• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik yang diamati dalam produk nuget yang dihasilkan adalah karakter fisik berupa texture profile analysis dengan parameter yang diamati berupa kekerasan, elastisitas, daya kohesif, kelengketan, dan daya kunyah. Selain karakter fisik juga diamati karakter kimianya berupa analisis proksimat dan daya cerna protein in vitro serta analisis sensori terhadap produk nuget tempe yang dihasilkan.

1. Karakteristik Kimia Nuget Tempe

Hasil rekapitulasi dan pengolahan data analisis proksimat keempat produk nuget tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 8a-8e dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 10.

Secara umum produk nuget yang dihasilkan memiliki kandungan protein yang hampir sama nilainya. Tidak ada perbedaan nyata pada kadar air dan protein pada taraf 0.05. Nilai kadar air nuget tempe berkisar 49.82-51.15 (%bb) dan kadar proteinnya berkisar 26.31-29.23% (%bk) atau 12.93-14.15 (%bb).

Bila dibandingkan dengan syarat mutu kadar air yang ada pada SNI Nuget Ayam (BSN 2002) yang mensyaratkan kadar air maksimal 60 (%bb) maka keempat sampel nuget tempe memenuhi persyaratan. Kadar protein nuget tempe yang dihasilkan juga memenuhi syarat SNI Nuget Ayam yaitu minimal kadar protein 12 (%bb). Hasil pengolahan data pada Lampiran 8f menunjukkan adanya perbedaan nyata kadar abu nuget tempe pada taraf 0.05. Kadar abu paling tinggi dimiliki oleh nuget tempe G2 4.01 (%bk) dan paling rendah nuget tempe H 3.40 (%bk).

Tabel 10. Komposisi proksimat nuget tempe

Parameter Nuget Tempe A Nuget Tempe B Nuget Tempe H Nuget Tempe G2 Kadar Air (%bb) 49.82a 51.15a 50.58a 50.67a Kadar Abu (%bk) 3.73ab 3.64ab 3.40a 4.01b Kadar Protein (%bk) 26.69a 29.23a 26.40a 26.31a Kadar Lemak (%bk) 30.38a 36.18b 32.78ab 30.35a Kadar Karbohidrat (%bk) 39.20a 30.96a 37.42a 39.34a

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Kadar lemak nuget tempe juga berbeda nyata antar sampel pada taraf 0.05 (Lampiran 8g). Kadar lemak paling rendah dimiliki oleh nuget G2 30.35 (%bk) dan yang paling tinggi nuget B 36.18 (%bk). Kadar lemak keempat nuget tempe yang berkisar 14.95-17.52 (%bb) juga memenuhi kriteria syarat kadar lemak pada SNI Nuget Ayam yang mensyaratkan kadar lemak maksimal 20 (%bb). Kadar karbohidrat keempat nuget tempe tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 seperti terlihat pada Lampiran 8h. Kadar karbohidrat keempat nuget tempe yang berkisar 15.42-19.64 (%bb) juga memenuhi syarat mutu kadar karbohidrat pada SNI Nuget Ayam yaitu maksimal 25 (%bb). Komposisi proksimat nuget tempe dipengaruhi oleh bahan baku tempe dan bahan-bahan yang digunakan serta proses selama pengolahan menjadi nuget.

Perbandingan data kadar air, protein, dan lemak antara kedelai, tempe, dan nuget tempe dapat dilihat pada Tabel 11. Perubahan kadar air, protein, dan lemak dengan empat jenis varietas kedelai menunjukkan pola yang sama. Kadar air dan protein kedelai mengalami peningkatan setelah diolah

27 menjadi tempe dan mengalami penurunan kembali setelah diolah menjadi nuget tempe. Sedangkan kadar lemak kedelai mengalami penurunan setelah diolah menjadi tempe dan mengalami peningkatan saat diolah menjadi nuget tempe.

