• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi dapat dikatakan sebagai sebuah tingkah laku yang merujuk pada strategi bertahan hidup (Bennet 1978 dalam Mulyadi 2005). Dalam kajian adaptabilitas manusia terhadap lingkungan, ekosistem adalah keseluruhan situasi dimana adaptabilitas berlangsung atau terjadi. Dalam masyarakat nelayan, adaptasi dilakukan dalam beberapa bentuk, yakni diversifikasi (Wahyono 2001), yaitu dengan melukan perluasan alternatif mata pencarian yang dilakukan baik dalam sektor perikanan, maupun sektor non perikanan, intensifikasi (Wahyono) dengan melakukan investasi pada teknologi penangkapan ikan untuk meningkatkan hasil tangkapan, pemanfaatan jaringan sosial (Kusnadi 2007) dengan membentuk ikatan atau suatu bentuk hubungan khusus yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan nelayan dalam pengangkapan ikan, mobilisasi anggota keluarga (Kusnadi 2007) dengan mengikutsertakan istri dan anak dalam mencari nafkah atau dengan menggadaikan atau menjual barang-barang berharga (Kusnadi 2007). Ketika strategi adaptasi dikaitkan dengan kelas nelayan, maka akan terdapat hasil yang berbeda pada setiap kelas. Perbedaan kemampuan dalam mengakses modal dan kepemilikan aset serta fasilitas penangkapan ikan membuat nelayan pada setiap kelas memiliki suatu bentuk strategi adaptasi yang lebih cenderung mampu dilakukan.

Diversifikasi Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi

Diversifikasi adalah salah satu usaha yang dilakukan nelayan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dengan bekerja atau bermatapencarian lebih dari satu. Berdasarkan data yang didapat, responden dibagi atas dua kategori yakni nelayan yang melakukan diversifikasi dan yang tidak melakukan. Pada setiap kelas akan dilihat bentuk strategi adaptasi yang lebih cenderung dipakai. Distribusi nelayan pada setiap kelas berdasarkan diversifikasi dijelaskan sebagai berikut.

Pada Gambar 4a dapat dilihat kecenderungan yang rendah dari nelayan juragan untuk melakukan diversifikasi sebagai bentuk strategi adaptasi. Kepemilikan nelayan juragan atas armada kapal penangkapan ikan menjadi salah satu faktor yang membuat pendapatan nelayan relatif tinggi, sehingga saat terjadi peningkatan frekuensi badai atau anomali cuaca yang menyebabkan armada kapal mereka tidak bisa beroperasi hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat pendapatan serta perekonomian dari nelayan juragan. Tabungan atau simpanan yang mereka dapatkan dari hasil penjualan tangkapan ikan sebelumnya dapat mereka gunakan guna menunjang keperluan sehari-hari, sehingga mereka tidak perlu melakukan penambahan mata pencarian. Faktor umur juga berpengaruh karena dengan semakin tua nelayan juragan, maka mereka semakin mengurangi kegiatan yang memerlukan banyak tenaga dan lebih mengandalkan hasil dari tangkapan ikan. Ketika cuaca buruk atau terjadi badai, maka nelayan juragan hanya menambatkan kapalnya di dermaga pelabuhan..

Diversifikasi yang dilakukan oleh nelayan juragan cenderung kepada pekerjaan yang tidak memerlukan alokasi waktu dan tenaga yang banyak, seperti

menjadi pegawai di tempat pelelangan ikan atau membuka toko baru, seperti yang dilakukan oleh nelayan berikut:

“..kebanyakan yang punya kapal disini mah kalau sedang tidak melaut paling benerin kapalnya aja, atau ngelaut juga tapi jadi jauh nyari ikannya ...” (U, 36th, 2 April 2013)

Gambar 4 Distribusi nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh yang melakukan diversifikasi sebagai bentuk strategi adaptasi.

Pada nelayan tradisional, tingkat diversifikasi terbilang tinggi, dapat dilihat pada Gambar 4b, sebagian besar dari nelayan tradisional melakukan diversifikasi sebagai suatu bentuk upaya strategi adaptasi. Minimnya fasilitas penunjang untuk melaut yang dimiliki oleh nelayan tradisional membuat mereka rentan terhadap perubahan cuaca dan terjadinya badai. Ketika nelayan tradisional tidak bisa melaut, maka mereka harus mencari alternatif sumber pendanaan lain untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Terjadinya hal ini karena sebagian besar nelayan tradisional tidak memiliki tabungan karena hasil tangkapan yang mereka dapatkan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti yang dilakukan oleh nelayan berikut:

92% 8% Nelayan juragan 25% 75% Nelayan tradisional 8% 92% Nelayan buruh a c b melakukan tidak melakukan

