PERENCANAAN PENDIDIKAN KEJURUAN PADA SMK
SENI DAN KERAJINAN BERBASIS PENGEMBANGAN
INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
JUFRI SINAGA
077003041/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERENCANAAN PENDIDIKAN KEJURUAN PADA SMK
SENI DAN KERAJINAN BERBASIS PENGEMBANGAN
INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
JUFRI SINAGA
077003041/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERENCANAAN PENDIDIKAN KEJURUAN PADA
SMK SENI DAN KERAJINAN BERBASIS
PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Jufri Sinaga
Nomor Pokok : 077003041
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE) Ketua
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Drs. Rujiman, MA)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
Telah diuji pada
Tanggal 22 Juni 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE
Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
2. Drs. Rujiman, MA
ABSTRAK
JUFRI SINAGA. NIM. 077003041. “Perencanaan Pendidikan Kejuruan pada SMK Seni dan Kerajinan Berbasis Pengembangan Industri Kecil di Kota Medan”, di bawah bimbingan Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE, Dr. Ir. Tavi
Supriana, MS. dan Drs. Rujiman, MA.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memegang peranan penting dalam perekonomian Kota Medan. Salah satu jenis UKM di Kota Medan adalah industri kecil sepatu dan merupakan produk unggulan potensial wilayah tersebut. Tetapi perkembangan industri kecil sepatu tersebut relatif kecil dibanding perkembangan industri kecil secara umum di Kota Medan. Perkembangan ini tidak terlepas dari kualitas SDM yang langsung berhubungan dengan produktivitas tenaga kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan dan mengetahui program pengembangan industri kecil sepatu melalui peningkatan SDM tenaga kerja serta menentukan program keahlian SMK Seni dan Kerajinan yang relevan dengan kebutuhan industri kecil sepatu di Kota Medan. Populasi penelitian ini adalah tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan. Penetapan sampel penelitian berdasarkan teknik cluster sampling dengan mengambil tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Area dan Kecamatan Medan Timur dengan total sampel berjumlah 60 orang. Teknik pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa faktor pengalaman, upah dan pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan. Sedangkan faktor pendidikan dan usia berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan. Upaya pengembangan industri kecil sepatu dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas SDM tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan. Program pengembangan dengan skala prioritas berturut-turut adalah pelatihan teknis, penyuluhan teknologi terbaru dan studi banding ke daerah lain. Upaya lain yang perlu dilakukan dalam pengembangan industri kecil sepatu adalah dengan menyiapkan tenaga kerja yang terampil melalui pendidikan kejuruan. Berdasarkan jenis-jenis keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja industri kecil sepatu, direncanakan pendidikan kejuruan berbasis industri kecil sepatu yakni melalui sebuah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang disusun ke dalam sebuah struktur kurikulum Program Keahlian Kriya Kulit di SMK Seni dan Kerajinan Medan.
ABSTRACT
JUFRI SINAGA, 077003041. “Vocational Education Planning at Vocational High School of Art and Handicraft Based Development Small Industries in Medan City”, under the guidance of Mr. Prof. Bachtiar Hassan Miraza,SE, Mrs. Dr. Ir. Tavi
Supriana, MS. and Mr. Drs. Rujiman, MA.
It has been recognized that small and medium enterprises (SMEs) play a vital role in economic development in Medan. Shoes small industries is one of SMEs in Medan and it is potential superior product in that region. But the growth of shoes small industries is low relative compare with growth of small industries. This growth unreleased from the quality of human resources which connect with worker productivity.
This research attempts to know the factors that influence the worker productivity of shoes small industries in Medan, to know development programs of shoes small industries with increase human resource of worker and to determine department in Vocational High School of Art and Handicraft relevant with required of shoes small industries in Medan. Determining of the sample in this research used cluster sampling technique from three sub-district, they are Sub-district of Medan Denai, Sub-district of Medan Area and Sub-district of Medan Timur with total sample 60 peoples. The data collected by using questioner and interview.