Pengolahan kedelai menjadi tempe melalui proses perebusan dan perendaman kedelai dalam air sehingga kadar air pada tempe meningkat. Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan tempe terutama untuk pertumbuhan miselia kapang. Tempe merupakan produk pangan yang mudah rusak atau tidak tahan lama dengan kadar air yang cukup tinggi yaitu maksimal sekitar 65% menurut standar SNI Tempe Kedelai. Kadar air kedelai A, B, H, dan G2 tidak berbeda nyata begitu pada kadar air tempe A, B, H, dan G2 kadar airnya tidak berbeda pada taraf 0.05. Pada pengolahan tempe menjadi nuget terdapat proses penggorengan yang dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan kadar air. Ketika pangan dicelupkan ke dalam minyak panas, suhu permukaan meningkat dengan cepat dan air dalam bahan pangan menguap menjadi uap panas. Kadar air pada nuget tempe A, B, H, dan G2 tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Selain terjadi pada kadar air, perubahan juga terjadi pada kadar protein.

Tabel 11. Perbandingan data kadar air, protein, dan lemak kedelai, tempe, dan nuget tempe varietas kedelai A, B, H, dan G2

Bahan Kadar Air (%bb) Kadar Protein (%bk) Kadar Lemak (%bk) Kedelai A 9.03 38.44 25.75 B 8.81 37.98 25.27 H 8.94 37.58 22.76 G2 8.94 38.86 22.75 Tempe A 64.23 49.85 24.42 B 63.90 49.97 21.56 H 65.46 51.18 20.32 G2 64.43 50.47 18.76

Nuget Tempe yang sudah digoreng

A 49.82 26.69 30.38

B 51.15 29.23 36.18

H 50.58 26.40 32.78

G2 50.67 26.31 30.35

A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Perubahan kadar protein pada kedelai menjadi tempe diakibatkan oleh proses yang terjadi selama pembuatan tempe terutama selama fermentasi. Selama proses fermentasi banyak komponen dalam kedelai menjadi bersifat lebih larut dalam air dan lebih mudah dicerna. Separuh dari kandungan protein awal dipecah menjadi senyawa yang lebih kecil dan larut dalam air seperti asam amino dan peptida (Baumann dan Bisping 1995). Kadar protein tempe lebih besar bila dibandingkan dengan kedelai salah satunya akibat bertambahnya kadar nitrogen yang terukur berkat adanya miselium kapang R. Oligosporus. Kadar protein kedelai dan tempe A, B, H, dan G2 tidak berbeda nyata pada 0.05. Kadar protein pada nuget tempe mengalami penurunan kadar diantaranya disebabkan karena jumlah bahan baku sumber protein yang digunakan juga berkurang. Tempe yang

28 82.79 82.75 83.70 82.11 78 79 80 81 82 83 84 A B H G2

digunakan pada pembuatan nuget tempe sebanyak 73%. Pada pembuatan nuget tempe digunakan bahan-bahan lain yang dapat mempengaruhi pengukuran kadar protein. Seperti penambahan tepung yang dapat meningkatkan karbohidrat dan proses penggorengan yang menyebabkan adanya penyerapan minyak. Penurunan kadar protein pada nuget tempe diiringi dengan terjadinya peningkatan kadar karbohidrat dan lemak. Kadar Protein nuget tempe A, B, H, dan G2 tidak berbeda nyata pada taraf 0.05.

Kadar lemak juga mengalami perubahan pada kedelai, tempe, dan nuget tempe. Selama fermentasi lemak akan dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas (de Reu et al. 1994) sehingga kadar lemak pada kedelai berbeda dengan kadar lemak pada tempe. Kadar lemak pada nuget tempe mengalami peningkatan. Pada pengolahan menjadi nuget tempe terjadi proses penggorengan secara deep fat frying yang mengakibatkan penyerapan minyak ke dalam bahan pangan sehingga kadar lemak bahan pangan meningkat. Pada proses menggoreng, minyak yang terserap dapat mencapai 5-40% (Fennema 1996).

