• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rata-rata Penutupan Lamun (%)

3. Karakteristik Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Setiap jenis lamun dan perifiton memiliki kisaran parameter fisika-kimia air yang berbeda dikarenakan terdapat faktor-faktor yang merupakan faktor

0,000

Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Perifiton

I II III

pendukung maupun pembatas untuk hidup lamun dan perifiton. Dari hasil pengukuran parameter Fisika-Kimia air yang dilakukan di Pulau Unggeh maka didapatkan hasil pengukuran parameter tersebut dapat di lihat di Tabel 10.

Parameter Fisika yang diukur adalah Suhu, Kedalaman, Salinitas, Kecerahan, Substrat dan Arus. Suhu yang terukur pada seluruh stasiun adalah sebesar 32 o

Parameter Kimia yang diukur adalah pH, DO, Nitrat dan Posfat. pH yang terukur pada Stasiun I adalah sebesar 7,91, pada Stasiun II adalah sebesar 7,91, dan pada Stasiun III adalah sebesar 7,91. pH berkisar antara 7,91- 7,99. DO yang terukur pada Stasiun I adalah sebesar 4,7 mg/l, pada Stasiun II adalah sebesar 4 mg/l dan pada Stasiun III adalah sebesar 5,4 mg/l. DO berkisar antara 4-5,4 mg/l.

Nitrat yang terukur berdasarkan pengujian adalah pada kisaran 4,5-4,6 mg/l.

Posfat yang terukur berdasarkan pengujian adalah pada kisaran <0,03 mg/l. Hasil Pengukuran Fisika-Kimia air dapat dilihat pada Tabel 5.

C. Kedalaman perairan pada Stasiun I adalah sebesar 104 cm, pada Stasiun II adalah sebesar 38 cm dan pada Stasiun III adalah sebesar 79 cm.

Kecerahan yang terukur berkisar pada 100% atau dengan kata lain dapat dengan jelas terlihat hingga ke dasar perairan. Salinitas yang terukur pada Stasiun I adalah sebesar 29 ppt, pada Stasiun II adalah sebesar 27 ppt dan pada Stasiun III adalah sebesar 30 ppt. Arus yang terukur pada Stasiun I adalah sebesar 0,067 m/s, pada Stasiun II adalah sebesar 0,05 m/s dan pada Stasiun III adalah sebesar 0,034 m/s, arus terkuat berada pada Stasiun I. Jenis substrat yang ditemukan pada tiga stasiun keseluruhan merupakan substrat berpasir. Hasil Pengukuran Fisika-Kimia air dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Pengukuran Fisika-Kimia Air

Parameter Satuan Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Hubungan Kelimpahan Perifiton dengan Kerapatan Lamun

Hubungan Kepadatan perifiton dengan Kerapatan Lamun di perairan Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah ditunjukkan dengan persamaan y = 4.8036x – 80.304 dengan R² = 0.9378 dan r = 0.9683. Grafik seperti pada Gambar 11.

Analisis data terlampir pada Lampiran 8.

Gambar 14. Hubungan Kelimpahan Perifiton pada Kerapatan Lamun

Pembahasan

Hubungan Kelimpahan Perifiton dengan Kerapatan Lamun

Secara keseluruhan didapatkan 34 genera perifiton di perairan Pulau Unggeh. Kepadatan perifiton tertinggi dari seluruh stasiun ada pada spesies Bacillaria sp. dengan nilai kepadatan sebesar 40.000 ind/m2. Kepadatan terendah dimiliki oleh spesies Amphileptus sp. yang memiliki yaitu kepadatan sebesar 3.111 ind/m 2