The Result of research describes that experience, wage and training factors have positive and significant influences to worker productivity of shoes small industries in Medan. While influence of education and age factors have positive but not significant to worker productivity of shoes small industries in Medan. Development effort of shoes small industries to intensify the worker human resource in Medan. The result is showed that development programs are training, new technology illumination and equivalent study to another area. The other development program can do to make ready of skilled manpower by vocational education. Based skills of shoes small industries worker can planning vocational education with a competency standard and base competency in curriculum structure of Kriya Kulit Department at Vocational High School of Art and Handicraft in Medan.
RIWAYAT HIDUP
Jufri Sinaga dilahirkan di Peajolo, Samosir pada tanggal 29 Agustus 1975.
Putra ketiga dari Sudiman Sinaga dan Ramina Sidabutar. Menyelesaikan pendidikan:
SDN Huta Ginjang tahun 1988, SMPN Simarmata tahun 1991, STM Negeri
Pematangsiantar tahun 1994. Memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan IKIP Medan tahun 1999.
Pada tahun 2007 mendapatkan beasiswa untuk mengikuti pendidikan di
Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara Medan. Saat ini bekerja sebagai
Widyaiswara pada Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
KATA PENGANTAR
Puji syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
izin-Nyalah penelitian yang berjudul “Perencanaan Pendidikan Kejuruan pada SMK
Seni dan Kerajinan Berbasis Pengembangan Industri Kecil di Kota Medan”,
dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains (M.Si) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Atas rampungnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang turut memberikan bantuan dan dukungan, baik sewaktu penulis mengikuti
proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima
kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada yang terhormat:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE. selaku Ketua Komisi Pembimbing
dalam penulisan tesis ini sekaligus Ketua Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).
3. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS. selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini.
4. Bapak Drs. Rujiman, MA. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak
memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini.
5. Bapak Prof. Aldwin Surya, SE,MPd, PhD dan Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirozujilam,
SE. yang bersedia menjadi dosen penguji serta telah memberikan masukan dan
6. Seluruh civitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
yang telah banyak membantu penulis dalam proses administrasi maupun
kelancaran kegiatan akademik, termasuk juga seluruh teman-teman di jurusan
PWD USU Medan.
7. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan
melalui Program Beasiswa Unggulan hingga penyelesaian Tesis ini berdasarkan
DIPA Sekretariat Jenderal DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007 sampai dengan
2009.
8. Khusus kepada istriku ‘Indah’ dan putra putriku ‘Ivan dan Evinka’ yang telah
memberikan perhatian khusus, sehingga peneliti dapat merampungkan penulisan
tesis ini.
Akhirnya dengan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, tesis ini
dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi
koreksi konstruktif apabila terdapat kesalahan.