“..ya kalau lagi ga ngelaut ya paling dirumah aja. Kadang ada temen yang ngajak buat kerja jadi kuli bangunan gitu, kalau ngga mah ya benerin perahu aja...” (S, 46th, 2 April 2013)

Jenis diversifikasi pekerjaan yang dilakukan oleh nelayan tradisional yang umum dilakukan adalah dengan membeli ikan yang didatangkan dari Jakarta dan menjualnya di pasar tradisional, atau mengolah ikan asin untuk meningkatkan harga jual ikan. Selain itu, pekerjaan lain yang dilakukan adalah menjadi tukang ojeg, membuat bilik dari bambu atau menjadi buruh bangunan

Nelayan buruh merupakan nelayan yang paling banyak melakukan diversifikasi pekerjaan. Upah yang minim, karena hasil penjualan ikan dibagi dengan juragan dan nelayan buruh lainnya dan juga karena ketidakpastian waktu melaut membuat nelayan buruh harus melakukan diversifikasi untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Dari Gambar 4c dapat dilihat 83% nelayan Pelabuhanratu melakukan diversifikasi sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi adaptasi diversifikasi adalah strategi adaptasi yang paling banyak dilakukan oleh nelayan buruh. Diversifikasi pekerjaan yang umum dilakukan oleh nelayan buruh adalah menjadi tukang parkir, berjualan ikan di pasar tradisional, menjadi buruh bangunan atau membantu memperbaiki kapal.

Intensifikasi Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi

Intensifikasi adalah usaha yang dilakukan nelayan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dengan memperbanyak alternatif alat tangkapan ikan guna meningkatkan hasil tangkapan ikan. Berdasarkan data yang didapat responden dibagi menjadi dua kategori, yakni nelayan yang melakukan intensifikasi dan nelayan yang tidak melakukan. Pada setiap kelas akan dilihat bentuk strategi adaptasi yang lebih cenderung dipakai. Distribusi nelayan pada kelas berdasarkan intensifikasi dijelaskan sebagai berikut.

Distribusi nelayan juragan yang melakukan intensifikasi sebagai bentuk strategi adaptasi relatif besar, hal ini dapat dilihat dari Gambar 5a yang menunjukan bahwa hampir semua nelayan juragan melakukan intensifikasi. Intensifikasi yang dilakukan oleh nelayan meliputi penambahan alat bantuan dalam melakukan usaha penangkapan ikan seperti GPS untuk mencari lokasi keberadaan ikan, sonar untuk menemukan gerombolan ikan di bawah laut serta penambahan jaring atau pukat. Selain itu intensifikasi juga dilakukan dengan penambahan alat yang digunakan untuk peningkatan mutu kualitas ikan hasil tangkapan. Alat tersebut seperti jaket ikan, yang digunakan untuk menjaga kualitas ikan tuna. Penggunaan alat ini untuk mencegah ikan terbentur ketika dinaikan keatas kapal, sehingga kualitas fisik ikan tetap terjaga dan dapat diekspor sehingga harga jualnya jauh lebih tinggi dari ikan tuna yang tidak menggunakan jaket ikan. Selain itu juga dilakukan perubahan-perubahan material pada peti kemas ikan, hal ini untuk mencari bahan terbaik yang dapat menjaga dan mencegah kualitas ikan menurun ketika didaratkan ke pelabuhan.

Nelayan tradisional yang melakukan intensifikasi dengan yang tidak melakukan intensifiksi relatif sama. Keterbatasan modal dan perahu dan alat tangkap sederhana membuat intensifikasi yang dilakukan oleh nelayan tradisional juga tergolong sederhana. Intensifikasi dilakukan dengan menambah mata pancing, atau membuat bubu perangkap ikan. Intensifikasi yang tidak bisa dilakukan secara maksimal membuat tidak semua nelayan juragan melakukannya, karena dengan intensifikasi tersebut tidak berdampak besar terhadap hasil tangkapan ikan yang didapat.

Gambar 5 Distribusi nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh yang melakukan intensifikasi sebagai bentuk strategi adaptasi.

