• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam penelitian ini responden dibagi atas tiga kelas, yakni nelayan juragan, nelayan buruh dan nelayan tradisional. Pembagian kelas didasarkan atas kepemilikan kapal dan alat penangkapan ikan. Pada setiap kelas nelayan, terdapat karakteristik yang diangggap berkaitan dengan keputusan nelayan untuk melakukan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim. Adapun karakteristik dari setiap kelas nelayan dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik pada kelas nelayan

Karakterisitk nelayan Kelas nelayan

Nelayan Juragan Nelayan Tradisional Nelayan Buruh Umur (25 – 35 tahun) 1 - 12 (36 – 46 tahun) 7 7 - (47 – 57 tahun) 4 5 - Pendidikan Rendah (tamat SD) 6 12 12 Sedang (tamat SMP) 4 - -

Tinggi (tamat SMA) 2 - -

Pengalaman melaut Rendah (7 - 16 tahun) 1 - 12 Sedang (>16- 25 tahun) 6 3 - Tinggi (>25 – 36 tahun) 5 9 - Pendapatan (x1000 rupiah) Rendah (700 - 4000) - 12 12 Sedang (>4000 - 7,300) 2 - - Tinggi (>7,300 – 10,500) 10 - - Usia

Distribusi usia pada nelayan juragan didominasi oleh umur dewasa awal. Hal yang melatarbelakangi banyaknya nelayan juragan yang berada pada fase ini adalah nelayan merupakan pekerjaan yang sangat membutuhkan kemampuan serta pengalaman melaut yang tinggi, karena pada saat mereka melakukan penangkapan ikan di laut lepas, selain dengan peralatan yang ada mereka akan mengandalkan pengalaman yang telah mereka miliki untuk memudahkan mereka dalam mencari ikan atau untuk memecahkan masalah ketika berada di tengah laut. Kebanyakan dari nelayan juragan tersebut merintis armadanya dalam tempo waktu yang cukup lama. Beberapa diantara mereka memulai usaha dari menjadi nelayan tradisional, dan seiring dengan waktu armada yang mereka miliki dapat berkembang. Dengan bantuan modal yang didapat dari meminjam kepada bank atau bantuan dari pihak keluarga, nelayan juragan mampu memiliki armada kapal penangkapan ikan dan mempekerjakan tenaga bantuan. Pada nelayan tradisional, distribusi umur berada pada usia dewasa awal dan dewasa akhir. Jarangnya

generasi muda yang mau bekerja sebagai nelayan tradisional karena pendapatan yang bisa didapatkan relatif rendah dan tidak menentu, tergantung dari cuaca dan badai membuat nelayan pada kelas nelayan tradisional di didominasi oleh nelayan yang sudah berumur. Ketidakmampuan nelayan tradisional dalam mengakses modal membuat nelayan tradisional tidak mampu meningkatkan usaha perikanannya untuk menjadi nelayan juragan, sehingga dengan usia yang relatif sama nelayan yang tidak mampu mengakses modal tetap menjadi nelayan tradisional, sedangkan nelayan tradisional yang mampu mengakses modal mampu menjadi nelayan juragan.

Pada kelas nelayan buruh terlihat yang mendominasi adalah nelayan muda. Dari data wawancara dengan responden diketahui bahwa nelayan yang tidak memiliki modal cenderung memilih menjadi nelayan buruh daripada menjadi nelayan tradisional. Mudahnya akses untuk menjadi nelayan buruh dan tidak diperlukannya modal uang, dan perahu karena hanya menggunakan fasilitas kapal yang dimiliki oleh nelayan juragan membuat nelayan muda lebih memilih menjadi nelayan buruh. Pilihan nelayan buruh ini untuk bekerja kepada nelayan juragan juga didasari oleh mahalnya harga perahu atau kapal, serta pengalaman mereka yang sedikit sehingga akan menyulitkan mereka untuk melakukan penangkapan ikan jika harus menjadi nelayan tradisonal.

Pendidikan

Distribusi pendidikan pada kelas nelayan juragan cukup merata, walaupun sebagian besar berada pada tingkat pendidikan rendah/ SD akan tetapi ada yang telah menempuh pendidikan hingga SMP bahkan SMA. Tingkat pendidikan nelayan juragan yang cenderung lebih tinggi disebabkan latar belakang keluarga yang telah mapan, karena sebagian besar dari nelayan juragan berasal dari keluarga mampu sehingga mereka bisa disekolahkan sampai tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan nelayan trdisional dan nelayan buruh. Pada nelayan tradisional, tingkat pendidikan cenderung rendah, hal ini disebabkan nelayan tradisional berasal dari keluarga yang tidak mampu, sehingga pada usia dini mereka telah diikutsertakan bekerja guna pemenuhan kebutuhan sehari-hari, atau hanya dibiarkan bermain dengan teman sebaya sambil diajari untuk bekerja sehingga pendidikan formal tidak menjadi prioritas utama.

