• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Karakteristik Pendidikan Kejuruan

Rupet Evans (dalam Djojonegoro, 1999), mendefinisikan bahwa pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menegah merumuskan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional. Definisi tersebut menjelaskan bahwa lulusan pendidikan kejuruan dimaksudkan untuk memasuki lapangan kerja.

Meskipun pendidikan kejuruan tidak terpisahkan dari sistim pendidikan secara keseluruhan, namun sudah barang tentu mempunyai kekhususan atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan pendidikan yang lain. Perbedaan ini tidak hanya dalam definisi, struktur organisasi dan tujuan pendidikannya saja, tetapi juga tercermin dalam aspek-aspek lain yang erat kaitannya dengan perencanaan kurikulum (Kurniawan , 2008), yaitu :

a. Orientasi pendidikannya; keberhasilan belajar berupa kelulusan dari sekolah kejuruan adalah tujuan terminal, sedangkan keberhasilan program secara tuntas berorientasi pada penampilan para lulusannya kelak dilapangan kerja.

b. Justifikasi untuk eksistensinya; perlu ada alasan atau jastifikasi khusus yang tidak begitu dirasakan oleh pendidikan umum. Justifikasi khusus adalah adanya kebutuhan nyata yang dirasakan di lapangan.

c. Fokus kurikulumnya; stimuli dan pengalaman belajar yang disajikan melalui pendidikan kejuruan mencakup rangsangan dan pengalaman belajar yang mengembangkan domain afektif, kognitif dan psikomotor berikut paduan integralnya yang siap untuk dipadukan baik pada situasi kerja yang tersimulasi lewat proses belajar maupun nanti dalam situasi kerja yang sebenarnya. Ini termasuk sikap kerja dan orientasi nilai yang mendasari aspirasi, motivasi dan kemampuan kerjanya.

d. Kriteria keberhasilannya berlainan dengan pendidikan umum; kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan pada dasarnya menerapkan ukuran ganda yaitu in school success dan out of school success. Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan kurikuler yang sudah diorientasikan ke persyaratan dunia kerja, sedang kriteria yang kedua diindikasikan oleh keberhasilan atau penampilan lulusan setelah berada di dunia kerja yang sebenarnya (Djojonegoro, 1999).

e. Kepekaannya terhadap perkembangan masyarakat sehingga mempunyai komitmen yang tinggi untuk selalu berorientasi ke dunia kerja. Perkembangan ilmu dan teknologi pasang surutnya dunia suatu bidang pekerjaan, inovasi dan penemuan-penemuan baru di bidang produksi barang dan jasa, semuanya itu sangat besar pengaruhnya terhadap kecenderungan perkembangan pendidikan kejuruan.

f. Perbekalan logistiknya dari segi peralatan belajar; perlu mewujudkan situasi atau pengalaman belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif diperlukan banyak perlengkapan, sarana dan perbekalan logistik yang lain. Bengkel dan laboratorium adalah kelengkapan umum yang menyertai eksistensi suatu sekolah kejuruan.

g. Hubungannya dengan masyarakat dunia usaha yang mencakup daya dukung dan daya serap lingkungan yang sangat penting perannya bagi hidup dan matinya suatu lembaga pendidikan kejuruan. Perwujudan hubungan timbal balik yang menunjang ini mencakup adanya dewan penasehat kurikulum kejuruan (curriculum advisory commite), kesediaan dunia usaha menampung anak didik sekolah kejuruan dalam program kerjasama yang memungkinkan kesempatan pengalaman belajar dilapangan.

2.7. Proses Perencanaan Pendidikan Kejuruan

Perencanaan pendidikan untuk masa mendatang adalah meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor industri dan sektor jasa dengan mengandalkan kemampuan SDM, teknologi dan manajemen. Proses perencanaan pendidikan tidak lain adalah dimulai dari memahami permasalahan pendidikan, menganalisis bidang telaahan, mengkonsepsikan dan merancang rencana, menspesifikasikan rencana yang telah disusun, mengimplementasikan rencana, dan mamantau pelaksanaan rencana (Saud dan Makmun, 2006).

Pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa peluang kepada daerah untuk membangun wilayahnya sendiri-sendiri. Dalam era otonomi daerah, sistem perencanaan pendidikan Kabupaten/Kota adalah bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota, yaitu mendasarkan pada perencanaan partisipatif, di mana perencanaan dibuat dengan memperhatikan dinamika, prakarsa dan kebutuhan masyarakat setempat (Wasitohadi, 2008).

Salah satu bentuk perencanaan pendidikan dalam hubungannnya dengan perencanaan pembangunan adalah merencanakan pendidikan kejuruan yang relevan dengan potensi wilayahnya sehingga individu pelaku pembangunan memiliki daya tanggap dan kepekaan tinggi (soft skill) terhadap setiap fenomena perekonomian yang ada. Menurut Setyaningsih (2008), bahwa konsep pendekatan ketenagakerjaan adalah pendekatan yang mengutamakan keterkaitan lulusan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja. Apabila dikaji dari semakin membengkaknya angka pengangguran, maka keperluan untuk mempertemukan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja semakin mendesak.

Berdasarkan permasalahan tersebut dibuat rencana kompetensi berbasis potensi daerah. Program keahlian SMK harus berorientasi kepada jenis keahlian yang dibutuhkan dunia kerja (market driven atau demand driven). Proses pembelajaran harus dikembangkan dan dilaksanakan mengacu pada pencapaian berbasis kompetensi (competency based training/CBT). Satu metode diklat yang sudah teruji

efisiensi dan efektivitasnya adalah production based training, di mana siswa dikondisikan sejak awal pada tuntutan nyata pasar industri, dan dilatih sampai bisa menghasilkan benda kerja yang bisa dijual. Melalui metode ini siswa dilatih untuk mencapai tingkat kualitas yang sesuai tuntutan pasar. Siswa juga dibekali untuk mampu bekerja dengan tingkat efisiensi tinggi sehingga bisa menekan biaya produksi, yang akhirnya akan mampu meningkatkan daya jual produk itu.

Peningkatan peran dan fungsi SMK sebagai Pusat Pendidikan Kejuruan Terpadu (PPKT) pada dasarnya adalah suatu proses pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan SMK yang berbasis wilayah dan masyarakat dengan memanfaatkan seluruh peluang dan potensi yang dimiliki (Bukit, 2003). SMK dengan berbagai program keahlian yang dimiliki diharapkan mampu meningkatkan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia tersebut diupayakan dengan memperhatikan pertama, kemampuan sumber daya manusia yang mampu menghasilkan suatu komoditi bermutu, sesuai dengan preferensi konsumen yang berkembang serta lebih murah dari pesaing. Kedua, kemampuan sumber daya manusia yang mampu memenuhi kualifikasi SDM yang dibutuhkan oleh pasar kerja/dunia usaha yang ekuivalen dan setara dengan standar relevan yang berlaku secara nasional dan internasional.

Untuk menyiapkan SDM yang berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar kerja atau dunia usaha dan industri, perlu adanya hubungan timbal balik antara pihak dunia usaha/industri dengan lembaga diklat baik pendidikan formal, informal

maupun yang dikelola industri itu sendiri (Djojonegoro, 1999). Salah satu bentuk hubungan timbal balik tersebut adalah pihak dunia usaha/industri harus dapat merumuskan standar kebutuhan kualifikasi SDM yang diinginkan, untuk menjamin kesinambungan usaha atau industri tersebut. Sedangkan pihak lembaga sekolah akan menggunakan standar tersebut sebagai acuan dalam mengembangkan program keahlian dan kurikulum, sedangkan pihak birokrat (pemerintah) akan menggunakannya sebagai acuan dalam perumusan kebijakan dalam pengembangan SDM secara makro.

Salah satu pemikiran yang telah dirumuskan adalah dipergunakan model standar kompetensi untuk acuan pengembangan SDM. Standar kompetensi program keahlian merupakan refleksi atas kompetensi yang diharapkan dimiliki seseorang yang akan bekerja di bidang tersebut. Karena itu pengembangan standar kompetensi adalah hal yang sangat menjanjikan bagi strategi pengembangan dunia usaha melalui institusi pendidikan (Djojonegoro, 1999).