Medan, Juni 2009
Penulis,
DAFTAR ISI
2.2. Peranan Industri Kecil dalam Pengembangan Wilayah ... 12
2.3. Sumber Daya Manusia sebagai Pilar Pengembangan Wilayah... 14
2.4. Konsep Dasar dan Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja ... 16
2.6. Karakteristik Pendidikan Kejuruan ... 26
2.9. Kerangka Konseptual... 34
4.5. Karakteristik Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 54
4.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 60
4.6.1. Pengujian Hipotesis ... 60
4.6.2. Pengujian Asumsi Klasik ... 67
4.7. Program-Program Pengembangan SDM Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 71
4.8. Perencanaan Program Keahlian SMK Seni dan Kerajinan yang Relevan dengan Industri Kecil Sepatu ... 74
4.8.1. Profil SMK di Kota Medan ... 74
4.8.2. Perencanaan Program Keahlian Kriya Kulit Sesuai Kebutuhan Industri Kecil Sepatu ... 76
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84
5.1. Kesimpulan ... 84
5.2. Saran ... 85
DAFTAR TABEL
4.2. Distribusi Persentase PDRB Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku. ... 48
4.3. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil dan Rumah Tangga di Kota Medan. ... 49
4.4. Perkembangan Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 52
4.5. Profil Pendidikan Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... . 54
4.6. Profil Pengalaman Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 56
4.7. Profil Usia Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan. ... 57
4.8. Profil Upah Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 58
4.9. Profil Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan yang Mengikuti Pelatihan. ... 59
4.10. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja. ... 61
4.11. Hasil Uji Multikolinieritas ... 68
4.12. Hasil Uji Heteroskedastisitas. ... 70
4.13. Hasil Uji Autokorelasi ... 71
4.14. Program Pengembangan SDM Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu ... 73
4.16. Bidang Keahlian dan Program Keahlian SMK Seni dan Kerajinan
di Kota Medan ... 75
4.17. Kompetensi Umum Program Keahlian Kriya Kulit SMK Seni dan
Kerajinan ... 79
4.18. Standar Kompetensi Kejuruan Program Keahlian Kriya Kulit SMK
Seni dan Kerajinan ... 80
4.19. Struktur Kurikulum SMK Seni dan Kerajinan Program Keahlian
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuisioner Penelitian. ... 90
2. Tabulasi Jawaban Responden : Produktivitas, Pendidikan, Pengalaman, Usia, Upah dan Pelatihan ... 93
3. Tabulasi Jawaban Responden : Program Pengembangan SDM .. 95
4. Jenis-Jenis Kompetensi Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu ... 97
5. Hasil Analisis Uji Regresi Linier Berganda ... 99
6. Hasil Analisis Uji Multikolinieritas ... 102
7. Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas ... 103
8. Hasil Analisis Uji Autokorelasi ... 106
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan suatu masyarakat yang
adil dan makmur, merata baik material maupun spritual sebagai wujud pelaksanaan
demokrasi ekonomi yang dilandasi oleh semangat kebersamaan dan kekeluargaan.
Perekonomian yang berazaskan kebersamaan dan kekeluargaan tersebut tercermin
dari koperasi dan usaha kecil sebagai gerakan ekonomi rakyat yang dapat berperan
sebagai soko guru perekonomian nasional.
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut, pemerintah perlu
mempersiapkan secara khusus kondisi perekonomian domestik yang lebih tangguh
dan berdaya saing tinggi guna menghadapi era liberalisasi perdagangan. Perhatian
khusus ini perlu diberikan kepada struktur industri dalam negeri, hal ini dikarenakan
adanya ketidakseimbangan antara komposisi industri besar, menengah dan kecil.
Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (selanjutnya disebut UKMK)
merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian Kota
Medan. Hal ini disebabkan, usaha kecil, menengah dan koperasi merupakan sektor
usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang
signifikan. Tetapi di lain pihak kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih
mengembangkan usahanya. Pengembangan usaha kecil ini secara langsung
merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus
mempersempit kesenjangan sosial dan ekonomi (socio economic disparity). Bahkan
Naisbitt (1993) berani memastikan bahwa pada era global mendatang, semakin besar
ekonomi dunia justru semakin kuatlah peran para pemain terkecilnya (the bigger the
world economy, the more powerful its smallest players). Artinya, dalam era dimana
informasi sangat memegang peranan, maka dengan berbekal informasi yang memadai
ini tidak dibutuhkan struktur dan manajemen yang besar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (Pemerintah Kota Medan, 2005),
jumlah pengusaha besar hanya 0,2% sedangkan pengusaha kecil, menengah dan
koperasi mencapai 99,8%. Ini berarti jumlah usaha kecil, menengah dan koperasi
mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi
UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%.
Terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya
memberikan kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan
penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai
pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Data tersebut menunjukkan dua
hal sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor
UKMK. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi
perhatian khusus, sejalan dengan misi pertama pembangunan Kota Medan tahun
meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan usaha kecil, menengah
dan koperasi, untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh
masyarakat kota.