Setelah dilakukan pengamatan terhadap berbagai jenis lamun, ternyata perifiton ditemukan di semua permukaan daun lamun dengan kepadatan yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium, komposisi jenis perifiton pada masing-masing jenis lamun berbeda-beda. Diperoleh 7 (tujuh) kelas yang terdiri dari genus Bacillariophyceae (21 genus), Chlorophyceae (5 genus), Cyanophyceae (2 genus), Cersozoa (1 genus), Hydrozoa (1 genus), Protozoa (2 genus) dan Rotifera (2 genus). Dimana kelas Bacillaripphyceae, Chlorophyceae dan Cyanophyceae merupakan fitoplankton dan Cersozoa, Hydrozoa, Protozoa dan Rotifera merupakan zooplankton. Secara keseluruhan dari 7 (kelas) perifiton

. Pada Bacillaria sp. termasuk kelas Bacillariophyceae dan Amphileptus sp. termasuk kelas Protozoa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Isabella (2011), setelah dilakukan pengamatan terhadap berbagai jenis lamun, ternyata perifiton ditemukan di semua permukaan daun lamun dengan kepadatan yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil pengamatannya di laboratorium, komposisi jenis perifiton pada masing-masing jenis lamun berbeda-beda. Diperoleh 6 (enam) kelas yang terdiri dari genus Bacillariophyceae/Diatom (28 genus), Cyanophyceae (3 genus), Chlorophyceae (3 genus), Dinophyceae (3 genus), Protozoa (1 genus), Crustaceae (1 genus). Secara keseluruhan dari 6 kelas perifiton yang terdapat pada daun lamun, kelas Bacillariophyceae mempunyai jumlah genera yang paling banyak ditemukan dibandingkan dengan kelas lainnya.

yang terdapat pada daun lamun, kelas Bacillariophyceae mempunyai jumlah genera yang paling banyak ditemukan dibandingkan dengan kelas lainnya. Hal ini sesuai dengan Sachlan (1972) dalam Isabella (2011), disebabkan sebagian besar dari kelas Bacillariophyceae memiliki kemampuan hidup yang tinggi, bahkan dalam keadaan yang buruk sekali pun spesies dari kelas ini dapat bertahan dengan cara memperbanyak lendir di permukaan tubuhnya.

Dalam pengambilan sampel perifiton di ekosistem lamun dengan cara memotong 2 lembar daun lamun tiap transek per stasiun. Setelah itu sampel perifiton diidentifikasi. Pada saat hasil identifikasi, setiap stasiun umumnya ditemukan kelas Bacillariophyceae yang masing-masing genusnya paling banyak ditemukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Osborn (1983) dalam Isabella (2011), selain itu banyaknya spesies dari kelas Bacillariophyceae yang ditemukan disebabkan perifiton dari kelas ini mempunyai alat berupa tangkai gelatin untuk melekatkan dirinya pada substrat tertentu, ada yang bercabang pendek dan panjang. Dengan alat ini kelas Bacillarriophyceae mempunyai kemampuan menahan arus yang relatif kuat.

Pada saat berada di ekosistem lamun ditemukan 3 spesies lamun.

Diantarannya yaitu Enhalus acoroides (EA), Cymodocea serrulata (CS) dan Halodule pinifolia (HP). Dari ketiga spesies lamun, Enhalus acoroides (EA) yang memiliki daun yang lebar dan panjang sehingga proses pengerikan paling banyak dilakukan di daun tersebut. Hal ini sesuai dengan Isabella (2011), komposisi perifiton pada daun lamun sangat dipengaruhi oleh morfologi, umur dan letak atau tempat hidup lamunnya. Lamun dengan tipe daun yang besar seperti Enhalus acoroides akan lebih disukai daripada lamun yang mempunyai daun lebih kecil,

karena lamun yang dengan morfologi daun yang lebih besar (kuat) akan mempunyai kondisi substrat yang lebih stabil. Demikian juga dengan umur lamun, pada lamun yang lebih tua komposisi dan kepadatan perifiton akan berbeda dengan pada lamun yang lebih muda karena proses penempelan dan pembentukan koloni perifiton memerlukan waktu yag lama.

