• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KUALITAS NUGET TEMPE DARI BERBAGAI VARIETAS KEDELAI SKRIPSI NURINA RACHMA ADININGSIH F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KUALITAS NUGET TEMPE DARI BERBAGAI VARIETAS KEDELAI SKRIPSI NURINA RACHMA ADININGSIH F"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KUALITAS NUGET TEMPE

DARI BERBAGAI VARIETAS KEDELAI

SKRIPSI

NURINA RACHMA ADININGSIH

F24070061

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

EVALUATION ON TEMPE NUGGET QUALITY MADE FROM

DIFFERENT SOYBEAN VARIETY

Nurina Rachma A, Nurheni Sri Palupi, and Made Astawan

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor,

West Java, Indonesia

Phone: +62 8122 526 608, e-mail: ra.nurina@gmail.com

ABSTRACT

Tempe nugget is tempe-based food developed in this study in order to diversify and giving added value on tempe-based food product. The purpose of this study are to make tempe nugget with good sensory characteristic, to determine the characteristic of tempe and tempe nugget, and to determine the variety of the soybean that giving the best result in sensory parameters. A, B, H, and G2 are the varieties of soybean used in this study. The result of proximate analysis of four tempe showed that tempe contained 63.90-65.46% water, 2.30-3.02% ash, 49.85-51.18% protein,18.76-24.42% fat, and 23.20-27.74% carbohydrate. The results showed that the most preferable tempe nugget formula was tempe nugget with 73% of tempe; tapioca, wheat flour, and sago, 4%, respectively; 8% of white egg, and 7% of seasoning (basis of 100g ingredients). The proximate analysis of four tempe nugget varieties results showed that tempe nugget contained 49.82-50.67% water, 3.40-4.01% ash, 26.31-29.23% protein, 30.35-36.18% fat, and 30.96-39.34% carbohydrate. The in vitro protein digestibility of tempe nugget varying 82.11 to 83.70%. The texture profile analysis of four tempe nugget varieties resulted 2697.10-4370.53 (gf) of hardness, 0.68-0.77 (ratio) of springiness, 0.36-0.41 (ratio) of cohesiveness, 1089.21-1588.96 (gf) of gumminess, and 834.50-1067.22 (gf) of chewiness. The most preferable tempe nugget by the sensory parameters is tempe nugget B.

Keywords: evaluation, tempe nugget quality, soybean varieties

(3)

NURINA RACHMA ADININGSIH. F24070061. Evaluasi Kualitas Nuget Tempe dari Berbagai Varietas Kedelai. Di bawah bimbingan Nurheni Sri Palupi dan Made Astawan. 2012

RINGKASAN

Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung di Indonesia (Departemen Pertanian 2005). Berbagai jenis varietas baru kedelai dikembangkan untuk menghasilkan produk yang lebih baik, seperti ukuran fisik kedelai yang lebih besar. Untuk itu, varietas kedelai yang dikembangkan perlu dianalisis karakteristiknya guna mengetahui kualitas dan penerimaannya bila dibandingkan dengan varietas komersial. Lebih dari 50% kedelai di Indonesia diolah menjadi produk pangan. Diantaranya adalah mengolah kedelai melalui proses fermentasi untuk menghasilkan tempe. Tempe sebagai sumber pangan masih memiliki kendala dalam pemanfaatannya yaitu umur simpan yang relatif singkat dan mudah rusak. Tempe segar hanya tahan satu sampai dua hari disimpan dalam suhu ruang, setelah itu mutu produk tempe akan menurun dan tempe akan rusak. Hal tersebut membuat pengolahan dan pemanfaatan tempe masih terbatas sehingga diperlukan alternatif pengolahan tempe yang dapat memberikan nilai tambah pada produk olahan tempe. Salah satunya adalah dengan mengolah tempe menjadi nuget. Data survei independen yang dilakukan sebuah perusahaan swasta pada tahun 2010 menunjukkan konsumsi produk seperti sosis dan nuget di Indonesia tumbuh dengan baik. Konsumsi nuget oleh masyarakat Indonesia tumbuh 16.72% per tahun (Anonim 2011a).

Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan karakteristik fisikokimia dan sensori tempe yang dihasilkan dari empat varietas kedelai, (2) menentukan formula nuget tempe yang disukai panelis, (3) menentukan karakteristik fisikokimia, biokimia (daya cerna protein), dan sensori nuget tempe, serta (4) menentukan varietas kedelai yang menghasilkan kualitas tempe dan nuget tempe yang baik berdasarkan parameter sensori.

Kedelai yang digunakan dalam penelitian terdiri dari varietas A, B, H, dan G2. Bahan-bahan yang digunakan dalam produksi nuget tempe adalah tempe, tepung tapioka, maizena, terigu, tepung sagu, tepung roti (bread crumb), bawang putih, bawang bombay, garam, lada, dan putih telur. Hasil karakteristik kimia kedelai menunjukkan kadar air keempat varietas kedelai tersebut berkisar 8.81-9.03 (%bb), kadar abu 5.07-5.68 (%bk), kadar protein 37.58-38.86 (%bk), kadar lemak 22.75-25.75 (%bk), dan kadar karbohidrat 30.29-34.19 (%bk). Kedelai B memiliki ukuran dan massa bulir kedelai yang paling besar yaitu 6.53 mm dan 203.0mg.

Keempat tempe yang dihasilkan memiliki kadar air 63.90-65.46% (%bb), kadar abu 2.30-3.02 (%bk), kadar protein 49.85-51.18 (%bk), kadar lemak sebesar 18.76-24.42 (%bk), dan kadar karbohidrat 23.20-27.74 (%bk). Kekerasan (hardness) keempat tempe berkisar 8.09-8.70 mm. Nilai rendemen keempat tempe berkisar 163.08-179.59%. Tempe yang paling disukai penelis berdasarkan parameter sensori adalah tempe yang menggunakan kedelai varietas B.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula nuget tempe yang paling disukai oleh panelis adalah Formula nuget tempe I. Komposisi bahan baku pada formula I terdiri atas 73% tempe; tapioka, terigu, dan tepung sagu masing-masing 4%; putih telur sebanyak 8% serta bumbu-bumbu sebanyak 7% dengan basis 100 g bahan baku.

Keempat nuget tempe yang dihasilkan mengandung kadar air yang berkisar 49.82-51.15%, kadar abu 3.40-4.01 (%bk), kadar protein 26.31-29.23 (%bk), kadar lemak 30.35-36.18(%bk), dan kadar karbohidrat 30.96-39.34 (%bk). Daya cerna protein in vitro keempat nuget tempe berkisar 82.11-83.70%. Kekerasan (hardness) keempat nuget tempe yang dihasilkan berkisar 2697.10-4370.53 (gf), elastisitas (springiness) antara 0.68-0.77 (rasio), daya kohesif (cohesiveness) 0.36-0.41 (rasio), kelengketan (gumminess) 1089.21-1588.96 (gf), dan daya kunyah (chewiness) 834.50-1067.22 (gf). Pick up batter keempat nuget tempe berkisar 4.74-7.35% dan pick up breader berkisar 12.54-14.59. Susut masak keempat nuget tempe berkisar 18.22-19.85% dan rendemennya berkisar 129.33-135.18%.

Nuget tempe yang paling disukai panelis berdasarkan parameter sensori adalah nuget tempe dengan bahan baku kedelai varietas B, dengan skor rata-rata overall tertinggi 2 (disuka) pada uji ranking hedonik dengan empat skala mulai dari 1 (paling disuka) sampai 4 (paling tidak disuka).

(4)

EVALUASI KUALITAS NUGET TEMPE

DARI BERBAGAI VARIETAS KEDELAI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

NURINA RACHMA ADININGSIH

F24070061

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(5)

Judul Skripsi : Evaluasi Kualitas Nuget Tempe dari Berbagai Varietas Kedelai

Nama : Nurina Rachma Adiningsih NIM : F24070061

Menyetujui,

Tanggal ujian : 14 Maret 2012 Pembimbing I,

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M, Si NIP 19610802 198703 2 002

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS NIP 19620202 198703 1 004

Mengetahui:

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Dr.Ir. Feri Kusnandar, MSc NIP. 19680526 199303 1 004

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Evaluasi Kualitas Nuget Tempe dari Berbagai Varietas Kedelai adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012 Yang membuat pernyataan,

Nurina Rachma Adiningsih F24070061

(7)