Pertumbuhan ekonomi Kota Medan yang semakin membaik berdasarkan
asumsi tahun 2007 meningkat berkisar 8,08 persen dari 7,57 persen tahun 2006,
ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan
penurunan jumlah penduduk miskin pada tahun yang sama. Kondisi ini disebabkan
oleh pertumbuhan yang terjadi bukan pertumbuhan ekonomi berkualitas yakni
mengutamakan ekspor dan investasi. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini,
kontribusi terbesar berasal dari sektor telekomunikasi dan transportasi (sektor 7)
diikuti sektor perdagangan. Sektor tersebut tidak banyak menyerap jumlah tenaga
kerja di Kota Medan, sedangkan angka angkatan kerja dari tahun ke tahun terus
bertambah seiring dengan perkembangan jumlah penduduk. Demikian juga halnya
dengan tingkat pengangguran terbuka pada Agustus tahun 2007 sebesar 14,49 persen
(BPS Sumatera Utara 2008). Jumlah ini semakin naik sedikit dibanding persentase
angka pengangguran di Kota Medan tahun 2006 berdasarkan data Survei Angkatan
Kerja Nasional (Sakernas) berkisar 13,05 persen dan 12,46 persen tahun 2005.
Tabel 1.1. Tingkat Pengangguran di Kota Medan
No Tahun Tingkat Pengangguran
(%)
1 2005 12,46
2 2006 13,05
3 2007 14,49
Angka pengangguran yang begitu besar harus mendapat perhatian dari stake
holders, khususnya Pemerintah Kota Medan. Fakta menunjukkan bahwa usaha kecil
dan menengah merupakan penyerap tenaga kerja paling besar dapat dijadikan sebagai
alternatif pengurangan jumlah pengangguran. Oleh karena itu diperlukan berbagai
upaya dalam rangka pengembangan UKM.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan UKM terdiri dari 2 faktor
yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Handrimurtjahyo, 2007). Faktor internal
khususnya dibidang kualitas tenaga kerja memegang peranan yang sangat signifikan
terhadap peningkatan daya saing industri. Aspek ini bisa diidentifikasi dengan
sejumlah indikator, diantaranya yang umum digunakan dan lebih bersifat proxy
adalah tingkat produktivitas. Perusahaan berdaya saing tinggi biasanya juga
merupakan perusahaan yang produktif. Sebenarnya tingkat produktivitas tenaga kerja
tidak hanya mencerminkan tingkat penguasaan teknologi oleh pekerja, atau tingkat
ketersediaan teknologi di dalam perusahaan, namun juga sebagai sebuah indikator
dari tingkat pendidikan dari pekerja. Dengan demikian, produktivitas merupakan
faktor yang penting dalam mempengaruhi proses kemajuan dan kemunduran suatu
perusahaan, artinya meningkatkan produktivitas berarti meningkatkan kesejahteraan
tenaga kerja sekaligus mutu perusahaan.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan UKM diantaranya
adalah kebijakan pemerintah (Kuncoro, 2000). Pemerintah pusat maupun daerah
pengentasan kemiskinan. Upaya pengembangan khususnya di bidang SDM ini dapat
melalui program pelatihan teknis, magang dan konsep link and match antara dunia
pendidikan dengan dunia usaha serta orientasi pendidikan pada industri kecil.
Perkembangan industri kecil sepatu di Kota Medan belumlah
menggembirakan. Padahal sepatu merupakan salah satu produk unggulan industri
kecil Kota Medan karena mampu menembus pasar ke Amerika Serikat dan Jerman
(Jurnal Koperasi dan UKM, 2006).
Tabel 1.2. Perkembangan Industri Kecil Sepatu di Kota Medan
Tahun Jumlah Industri Kecil Sepatu (Unit)
Tabel 1.2. menunjukkan laju pertumbuhan industri kecil sepatu hanya 2,07 %
per tahun dalam kurun waktu tahun 2004-2008. Demikian juga dalam kemampuan
industri kecil sepatu menyerap tenaga kerja pada kurun waktu 5 tahun hanya mampu
tumbuh sebesar 37,16 %. Perkembangan yang kurang menggembirakan tersebut tentu
tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia yang tersedia. Pratiwi (2006),
menyimpulkan bahwa ketidaktersediaan tenaga kerja terampil pada industri kecil
sepatu di Kota Medan menjadi penghambat dalam peningkatan hasil produksi. Berarti
berpendidikan rendah bahkan tanpa latar belakang pendidikan yang sesuai dengan
bidang pekerjaan sehingga kompetensi mereka juga rendah. Rendahnya tingkat
pendidikan tersebut ternyata tidak diimbangi dengan upaya-upaya peningkatan
kemampuan (Capacity Building). Pada umumnya mereka lebih fokus pada
pengalaman dalam bekerja.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia menjadi salah satu
masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Jumlah sumber daya manusia
yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat
untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Melimpahnya sumber daya manusia yang ada saat ini mengharuskan berfikir secara
seksama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara optimal.
Agar di masyarakat tersedia sumber daya manusia yang handal diperlukan pendidikan
yang berkualitas, penyediaan berbagai fasilitas social dan lapangan pekerjaan yang
memadai. Kelemahan dalam penyediaan berbagai fasilitas tersebut akan
menyebabkan keresahan sosial yang akan berdampak kepada keamanan masyarakat.
Persoalan yang ada adalah bagaimana dapat menciptakan sumber daya
manusia yang dapat menghasilkan tenaga kerja yang terampil, disiplin dan
bertanggungjawab sehingga tujuan pendidikan bersama-sama dengan dunia usaha/
industri dapat tercapai. Produktivitas tenaga kerja yang baik merupakan tuntutan
utama bagi industri agar kelangsungan hidup atau operasionalnya dapat terjamin.
daerah maupun pusat, artinya dari produktivitas regional maupun nasional, dapat
menunjang perekonomian baik secara mikro maupun makro. Mengenai produktivitas
kerja menjadi masalah nasional pula, karena produktivitas tenaga kerja Indonesia
masih memprihatinkan. Zadjuli dalam Koesmono (2005), menyatakan bahwa tingkat
kualitas sumber daya manusia Indonesia dewasa ini dibandingkan dengan kualitas
sumber daya manusia di beberapa negara anggota-anggota ASEAN nampaknya
masih rendah kualitasnya, sehingga mengakibatkan produktivitas per jam kerjanya
masih rendah.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, untuk itu
pemerintah bersama-sama dengan dunia usaha dan industri harus berusaha menjamin
agar faktor-faktor yang berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja dapat dipenuhi
secara maksimal. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak terlepas
dari sistem pendidikan yang ada. Pendidikan (termasuk pendidikan kejuruan)
diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang terampil sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Dari penjelasan diatas, menggambarkan bahwa terjadi gap antara kualitas dan
ketersediaan tenaga kerja tamatan lembaga pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja,
yang mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan di Kota Medan, perlu mengambil
peran aktif dalam mengantisipasi kebutuhan pasar kerja sesuai dengan potensi
wilayah untuk masa yang akan datang. Sehingga diperlukan adanya penelitian untuk
pasar kerja melalui pendidikan SMK yang dapat mendukung potensi wilayah di Kota
Medan.