Dalam pengambilan sampel perifiton di ekosistem lamun pada stasiun I ditemukan 570 spesies, pada stasiun II ditemukan 405 spesies dan pada stasiun III ditemukan 361 spesies. Dari masing-masing atau ketiga stasiun memiliki 34 genera yang ada pada setiap stasiun. Hal ini menunjukkan bahwasanya kelimpahan atau kepadatan pada stasiun I yang tertinggi dengan 570 spesies dikarenakan kerapatan lamun yang ada pada stasiun I memiliki kategori yang rapat serta tipe daun lamunnya yakni Enhalus acroides (EA) dan Cymodocea serrulata (CS) yang memiliki daun yang lebar dan panjang. Hal ini sesuai dengan Isabella (2011), yang menyatakan kerapatan dan penutupan lamun secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi terhadap keberadaan dan kepadatan perifitonnya, karena berhubungan erat dengan kestabilan substrat (daun lamun) dari pengaruh pencucian dan sirkulasi air serta kebebasan perifiton dalam memperoleh cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis.

Indeks Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E), dan Dominansi (C)

Indeks keanekaragaman berdasarkan hasil pengolahan data pada Stasiun I adalah sebesar 3.231, pada Stasiun II adalah sebesar 3.153 dan pada Stasiun III adalah sebesar 3.127. Keanekaragaman tertinggi terdapat pada Stasiun I. Dapat dilihat pada jumlah jenis perifiton yang ditemukan di stasiun I ini lebih banyak daripada stasiun lainnya. Dikarenakan stasiun ini memiliki 2 jenis lamun yang

memiliki morfologi daun yang berbeda atau memiliki daun yang lebar dan perairan yang jernih sehingga matahari dapat masuk ke kolom air yang dimanfaatkan oleh perifiton untuk proses fotosintesis. Sedangkan pada stasiun III memiliki keanekaragaman terendah. Ini dikarenakan stasiun ini memiliki 3 jenis lamun tapi memiliki kategori agak rapat dan morfologi daun yang tidak lebar dan panjang. Hal ini sesuai dengan Isabella (2011), Lamun dengan tipe daun yang besar mampu menampung lebih banyak perifiton, misalnya perifiton lebih banyak ditemukan pada daun lamun Enhalus acoroides daripada daun lamun Halophila ovalis, karena lamun E. acoroides memiliki morfologi daun yang lebih besar dan kuat akan mempunyai kondisi substrat yang lebih stabil. Sehingga indeks keanekaragaman menggambarkan kekayaan/jumlah jenis perifiton yang ada, semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman menunjukkan semakin beragamnya jenis perifiton yang ada.

Indeks keseragaman menggambarkan sebaran jumlah individu setiap jenisnya. Indeks keseragaman berdasarkan hasil pengolahan data pada Stasiun I adalah sebesar 0.509, pada Stasiun II adalah sebesar 0.523 dan pada Stasiun III adalah sebesar 0.531. Keseragaman tertinggi terdapat pada Stasiun III. Tingginya nilai indeks keseragaman ini dapat dilihat dari hasil identifikasi yang menunjukkan penyebaran jumlah individu setiap jenis dalam komunitas cukup merata. Hal ini sesuai dengan Isabella (2011), keseragaman yang tinggi berarti penyebaran jumlah individu setiap jenis dalam komunitas lamun cukup merata, sehingga tidak ada jenis perifiton yang mendominasi.

Indeks Dominansi berdasarkan hasil pengolahan data pada Stasiun I adalah sebesar 0.414, pada Stasiun II adalah sebesar 0.417 dan pada Stasiun III

adalah sebesar 0.473. Dominansi tertinggi terdapat pada Stasiun III. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Hertanto (2008), struktur komunitas meliputi keanekaragaman jenis, keseragaman, kelimpahan, struktur dan bentuk pertumbuhan, dominansi dan struktur trofik. Dominansi menunjukkan ada tidaknya suatu jenis individu yang medominasi dalam suatu komunitas, dimana jenis yang mendominasi cenderung mengendalikan komunitas.