Protein merupakan zat yang penting bagi tubuh karena memiliki fungsi sebagai bahan bakar, zat pembangun, dan zat pengatur. Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim-enzim pencernaan dikenal dengan istilah mutu cerna (digestibility). Nilai suatu protein sangat bergantung pada komposisi kandungan asam amino. Salah satu mutu gizi protein ditentukan oleh daya cerna protein dan kelengkapan asam aminonya. Daya cerna merupakan fraksi nitrogen dari bahan makanan yang dapat diserap oleh tubuh. Daya cerna menyatakan kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino yang dapat dicerna dan digunakan oleh tubuh. Selain komposisi proksimat, dilakukan juga uji daya cerna protein in vitro untuk mengetahui kualitas protein pada nuget tempe yang dihasilkan. Hasil uji daya cerna protein in vitro dapat dilihat pada Gambar 9.

Daya cerna protein menjadi salah satu indikator kualitas protein yang ada dalam makanan. Pada penelitian ini dilakukan analisis daya cerna protein in vitro dengan metode Hsu et al. 1977. Dari hasil analisis diketahui keempat nuget memiliki daya cerna protein yang hampir sama. Nuget H memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 83.70% dan yang paling rendah adalah nuget G2 yaitu sebesar 82.11%. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan sangat berpengaruh terhadap daya cerna protein yang dihasilkan.

Gambar 9. Diagram daya cerna protein in vitro nuget tempe (%) A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan

29

2. Karakteristik Fisik Nuget Tempe

Rekapitulasi hasil dan pengolahan data pengukuran TPA pada produk nuget tempe dapat dilihat pada Lampiran 9a-9e dan hasil TPA produk nuget tempe dapat dilihat dalam Tabel 13. Parameter yang diamati berupa kekerasan (hardness), elastisitas (springiness), daya kohesif (cohesiveness), kelengketan (gumminess), dan daya kunyah (chewiness).

Hasil pengolahan data kekerasan nuget tempe (Lampiran 9f) menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antar sampel pada taraf 0.05. Kekerasan nuget tempe berkisar 2697.10-4370.53 (gf). Kekerasan suatu produk diantaranya dipengaruhi oleh kadar air.

Kekerasan produk berkurang dengan meningkatnya kadar air pada bahan (Chin et al. 2004). Teori tersebut sejalan dengan hasil yang ditunjukkan oleh hasil TPA nuget tempe. Kekerasan nuget tempe B, G2, dan A menunjukkan pola yang sesuai teori, kadar air yang meningkat menunjukkan menurunnya kekerasan nuget tempe. Pada parameter elastisitas dan daya kohesif nilai keempat produk tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 9g-9h).

Tabel 12. Profil tekstur nuget tempe berdasarkan TPA

Parameter Nuget Tempe A Nuget Tempe B Nuget Tempe H Nuget Tempe G2 Hardness (gf) 3537.75a 2697.10a 4370.53a 2852.93a Springiness (ratio) 0.74a 0.77a 0.68a 0.76a Cohesiveness (ratio) 0.36a 0.41a 0.36a 0.39a Gumminess (gf) 1273.35a 1089.21a 1588.96a 1090.07a Chewiness (gf) 959.07a 834.92a 1067.22a 834.50a

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Elastisitas nuget tempe berkisar 0.68-0.77 dan daya kohesifnya berkisar 0.36-0.41. Hasil pengolahan data pada Lampiran 9i dan 9j menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata diantara sampel pada parameter kelengketan dan daya kunyah nuget tempe pada taraf 0.05. Kelengketan nuget tempe berkisar 1089.21-1588.96 (gf) dan daya kunyahnya berkisar 834.50-1067.22 (gf) Kelengketan dan daya kunyah produk merupakan parameter yang dipengaruhi oleh kekerasan produk. Penelitian Szczesniak (2002) menunjukkan adanya korelasi yang baik antara pengukuran instrumental dengan penilaian secara sensori. Hasil analisis sensori bila dikaitkan dengan data TPA menunjukkan bahwa nuget tempe yang disukai panelis adalah yang nilai kekerasannya relatif kecil, rasio elastisitas dan daya kunyahnya cukup besar, kelengketan dan daya kunyahnya relatif kecil secara angka walaupun secara statistik nilainya tidak berbeda pada taraf 0.05.