2.8. Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan industri kecil pada umumnya terdiri dari 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Meskipun demikian hasil penelitian tersebut terutama faktor internal dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian tentang perencanaan pendidikan kejuruan berbasis pengembangan industri kecil.

Indarti dan Langenberg dalam Riswidodo (2007), dalam penelitiannya tentang usaha kecil dan menengah di Indonesia menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan usaha khususnya usaha kecil dan menengah adalah umur pengusaha, jenis kelamin, pengalaman usaha, tingkat pendidikan yang merupakan faktor pengusaha. Dari hasil analisis diperoleh bahwa tingkat pendidikan dan sumber dana berpengaruh secara signifikan terhadap kesuksesan usaha.

Hasil penelitian Tambunan (2008), mangatakan bahwa daya saing perusahaan ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya adalah keterampilan atau tingkat pendidikan pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal, ketersediaan teknologi. Dengan demikian faktor pendorong daya saing perusahaan adalah sumber daya manusia (SDM) baik pekerja maupun pengusaha dan prasyarat utama untuk meningkatkan daya saing perusahaan adalah pendidikan, modal, teknologi, informasi dan input krusial lainnya.

Jaffaruddin (2006), mengatakan bahwa pengalaman kerja, upah dan jaminan sosial berpengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja pada PT. Pabelan Surakarta. Peningkatan produktivitas dengan model regresi diketahui pengaruh variabel pengalaman kerja, upah dan jaminan sosial yang hasilnya r = 50 % ini menunjukkan adanya pengaruh yang cukup besar antara pengalaman kerja, upah dan jaminan sosial terhadap produktivitas yang dapat dijelaskan oleh variabel penjelasnya, sedangkan sisanya sebesar 50 % dapat dijelaskan oleh varaibel yang lain diluar model penelitian. Peningkatan produktivitas ini dengan sendirinya akan

meningkatkan tingkat efisiensi dan efektifitas perusahaan, sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan.

Demikian juga hasil penelitian Purwaningsih (2006), menemukan bahwa pelatihan dan pengalaman kerja berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja pada PT. Batik Keris Sukoharjo. Dari tabel Model Summary R Square diketahui nilai uji determinasi sebesar 0,786. Dapat dikatakan bahwa pengaruh Pelatihan dan Pengalaman Kerja terhadap Produktivitas Tenaga Kerja adalah sebesar 78,6%.

Hasil penelitian Syarif (2007), menunjukkan bahwa pendidikan formal, status kesehatan, masa kerja, dan jam kerja berpengaruh positif dan signifikan, baik terhadap produktivitas maupun terhadap upah pada industri udang beku di Kota Makassar. Pendidikan formal, status kesehatan, masa kerja, dan jam kerja berpengaruh positif dan signifikan, baik secara langsung (direct effect) terhadap upah maupun secara tidak langsung (indirect effect) terhadap upah melalui produktivitas pekerja.

Sukarti (2007), menyimpulkan permasalahan UKM yang sangat krusial secara internal yang terdiri dari masalah terbatasnya kepemilikan aset produksi, rendahnya kemampuan SDM, dan kelembagaan usaha belum berkembang secara optimal. Kelemahan tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah lingkaran yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu peningkatan kualitas SDM supaya terampil,

berpengetahuan dan memiliki etos, serta komitmen moral yang tinggi perlu dilakukan terus menerus untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Setyaningsih (2008), menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil analisa faktor-faktor penyebab ketidakterserapan tenaga kerja tamatan SMK dan kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja di Surabaya, dapat digambarkan bahwa untuk mengantisipasi kebutuhan perlu adanya kesesuaian antara program keahlian yang ada di SMK dengan sektor-sektor yang memberi peluang dalam memasuki dunia kerja. Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam hal ketenagakerjaan ini adalah jumlah ketersediaan dan keterserapannya, sehingga terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Keberadaan SMK dengan program keahlian yang sesuai dengan permntaan maka dapat diharapkan mengatasi ketidakterserapan tenaga kerja tamatan SMK serta masalah pengangguran yang semakin meningkat di kota Surabaya.

Dokumen terkait