Pada nelayan buruh dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan rendah mendominasi pada kelas nelyan buruh. Beberapa orang nelayan buruh merupakan anak putus sekolah, yang sebagian besar dikarenakan kekurangan biaya. Lingkan tempat tinggal yang berdekatan dengan pelabuhan, membuat mereka terbiasa untuk membantu nelayan buruh lainnya, sehingga lama-kelamaan mereka ikut menjadi nelayan buruh. Selain itu beberapa nelayan buruh adalah pendatang yang mencari pekerjaan di Pelabuhanratu karena mereka kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan di daerah asal karena tidak memiliki ijazah pendidikan formal sehingga mereka memutuskan untuk menjadi nelayan buruh karena tidak diperlukan dasar pendidikan formal. Nelayan buruh mendapatkan pendidikan non formal mengenai penangkapan ikan dari proses melaut yang mereka ikuti. Biasanya nelayan juragan, atau nahkoda kapal menugaskan nelayan buruh yang baru belajar untuk membantu nelayan buruh lainyya yang sudah terbiasa bekerja di kapal. Dalam

rentang waktu tertentu, nelayan buruh akan dipkerjakan dengan tugas-tugas lainnya yang berkaitan dengan penangkapan ikan di kapal. Pergantian penugasan ini ditujukan agar nelayan buruh dapat belajar dan mengerti keseluruhan proses penangkapan ikan, sehingga mampu membantu mengerjakan semua pekerjaan yang dibutuhkan oleh nahkoda atau nelayan juragan.

Rendahnya tingkat pendidikan pada nelayan, khususnya pada nelayan tradisional dan beberapa nelayan juragan berkaitan dengan usia mereka. Usia nelayan tradisional dan nelayan juragan cenderung tua, dimana pada saat mereka berada di usia sekolah, fasilitas pendidikan belum ada, berada di daerah yang jauh sehingga sulit untuk diakses serta sekolah yang ada hanya ada pada tingkatan sekolah dasar. Rendahnya tingkat pendidikan formal membuat nelayan lebih mengandalkan informasi yang didapat dari media atau pertukaran informasi sesama nelayan.

Pengalaman Melaut

Pengalaman melaut berkaitan erat dengan umur nelayan, hal ini dikarenakan dengan lamanya pengalaman melaut berarti semakin tua umur seorang nelayan, dimana hal ini disebabkan nelayan juragan dan nelayan tradisional memulai usaha penangkapan ikan dari usia muda, dan untuk menjadi seorang nelayan juragan atau nelayan tradisional, dibutuhkan kemampuan dan

skill yang didapat dari bertahun-tahun melaut. Pengalaman melaut yang cukup tinggi pada nelayan juragan disebabkan karena waktu yang dibutuhkan untuk membuat mereka mampu memiliki kapal dan mengembangkan usahanya relatif lama, sehingga dibutuhkan bertahun-tahun pengalaman melaut hingga mereka memiliki armada kapal dan nelayan buruh yang bekerja kepada mereka.

Pada Kelas nelayan tradisional, distribusi pengalaman melaut cenderung berada pada tingkat tinggi, hal ini karena sebagian besar nelayan tradisional telah melakukan usaha penangkapan ikan dari sejak mereka berusia muda, sehingga pengalaman melaut yang mereka miliki relatif tinggi. Pengalaman melaut yang tinggi merupakan salah satu modal utama nelayan tradisional untuk melakukan proses penangkapan ikan. Proses penangkapan ikan yang dilakukan di lepas pantai, dengan peralatan navigasi yang minim membuat nelayan tradisional mengandalkan pengetahuan serta intuisi yang didapat dari pengalamn melaut selama bertahun-tahun. Kondisi cuaca yang sering berubah serta gelombang tinggi yang datang ketika mereka berada di lepas pantai, atau masalah alinnya yang timbul ketika mereka berada di atas perahu dapat lebih mudah diatasi dengan tingginya pengalaman melaut yang dimiliki.

Pada kelas nelayan buruh cenderung memiliki pengalaman melaut yang rendah. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena usia mereka yang masih muda. Sebagian besar dari nelayan buruh cenderung baru melakoni pekerjaan sebagai nelayan sehingga pengalaman melaut mereka tergolong rendah. Pengalaman melaut yang rendah juga disebabkan karena waktu untuk mereka bisa melaut sangat tergantung dari keputusan nelayan juragan, sehingga terkadang mereka tidak diikutsertakan dalam proses penangkapan ikan.

Pendapatan

Distribusi pendapatan pada kelas nelayan juragan didominasi oleh tingkat pendapatan tinggi, dimana tidak ada yang berada di tingkat rendah. Dengan kepemilikan armada kapal penangkapan ikan, membuat tingkat pendapatan nelayan juragan relatif lebih tinggi daripada nelayan tradisional dan nelayan buruh. Kemampuan nelayan juragan dalam mengakses sumber modal dan melakukan upaya peningkatan kualitas hasil tangkapan dengan peralatan tambahan membuat nelayan juragan tetap mendapatkan hasil penjualan yang maksimal walaupun hasil tangkapan mereka berkurang.