Parameter fisik yang juga diamati adalah pick up batter dan breader, susut masak, dan rendemen nuget tempe. Rekapitulasi data dapat dilihat pada Lampiran 10a-10c. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil pengolahan data pada Lampiran 10d dan 10e menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata diantara sampel pada parameter pick up batter dan breader pada taraf 0.05. Pick up batter nuget tempe berkisar 12.54-14.59% dan pick up breader 4.74-7.35%. Pick up batter dan breader menunjukkan seberapa besar adonan dapat merekat pada batter dan breader. Karakteristik dari bahan-bahan yang digunakan dalam adonan mempengaruhi pick up dalam produk nuget. Produk nuget memiliki pick up antara 14-30%. Batter yang memiliki viskositas lebih tinggi menghasilkan pick up breading yang lebih besar daripada batter yang memiliki viskositas rendah.

30 Menurut Sasiela (2004) penggunaan batter dan breader memiliki efek yang signifikan dalam mengurangi biaya sebesar 20-30%. Batters dan breader juga dapat diformulasikan untuk mengurangi penyerapan minyak selama penggorengan, mengontrol migrasi kelembaban dalam bahan makanan, mencegah oksidasi dari minyak goreng, dan memperbaiki profil nutrisi (Ballard 2003). Hal ini menarik bagi konsumen yang semakin perhatian terhadap masalah kesehatan antara mengkonsumsi makanan yang digoreng (fried food) dan mengurangi asupan lemak. Formulasi baru berkenaan dengan batter dan breader sedang dikembangkan sebagai carrier antioksidan, mikronutrien, dan fat soluble vitamin tanpa mengurangi kualitas produk.

Tabel 13. Parameter fisik (pick up, susut masak, dan rendemen) nuget tempe

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Susut masak keempat nuget tempe juga tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 10f). Susut masak keempat nuget tempe berkisar antara 18.22-19.85%. Sala satu faktor yang dapat mempengaruhi susut masak adalah viskositas batter. Semakin tinggi viskositas batter semakin rendah angka susut masak. (Mallikarjunan et al. 2010). Walaupun memiliki nilai pick up batter dan breader yang tinggi ternyata nuget H memiliki nilai yang tinggi pula pada parameter susut masak. Hal tersebut kemungkinan diakibatkan oleh adanya pengaruh temperatur. Mukprasirt et al. (2000) dan Baixauli et al. (2003) menemukan adanya pengaruh temperatur terhadap viskositas batter, dimana semakin tinggi temperatur maka viskositas batter akan menurun. Penurunan viskositas dapat berpengaruh terhadap pick up dan susut masak.

Rendemen nuget tempe keempat nuget tempe juga tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 10g). Rendemen keempat nuget tempe berkisar 129.33-135.18%. Rendemen nuget dipengaruhi oleh temperatur dan waktu penggorengan, menyusutnya kadar air, dan penyerapan minyak dalam produk (Mallikarjunan et al. 2010). Pada parameter temperatur dan waktu penggorengan dapat diabaikan karena termasuk ke dalam variabel yang terkontrol dalam penelitian kali ini. Bila ditinjau dari komposisi proksimat nuget tempe dan dikaitkan dengan hasil rendemen nuget tempe. Nuget tempe dengan kadar dan kadar lemak tinggi cenderung memiliki rendemen tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh nuget tempe B yang memiliki kadar lemak paling tinggi memiliki nilai rendemen paling besar secara angka, dan nuget tempe A dan G2 yang memiliki kadar lemak paling kecil memiliki nilai rendemen kecil pula secara angka.