BIODATA PENULIS

Nurina Rachma Adiningsih lahir di Ungaran, Kabupaten Semarang, 20 Februari 1989 dari pasangan ayah Moh. Iman Santoso dan ibu Ilah Jamilah sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SDN Bandarjo I Ungaran (2001), jenjang SMP di SMPN I Ungaran (2004), jenjang SMA di SMAN I Ungaran (2007), dan jenjang S1 di Institut Pertanian Bogor (2011) dengan Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan serta Minor Kewirausahaan Agribisnis.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain Dewan Gedung Asrama Putri A3 Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor (TPB IPB) (2007-2008), Sekretaris Komisi Dewan Perwakilan Mahasiswa TPB IPB (2007-2008), Siswa Angkatan II Leadership and Entrepreneurship School Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (2007-2008), Anggota Komisi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB (2008-2009), Sekretaris dalam Kepanitiaan Pelatihan Sistem Manajemen Pangan Halal (PLASMA) Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA) IPB (2008-2009), Anggota Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (2008-2011), Anggota Komisi dan Bendahara I Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (2009-2011), dan menjadi fasilitator dalam Pesta Petani Muda Indonesia (Pestani) Provinsi Jawa Barat dan Banten 2011 serta Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa 2011. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum matakuliah Pendidikan Agama Islam (2009-2010) serta memperoleh Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) (2008-2010) dan Beasiswa Korean Exchange Bank (KEB) 2011. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis adalah masuk IPB melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), didanai Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Pengabdian Masyarakat tahun 2009 dan bidang Kewirausahaan tahun 2010 serta menjadi presenter makalah dalam 10th National Student Conference on Food Science and Technology 2010, Department of Food Technology-Soegijapranata Catholic University. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi Kualitas Nuget Tempe dari Berbagai Varietas Kedelai”.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas segala rahmat dan hidayah-Nya dan shalawat kepada Nabi Muhammad Sallallahu Alayhi Wasallam sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2011 ini adalah “Evaluasi Kualitas Nuget Tempe dari Berbagai Varietas Kedelai”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Dr. Ir Nurheni Sri Palupi, M. Si selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi.

Terima kasih atas saran, bimbingan, nasihat, dan perhatian yang telah diberikan.

2. Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas bantuan pendanaan, saran, bimbingan, perhatian, dan motivasi yang telah diberikan.

3. Dr. Didah Nur Faridah, S.TP, M.Si selaku dosen penguji sidang. Terima kasih atas kesediaan, saran, dan arahan yang diberikan.

4. Keluarga tercinta: Bapak Moh. Iman Santoso; Mamah Ilah Jamilah, Mas Teguh Hasena- Teh Yuyu, dan ‘Apam’ Pramuhadianto-Mba Yuni. Terima kasih atas segala pengorbanan, doa, dan kasih sayang yang telah diberikan.

5. Kawan-kawan diskusi: Riska, Pita, Atha, Mba Ay dan Njiz atas inspirasi yang telah diberikan. 6. Teman-teman seperjuangan: Sisi, Zessy, Anis, Ririn, Linda, Tiara, Puspa, Risma, Dania,

Wawan, Fidel, Sepri, Atik, Kak Pekik, Reza, Ary, Fariz, Bengbeng, Fajar dan Zahid.

7. Keluarga Citra Islamic I: Dwi Apriliana, Amania Farah, Niken Sitoresmi, Ratih Kumala Dewi, ‘Enung’ Siti Nurjanah, Mba Fitri Syaputri ‘Vivie’, Fitri A. Hakim, Annisa ‘Icha’ Anastasia, Jalimas, dan Dini Gustiningsih.

8. Rekan-rekan ITP yang membanggakan: Mba Mus, Anis, Cipi, Tiko, Uswah, Ajeng, Sarah, Ocy, Nida, Elvita, ‘Aini, Dathi, Sri, Tia, Ria, Fitri, Hana, Ale, Dhina, Dela, Lisa, Esti, Bu Elmi, Chandra, Awang, Ashari, Jordan, Lukman, Malik, Ucup dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

9. Seluruh analis dan teknisi laboratorium serta karyawan UPT di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Pak Wahid, Pak Rozak, Bu Antin, Pak Edi, Pak Yahya, Mba Vera, Bu Novi, dan Mba Ani atas bantuan yang telah diberikan.

10. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga karya ini bermanfaat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Terima kasih.

Bogor, Maret 2012

(9)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. KEDELAI ... 3

B. KOMPOSISI KEDELAI ... 4

C. TEMPE ... 4

D. NILAI GIZI TEMPE ... 6

E. NUGET TEMPE ... 6

F. EVALUASI SENSORI ... 8

G. TEXTURE PROFILE ANALYSIS (TPA) ... 9

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 11

A. BAHAN DAN ALAT ... 11

B. METODE ... 11

C. METODE ANALISIS ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

A. KARAKTERISTIK KEDELAI ... 19

1. Karakteristik Kimia (Komposisi Proksimat) Kedelai ... 19

2. Karakteristik Fisik Kedelai ... 20

B. KARAKTERISTIK TEMPE ... 21

1. Karakteristik Kimia (Komposisi Proksimat) Tempe ... 22

2. Karakteristik Fisik dan Rendemen Tempe ... 23

3. Karakteristik Sensori Tempe ... 24

C. FORMULA NUGET TEMPE TERPILIH ... 25

D. KARAKTERISTIK NUGET TEMPE ... 26

1. Karakteristik Kimia Nuget Tempe ... 26

2. Karakteristik Fisik Nuget Tempe ... 29

3. Karakteristik Sensori Nuget Tempe ... 30

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 32

A. SIMPULAN ... 32

B. SARAN ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(10)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai gizi kedelai per 100 g bahan ... 4

Tabel 2. Nilai gizi tempe per 100 g bahan ... 5

Tabel 3. Formula nuget tempe (basis 100 g bahan baku) ... 13

Tabel 4. Komposisi proksimat empat varietas kedelai ... 19

Tabel 5. Ukuran dan massa bulir empat varietas kedelai ... 20

Tabel 6. Komposisi proksimat empat varietas tempe ... 22

Tabel 7. Karakteristik fisik empat varietas tempe ... 23

Tabel 8. Skor penerimaan tempe berdasarkan uji rating hedonik ... 24

Tabel 9. Skor preferensi kesukaan nuget tempe berdasarkan uji ranking hedonik ... 25

Tabel 10. Komposisi proksimat nuget tempe ... 26

Tabel 11. Perbandingan data kadar air, protein, dan lemak kedelai, tempe, dan nuget tempe varietas kedelai A, B, H, dan G2 ... 27

Tabel 12. Profil tekstur nuget tempe berdasarkan TPA ... 29

Tabel 13. Parameter fisik (pick up, susut masak, dan rendemen) nuget tempe ... 30

(11)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kacang kedelai Glycine max ... 3

Gambar 2. Pengukuran analisis profil tekstur dengan dua tekanan ... 9

Gambar 3. Hasil pengukuran analisis profil tekstur ... 10

Gambar 4. Tahapan penelitian ... 12

Gambar 5. Proses pembuatan nuget tempe ... 14

Gambar 6. Penampakan fisik empat varietas kedelai A, B, H, dan G2 ... 21

Gambar 7. Tempe sebelum fermentasi (a) dan setelah fermentasi (b) ... 22

Gambar 8. Produk tempe empat varietas kedelai ... 25

Gambar 9. Diagram daya cerna protein in vitro nuget tempe (%) ... 28

(12)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 a. Rekapitulasi data analisis kadar air empat varietas kedelai ... 38

Lampiran 1 b. Rekapitulasi data analisis kadar kadar abu empat varietas kedelai ... 38

Lampiran 1 c. Rekapitulasi Data analisis kadar protein empat varietas kedelai ... 38

Lampiran 1 d. Data analisis kadar lemak empat varietas kedelai ... 39

Lampiran 1 e. Data analisis kadar karbohidrat empat varietas kedelai... 39

Lampiran 1 f. Pengolahan data analisis kadar air empat varietas kedelai ... 39

Lampiran 1 g. Pengolahan data analisis kadar abu empat varietas kedelai... 39

Lampiran 1 g. Pengolahan data analisis kadar abu empat varietas kedelai (lanjutan) ... 40

Lampiran 1 h. Pengolahan data analisis kadar protein empat varietas kedelai ... 40

Lampiran 1 i. Pengolahan data analisis kadar lemak empat varietas kedelai ... 40

Lampiran 1 j. Pengolahan data analisis kadar karbohidrat empat varietas kedelai ... 41