Pada nelayan tradisional, keterbatasan alat tangkap membuat nelayan tradisional tidak mendapatkan hasil yang maksimal ketika hasil tangkapannya menurun, atau ketika mereka tidak bisa melaut karena cuaca dan badai. Distribusi pendapatan yang rendah juga terjadi pada nelayan buruh, karena pendapatan yang mereka dapatkan dari hasil penangkapan ikan akan dibagi rata dengan nelayan buruh lainnya, sehingga walaupun hasil penjualan tangkapan tinggi, hasil yang mereka dapatkan per individu tetap relatif kecil.

Pada kelas nelayan buruh pendapatan yang dimiliki relatif rendah. Nelayan buruh sangat mengandalkan upah yang didapat dari pembagian hasil tangkapan ikan. Ketika nelayan juragan tidak mengoperasikan armada kapalnya karena tingginya frekuensi badai atau gelombang laut membuat nelayan buruh tidak mendapatkan upah. Pekerjaan lainnya yang mereka lakukan cenderung hanya mengandalkan tenaga dan hasil yang didapat relatif kecil.

Hubungan Karakterisitk Nelayan dengan Strategi Adaptasi

Dari keempat karakterisitk yang telah dijabarkan, dapat dilihat bahwa pada masing-masing kelas, yakni nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh memiliki karakteristik yang sangat berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan yang nyata antar kelas membuat penelitian ini dilakukan dengan memisahkan responden berdasarkan kelasnya untuk diuji hubungannya dengan strategi adaptasi, sehingga nantinya akan terlihat strategi adpatasi yang dilakukan oleh nelyan berbeda antar kelas.

Strategi adaptasi erat kaitannya dengan modal atau akses ke sumber modal. Pada nelayan juragan yang cenderung memiliki akses modal yang lebih banyak dapat dilihat pada tabel 7 bahwa strategi adaptasi yang dilakukan lebih mengarah pada upaya intensifikasi, dimana untuk dapat melakukan intensifikasi nelayan juragan menjual atau menggadaikan kapalnya yang tidak ditujukan kepada usaha bertahan hidup, melainkan untuk memperluas armada serta melengkapai fasilitas yang diperlukan oleh kapalnya, srhingga dengan adanya anomali cuaca atau perubahan-perubahan lokasi gerombolan ikan tidak menyulitkan kapal dari nelayan juragan untuk menangkap ikan, sehingga hasil tangkapan ikan bisa maksimal dan berdampak dengan tidak menurunya pendapataan yang dihasilkan oleh nelaya juragan.

Tabel 7 Hubungan Kelas Nelayan dengan frekuensi strategi adaptasi yang dilakukan

Kelas Nelayan

Strategi Adaptasi Diversifikasi Intensifikasi Mobilisasi

Anggota Keluarga Pemanfaatan Hubungan Sosial Menggadaikan dan Menjual Barang Berharga Juragan 2 10 2 2 - Tradisional 9 7 7 7 12 Buruh 10 - 6 9 6

Nelayan tradisonal yang mayoritas berpenghasilan rendah dan memiliki akses modal yang sangat terbatas. Strategi adaptasi pada kelas nelayan ini lebih didssarkan kepada pemenuhan kebutuhan bertahan hidup. Dilihat dari Tabel 7, strategi adaptasi yang cenderung dilakukan adalah diversifikasi pekerjaan serta menggadaikan dan menjual barang berharga. Nelayan tradisional juga melakukan intensifikasi, mobilisasi serta pemanfaatan hubungan sosial, hal ini dilakukan karena dengan terbatasnya modal maka mereka harus melakukan upaya ekstra agar penghasilan mereka yang berkurang karena tidak dapat melaut dapat diatasi dengan strategi adaptasi yang dilakukan.

Pada nelayan buruh, strategi adaptasi yang dilakukan cenderung lebih mengutamakan diversifikasi, hal ini karena pada nelayan buruh mereka tidak memiliki aset berupa armada penangkapan ikan atau alat penangkapan ikan, sehingga adaptasi dilakukan dengan lebih mengandalkan tenaga. Nelayan buruh yang cenderung berusia muda, memanfaatkan tenaga unuk melakukan pekerjaan lebih sehingga ketika nelayan juragan tidak mengoperasikan armada kapalnya, nelayan buruh mencari pekerjaan lain yang mengandalkan tenaga. Pinjaman untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang biasa didapat dari nelayan juragan pemilik kapal tempat dia bekerja juga menjadi alternatif strategi adaptasi yang kerap dilakukan. Strategi adaptasi berupa intensifikasi tidak dilakukan pada kelas nelayan buruh, karena mereka tidak memiliki kapal melainkan hanya menggunakan kapal yang dimiliki oleh nelayan juragan. Strategi adaptasi yang dilakukan oleh nelayan berdasarkan kelasnya dijelaskan di bab berikut selanjutnya.

Dokumen terkait