Parameter Fisika-Kimia Perairan

Kondisi parameter fiskia-kimia perairan secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan organisme perairan.

Karakteristik fisika-kimia pada suatu habitat akan mendukung suatu struktur komunitas biota yang hidup di dalamnya. Demikian juga halnya dengan komunitas lamun dan perifiton. Nilai-nilai parameter ini diharapkan dapat mencerminkan kualitas perairan yang mendukung keberadaan lamun sebagai tempat menempelnya perifiton-perifiton.

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan dapat diketahui Suhu perairan pada ketiga stasiun memiliki kesamaan yaitu berada pada ukuran 32oC.

Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut menyatakan bahwa suhu yang baik untuk keberlangsungan hidup biota laut untuk lamun adalah 28-30oC, disesuaikan dengan keadaan alam dan berfluktuasi setiap saat. Pengukuran suhu dilakukan pada pukul 10.00 WIB – 11.00 WIB sehingga suhu yang terukur cukup tinggi karena waktu sudah menjelang siang dan kedalaman air pada kondisi surut yang menyebabkan penetrasi cahaya tinggi hingga ke dasar perairan. Suhu yang terukur masih memenuhi bagi pertumbuhan lamun secara optimal hal ini dikemukakan oleh

Handayani (2016) yang menyatakan bahwa Enhalus acoroides mampu hidup pada suhu 26,5 - 32,5oC dan pada bagian perairan yang dangkal bahkan dapat mentolerir suhu sampai dengan 38o

Kedalaman perairan berada pada kisaran 38 cm – 104 cm. Pengukuran parameter diambil saat surut. Kecerahan yang terukur adalah 100 %, artinya keping secchi terlihat hingga ke dasar perairan dan menunjukkan tingkat penetrasi cahaya matahari hingga ke dasar perairan, menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut kecerahan perairan Pulau Unggeh telah memenuhi persyaratan kehidupan biota yang baik pada ekosistem lamun. Hal ini sesuai dengan COREMAP-LIPI (2014), ekosistem lamun umumnya berada di daerah pesisir pantai dengan kedalaman kurang dari 5 m saat pasang. Namun, beberapa jenis lamun dapat tumbuh lebih dari kedalaman 5 m sampai kedalaman 90 m selama kondisi lingkungannya menunjang pertumbuhan lamun tersebut. Ekosistem lamun di Indonesia biasanya terletak di antara ekosistem mangrove dan karang, atau terletak di dekat pantai berpasir dan hutan pantai.

C saat air surut pada siang hari. Dengan hal ini dapat dikatakan lamun sebagai substratnya perifiton dapat mentolerir kondisi perairan tersebut. Karena keberlangsungan hidup dari perifiton memiliki ketergantungan terhadap substratnya yakni lamun.

Salinitas terukur pada kisaran 27 – 30 ppm, salinitas ini tidak dipengaruhi adanya percampuran dengan air tawar yang berasal dari pulau menuju ke laut. Hal ini menyebabkan air laut menjadi satu-satunya penentu kadar salinitas, menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut salinitas untuk air laut ekosistem lamun adalah sekitar 33-34

ppt, hal ini juga disesuaikan dengan waktu pengambilan atau pengukuran sampel.

Untuk salinitas 27-30 ppt masih memungkinkan untuk keberlangsungan biota air, hal ini berdasarkan hasil penelitian Latuconsina dkk., (2012) yang menyatakan bahwa untuk nilai salinitas rata-rata yang diamati selama periode spring tide sebesar 31,93 dan selama periode neap tide sebesar 31,57 dengan kisaran 29,40 – 33,10 ‰ dan masih merupakan kisaran optimal air laut yaitu 30‰ - 40‰.

Arus yang terukur tergolong lemah hal ini disebabkan laut dalam kondisi tenang, keadaan laut sedang surut dan penelitian dilakukan pada bulan April.

Hal ini sesuai dengan Arinardi et al., (1997) dimana pada bulan tersebut masuk dalam musim peralihan dengan arah angin yang tidak menentu. Pada musim peralihan, kekuatan angin jauh berkurang sehingga menghasilkan arus yang tenang.

Arus berperan penting dalam pendistribusian nutrien, membersihkan kotoran pada daun lamun serta sebagai pembawa zat hara dan sebagai penghantar perifiton untuk menempel pada daun lamun, hal ini didukung oleh Minerva et al., (2014) yang menyatakan bahwa kecepatan arus perairan berpengaruh terhadap produktivitas padang lamun.

Arus dengan kecepatan 0,5 m/s mampu mendukung pertumbuhan lamun dengan baik. Arus juga sangat penting bagi padang lamun yang berfungsi untuk membersihkan endapan atau partikel-partikel pasir berlumpur yang menempel. Arus yang terukur pada ekosistem lamun cukup rendah berada pada kisaran 0,025-0,067 m/s menunjukkan lamun memiliki kemampuan untuk meredam arus dan gelombang dari lautan, hal ini didukung oleh penelitian Isabella., (2011) dimana dengan semakin rendah kecepatan arus, maka semakin

besar kesempatan perifiton untuk menempel dan berkembang biak di daun lamun sehingga kepadatan perifiton di daun lamun semakin tinggi.

Substrat yang ditemukan di semua stasiun adalah pasir. Untuk jenis lamun Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata dapat dengan mudah menyesuaikan dengan substrat pasir karena karakteristiknya adalah mendiami zona intertidal.

Halodule pinifolia memiliki kecendrungan untuk hidup pada substrat yang berpasir dan berada dekat pada ekosistem terumbu karang. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Hertanto (2008), yang melakukan penelitian mengenai sebaran dan asosiasi perifiton pada ekosistem lamun yang memiliki substrat yang berpasir.

DO yang terukur berkisar antara 4-5,4 mg/l dan pH yang terukur berkisar antara 7,91-7,99. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.

51 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut kadar DO yang bagus berada pada ukuran >5 mg/l, dan pH 7-8,5. Hal ini memperkuat bahwa kadar DO dan pH yang terukur di perairan Pulau Unggeh masih dapat mendukung kehidupan biota laut di ekosistem lamun. Hal ini juga diungkapkan oleh Latuconsina et al., (2012) yang menyatakan bahwa kisaran oksigen terlarut yang optimal bagi pertumbuhan biota adalah di atas 5 mg/l. Hal ini juga sesuai dengan Isabella (2011), Perairan dengan pH kurang dari 6 akan menyebabkan organisme bentik dan larva tidak dapat hidup dengan baik, bahkan jika mencapai pH 4 dapat mematikan organisme yang hidup di perairan normal.

Kadar nitrat dan fosfat yang terukur pada setiap stasiun berkisar pada 4,5-4,6 mg/l untuk Nitrat dan <0,03 mg/l untuk posfat. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut kadar Nitrat dan Posfat masih dapat di toleransi untuk kehidupan biota laut

baik itu lamun. Menurut Mustofa (2015), Kandungan nitrat dan fosfat suatu perairan pantai dijadikan tolok ukur kesuburan perairan karena semakin optimal kandungan nitrat dan fosfat suatu perairan maka semakin melimpah fitoplankton.

Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan merupakan penentu tingginya produktifitas primer perairan tersebut. Dalam hal ini perairan pulau Unggeh masih dapat dikatakan sebagai perairan yang memiliki tingkat kesuburan yang baik.

