berasal dari pot anyaman bambu menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tanaman dari polybag sampai 5 BST. Demikian pula porositas media 56-60 dan 61-65% mampu menghasilkan pertumbuhan optimal saat pembibitan. Diduga penanaman pada pot anyaman bambu dan penggunaan media dengan porositas sedang sampai tinggi mampu menciptakan kondisi aerasi dan ketersediaan air yang baik sehingga mendorong pertumbuhan saat pembibitan, sehingga saat dipindahkan ke lahan maka tanaman bisa beradaptasi cepat dengan lingkungan tumbuh yang baru. Hal ini memberikan gambaran adanya hubungan antara kondisi saat pembibitan dengan kondisi tanaman setelah dipindahkan ke lahan. Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai arti penting pengelolaan tanaman yang baik saat pembibitan sehingga dihasilkan bibit yang berkualitas dan menunjukkan performan pertumbuhan yang baik saat ditanam di lahan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan pentingnya manajemen media dalam memacu pertumbuhan bibit manggis, sekaligus mendukung penyediaan bibit yang berkualitas. Beberapa komponen teknologi dari hasil penelitian ini dapat diacu dalam perbaikan teknologi pembibitan manggis, seperti pembuatan media tumbuh berbasis porositas, pengaturan pemberian air, aplikasi pemupukan dan pengaturan aerasi yang terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan bibit manggis.

Melalui serangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat dibuat suatu rancangan komponen teknologi untuk melengkapi paket teknologi pembibitan manggis yang telah ada sebagai berikut:

a. Penyusunan media tumbuh berdasarkan porositas media

Untuk pembuatan media tumbuh selayaknya dipertimbangkan kesesuaian karakteristik perakaran. Oleh karena perakaran tanaman sangat berkaitan dengan

medium tumbuh maka pendekatan porositas media menjadi pilihan yang tepat dalam mendesain media tumbuh. Pada Tabel 16 disajikan beberapa alternatif komposisi media yang disusun berdasarkan porositas media. Berdasarkan hasil penelitian ini direkomendasikan penggunaan bahan media dari limbah pertanian/peternakan seperti arang sekam padi dan pupuk kandang yang relatif murah dan mudah didapatkan serta merupakan bahan yang tidak mencemari lingkungan. Penggunaan arang sekam padi sangat baik digunakan sebagai media tumbuh dengan pertimbangan memiliki permukaan yang kasar sehingga dapat meningkatkan porositas media. Namun kelemahan dari arang sekam adalah memiliki kemampuan yang rendah dalam menyimpan air. Sebaliknya sumber media dari pupuk kandang memiliki kelebihan dalam menyimpan air, selain fungsinya dalam memperbaiki sifat fisik tanah/media. Struktur media yang semula padat dengan penambahan pupuk kandang berubah menjadi remah, sebaliknya apabila media awalnya berpasir akan berubah menjadi lebih kompak dengan adanya penambahan pupuk kandang.

Selama ini belum tersedia informasi nilai porositas media sehingga dalam pembuatan media tumbuh hanya berdasarkan kebiasaan dari proses mencoba-coba dan pertimbangan ketersediaan bahan media tumbuh. Adanya informasi nilai porositas media akan sangat bermanfaat dalam mendesain media tumbuh yang sesuai karakteristik perakaran tanaman, sebagai contoh jenis tanaman yang memiliki perakaran terbatas dan lambat mungkin menghendaki media yang