Pendidikan kejuruan yang dalam hal ini adalah Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) memiliki berbagai jenis program keahlian. Sesuai dengan tujuan pendidikan
kejuruan untuk menghasilkan manusia siap kerja dan mandiri, maka penulis tertarik
menganalisis perencanaan pendidikan kejuruan berbasis pengembangan industri kecil
sepatu di SMK Seni dan Kerajinan Kota Medan. Kompetensi ini dapat dituangkan
menjadi sebuah program keahlian di SMK. Dengan demikian maka ada link and
match antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, sehingga dengan kompetensi yang
sesuai dengan kebutuhan maka setelah tamat SMK mereka telah siap untuk bekerja
bahkan membuka usaha.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah faktor pendidikan, pengalaman, usia, upah dan pelatihan berpengaruh
terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan?
b. Program-program apa yang dibutuhkan oleh industri kecil sepatu dalam rangka
pengembangan usahanya di bidang SDM tenaga kerja?
c. Bagaimanakah program keahlian SMK yang relevan dengan kebutuhan industri
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan, pengalaman, usia, upah dan pelatihan
terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan.
b. Untuk merumuskan program-program yang dibutuhkan oleh industri kecil sepatu
dalam rangka pengembangan usahanya di bidang SDM tenaga kerja.
c. Untuk mengetahui bidang keahlian SMK yang relevan dengan kebutuhan industri
kecil sepatu di Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
a. Secara teoritis hasil penelitian ini bemanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, terutama dalam ilmu perencanaan pendidikan.
b. Secara praktis penelitian ini menjadi sumbangsih pemikiran bagi pemerintah Kota
Medan untuk menyesuaikan bidang keahlian di SMK dengan jenis kebutuhan
industri kecil sepatu dalam rangka pengembangan wilayah.
c. Sebagai bahan masukan bagi segenap pihak (akademisi, peneliti, pemerintah serta
pengambil kebijakan), yakni menyangkut masalah perencanaan pendidikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Industri Kecil
Secara lisan dan tulisan, banyak pihak menggunakan istilah berbeda untuk
membahas industri kecil. Istilah lain yang bermakna sama dengan industri kecil
adalah usaha kecil (small business), perusahaan kecil (small enterprise atau small
firm), usaha skala kecil (small scale business) dan lain-lain. Ada yang menganggap
bahwa usaha kecil adalah sektor dan ada juga yang menganggap industri kecil adalah
subsektor. Anggapan ini sebaiknya diabaikan karena semua istilah itu memiliki kadar
yang sama. Pendefinisian atau pengertian industri kecil sangat beragam sesuai
ketentuan dan ketetapan lembaga atau departemen yang berhubungan dengannya
berdasarkan kegiatan jenis usaha.
Pendefinisian industri kecil menurut lembaga atau departemen-departemen
adalah :
a. Badan Pusat Statistik mendefinisikan industri kecil adalah sebuah perusahaan
yang mempekerjakan sebanyak 5-19 orang tenaga kerja.
b. Bank Indonesia mendefinisikan industri kecil adalah sebagai usaha yang memiliki
asset maksimal Rp. 600.000.000,- di luar tanah dan bangunan.
c. Departemen Keuangan mendefinisikan industri kecil adalah industri yang
d. Departemen Perindustrian dan Perdagangan mendefinisikan industri kecil adalah
industri yang mempunyai nilai investasi seluruhnya sampai dengan Rp.
200.000.000,- di luar tanah dan bangunan. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 589/MPP/Kep/10/1999 tentang
Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Gie dalam Pratiwi (2006), mendefinisikan industri kecil adalah para
wiraswasta yang mandiri dan tidak pernah menggantungkan diri pada siapapun.
Tidak pernah terdengar suara dan tuntutan-tuntutannya karena mereka terlalu lemah
dan tidak mempunyai akses pada media massa. Tidak pernah menuntut fasilitas dari
pemerintah. Tidak mengerti dan tidak mungkin menguasai instrumen-instrumen
canggih dan serba abstrak tetapi dasyat hasilnya.
Adapun karakteristik industri kecil menurut Tambunan dalam Pulungan
(2003), adalah sebagai berikut :
a. Proses produksi lebih mechanized, dan kegiatannya dilakukan di tempat (pabrik)
yang biasanya berlokasi disamping rumah si pengusaha atau usaha.
b. Sebagian besar tenaga kerja yang bekerja di industri kecil adalah pekerja bayaran
(wage labor).
c. Produk yang dibuat termasuk golongan barang-barang yang cukup sophisticated.