Intensifikasi sebagai strategi adaptasi dilakukan oleh nelayan buruh terkait erat dengan intensifikasi yang dilakukan oleh nelayan juragan. Nelayan buruh yang merupakan pekerja dari nelayan juragan, hanya menggunakan peralatan dan fasilitas penangkapan ikan yang dimiliki oleh nelayan juragan. Bentuk intensifikasi yang mereka lakukan hanya sebatas pada mempelajari penggunaan dan pengoperasian peralatan yang diintensifikasi oleh nelayan juragan. Pada Gambar 5c terlihat seluruh nelayan buruh tidak melakukan intensifikasi karena intensifikasi yang mereka lakukan hanya sebatas mempelajari pengoperasian alat- alat tersebut. Selain itu adanya pembagian kerja saat berada di kapal membuat tidak semua nelayan buruh memiliki akses ke alat-alat tambahan yang digunakan. Dapat disimpulkan bahwa nelayan yang paling banyak melakukan intensifikasi adalah nelayan juragan, hal ini karena nelayan juragan memiliki modal yang lebih

8% 92% Nelayan juragan 49% 51% Nelayan tradisional Nelayan buruh a c b melakukan tidak melakukan

besar sehingga memudahkan mereka untuk melakukan dan membeli peralatan tambahan yang diperlukan dalam rangka mempermudah proses penangkapan ikan.

Mobilisasi Anggota Keluarga Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi

Mobilisasi anggota keluarga adalah bentuk strategi adaptasi dilakukan nelayan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dengan mempekerjakan anggota keluarga lain (istri, anak). Berdasarkan data yang didapat responden dibagi menjadi dua kategori, yaitu nelayan yang melakukan mobilisasi anggota keluarga, dan nelayan yang tidak melakukan. Pada setiap kelas akan dilihat bentuk strategi adaptasi yang lebih cenderung dipakai. Distribusi nelayan yang melakukan strategi adaptasi pada kelas berdasarkan mobilisasi anggota keluarga dijelaskan sebagai berikut.

Gambar 6 Distribusi nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh yang melakukan mobilisasi anggota keluarga sebagai bentuk strategi

adaptasi.

Berdasarkan Gambar 6a dapat dilihat bahwa mayoritas dari nelayan juragan tidak melakukan mobilisasi sebagai bentuk strategi adaptasi. Tingginya pendapatan yang bisa didapatkan oleh nelayan juragan membuat sebagian dari mereka tidak melakukan mobilisasi anggota keluarganya. Jika ada anggota keluarga yang telah bekerja hal itu dilakukan karena memang telah cukup umur

92% 8% Nelayan juragan 41% 59% Nelayan juragan 50% 50% Nelayan buruh a c b melakukan tidak melakukan

dan hasil dari pekerjaannya dinikmati sendiri, tidak dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga.

Pada nelayan angka tradisional, persentase yag melakukan mobilisasi anggota keluarga cukup tinggi, dapat dilihat pada Gambar 6b. Mobilisasi biasa dilakukan oleh istri nelayan dengan membantu suaminya mencari sumber pendapatan. Pekerjaan yang biasa dilakukan oleh istri nelayan adalah membuka warung kecil di rumah, menjual ikan yang didatangkan dari jakarta di pasar tradisional atau membuat bilik bambu. Sedangkan anggota keluarga nelayan yang lain, seperti anak dari nelayan tersebut hanya membantu dalam memperbaiki perahu atau jaring yang telah rusak. Kebanyakan dari anak nelayan tradisional ketika beranjak remaja mencari pekerjaan di luar Pelabuhanratu, seperti menjadi buruh pabrik.

Mobilitas anggota keluarga juga dilakukan oleh nelayan buruh di Pelabuhanratu. Mobilitas anggota keluarga yang umum dilakukan dengan mengajak istri atau anaknya untuk ikut menjual ikan di pasar tradisonal, atau menjajakan kopi dan makanan kecil di tempat pelelangan ikan. Pada Gambar 6c terlihat nelayan buruh yang melakukan mobilitas sama banyak dengan yang tidak melakukan, karena sebagian dari nelayan buruh masih berusia muda dan belum menikah.

Pemanfaatan Hubungan Sosial Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi Pemanfaatan hubungan sosial adalah usaha yang dilakukan nelayan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dengan memanfaatkan ikatan yang mereka miliki (kekeluargaan dan patron-client) dengan pemilik modal atau orang yang memiliki sumberdaya yang bisa dipinjamkan. Berdasarkan data yang didapat responden dibagi menjadi dua kategori, yakni nelayan yang melakukan pemanfaatan hubungan social dan nelayan yang tidak melakukan. Distribusi nelayan pada kelas berdasarkan pemanfaatan hubungan sosial dijelaskan sebagai berikut ini.