3. Karakteristik Sensori Nuget Tempe

Produk nuget tempe yang dihasilkan kemudian diuji secara sensori dengan uji ranking hedonik untuk mengetahui preferensi panelis terhadap keempat jenis nuget yang dihasilkan. Rekapitulasi dan pengolahan data uji ranking hedonik dapat dilihat pada Lampiran 11a-11b. Hasil uji ranking hedonik dapat dilihat pada Tabel 15.

Parameter Tempe Nugget A Tempe Nugget B Tempe Nugget H Tempe Nugget G2 Pick up batter (%) 12.54a 13.46a 14.59a 13.10a Pick up breader (%) 6.38a 4.74a 7.35a 6.57a Susut masak (%) 18.22a 19.43a 19.85a 18.41a Rendemen (%) 129.33a 135.18a 135.10a 133.93a

31 Hasil uji ranking hedonik menunjukkan bahwa dari parameter warna, kekenyalan, tekstur, rasa, dan penerimaan secara overall menunjukkan bahwa nuget tempe B memiliki nilai rata-rata preferensi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa panelis memiliki preferensi yang lebih terhadap nuget tempe B dibanding yang lain. Hal ini sejalan dengan hasil uji penerimaan pada karakteristik sensori tempe dimana tempe B memiliki nilai rata-rata penerimaan yang tinggi. Keempat nuget tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10. Salah satu faktor yang memengaruhi konsumen dalam memilih (preferensi) nuget adalah karakteristik produk makanan yang dihasilkan disamping faktor-faktor lain (Rahmawati 2004).

Warna nuget dipengaruhi oleh proses penggorengan yang menghasilkan warna kecoklatan karena reaksi Maillard. Kandungan protein dan karbohidrat dalam bahan yang digunakan dalam pembuatan nuget akan berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan. Dalam hal ini komposisi proksimat tempe dan tepung yang digunakan berpengaruh terhadap warna nuget yang dihasilkan.

Juiciness nuget dipengaruhi oleh kandungan air dalam produk setelah digoreng. Keempat nuget memiliki kandungan kadar air cukup tinggi sehingga memiliki tekstur juicy. Nuget tempe B memiliki nilai preferensi kesukaan juiciness yang cukup tinggi memiliki kadar air yang cukup tinggi pula. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan kaitan antara kadar air dengan tekstur juicy pada produk. Nuget tempe B memiliki nilai preferensi kesukaan yang cukup tinggi pada parameter kekenyalan tekstur produk. Hal tersebut berkaitan dengan hasil analisis TPA yang dihasilkan yaitu nilai kekerasannya relatif kecil, rasio elastisitas dan daya kunyahnya cukup besar, kelengketan dan daya kunyahnya relatif kecil secara angka.

Tabel 14. Skor preferensi kesukaan nuget tempe berdasarkan uji ranking hedonik

Sample Warna Aroma Juiciness Kekenyalan Tekstur Rasa Overall Tempe Nugget A 2.49ab 3.23c 2.36a 2.70a 2.77a 3.11c 2.96b Tempe Nugget B 1.98a 2.23ab 2.40a 2.26a 2.23a 2.02a 2.00a Tempe Nugget H 2.72b 1.96a 2.72a 2.49a 2.47a 2.34ab 2.45ab Tempe Nugget G2 2.81b 2.57b 2.51a 2.55a 2.53a 2.53ab 2.60b Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan pada taraf 0.05 A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan

Skala 1 (paling disuka) sampai 4 (paling tidak disuka).

A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan Gambar 10. Nuget tempe A, B, H, dan G2

G2 H

V. SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait