• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Pulau Unggeh

Pulau Unggeh memiliki topografi, terdiri atas dataran rendah dengan sedikit perbukitan pada arah barat. Pada bagian barat dan selatan terdapat pantai berbatu, sedangkan bagian utara dan timur dengan pantai berpasir. Paparan dasar laut sebelah selatan, barat dan utara landai dengan dasar pasir dan ditumbuhi terumbu karang, sedangkan sebelah timur curam atau tubir dengan dasar laut yang dalam. Pada bagian barat, ditemukan ekosistem mangrove, kondisi pantai berpasir, dasar perairan yang landai dan tidak dalam kondisi yang baik bagi ekosistem terumbu karang (Zalukhu, 2016).

Pulau Unggeh berada dalam wilayah administrasi desa Sitardas, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah yang berada pada pantai barat pulau Sumatera. Pulau Unggeh terletak sekitar 11 mil dari daratan Sumatera dan merupakan sebuah pulau yang ditumbuhi beragam flora seperti pohon kelapa, semak belukar, pohon ketapang serta beberapa jenis kayu lainnnya. Pengelolaan terumbu karang tidak terlepas dari pengetahuan mengenai jenis-jenis karang dan biota penghuni lainnya dilokasi ekosistem terumbu karang tersebut (Delisma, 2015).

Perifiton

Salah satu organisme yang erat kaitannya dengan tumbuhan lamun ialah perifiton. Perifiton merupakan jasad-jasad yang dapat hidup melekat pada permukaan daun lamun. Organisme perifiton mempunyai peranan penting dalam penyedia produktivitas perairan, karena dapat melakukan proses fotosintesis yang dapat membentuk zat organik dari zat anorganik. Organisme ini juga memanfaatkan nutrien yang ada di ekosistem lamun. Beberapa perifiton diantaranya ada yang berbentuk koloni, yang memiliki kemampuan melekat pada permukaan substrat lebih baik daripada mikroalga lainnya. Diatom perifiton merupakan indikator biologi yang baik untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi pada suatu badan air. Perubahan kandungan senyawa kimia yang masuk kedalam suatu perairan merupakan faktor penting dalam mempelajari perkembangan komunitas diatom perifiton. Peranan penting diatom perifiton sebagai produsen dalam rantai makanan yakni penghasil bahan organik dan oksigen (Novianti, 2013).

Perifiton adalah bagian dari trofik level yang memiliki peranan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Biomassa yang terbentuk merupakan sumber makanan alami bagi biota air yang lebih tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan. Berbagai upaya harus dilakukan demi menjaga kelestarian perifiton yaitu dengan membudidayakan substratnya yang salah satunya adalah lamun, karena perkembangan perifiton juga tergantung pada substratnya (Siagian, 2012).

Istilah perifiton meskipun digunakan secara bervariasi, namun lebih ditujukan kepada flora yang tumbuh di atas substrat di perairan. Perifiton adalah mikrolgae menempel yang umumnya merupakan sumber energi utama di perairan

yang sangat melimpah dan memiliki peranan yang lebih besar dalam menentukan produktivitas primer. Istilah perifiton untuk alga yang tumbuh di permukaan substrat alami atau aufwuch (Biggs, 2000).

Menurut Juanda (2014) berdasarkan tipe substrat tempat menempelnya perifiton mengklasifikasikan sebagai berikut :

1. Epifitik, menempel pada permukaan tumbuhan 2. Epipelik, menempel pada permukaan sedimen 3. Epilitik, menempel pada permukaan batuan 4. Epizooik, menempel pada permukaan hewan

5. Epipsammik, hidup dan bergerak diantara butir-butir pasir

Struktur komunitas meliputi keanekaragaman jenis, keseragaman, kelimpahan, struktur dan bentuk pertumbuhan, dominansi dan struktur trofik.

Keanekaragaman menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu komunitas di ekosistem. Semakin tinggi keanekaragaman spesies disuatu komunitas menunjukkan adanya keseimbangan dalam ekosistem tersebut. Keanekaragaman spesies di suatu komunitas menunjukkan komposisi individu dari spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Bila keseragaman mendekati minimum dan sebaliknya suatu komunitas akan relatif baik apabila keseragaman mendekati maksimum. Dominansi menunjukkan ada tidaknya suatu jenis individu yang medominasi dalam suatu komunitas, dimana jenis yang mendominasi cenderung mengendalikan komunitas (Hertanto, 2008).

Perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat ditentukan oleh kemantapan substratnya. Substrat dari benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setiap saat pada

substrat hidup akan terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat dari respirasi dan asimilasi, sehingga mempengaruhi komunitas perifiton. Biomassa perifiton yang terbentuk merupakan sumber makanan alami bagi biota air yang lebih tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan. Perkembangan perifiton dapat dipandang sebagai proses akumulasi, yaitu proses peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu. Akumulasi merupakan hasil kolonialisasi dengan proses biologi yang menyertainya dan berinteraksi dengan faktor fisika-kimia perairan (Lawati, 2014).

Proses kolonialisasi merupakan pembentukan koloni perifiton pada substrat yang berlangsung secara seketika pengkoloni menempel pada substrat.

Tipe substrat sangat menentukan proses kolonialisasi dan komposisi perifiton, hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan alat penempelnya. Kemampuan perifiton pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian oleh arus atau gelombang yang dapat dimusnahkannya. Menurut Wibowo (2014), untuk menempel pada substrat, perifiton mempunyai berbagai alat penempel, yaitu : 1. Rhizoid, seperti pada Oedogonium dan Ulothrix

2. Tangkai begelatin panjang atau pendek, seperti pada Cymbella, Gomphonema dan Achnanthes.

3. Bantalan gelatin berbentuk setengah bulatan (sphaerical) yang diperkuat dengan kapur atau tidak seperti pada Rivularia, Chaetophora dan Ophyrydium.

Komposisi perifiton pada daun lamun sangat dipengaruhi oleh morfologi, umur dan letak atau tempat hidup lamunnya. Lamun dengan tipe daun yang besar akan lebih disukai daripada lamun yang mempunyai daun yang lebih kecil, karena lamun dengan morfologi yang lebih besar atau kuat akan mempunyai kondisi

substrat yang lebih stabil. Begitu pula dengan umur lamun, pada lamun yang lebih tua komposisi dan kepadatan perifiton akan berbeda dengan lamun yang lebih muda karena proses penempelan dan pembentukan koloni perifiton memerlukan waktu yang cukup lama (Nuraeni, 1996).

Lamun

Lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup dan tumbuh subur di laut dangkal dan sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di laut, serta merupakan komponen yang seringkali terdapat di lingkungan perairan pesisir. Lamun merupakan satu-satuunya tumbuhan angiospermae atau tumbuhan berbunga yang mimiliki daun, batang dan akar sejati yang telah beradaptasi untuk hidup sepenuhnya didalam air laut (Rahman, 2006).

Menurut Azkab (1999) secara lengkap klasifikasi beberapa jenis lamun yang terdapat di perairan Indonesia adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi lamun di Indonesia Divisio Magnoliophyta

Familia (1) Hydrocharitaceae

Genus Enhalus Thalassia Halophila

Spesies Enhalus Familia (2) Cymodoceaceae/Potamogetonaceae

Genus Cymodocea Halodule Syringodium Thalassodendron Spesies Cymodocea

Cymodocea serrulata

Halodule uninervis

Pola hidup lamun berupa hamparan, maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannnya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih dengan sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk mengahantarkan zat-zat hara dan oksigen serta mangangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun (Arifin, 2004).

Zonasi sebaran lamun dari pantai ke arah tubir pada umumnya berkesinambungan, perbedaan yang terdapat biasanya pada komposisi jenisnya (tunggal atau campuran) maupun luas penutupannya. Lamun membutuhkan substrat dasar yang lunak sampai berpasir untuk mudah ditembus oleh akar-akar dan rimpangnya guna menyokong tumbuhan ditempatnya (Aprianto, 2014).

Lamun mempunyai tingkat produktivitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya di laut dangkal seperti mangrove dan terumbu karang. Lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki rantai makanan di laut, baik digunakan langsung oleh herbivora maupun melalui proses dekomposisi sebagai serasah. Proses dekomposisi menghasilkan materi yang langsung dapat dikonsumsi oleh fauna bentik, sedangkan partikel-partikel serasah didalam air merupakan makanan invertebrata penyaring (filter feeder). Pada gilirannya nanti hewan tersebut akan menjadi

mangsa karnivora yang terdiri dari berbagai jenis ikan dan invertebrata (Nurzahraeni, 2014).

Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun juga dapat berfungsi sebagai daerah asuhan dan sebagai makanan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes). Komunitas flora dan fauna di daerah lamun mempunyai komposisi yang khas. Daunnya mendukung sejumlah besar organisme perifiton dengan suatu substrat yang cocok untuk penempelan (Rahman, 2016).

Padang lamun memainkan suatu peranan penting dalam stabilisasi substrat dan melindungi dasar perairan dari erosi. Daun lamun yang lebat dapat memperlambat gerakan air atau dapat meredam arus yang disebabkan oleh arus dan gelombang serta menyebabkan perairan disekitarnya menjadi tenang.

Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar perairan. Dengan demikian ekosistem ini bertindak sebagai pencegah dan penangkap sedimen (Dwindaru, 2010).

Rimpang dan akar lamun menangkap dan menggabungkan sedimen sehingga meningkatkan stabilitas permukaan dibawahnya dan pada saat yang sama menjadikan air lebih jernih. Lamun dapat memodifikasikan sedimen yaitu dengan cara yakni lamun menstabilkan endapan/hamparan pasir dan hamparan lamun yang lebat menyebabkan perairan menjadi tenang. Ketika sedimen halus tersebut ke bawah dan berada diantara akar, ia tidak dapat tersuspensi lagi oleh kekuatan arus dan ombak. Daun lamun dapat menangkap sedimen halus melalui

kontak karena daun-daun lamun tersebut biasanya diliputi oleh mikroorganisme (Zulkifli, 2000).

Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut, khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh perifiton untuk pertumbuhannya. Lamun dapat menyerap karbon dari air melalui daun dan dari sedimen melalui akar. Fosfat yang diserap oleh daun-daun lamun dapat bergerak sepanjang helai daun. Fosfat diserap oleh akar lamun dari celah-celah sedimen, kemudian dialirkan ke daun dan selanjutnya di pindahkan ke perairan sekitarnya (Novianti, 2013).

Zat hara tersebut secara potensial dapat dipergunakan oleh perifiton apabila berada dalam medium yang miskin fosfat. Beberapa jenis alga biru-hijau yang bersifat epifit pada Thalassia sp memfiksasi nitrogen dan menyebabkan nitrat yang terlarut mendapatkan jalan masuk ke hospesnya atau pengayaan (enchriment) terhadap air laut. Nitrogen yang diserap oleh akar lamun ditranslokasikan melalui daun ke dalam perifiton (Alhanif, 1996).

Peranan Faktor-Faktor Lingkungan terhadap Komunitas Perifiton

Menurut Hertanto (2008) faktor-faktor lingkungan baik itu parameter fisika dan kimia memiliki peranan yang akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan organisme secara langsung maupun tidak langsung. Karakteristik fisika-kimia perairan pada suatu habitat akan mendukuung suatu struktur dengan komunitas lamun dan perifiton.

1. Suhu

Suhu perairan sangat berpengaruh bagi lamun. Perubahan suhu air dapat mempengaruhi proses-proses biokimia, fotosintesis dan pertumbuhan lamun,

menentukan ketersediaan unsur hara, penyerapan unsur hara, respirasi, panjang daun dan faktor-faktor fisiologis serta ekologis lainnya. Lamun dapat mentolerir suhu perairan antara 20-36°C tetapi suhu optimum untuk fotosintesis lamun berkisar 28-30°C (Isabella, 2011).

2. Salinitas

Penurunan salinitas menyebabkan laju fotosintesis dan pertumbuhan lamun menurun dan berpengaruh terhadap perkecambahan dan pembentukan bunga lamun. Peningkatan salinitas dapat menurunkan kelimpahan perifiton.

Lamun mentolerir suatu kisaran salinitas yang luas yaitu 6-60 ppt (bahkan dapat mentolerir air tawar dalam periode pendek). Untuk pertumbuhan lamun yang optimum dibutuhkan salinitas < 35 ppt (Isabella, 2011).

3. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) berpengaruh terhadap metabolism dari hewan akuatik. Nilai pH sendiri dipengaruhi oleh kadar C02 di perairan dan kadar CO2 di perairan dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi hewan air.

Nilai pH di lingkungan perairan laut relatif stabil dan berada pada kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,5-8,4. Batas toleransi organisme perairan terhadap pH bervariasi tergantung kepada suhu, DO dan tingkat kesuburan perairan (Isabella, 2011).

4. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut yang dihasilkan dari fotosintesis di daun dialirkan ke rimpang dan akar. Sebagian oksigen terlarut ini dipakai untuk respirasi akar dan rimpang, sisanya dikeluarkan melalui dinding sel ke sedimen. Oksigen yang masuk kedalam sedimen tersebut dipakai oleh bakteri nitrifikasi dalam proses

siklus nitrogen di padang lamun. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh organisme air untuk proses metabolisme jaringan tubuhnya. Kandungan oksigen terlarut di perairan juga dapat dijadikan sebagai indikator pencemaran. Konsentrasi oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan kematian pada biota yang terdapat di air.

Rendahnya kandungan oksigen disebabkan oleh pesatnya aktivitas bakteri dalam menguraikan bahan organik di perairan (Yuliana, 2012).

5. Nitrat

Ketersediaan nutrien di perairan padang lamun dapat berperan sebagai faktor pembatas pertumbuhannya. Padang lamun yang tumbuh pada sedimen kapur, unsur hara fosfat dapat bertindak sebagai faktor pembatas pertumbuhannya karena terikat kuatnya oleh partikel-partikel sedimennya. Ketersediaan nitrit di perairan diduga sebagai pembatas pertumbuhannya. Dengan demikian, efisiensi daur nutrisi dalam sistemnya akan menjadi sangat penting untuk memelihara produktivitas primer lamun dan perifiton sebagai organisme autotrof.

Perkembangan perifiton sebagai komponen biota autotrof dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara di perairan. Peningkatan kandungan nitrogen bersama-sama dengan fosfor akan meningkatkan pertumbuhan alga dan tumbuhan air (Yuliana, 2012).

6. Fosfat

Fosfat anoganik atau dalam tubuh organisme melayang atau seton dan senyawa organik. Senyawa fosfat dalam perairan dapat berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan dari tumbuhan atau dari laut sendiri sumber-sumber fosfat di perairan juga berasal dari limbah industri, hancuran dari pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik dan

mineral-mineral fosfat. Fosfat yang diserap oleh organisme nabati yakni mikro atau makrofita berbentuk orthofosfat yang terlarut dalam air atau asam lemak (Yuliana, 2012).

7. Tipe Substrat

Penyebaran horizontal padang lamun sangat dipengaruhi oleh karakteristik substrat dan kondisi gerakan air. Semakin tipis substrat atau sedimen perairan akan menyebabkan kehidupan lamun tidak stabil, sebaliknya semakin tebal substrat perairan lamun akan tumbuh subur yaitu berdaun panjang dan rimbun atau padat, serta pengikatan dan penangkap sedimen semakin tinggi.

Perkembangan komunitas perifiton ditentukan oleh kemantapan substratnya yaitu lamun. Substrat berupa benda hidup seperti lamun sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian (Yuliana, 2012).

8. Kekeruhan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang menyebabkan terjadinya fenomena pembiasan cahaya dan menyebabkan terhalangnya penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air. Nilai kekeruhan berbanding terbalik dengan kecerahan. Semakin rendah nilai kekeruhan maka semakin tinggi nilai kecerahan peairan yang berarti semakin besar tingkat penetrasi cahaya pada kolom air.

Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi, zat-zat koloid, bahan-bahan organik, jasad renik yang melayang dalam kolom air. Lamun dapat menurunkan kekeruhan air karena mampu mengurangi kecepatan arus yang melalui padang lamun karena daun-daun tersebut biasanya diliputi oleh mikroorganisme akibatnya partikel tersuspensi di kolom air akan jatuh ke dasar

perairan. Dalam keadaaan surut, rimpang dan akar lamun dapat menangkap serta menggabungkan sedimen, sehingga meningkatkan stabilitas permukaan dibawahnya (Isabella, 2011).

9. Kedalaman

Penyebaran lamun berbeda untuk setiap spesies sesuai dengan kedalaman air. Batas kedalaman sebagian besar spesiesnya adalah 10-12 m, tetapi pada perairan yang sangat jernih dapat dijumpai pada tempat yang lebih dalam. Untuk spesies lamun yang bersifat pioneer (seperti Cyamodoceae spp., Halodule spp., Syringodium spp.) cenderung tumbuh dibagian perairan dangkal, sebaliknya spesies yang bersifat klimaks seperti Pasidonia spp cenderung tumbuh pada perairan dalam karena hal ini berkaitan dengan rhizoma dan kebutuhan respirasi (Yuliana, 2012).

10. Kecepatan Arus

Arus merupakan gerakan air yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air. Kecepatan arus perairan berpengaruh pada produktivitas padang lamun. Arus 0,66 m/s akan menghanyutkan semua transplantasi metode Plugs dalam waktu 2 minggu. Pada daerah yang arusnya lemah, sedimen pada padang lamun terdiri dari lumpur halus dan detritus. Beberapa jenis alga yang menempel dapat mendominasi perairan berarus kuat. Berkurangnya kecepatan arus akan meningkatkan keragaman jenis organisme yang melekat. Laju penempelan biota terhadap lamun dipengaruhi oleh adanya gaya-gaya hidrodinamika didalam massa air seperti arus dan gelombang yang menyebabkan

pengadukan sedimen. Apabila perairan memiliki arus yang kuat maka partikel yang mengendap adalah partikel yang ukurannya lebih besar. Sebaliknya pada tempat yang arusnya lemah maka yang mengendap di dasar perairan adalah partikel yang halus (Isabella, 2011).

Dokumen terkait