Hubungan Kelimpahan Perifiton dengan Kerapatan Lamun

Hubungan Kepadatan perifiton dengan Kerapatan Lamun di perairan Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah ditunjukkan dengan persamaan y = 4.8036x – 80.304 dengan R² = 0.9378 dan r = 0.9683. Berdasarkan interpretasi koefisien korelasi Steel and Torrie (1980). Hubungan keduanya sangat kuat sedangkan besar pengaruhnya 94% dan selebihnya berasal dari faktor lain seperti kualitas perairan. Hal ini menunjukkan bahwa kepadatan perifiton berhubungan sangat kuat terhadap kerapatan lamun. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Junaidi (2009) mengenai output regresi yang menyatakan Multiple R (R majemuk) adalah suatu ukuran untuk mengukur tingkat (keeratan) hubungan linear antara variabel terikat dengan seluruh variabel bebas secara bersama-sama. Pada kasus dua variabel (satu variabel terikat dan satu variabel bebas), besaran r (biasa dituliskan dengan huruf kecil untuk dua variabel) dapat bernilai positif maupun negatif (antara -1 – 1), tetapi untuk lebih dari dua variabel, besaran R selalu bernilai positif (antara 0 – 1). Nilai R yang lebih besar (+ atau -) menunjukkan hubungan yang lebih kuat. R Square (R2) sering disebut dengan koefisien determinasi, adalah mengukur kebaikan suai (goodness of fit) dari persamaan regresi; yaitu memberikan proporsi atau persentase variasi total dalam variabel terikat yang

dijelaskan oleh variabel bebas. Nilai R2 terletak antara 0 – 1, dan kecocokan model dikatakan lebih baik kalau R2 semakin mendekati 1. Adjusted R Square.

Suatu sifat penting R2 adalah nilainya merupakan fungsi yang tidak pernah menurun dari banyaknya variabel bebas yang ada dalam model. Oleh karenanya, untuk membandingkan dua R2 dari dua model, orang harus memperhitungkan banyaknya variabel bebas yang ada dalam model. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan “adjusted R square”. Istilah penyesuaian berarti nilai R2 sudah disesuaikan dengan banyaknya variabel (derajat bebas) dalam model. Memang, R2

Untuk penutupan lamun di Pulau Unggeh tercatat tertinggi pada Stasiun I memiliki rata-rata penutupan lamun sebesar 51.7045% yang termasuk dalam kategori padat berdasarkan indeks kategori tutupan lamun dalam buku panduan monitoring lamun oleh Rahmawati et al., (2014) dan untuk rata-rata kerapatan lamun sebesar 133 tegakan/m² yang termasuk dalam kategori rapat berdasarkan indeks kategori kerapatan lamun berdasarkan Braun-Blanquet (1965). Kepadatan perifiton yang diidentifikasi terdapat 34 genera dan ditemukan kepadatan tertinggi terletak pada stasiun I yang berjumlah 570 jenis dengan perlakuan ujung, tengah dan pangkal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Isabella (2011) yakni kepadatan perifiton akan meningkat seiring dengan peningkatan kerapatan lamun di suatu perairan. Semakin tinggi kerapatan, semakin banyak tegakan lamun yang tumbuh maka semakin luas permukaan daun lamun yang tersedia untuk ditempeli oleh perifiton. Didukung juga dari penelitian Noviyanti

yang disesuaikan ini juga akan meningkat bersamaan meningkatnya jumlah variabel, tetapi peningkatannya relatif kecil. Seringkali juga disarankan, jika variabel bebas lebih dari dua, sebaiknya menggunakan adjusted R square.

(2013), organisme atau perifiton ini juga memanfaatkan nutrien yang ada di ekosistem lamun. Beberapa perifiton diantaranya ada yang berbentuk koloni, yang memiliki kemampuan melekat pada permukaan substrat lebih baik daripada mikroalga lainnya. Diatom perifiton merupakan indikator biologi yang baik untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi pada suatu badan air.

Dokumen terkait