Lampiran 2 a. Rekapitulasi data ukuran bulir empat varietas kedelai ... 41

Lampiran 2 b. Rekapitulasi data massa empat varietas kedelai ... 41

Lampiran 2 c. Pengolahan data ukuran bulir empat varietas kedelai ... 42

Lampiran 2 d. Pengolahan data massa empat varietas kedelai ... 42

Lampiran 3 a. Rekapitulasi data analisis kadar air tempe... 43

Lampiran 3 b. Rekapitulasi data analisis kadar abu tempe ... 43

Lampiran 3 c. Rekapitulasi data analisis kadar protein tempe ... 44

Lampiran 3 d. Rekapitulasi data analisis kadar lemak tempe ... 44

Lampiran 3 e. Perhitungan kadar karbohidrat (by difference) ... 45

Lampiran 3 f. Pengolahan data analisis kadar air tempe ... 45

Lampiran 3 g. Pengolahan data analisis kadar abu tempe ... 45

Lampiran 3 h. Pengolahan data analisis kadar protein tempe ... 46

Lampiran 3 i. Pengolahan data analisis kadar karbohidrat tempe ... 46

Lampiran 3 j. Pengolahan data analisis kadar lemak tempe ... 46

Lampiran 4 a. Rekapitulasi data ukuran bulir kedelai pada tempe ... 47

Lampiran 4 b. Rekapitulasi data kekerasan tempe ... 47

Lampiran 4 c. Pengolahan data ukuran bulir kedelai pada produk tempe ... 47

Lampiran 4 d. Pengolahan data kekerasan tempe ... 48

Lampiran 5 a. Rekapitulasi data rendemen tempe ... 48

Lampiran 6 a. Rekapitulasi data organoleptik tempe ... 49

Lampiran 6 b. Pengolahan data organoleptik tempe ... 51

Lampiran 7 a. Rekapitulasi data organoleptik formulasi nuget tempe ... 52

Lampiran 7 b. Pengolahan data organoleptik formulasi nuget tempe ... 56

Lampiran 8 a. Rekapitulasi data analisis kadar air nuget tempe ... 57

Lampiran 8 b. Rekapitulasi data analisis kadar abu nuget tempe... 58

Lampiran 8 c. Rekapitulasi data analisis kadar protein Nuget Tempe ... 58

Lampiran 8 c. Rekapitulasi data analisis kadar protein Nuget Tempe (lanjutan) ... 59

Lampiran 8 d. Rekapitulasi data analisis kadar lemak Nuget tempe ... 59

Lampiran 8 e. Perhitungan kadar karbohidrat (by difference) nuget tempe ... 59

Lampiran 8 f. Pengolahan data kadar abu nuget tempe ... 60

Lampiran 8 g. Pengolahan data kadar lemak nuget tempe ... 60

(13)

viii

Lampiran 9 a. Rekapitulasi data kekerasan (hardness) tekstur profil analisis nuget tempe ... 61

Lampiran 9 b. Rekapitulasi data elastisitas tekstur profil analisis nuget tempe ... 61

Lampiran 9 c. Rekapitulasi data daya kohesif (cohesiveness) tekstur profil analisis nuget tempe ... 62

Lampiran 9 d. Rekapitulasi data kelengketan tekstur profil analisis nuget tempe ... 62

Lampiran 9 e. Rekapitulasi data daya kohesif (cohesiveness) tekstur profil analisis nuget tempe ... 63

Lampiran 9 f. Pengolahan data kekerasan (hardness) tekstur profil analisis nuget tempe... 63

Lampiran 9 g. Pengolahan data elastisitas (springiness) tekstur profil analisis nuget tempe ... 63

Lampiran 9 h. Pengolahan data daya kohesif (cohesiveness) tekstur profil analisis nuget tempe ... 64

Lampiran 9 i. Pengolahan data kelengketan (gumminess) tekstur profil analisis nuget tempe ... 64

Lampiran 9 j. Pengolahan data daya kunya (Chewiness) tekstur profil analisis nuget tempe ... 64

Lampiran 10 a. Rekapitulasi data pick up batter dan breader nuget tempe... 65

Lampiran 10 b. Rekapitulasi data rendemen nuget tempe ... 65

Lampiran 10 c. Rekapitulasi data susut masak nuget tempe... 65

Lampiran 10 d. Pengolahan data pick up batter nuget tempe ... 66

Lampiran 10 e. Pengolahan data pick up breader nuget tempe ... 66

Lampiran 10 f. Pengolahan data susut masaknuget tempe ... 66

Lampiran 10 g. Pengolahan data rendemen nuget tempe ... 66

Lampiran 11 a. Rekapitulasi data organoleptik nuget tempe ... 67

(14)

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Tempe merupakan produk pangan olahan hasil fermentasi kedelai yang sudah dikenal masyarakat Indonesia. Terdapat beberapa jenis kacang yang dapat digunakan dalam pembuatan tempe, yang paling sering digunakan adalah kedelai. Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung di Indonesia (Departemen Pertanian 2005). Berbagai jenis varietas baru kedelai dikembangkan untuk menghasilkan produk yang lebih baik, seperti ukuran fisik kedelai yang lebih besar. Untuk itu, varietas kedelai yang dikembangkan perlu dianalisis karakteristiknya guna mengetahui kualitas dan penerimaannya bila dibandingkan dengan varietas komersial. Lebih dari 50% kedelai di Indonesia diolah menjadi produk pangan. Diantaranya adalah mengolah kedelai melalui proses fermentasi untuk menghasilkan tempe. Proses fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus sp. Aktivitas kapang tersebut menghasilkan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga membentuk tekstur yang padat dan kompak, membuat tempe berwarna putih, serta memiliki flavor khas. Harga tempe yang relatif lebih murah dibandingkan dengan sumber protein hewani seperti susu, daging sapi, dan telur ayam, menjadikan tempe banyak dikonsumsi sebagai alternatif sumber protein yang potensial bagi masyarakat, terutama di Indonesia. Mengacu data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2009, konsumsi tempe per kapita per tahun meningkat dari 7.90 kg pada 2007 menjadi 8.50 kg pada Mei 2009. Peningkatan terjadi pada kalangan masyarakat menengah atas. Hal ini diduga akibat dari peningkatan kesadaran masyarakat terhadap manfaat tempe (Hardinsyah 2010).

Kualitas protein, kandungan vitamin, dan aktivitas antioksidannya menjadikan tempe lebih unggul kandungan gizinya dibandingkan dengan produk pangan lain (Liu 1997). Akan tetapi, tempe sebagai sumber pangan masih memiliki kendala dalam pemanfaatanya yaitu umur simpan yang relatif singkat dan mudah rusak. Tempe segar hanya tahan disimpan satu sampai dua hari pada suhu ruang, setelah itu mutunya akan menurun dan rusak (Koswara 1992). Hal tersebut membuat pengolahan dan pemanfaatan tempe masih terbatas, sehingga diperlukan alternatif pengolahan yang dapat memberikan nilai tambah pada tempe. Salah satunya adalah dengan mengolah tempe menjadi nuget.

Nuget merupakan salah satu bentuk pangan yang bersifat ready to cook. Nuget yang biasa dibuat berbahan dasar daging ayam atau daging ikan giling yang diberi bumbu dan bahan tambahan lain, dicetak, dan dilapisi dengan tepung berbumbu atau battered dan breader, kemudian digoreng dalam minyak panas secara deep fat frying. Pada penelitian kali ini, daging ayam atau daging ikan yang biasa digunakan diganti dengan tempe dalam upaya penganekaragaman dan peningkatan nilai tambah produk olahan berbasis tempe.

Dewasa ini kebutuhan makanan yang bersifat cepat saji (ready to cook) semakin tinggi. Frozen food (makanan beku) merupakan salah satu pilihan makanan cepat saji yang sering dipilih masyarakat. Makanan itu digemari anak-anak dan dapat disimpan dalam jangka waktu relatif lama di dalam lemari es. Data survei independen yang dilakukan sebuah perusahaan swasta pada tahun 2010 menunjukkan konsumsi daging olahan seperti sosis dan nuget di Indonesia tumbuh dengan baik. Konsumsi sosis oleh masyarakat Indonesia tumbuh rata-rata 4.46% per tahun, sementara konsumsi nuget tumbuh 16.72% per tahun (Anonim 2011a). Meningkatnya konsumsi makanan cepat saji ini ditopang oleh tren konsumsi makanan praktis oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan adanya peluang pengembangan produk pangan cepat saji berbahan dasar lain, tempe salah satunya.

(15)

2 Mempertimbangkan hal-hal yang sudah dikemukakan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Evaluasi Kualitas Nuget Tempe dari Berbagai Varietas Kedelai”.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan karakteristik fisikokimia dan sensori tempe yang dihasilkan dari empat varietas kedelai, (2) menentukan formula nuget tempe yang disukai panelis, (3) menentukan karakteristik fisikokimia, biokimia (daya cerna protein), dan sensori nuget tempe, serta (4) menentukan varietas kedelai yang menghasilkan kualitas tempe dan nuget tempe yang baik berdasarkan parameter sensori.

(16)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

KEDELAI

Kedelai merupakan tanaman polong-polongan yang menurut para ahli botani berasal dari daerah Asia Timur yaitu Manchuria dan sebagian Cina. Kedelai merupakan sumber utama protein dan minyak nabati yang kini sudah diproduksi luas di luar Asia, terutama Amerika yang kini menjadi produsen utama kedelai di dunia. Di Indonesia, kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung.

Kedelai yang banyak dikenal sekarang termasuk dalam genus Glycine dan spesies max sehingga dalam bahasa latinnya disebut Glycine max (Gambar 1). Selain itu terdapat pula Glycine soja atau yang dikenal dengan kedelai hitam, bijinya berwarna hitam. Beberapa kultivar kedelai putih budidaya di Indonesia, diantaranya adalah 'Ringgit', 'Orba', 'Lokon', 'Darros', dan 'Wilis'. "Edamame" adalah sejenis kedelai berbiji besar berwarna hijau yang belum lama dikenal di Indonesia dan berasal dari Jepang (Anonim 2011b). Ditinjau dari aspek gizinya, kedelai merupakan sumber protein yang mudah diakses, di samping mengandung minyak dengan mutu yang baik. Beberapa varietas kedelai di Indonesia mempunyai kadar protein berkisar antara 30.53-44% dan kadar lemaknya berkisar antara 7.50-20.90% (Koswara 1992).

Tanaman kedelai tumbuh baik pada tanah dengan pH 4.5 pada ketinggian tidak lebih dari 500 m di atas permukaan laut serta iklim panas dan curah hujan rata-rata 200 mm/bulan. Umur tanaman kedelai berbeda-beda tergantung varietasnya, tetapi umumnya berkisar antara 75 dan 105 hari. Di dunia diperkirakan sekitar 40% kedelai digunakan sebagai bahan pangan, khususnya di Asia Timur dan Tenggara, 55% sebagai pakan ternak, dan 5% sebagai bahan baku industri, khususnya di negara-negara maju. Di Indonesia, kebutuhan akan kedelai semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan industri olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, dan sebagainya. Konsumsi kedelai per kapita pada tahun 1998 sebesar 8.13 kg meningkat menjadi 8.97 kg pada tahun 2004. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan kedelai cenderung meningkat (Departemen Pertanian 2005).

Produk pangan olahan kedelai yang utama dan populer di kalangan masyarakat Indonesia adalah produk fermentasi seperti tempe, kecap, tauco, oncom, dan produk non-fermentasi seperti tahu, susu, daging tiruan (meat analog). Produk fermentasi lain yang populer adalah natto (di Jepang), dan produk non-fermentasi lainnya seperti keju kedelai, yuba, dan lain-lain. Produk utama

Gambar 1. Kacang kedelai Glycine max. (a) dan tanaman kedelai (b)

(17)

4 lain dari kedelai adalah minyak kasar, isolat protein, lesitin, dan bungkil kedelai. Minyak kedelai dapat diolah untuk aplikasi produk pangan dan kegunaan dalam bidang teknik atau industri. Produk pangan yang menggunakan minyak kedelai antara lain adalah minyak salad, minyak goreng, mentega putih, margarin, dan mayonaise. Isolat protein dan lesitin banyak digunakan dalam berbagai produk industri makanan antara lain bakery, es krim, yogurt, makanan bayi (infant formula), kembang gula, dan lain-lain.

B.

KOMPOSISI KEDELAI

Kedelai merupakan sumber protein yang paling baik diantara jenis kacang-kacangan. Di samping itu, kedelai juga dapat digunakan sebagai sumber lemak, vitamin, mineral, dan serat. Komposisi rata-rata kedelai dalam bentuk biji kering dapat dilihat dalam Tabel 1. Biji kedelai terdiri dari 7.30% kulit, 90.30% kotiledon, dan 2.40% hipokotil (Koswara 1992).

Selain mengandung senyawa yang berguna, ternyata pada kedelai terdapat juga senyawa antigizi dan senyawa penyebab off flavor. Senyawa antigizi yang terdapat pada kedelai antara lain antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, dan oligosakarida penyebab flatulensi. Sedangkan senyawa penyebab off flavor pada kedelai antara lain glukosida dan saponin. Dalam pengolahan senyawa-senyawa tersebut harus diinaktifkan terlebih dahulu agar diperoleh mutu produk yang baik.

Proses pretreatment seperti perendaman, pengupasan (dehulling), pemasakan (cooking), dan proses fermentasi dilakukan untuk mengurangi senyawa-senyawa antigizi. Sebagian besar senyawa antitripsin tanaman dapat dirusak oleh pemanasan (Astawan 2009). Penelitian yang dilakukan Egounlety dan Aworh (2003) menunjukkan pemasakan dapat signifikan mengurangi tripsin inhibitor, proses dehulling dapat menghilangkan tanin, dan fermentasi dapat mengurangi asam fitat 30.7%. Proses pretreatment dan fermentasi juga mengurangi stakiosa dan rafinosa, oligosakarida yang menyebabkan flatulensi.

Tabel 1. Nilai gizi kedelai per 100 g bahan

Komponen Jumlah Energi (kkal) 331 Protein (g) 34.9 Lemak (g) 18.1 Kabohidrat (g) 34.8 Kalsium (mg) 227 Fosfor (mg) 585 Besi (mg) 8 Vitamin A (SI) 110 Vitamin B1 (mg) 1.07 Air (g) 7.5

Sumber : Direktorat Gizi, Depkes 1992

C.

TEMPE

Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang merupakan hasil fermentasi kedelai atau beberapa bahan lainnya. Fermentasi tempe terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus sp, seperti Rhizopus oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer (kapang roti), atau R. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi tempe. Fermentasi tempe berlangsung secara aerob karena kapang

(18)

5 merupakan mikroorganisme yang bersifat aerob obligat. Oksigen digunakan dalam aktivitas kapang untuk menghasilkan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga membentuk tekstur yang padat dan kompak serta membuat tempe berwarna putih.

Tempe memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan kacang kedelai. Selama proses fermentasi banyak komponen dalam kedelai menjadi bersifat lebih larut dalam air dan lebih mudah dicerna. Separuh dari kandungan protein awal dipecah menjadi senyawa yang lebih kecil dan larut dalam air seperti asam amino dan peptida (Baumann dan Bisping 1995). Demikian pula dengan kandungan lemak dalam kedelai. Selama fermentasi lemak akan dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas (de Reu et al. 1994). Fermentasi yang terjadi pada kedelai akan meningkatkan jumlah asam lemak bebas, salah satunya adalah asam lemak linolenat (Bisping et al. 1993). Dari segi gizi, kenaikan asam lemak linolenat ini menguntungkan karena merupakan asam lemak tidak jenuh esensial. Lemak yang terkandung dalam tempe tidak mengandung kolesterol sehingga menguntungkan bagi orang yang melakukan diet. Lemak pada tempe juga cenderung memiliki ketahanan terhadap ketengikan karena adanya produksi antioksidan alami oleh kapang tempe. Antioksidan tersebut antara lain genestein, daidzein, dan 6.7.4 trihidroksiisoflavon (Koswara 1992). Komposisi kimia tempe dapat dilihat pada Tabel 2.

Selama proses pembuatan tempe juga terjadi penurunan kadar karbohidrat penyebab flatulensi, yaitu stakiosa (Egounlety dan Aworh 2003) dan rafinosa. Penurunan kedua oligosakarida tersebut akan meningkatkan daya cerna tempe dan mengatasi masalah flatulensi. Proses fermentasi juga akan meningkatkan kandungan fosfor yang ada pada tempe. Peningkatan ini terjadi akibat hasil kerja enzim fitase yang dihasilkan kapang Rhizopus oligosporus yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan fosfat yang bebas. Tempe di Indonesia ternyata juga mengandung vitamin B12 yang dihasilkan oleh bakteri Klabsiella peumoniae (Liu 1997).

Tabel 2. Nilai gizi tempe per 100 g bahan

Komposisi Tempe Energi (Kkal) 201 Kadar air (g) 55.3 Protein (g) 20.8 Lemak (g) 8.8 Serat (g) 1.4 Kabohidrat (g) 13.5 Abu (g) 1.6 Kalsium (mg) 155 Fosfor (mg) 326 Besi (mg) 4 Vitamin B1 (mg) 0.19

Sumber : Agranoff J 2001 (The Complete Handbook of Tempe)

Pembuatan tempe dimulai dengan membersihkan kedelai kemudian dicuci dan direbus selama 30-60 menit. Kedelai rebus tersebut kemudian dikupas kulitnya lalu direndam dalam air pada suhu kamar selama 22-24 jam (semalam). Tujuan perendaman adalah untuk membiarkan terjadinya pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga kedelai menjadi asam (terjadi penurunan pH). Kemudian kedelai direbus kembali menggunakan air rendamannya selama satu jam lalu ditiriskan. Setelah dingin, kedelai diinokulasi dengan inokulum bubuk (laru tempe) dengan perbandingan satu gram laru

(19)

6 untuk satu kilogram kedelai matang. Kedelai yang sudah diinokulasi dibungkus dengan daun pisang atau plastik berlubang-lubang dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 36-40 jam (Koswara 1992).

D.

NILAI GIZI TEMPE

Tempe memiliki keunggulan dari segi gizi dan manfaat untuk kesehatan. Kualitas protein, kandungan vitamin, dan aktivitas antioksidan tempe menjadikannya lebih unggul secara gizi dibandingkan dengan produk pangan lain (Liu 1997). Tempe juga memiliki kandungan asam amino yang lengkap. Tempe mengandung delapan macam asam amino esensial meliputi isoleusin, leusin, lisin, fenilalanin, treonin, triptofan, valin, dan metionin. Lisin merupakan asam amino yang paling banyak terkandung dalam tempe (Koswara 1992) dan metionin merupakan asam amino pembatas (Syarief et al. 1999).

Penelitian terkini menunjukkan tempe memiliki keunggulan fungsional diantaranya seperti kemampuan menurunkan kolesterol (Brata-Arbai 2001) dan aktivitas antioksidan yang berpotensi mencegah penyakit degeneratif (Astuti 2001). Keunggulan lain yang dimiliki tempe adalah memiliki kandungan vitamin B, asam nikotinat dan nikotin amida, thiamin serta vitamin B12 (Denter dan Bisping 1994). Tempe juga memiliki kandungan zat yang berkhasiat sebagai antibiotik yaitu senyawa peptida berantai pendek yang diproduksi oleh kapang Rhizopus sp. Senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif secara efektif (Syarief et al. 1999).

Penelitian-penelitian mutakhir menunjukkan bahwa tempe mengandung senyawa yang berperan sebagai antioksidan dalam tubuh manusia, yaitu isoflavon berupa daidzein dan genestein (Haron et al. 2009). Isoflavon dalam tubuh manusia bermanfaat sebagai antioksidan, antikanker, antiosteoporosis, dan hipokolesterolemik (Astuti 2001; MacDonald et al. 2005; Messina et al. 2006; Lee 2005; Omoni dan Aluko 2005).

E.

NUGET TEMPE

Nuget merupakan salah satu bentuk pangan yang bersifat ready to cook. Nuget yang biasa dibuat berbahan dasar daging ayam atau daging ikan giling yang diberi bumbu dan bahan tambahan lain, dicetak, dan dilapisi dengan tepung berbumbu atau battered dan breader kemudian digoreng dalam minyak panas dengan deep fat frying. Secara umum proses pembuatan nuget meliputi tahap persiapan bahan sesuai formula, penggilingan dan pencampuran bahan-bahan, pencetakan adonan, pelapisan dengan battered dan breader, kemudian pemasakan atau penggorengan (Syamsir et al. 2010).

Bahan yang digunakan dalam pembuatan nuget tempe adalah putih telur, pati, tepung, dan bumbu atau seasoning. Putih telur yang mengandung ovalbumin merupakan fosfoglikoprotein yang memiliki fungsi dalam pembentukan gelling, foaming, dan emulsifying properties (Mine dan Nolan 2006). Pada nuget yang berasal dari daging, protein myofibril terutama myosin, bertanggung jawab terhadap karakteristik sensori produk dan menjadi emulsifying agent dan putih telur mempunyai fungsi yang sama sehingga dapat digunakan untuk membantu membentuk tekstur dalam pembuatan nuget tempe (Totosaus dan Chanbela 2006).

Tepung dan pati ditambahkan sebagai bahan pengikat dan pengisi. Fungsi bahan pengikat adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna, meningkatkan elastisitas produk, dan memberi tekstur padat. Bahan pengisi merupakan fraksi diluar bahan baku utama yang berperan dalam mengatur tekstur makanan (Tanikawa 1963). Jenis

(20)

7 bahan pengikat dan pengisi yang umum daitambahkan adalah tepung terigu, tapioka, maizena, dan sagu. Bahan-bahan tersebut mengandung amilosa dan amilopektin yang berpengaruh terhadap tekstur bahan pangan. Kandungan amilopektin yang semakin besar pada bahan yang digunakan akan mengakibatkan produk olahan semakin lekat (Winarno 1997).

Terigu banyak digunakan sebagai bahan pengikat karena kemampuan mengabsorbsi air dengan baik. Selain itu, terdapat pula gluten yang dapat mempengaruhi tekstur. Kandungan amilopektin pada terigu sebanyak 75% dan amilosanya 25% (Wilson 1960). Bahan lain yang biasa digunakan sebagai pengikat dan pengisi adalah tapioka. Tapioka memiliki komponen pati yang lebih banyak dan daya serap air yang tinggi. Tapioka mengandung amilopektin 83% dan amilosannya 17%. Selain terigu dan tapioka bahan lain yang dapat digunakan adalah maizena dan sagu. Maizena mengandung amilopektin sebesar 76% dan amilosa sebesar 24%. Sedangkan pada sagu amilopektinya sebesar 73% dan amilosanya 23%. Amilopektin yang ada pada bahan berperan pada pembentukan kekenyalan tekstur karena sifatnya yang lebih lengket atau rekat serta tidak mudah menggumpal. Pada pembuatan nuget juga ditambahkan bahan pembantu berupa bumbu untuk meningkatkan cita rasa.

Bumbu yang ditambahkan pada produk nuget antara lain bawang putih, bawang Bombay, lada, garam, dan penyedap rasa. Bawang putih dan bawang Bombay ditambahkan sebagai penambah aroma. Bau khas bawang berasal dari komponen volatile yang muncul ketika terjadi kerusakan jaringan atau pemotongan. Lada ditambahkan untuk menambah cita rasa pedas dan aroma yang khas. Seadngkan garam ditambahkan sebagai penegas cita rasa. Makanan yang mengandung kurang dari 0.3% garam akan terasa hambar dan kurang disukai panelis.

Selain bahan di atas digunakan pula batter dan breader yang berfungsi memperbaiki penampakan dan memberi karakteristik rasa produk, seperti kerenyahan tekstur maupun warna yang menarik. Batter dan breader juga dapat meningkatkan nilai gizi dan menambah kenikmatan ketika mengkonsumsi produk tersebut. Meningkatnya popularitas pada breaded fried food berkaitan dengan karakteristik tekstur yang ada pada makanan tersebut. Karakter crispy dan juicy yang dihasilkan produk dengan breader menjadi pilihan tersendiri bagi konsumen. Batter dan breader berpengaruh terhadap flavor produk secara keseluruhan dengan ikut bertindak sebagai carrier bumbu dan rempah. Penggunaan batter dan breader selain bertujuan meningkatkan cita rasa juga berkaitan dengan biaya produk akhir.

Batter merupakan campuran yang terdiri dari air, tepung, pati dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk merekatkan sesuatu pada produk makanan atau juga dapat berfungsi sebagai final coater pada produk sebelum dimasak (Mallikarjunan etal. 2010). Komposisi bahan penyusun batter antara lain air, tepung, dan pati serta dapat ditambah leavening agent, gum, dan bumbu-bumbu lain (Fiszman et al. 2003).

Breader merupakan campuran tepung, pati, dan bumbu berbentuk kasar dan diaplikasikan sebelum digoreng. Breader memiliki banyak jenis yang dibedakan berdasarkan ukuran, warna, flavor, tekstur, dan densitas. Ada beberapa jenis breader, seperti: American bread crumbs, Japanese bread crumbs, crackermeal, flour breaders, dan ekstruded crumbs. Hal yang membedakan jenis breader adalah ukuran, bentuk, tekstur, warna, dan flavor (Mallikarjunan et al. 2010).

Jumlah batter dan breader yang menempel pada permukaan nugget dinyatakan dengan istilah pick up. Kekentalan batter dan ukuran breader mempengaruhi jumlah pick up. Jumlah pick up breader pada nuget yang menggunakan batter kental lebih besar daripada jumlah pick up breader jika menggunakan batter yang encer (Mallikarjunan et al. 2010). Breader kasar akan menghasilkan pick up lebih baik daripada breader halus. Ukuran breader juga mempengaruhi tekstur nuget. Breader halus menghasilkan tekstur yang lembut sedangkan breader kasar akan menghasilkan tekstur renyah.

(21)

8 Kebutuhan makanan yang bersifat cepat saji (ready to cook) semakin tinggi. Frozen food (makanan beku) merupakan salah satu pilihan makanan cepat saji yang sering dipilih masyarakat. Makanan cepat saji digemari anak-anak dan dapat disimpan dalam jangka waktu relatif lama di dalam lemari es. Data survey independen yang dilakukan sebuah perusahaan swasta (Anonim 2011a) menunjukkan konsumsi daging olahan seperti sosis dan nugget di Indonesia tumbuh dengan baik. Konsumsi sosis oleh masyarakat Indonesia tumbuh rata-rata 4.46% per tahun, sementara konsumsi nugget tumbuh 16.72% per tahun. Meningkatnya konsumsi makanan cepat saji ini ditopang oleh tren konsumsi makanan praktis oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan adanya peluang untuk pengembangan produk pangan cepat saji berbahan dasar lain, tempe salah satunya.

F.

EVALUASI SENSORI

Evaluasi sensori didefinisikan sebagai salah satu disiplin ilmu yang digunakan untuk mengukur, menganalisis karakteristik suatu bahan pangan dan material lain serta menginterpretasikan reaksi yang diterima oleh panca indra manusia (penglihatan, pencicipan, penciuman, perabaan, dan pendengaran) (Adawiyah dan Waysima 2009). Evaluasi sensori menjadi hal yang penting pada produk pangan mengingat pengguna atau konsumen akhir produk pangan adalah manusia. Evaluasi sensori merupakan seperangkat teknik yang digunakan untuk mengukur respon manusia terhadap makanan yang disusun sedemikian rupa agar akurat dan mengurangi bias yang diakibatkan oleh identitas produk (brand) (Lawless dan Heymann 1998). Evaluasi sensori digunakan untuk melihat adanya perbedaan, melakukan karakterisasi, dan mengukur atribut sensori dari produk atau untuk melihat faktor atribut sensori yang mempengaruhi penerimaan konsumen (Adawiyah dan Waysima 2009). Atribut sensori yang diujikan antara lain warna, aroma, tekstur, dan rasa.

Warna merupakan salah satu atribut utama dalam evaluasi sensori karena paling cepat dan mudah memberikan kesan terhadap suatu produk. Salah satu cara yang kerap digunakan dalam penilaian mutu sebuah komoditi adalah dengan indra penglihatan. Bentuk, ukuran, kekeruhan, kesegaran, warna, sifat permukaan (suram, mengkilap, homogen-heterogen, dan sebagainya) dapat dikenali secara langsung dengan indra penglihatan. Atribut lain yang tidak kalah penting adalah flavor atau rasa. Secara sederhana flavor diartikan sebagai kesan yang diterima melalui sensasi kimia dari produk yang berada di dalam mulut. Flavor dapat memberikan rangsangan awal mengenai enak tidaknya suatu produk, terutama produk pangan. Mutu flavor menjadi hal yang sangat penting karena menentukan keputusan akhir diterima atau ditolaknya suatu produk terutama dalam produk pangan. Flavor merupakan gabungan tanggapan beberapa indra seperti pencicipan, pembauan, dan trigeminal yang juga dipengaruhi oleh kesan penglihatan, sentuhan serta pendengaran. Peran pendengaran terlihat ketika menilai kerenyahan suatu produk seperti kerupuk, mentimun, keripik. Gabungan dari berbagai indra tersebut menjadi sugesti psikologis yang menentukan penilaian kepuasan seseorang terhadap makanan yang dikonsumsinya.

Selain flavor, tekstur juga menjadi pertimbangan penting dalam evaluasi sensori. Tekstur berkaitan dengan pergerakan otot terhadap rangsang yang diberikan seperti tekanan, pergeseran, sentuhan. Salah satu cara yang digunakan dalam penilaian tekstur suatu produk pangan adalah dengan menggunakan perabaan, sentuhan dengan permukaan kulit, selain itu dapat juga melakukan pengunyahan terhadap produk. Tekstur produk mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap produk yang akan dikonsumsi terutama untuk kelompok usia-usia tertentu. Produk yang ditujukan kepada bayi atau anak kecil harus memiliki tekstur yang berbeda dengan produk untuk orang dewasa dan usia lanjut. Hal tersebut membuat peran tekstur menjadi penting karena berkaitan dengan penerimaan dan kepuasan kosumen terhadap suatu produk pangan.

(22)

9

G.

TEXTURE PROFILE ANALYSIS (TPA)

Tekstur suatu produk pangan berkaitan erat dengan persepsi dan penerimaan seseorang terhadap produk tersebut. Tekstur produk pangan dapat dipilah menjadi tiga istilah yaitu: viskositas untuk produk cairan newtonian, konsistensi untuk cairan dan semisolid non-newtonian serta tekstur untuk produk solid dan semisolid. Tekstur untuk produk solid dan semi solid merupakan parameter yang kompleks karena merupakan hasil dari reaksi terhadap penekanan atau stress yang diukur sebegai sifat mekanis (firmness/hardness, sifat adesif, kohesif, kekenyalan) oleh indra kinestetik di tangan, jari, lidah, geraham, dan bibir. Selain secara organoleptik, pengukuran tekstur juga dapat dilakukan secara objektif menggunakan teksturometer.

Prinsip dasar pengukuran bahan pangan dengan teksturometer adalah dengan memberikan gaya kepada bahan dengan besaran tertentu sehingga profil tekstur bahan pangan tersebut dapat diukur. Salah satu instrument yang dapat digunakan adalah Texture Analyzer dengan jenis Texture Profile Analysis (TPA). Pada TPA pengukuran dilakukan dengan memberikan gaya tekan (compression) naik turun pada bahan pangan sebanyak dua kali sebagai simulasi proses penguyahan oleh rahang. Dari proses tersebut dapat diukur beberapa parameter terkait produk dari grafik yang dihasilkan (Friedman et al. 1963).

Prinsip pengukuran dengan TPA dapat dilihat pada Gambar 2. Sampel makanan dengan ukuran dan bentuk tertentu ditempatkan pada pelat bagian bawah kemudian diberikan tekanan sebanyak dua kali. Hasil pengukuran dengan menggunakan TPA secara umum menghasilkan grafik yang khas (typical) seperti pada Gambar 3. Puncak tertinggi grafik yang dihasilkan pada tekanan pertama menunjukkan kekerasan (hardness) produk. Rasio area positif di bawah grafik tekanan pertama dan kedua (Area 2 dibagi dengan Area1) didefinisikan sebagai daya kohesif (cohesiveness). Kemudian untuk menentukan seberapa besar produk dapat kembali ke kondisi semula setelah diberikan gaya tekan pertama didefinisikan sebagai elastisitas (springiness). Elastisitas diukur dari jarak yang ditempuh oleh produk pada tekanan kedua sehingga tercapai gaya maksimum dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh produk pada tekanan pertama sehingga memperoleh nilai maksimumnya. Dua parameter lain diperoleh berdasarkan perhitungan dari parameter yang diperoleh sebelumnya. Kelengketan (gumminess) diperoleh melalui perkalian kekerasan dengan daya kohesif, kemudian daya kunyah (chewiness) diperoleh dari elastisitas dengan kelengketan (Bourne 2002).

Kondisi awal →

Tekanan pertama →

Tekanan kedua →

Probe yang bergerak Sampel

Bagian dasar

(a) (b)

(a) (b)

Gambar 2. Pengukuran analisis profil tekstur dengan dua tekanan (a) gerak/gaya ke bawah selama tekanan pertama dan kedua

(23)

10 Gambar 3. Hasil pengukuran analisis profil tekstur secara umum

(Szczesniak 2002) Daya Kohesif = A2/A1 Elastisitas = C-B C = waktu Kekerasan Daya Adhesif = A3

(24)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai dengan empat varietas yaitu: Kedelai A, kedelai komersial yang diperoleh dari Koperasi Pengrajin Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Cilendek, Bogor; Kedelai B, H, dan G2, kedelai varietas baru yang sedang dikembangkan, diperoleh dari Forum Tempe Indonesia. Laru tempe yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah laru tempe produksi Pusat Penelitian Kimia LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Bandung dengan starter murni Rhizopus oligosporus. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan nuget tempe adalah tepung tapioka, maizena, terigu, tepung sagu, tepung roti (bread crumb), bawang putih, bawang bombay, garam, lada, dan putih telur yang diperoleh dari pasar dan pertokoan di Darmaga, Bogor. Selain itu digunakan air destilata K2SO4, HgO, Na2S2O3, H2SO4, H3BO3, NaOH, HCl, heksana, campuran multi-enzim yang terdiri dari campuran 1.6 mg tripsin, 3.1 mg kimotripsin, dan 1.3 mg peptidase.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan nuget antara lain pisau, timbangan, baskom, loyang, food processor Panasonic MK5087 M, penggorengan, kompor, dan panci. Alat analisis yang digunakan adalah buret, tanur listrik, pembakar bunsen, cawan alumunium, cawan porselin, labu Erlenmeyer, neraca analitik, oven pengering, alat destilasi yang dilengkapi kondensor, labu lemak, labu Kjeldahl, desikator, gegep, pinset, termometer, gelas ukur, gelas piala, gelas pengaduk, pH meter, micrometer Mitutoyo 0.05 mm, penetrometer, texture analyzer TA-XT2i Stable Micro Systems serta alat gelas lain.

B.

METODE

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap penentuan formula, karakteristik tempe, dan nuget tempe. Secara umum tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

1.

Penentuan Formula

Penentuan formula nuget dengan menggunakan tempe komersial yang diperoleh di Darmaga, Bogor, dilakukan pada penelitian tahap pertama. Proses pembuatan nuget tempe dimodifikasi dari proses pembuatan nuget oleh Syamsir et al. (2010) dan Silvia (2008). Pembuatan nuget dimulai dengan pemotongan tempe, pengukusan, pencampuran, pencetakan, pembekuan, battering dan breading, pre-frying, dan pembekuan. Proses pembuatan nuget tempe hasil modifikasi dapat dilihat pada Gambar 5. Pada penelitian ini ditetapkan empat formula nuget tempe menggunakan bahan baku, yaitu tempe sebanyak 73 dan 79%. Penentuan empat formula nuget tempe tersebut dilakukan melalui proses trial-error dan mengacu pada formula yang digunakan oleh Miftakhurohmah (2011) dan Abdillah (2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Miftakhurohmah (2011), nuget yang dibuat menggunakan 70% bahan baku dapat menghasilkan tekstur yang baik sedangkan menurut penelitian Abdillah (2006) untuk menghasilkan tekstur yang baik digunakan 80% bahan baku.

Adapun keempat formula nuget tempe yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3. Keempat formula tersebut kemudian dianalisis secara sensori menggunakan uji penerimaan (acceptance) dan uji preferensi (preference) untuk menentukan formula yang terpilih. Uji penerimaan konsumen terhadap produk nuget tempe dilakukan dengan memberi pertanyaan tentang seberapa suka panelis terhadap produk nuget tempe.

(25)

12 Tempe Tempe Tempe Tempe

varietas A varietas B varietas H varietas G2

Pembuatan nuget

1. Analisis Fisik

(bulir kedelai dan kekerasan) 2. Analisis Proksimat

(kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat) 3. Perhitungan Rendemen

1. Analisis Sensori (warna, aroma, rasa, kekenyalan, juiciness, tekstur, dan overall) 2. Analisis Fisik (Analisis profil tekstur)

3. Analisis Proksimat (kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat)

4. Analisis Daya Cerna Protein

5. Perhitungan pick up, rendemen, dan susut masak Formulasi nuget tempe Analisis Sensori (warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall) Formula terpilih

1. Karakteristik fisikokimia dan sensori tempe 2. Karakteristik fisikokimia, biokimia (daya cerna

protein), dan sensori nuget tempe

3. Varietas kedelai yang menghasilkan kualitas tempe dan nuget tempe yang baik berdasarkan parameter sensori. Tahap Ke-1 Tahap Ke-2 Tahap Ke-3

Nuget tempe Nuget tempe Nuget tempe Nuget tempe varietas A varietas B varietas H varietas G2

(26)

13 Skala yang digunakan adalah tujuh skala, mulai dari sangat suka (1) sampai dengan sangat tidak suka (7). Untuk menentukan formula yang paling disukai menurut panelis dilakukan uji preferensi ranking hedonik terhadap keempat formula. Panelis diminta mengurutkan dari yang paling disukai (1) hingga paling tidak disukai (4). Formula terpilih ini menjadi acuan pada pembuatan nuget tempe dengan perlakuan berbedaan varietas kedelai.

Tabel 3. Formula nuget tempe (basis 100 g bahan baku)

Bahan Jumlah bahan untuk setiap perlakuan (gram)

Formula I Formula II Formula III Formula IV

Tempe 73 73 79 79 Tapioka 4 - - 3 Maizena - 4 3 - Terigu 4 4 3 3 Sagu 4 4 3 3 Putih telur 8 8 5 5 Bawang putih 2 2 2 2 Bawang bombay 2 2 2 2 Lada 1 1 1 1 Garam 1 1 1 1 Penyedap rasa 1 1 1 1 Total (gram) 100 100 100 100

Miftakhurohmah (2011), Abdillah (2006) dengan modifikasi

2.

Penentuan Karakteristik Tempe

Penentuan karakteristik tempe dilakukan pada penelitian tahap kedua. Penelitian tahap kedua ini dilakukan dengan memberikan perlakuan jenis varietas kedelai yang digunakan untuk membuat tempe. Kedelai yang digunakan adalah kedelai varietas A, B, H, dan G2. Varietas A (komersial) merupakan kacang kedelai yang sudah eksis digunakan oleh pengrajin tempe di daerah Leuwiliang, diperoleh dari Koperasi Pengrajin Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Cilendek, Bogor. Sedangkan varietas B, H, dan G2 merupakan kedelai varietas baru yang sedang dikembangkan, diperoleh dari Forum Tempe Indonesia. Pada penelitian kedua dilakukan pengujian kualitas mutu dan karakteristik tempe yang dihasilkan. Parameter yang diamati meliputi parameter sifat sensori, fisik, kimia dan perhirungan rendemen. Pembuatan tempe pada penelitian kali ini dilakukan di salah satu pengrajin tempe yang berada di Warnasari, desa Cibeber, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pembuatan tempe dilakukan dengan memberi perlakuan yang sama pada keempat kedelai tanpa mencampur keempat varietas kedelai.

Pembuatan tempe dimulai dengan membersihkan kedelai dari kotoran kemudian direbus selama kurang lebih 30-60 menit. Kacang kedelai yang telah direbus direndam selama kurang lebih 24 jam. Setelah perendaman, kulit kedelai dikupas dan dicuci hingga bersih. Kedelai yang telah direbus ditiriskan dan didinginkan. Setelah dingin, laru tempe dicampurkan dalam kacang kedelai dengan takaran yang digunakan sebesar 2 g/kg. Kedelai yang telah dicampur dengan laru tempe kemudian dibungkus dengan kantong plastik. Kantong plastik dilubangi dengan jarak 2 cm untuk mengatur suhu dan kelembapan yang diperlukan bagi pertumbuhan kapang. Selanjutnya, produk diperam pada suhu ruang selama 36-48 jam hingga diperoleh tempe segar.

(27)

14

3.

Penentuan Karakteristik Nuget Tempe

Penentuan karakteristik nuget tempe dilakukan pada penelitian tahap ketiga. Pada penelitian ketiga dilakukan pengujian kualitas mutu dan karakteristik nuget tempe yang dihasilkan dari empat jenis tempe. Parameter yang diamati meliputi parameter sifat sensori, fisik, kimia, biokimia, perhitungan pick up, rendemen, dan susut masak.

C.

METODE ANALISIS

1.

Analisis Sensori

Analisis Sensori yang dilakukan meliputi uji penerimaan (rating) untuk tempe, yang menunjukkan posisi tingkat kesukaan terhadap suatu produk, dan uji preferensi (ranking) untuk nuget tempe, yaitu mengurutkan tingkat kesukaan terhadap produk. Uji rating hedonik dilakukan pada keempat tempe yang dihasilkan dari kedelai varietas A, B, G2, dan H. Pada uji ini panelis diminta mengurutkan sampel dari yang paling disuka sampai sampel yang paling tidak disuka. Skala yang digunakan 1 sampai dengan 7, dengan 1 merupakan nilai yang paling disuka dan 7 untuk nilai yang paling tidak disuka. Atribut sensori yang diuji berupa warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan

Gambar 5. Proses pembuatan nuget tempe, dimodifikasi dari Syamsir et al. (2010) Pengukusan (10 menit)

Pembuatan adonan (pencampuran dengan bumbu, putih telur dan tepung) dalam food processor

Pencetakan

Pembekuan (30-60 menit)

Pencelupan dalam batter

Pencelupan dalam breader

Pre-frying 160-170° C selama 60 detik Tempe Nuget tempe Pemotongan Pembekuan

(28)

15 umum (overall). Analisis data dilakukan menggunakan Analysis of Variance dengan uji lanjut Duncan pada program SPSS 16.

Uji ranking hedonik dilakukan pada keempat nuget yang dihasilkan dari tempe A, B, G2, dan H. Pada uji ini panelis diminta mengurutkan sampel dari yang paling disuka (1) sampai sampel yang paling tidak disuka (4). Atribut sensori yang diuji lainnya adalah warna, aroma, kekenyalan, juiciness, tekstur, rasa, dan penerimaan umum (overall). Analisis data dilakukan menggunakan Analysis of Variance dengan uji lanjut Duncan pada program SPSS 16.

2.

Analisis Proksimat

Analisis proksimat dilakukan pada tempe dan nuget tempe yang dihasilkan dengan dua kali ulangan. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, lemak, protein, abu dan karbohidrat.

Kadar Air (SNI 01-2891-1992)

Kadar air dihitung berdasarkan bobot yang hilang selama pemanasan dalam oven pada suhu (100 ± 5)º C dengan persamaan (1.1).

(%) = × 100 % (1.1)

w0 = bobot cawan kosong dan tutupnya (g)

w1 = bobot cawan, tutup, dan contoh sebelum dikeringkan (g) w2 = bobot cawan, tutup, dan contoh setelah dikeringkan (g)

Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

Kadar abu dihitung berdasarkan bobot abu yang terbentuk selama pembakaran dalam tanur pada suhu 525º C sampai abu berwarna putih dengan persamaan (1.2).

(%) = × 100 % (1.2) w0 = bobot cawan kosong dan tutupnya (g)

w1 = bobot cawan, tutup, dan contoh sebelum dikeringkan (g) w2 = bobot cawan, tutup, dan contoh setelah dikeringkan (g)

Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

Hidrolisis lemak dalam contoh uji menggunakan HCl kemudian diekstraksi menggunakan pelarut organik non-polar. Ekstrak yang diperoleh kemudian diuapkan sampai kering dan kadar lemak dihitung secara gravimetri dengan persamaan (1.3).

(%) = × 100 % (1.3) w = bobot contoh (g)

w0 = bobot labu lemak kosong (g)

(29)

16

Kadar Protein (AOAC 1995)

Contoh uji didestruksi dengan H2SO4, kemudian digunakan katalis dan K2SO4 untuk meningkatkan titik didihnya yang bertujuan untuk melepaskan nitrogen dari protein sebagai garam ammonium. Garam ammonium tersebut diuraikan menjadi NH3 pada saat destilasi menggunakan NaOH. NH3 yang dibebaskan dan diikat dengan asam borat menghasilkan ammonium borat yang secara kuantitatif dititrasi dengan larutan baku asam sehingga diperoleh total nitrogen dengan persamaan (1.4).

(%) =( ) × × , × × % (1.4) V1 = volume HCl 0.1000 N untuk titrasi contoh (ml)

V2 = volume HCl 0.1000 N untuk titrasi blanko (ml) N = normalitas larutan HCl

W = bobot contoh, dinyatakan dalam (mg) 14.007 = bobot atom Nitrogen

FK = faktor konversi protein: 6.25 (SNI 3144-2009; SNI 01-2891-1992)

Kadar Kabohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat dihitung secara by difference dengan persamaan (1.5).

ℎ (%) = 100%−( + + + ) (1.5) P = Kadar Protein (%) KA = Kadar Air (%) A = Kadar Abu (%) L = Kadar Lemak (%)

3.

Perhitungan Rendemen

Perhitungan rendemen dilakukan pada sampel tempe dan nuget tempe yang dihasilkan dengan dua kali ulangan dan dihitung dengan persamaan (1.6).

= × 100% (1.6) a = Bobot bahan baku (g)

b = Bobot produk yang dihasilkan (g)

4.

Analisis Fisik

Analisis fisik dilakukan pada sampel kedelai, tempe, dan nuget tempe yang dihasilkan. Analisis yang dilakukan pada sampel kedelai meliputi pengukuran bulir dan massa kedelai. Pada tempe, analisis fisik yang dilakukan meliputi pengukuran bulir kedelai menggunakan micrometer dan pengukuran kekerasan menggunakan penetrometer. Analisis fisik pada produk nuget dilakukan menggunakan instrument texture analyzer dengan pengujian berupa Teksture Profile Analysis (TPA). Parameter yang diamati adalah kekerasan, elastisitas, daya kohesif, kelengketan, dan daya kunyah.

(30)

17

5.

Pick Up Batter

Mengetahui jumlah batter yang mampu menempel pada adonan. Pick batter akan mempengaruhi breader yang akan menempel pada adonan. Pick batter dihitung dengan persamaan (1.7).

= × 100% (1.7)

Wa = bobot nuget sebelum battering (g) Wb = bobot nuget sesudah battering (g)

6.

Pick Up Breader

Mengetahui jumlah breader yang mampu menempel pada adonan yang sudah melalui proses battering.Pick breader dihitung dengan persamaan (1.8).

= × 100%

(1.8)

Wb = bobot nuget sesudah battering (g) Wc = bobot nuget sesudah breading (g)

7.

Penentuan Susut Masak

Sampel ditimbang sebelum dan sesudah digoreng pada suhu 170-180oC selama 3 menit. Susut masakdapat dihitung dengan persamaan (1.9).

= × 100% (1.9) a = Bobot sampel sebelum dimasak (g)

b = Bobot sampel sesudah dimasak (g)

8.

Analisis Daya Cerna Protein Metode Hsu et al. (1977)

Analisis diawali dengan membuat larutan enzim dalam air destilata. Larutan multi-enzim terdiri dari campuran 1.6 mg tripsin, 3.1 mg kimotripsin, dan 1.3 mg peptidase per ml aquades. Sejumlah sampel kemudian disuspensikan dalam aquades sampai konsentrasi nitrogen 6.25 mg/ml. Sebanyak 25 ml suspensi sampel ditaruh dalam gelas piala kecil, kemudian diatur pH-nya menjadi pH 8.00 dengan menambah NaOH 0.1 N atau HCl 0.1 N. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam penangas air 37ºC selama 5 menit sambil diaduk. Sebanyak 2.5 ml larutan multienzim ditambahkan (saat penambahan enzim dicatat sebagai waktu ke nol) ke dalam suspensi sampel sambil tetap diaduk dalam penangas air 37ºC. Nilai pH suspensi sampel dicatat pada tepat menit ke-10. Daya cerna protein dinyatakan dengan persamaan (2.0).

Y = 210.464−18.103 (2.0) Y= daya cerna protein

(31)

18

9.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan. Faktor yang digunakan adalah perlakuan empat varietas kedelai A, B, H, dan G2. Model rancangan percobaan dapat dilihat pada persamaan (2.1). Hasil data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan uji ragam (Analysis of Variance) dan bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada pada program SPSS 16

Y = µ +ρ+ε

(2.1)

Yi = Nilai pengamatan respon karena pengaruh penggunaan varietas kedelai pada ulangan ke-i i = banyaknya ulangan

µ = pengaruh rerata

ρ = pengaruh perlakuan penggunaan varietas kedelai

(32)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

KARAKTERISTIK KEDELAI

1.

Karakteristik Kimia (Komposisi Proksimat) Kedelai

Empat varietas kedelai digunakan dalam penelitian ini yaitu B, H, G2, dan A. Karakteristik kimia yang diamati berupa komposisi proksimat kedelai. Rekapitulasi data analisis proksimat keempat jenis kedelai terdapat pada Lampiran 1a-1e. Hasil analisis proksimat kedelai dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi proksimat empat varietas kedelai

Parameter Kedelai A Kedelai B Kedelai H Kedelai G2 Kadar Air (%bb) 9.03a 8.81a 8.94a 8.82a Kadar Abu(%bk) 5.52b 5.07a 5.46b 5.68c Kadar Protein (%bk) 38.44a 37.98a 37.58a 38.86a Kadar Lemak (%bk) 25.75c 25.27b 22.76a 22.75a Kadar Karbohidrat (%bk) 30.29a 31.68ab 34.19c 32.72bc Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05). A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa makanan. Bahan makanan yang kering seperti buah kering, tepung, dan biji-bijian juga mengandung air dalam jumlah tertentu. Kedelai termasuk bahan makanan kering dengan kadar air tertentu yang terkandung di dalamnya. Pengolahan data hasil analisis kadar air pada Lampiran 1f menunjukkan kadar air keempat varietas kedelai yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Nilai kadar air keempat varietas kedelai berkisar antara 8.81-9.03 (%bb). Kedelai varietas A memiliki kadar air sebesar 9.03 (%bb), varietas B 8.81 (%bb), varietas H 8.94 (%bb), dan varietas G2 8.82 (%bb).

Abu merupakan bahan anorganik yang tidak terbakar pada proses pembakaran. Abu dapat diartikan sebagai elemen mineral bahan. Hasil pengolahan data pada Lampiran 1g menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata diantara sampel (p<0.01). Kadar abu kedelai varietas A sebesar 5.52 (%bk) dan tidak berbeda dengan kadar abu varietas H, 5.46 (%bk). Kedelai varietas B memiliki kadar abu paling rendah, yaitu 5.07 (%bk) dan varietas G2 mempunyai kadar abu paling besar, 5.68 (%bk). Kedelai banyak mengandung kalsium dan fosfor, sedangkan besi terdapat dalam jumlah relatif sedikit. Mineral-mineral lain terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (kurang dari 0.003%) yaitu, boron, magnesium, berilium, dan seng (Uransyah dan Madya 2011).

Kedelai mengandung protein rata-rata 35%, bahkan dalam varietas unggul kandungan proteinnya dapat mencapai 40-44%. Protein kedelai sebagian besar (85-95%) terdiri dari globulin dan dibandingkan dengan kacang-kacangan lain, susunan asam amino pada kedelai lebih lengkap dan seimbang. Hasil pengolahan data kadar protein keempat varietas kedelai pada Lampiran 1h menunjukkan bahwa keempat sampel tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Kadar protein kedelai

Gambar

Tabel 1. Nilai gizi kedelai per 100 g bahan
Tabel 2. Nilai gizi tempe per 100 g bahan
Gambar 2. Pengukuran analisis profil tekstur  dengan dua tekanan     (a) gerak/gaya ke bawah selama tekanan pertama dan kedua
Gambar 4. Tahapan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini didukung Antarlina (2002) dalam Ginting (2009) yang melaporkan bahwa tempe yang dibuat dengan kedelai varietas lokal tertentu mempunyai rendemen dan kadar

Perlu dilakukan penelitian terhadap berbagai macam varietas kedelai lokal yang lain untuk mendapatkan tempe yang mempunyai aktivitas antioksidan serta kadar fenolik

Ada pengaruh pemberian formula pakan mengandung tempe kedelai hitam terhadap kadar hemoglobin, jumlah leukosit, jumlah eritrosit, jumlah trombosit dan prosen hematokrit darah

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa secara umum nilai gizi protein tepung tempe kedelai lokal grobogan memiliki kualitas yang sama dengan tepung tempe kedelai non-GMO,

Hasil analisis sidik ragam pengaruh empat jenis kompos pada bobot biji pertanaman (g) tiga varietas kedelai... Deskripsi kedelai Varietas Tanggamus ... Deskripi kedelai

Limbah tempe dihasilkan dalam proses pembuatan tempe maupun saat pencucian kedelai, limbah yang diperoleh pun dapat berupa limbah cair maupun limbah padat.. Limbah