Pemanfaatan hubungan sosial sebagai strategi adaptasi tidak banyak dilakukan oleh nelayan juragan karena di daerah tempat tinggal mereka hubungan sosial yang bisa dimanfaatkan dalam memerluas peluang pengembangan armada sangat minim. Hubungan sosial yang mereka manfaatkan hanya untuk mendapatkan informasi terbaru serta pengetahuan mengenai teknologi penangkapan ikan, sehingga strategi adaptasi pemanfaatan hubungan sosial tidak menjadi prioritas. Hubungan sosial yang lebih banyak dimanfaatkan oleh nelayan juragan justru berada di luar kawasan pelabuhanratu. Hubungan sosial dijalin oleh nelayan juragan dengan pihak-pihak yang memungkinkan nelayan juragan untuk mendapatkan pinjaman kredit modal, seperti dengan pihak Bank. Hubungan sosial lainnya yangdimiliki adalah dengan pengepul atau pihak pengolahan ikan dan ekportir tuna. Dengan adanya hubungan sosial yang terjalin dengan baik dengan pihak pengepul, pengolah ataupun eksportir ikan, nelayan juragan dapat memperoleh informasi harga dari hasil tangkapan ikannya. Informasi mengenai harga ikan sangat penting bagi nelayan juragan, karena hal ini akan mempengaruhi proses penjualan hasil tangkapan, apakah langsung dijual di TPI, atau bisa dikirim ke pengepul di Jakarta.

Pada nelayan tradisional, hubungan sosial menjadi aset penting, karena dengan adanya hubungan sosial, mereka bisa mendapatkan informasi mengenai pekerjaan tambahan, seperti ajakan untuk bekerja sebagai buruh bangunan. Selain itu nelayan tradisional juga mengandalkan hubungan dengan keluarga istri atau suami untuk meminjam uang atau modal untuk memperbaiki perahu. Dengan adanya hubungan sosial, nelayan tradisonal yang perahunya rusak bisa ikut menumpang perahu nelayan tradisional lainnya.

Gambar 7 Distribusi nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh yang memanfaatkan hubungan sosial sebagai bentuk strategi adaptasi.

Distribusi nelayan buruh yang mengandalkan hubungan sosial sebagai bentuk strategi adaptasi tergolong tinggi. Dengan adanya hubungan patron client

yang ada diantara nelayan juragan dengan nelayan buruh membuat nelayan buruh mendapatkan akses untuk mendapatkan pinajaman uang kepada nelayan juragan yang nantinya pembayaran dapat dilakukan dengan memotong upah. Hubungan sosial juga dimanfaatkan nelayan buruh untuk mencari informasi mengenai pekerjaan tambahan yang bisa mereka lakukan untuk dapat menambah penghasilan. Pada Gambar 7c dapat dilihat sebagian besar nelayan buruh mengandalkan hubungan sosial sebagai strategi daptasi.

92% 8% Nelayan juragan 41% 59% Nelayan tradisional 25% 75% Nelayan buruh a c b melakukan tidak melakukan

Menggadaikan atau Menjual Barang Berharga Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi

Menggadaikan dan menjual barang berharga adalah usaha yang dilakukan nelayan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dengan menjual atau menggadaikan aset yang dimiliki agar didapat sumber pendanaa dalam melakukan strategi adaptasi ataupun untuk tetap bertahan hidup. Berdasarkan data yang didapat responden dibagi menjadi dua kategori, yakni nelayan yang menggadaikan dan menjual barang berharga dan nelayan yang tidak melakukan. Pada setiap kelas akan dilihat bentuk strategi adaptasi yang lebih cenderung dipakai.

Pada nelayan juragan, menggadaikan atau menjual barang berharga dilakukan bukan sebagai bentuk usaha bertahan hidup, melainkan untuk memperbesar armada penangkapan ikan sehingga pendapatan yang bisa didapat tidak menurun. Nelayan juragan biasa menggadaikan kapalnya sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman modal, yang nantinya akan dibelikan kapal baru atau peralatan tambahan untuk kapal yang mereka miliki sehingga nelayan juragan tidak melakukan upaya menggadaikan dan menjual barang berharga sebagai bentuk strategi adaptasi.

Gambar 8 Distribusi nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh yang menjual dan menggadaikan barang berharga sebagai bentuk strategi adaptasi. Nelayan juragan 41% 59% Nelayan tradisional 50% 50% Nelayan buruh a c b melakukan tidak melakukan

Pada nelayan tradisional, menggadaikan atau menjual barang biasa dilakukan ketika nelayan tidak bisa melaut dan pekerjaan tambahan tidak bisa dilakukan, atau sumber pendapatan yang tidak mencukupi. Hasil dari penjualan atau menggadaikan barang biasa digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan semakin seringnya intensitas badai membuat strategi adaptasi in semakin sering dilakukan pada kalangan nelayan tradisional.

Pada nelayan buruh, menggadaikan dan menjual barang berharga juga lumrah terjadi karena ada saat-saat tertentu mereka mendapatkan upah yang lebih tinggi. Hal ini akan dimanfaatkan oleh nelayan buruh untuk membeli peralatan elektronik ataupun telepon genggam. Akan tetapi, saat mereka tidak melaut, atau upah yang didapat lebih kecil, maka barang-barang tersebut akan dijual kembali.

Dokumen terkait