Badan Pusat Statistik (BPS) membagi industri kecil menjadi 9 subsektor yang
terdiri dari industri makanan dan minuman, industri tekstil, barang dari kulit dan alas
industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri semen dan barang galian bukan
logam, industri logam dasar besi dan baja, industri alat angkutan, mesin dan
peralatannya dan industri barang lainnya.
2.2. Peranan Industri Kecil dalam Pengembangan Wilayah
Terlepas dari adanya perbedaan definisi industri kecil, banyak studi telah
membuktikan bahwa industri kecil berperan penting dalam menanggulangi
masalah-masalah sosial ekonomi di negara-negara sedang berkembang. Industri kecil
memberikan kesempatan kerja bukan saja bagi masyarakat pedalaman tetapi juga
menjadi sumber penghasilan bagi sebagian besar masyarakat perkotaan.
Menurut UU No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
menyatakan bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kegiatan usaha
yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara
luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan
peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan
berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh
kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya
sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat,
Hasil penelitian Azhari dalam Pulungan (2003), membuktikan bahwa industri
kecil di Indonesia sesungguhnya tidak wajar didekati dengan cara pandang belas
kasihan semata, apalagi bila dikaitkan dengan sifatnya yang menghidupi orang kecil
melalui pasar-pasar lokal yang tersebar luas diseluruh tanah air. Kegiatan industri
kecil dalam keadaan tertentu ternyata penuh vitalitas untuk tumbuh secara wajar serta
kemampuannya untuk bertahan dalam keadaan ekonomi yang terpuruk sekalipun.
Ada tiga manfaat sosial (social benefit) yang sangat berarti bagi perekonomian.
Manfaat pertama : industri kecil dapat menciptakan peluang berusaha yang luas
dengan pembiayaan yang relatif rendah. Manfaat kedua : industri kecil turut
mengambil peranan dalam meningkatkan mobilisasi tabungn domestik. Manfaat
ketiga : industri kecil mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri sedang
dan besar, karena menghasilkan produk yang relatif murah dan sederhana. Dari
uraian diatas semakin meyakinkan akan perlunya sub sektor ini untuk dikembangkan
terutama dalam pengembangan wilayah.
Selanjutnya, Bapeda Kota Medan (1995), menyatakan pengembangan wilayah
antara lain ditujukan untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan nasional
dan pembangunan regional, dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada,
sehingga dapat menjadi pendorong utama dan penggerak pembangunan ekonomi
nasional serta memperkokoh kesatuan ekonomi dan ketahanan nasional. Dengan
demikian industri sebagai salah satu potensi wilayah tersebut akan mampu menjadi
Ariastita dalam Miraza (2007), menyatakan bahwa kegiatan industri
merupakan salah satu sektor yang strategis dalam pembangunan. Peranan ini ditandai
oleh proses perubahan struktur ekonomi yang terjadi, yakni produksi di sektor
sekunder makin meningkat dan meluas dibandingkan dengan perkembangan di sektor
primer (pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan pertambangan). Peranan
industri ini dapat dilihat dari sumbangannya terhadap pendapatan nasional dan
penyerapan tenaga kerja.
2.3. Sumber Daya Manusia sebagai Pilar Pengembangan Wilayah
Apabila dicermati maka paradigma pengembangan wilayah telah bergeser
pada upaya yang mengandalkan tiga pilar yaitu sumberdaya alam, sumber daya
manusia dan teknologi (Nachrowi dalam Alkadri, 2001). Ketiga pilar tersebut
merupakan elemen internal wilayah yang saling terkait dan berinteraksi membentuk
satu sistem. Hasil interaksi elemen tersebut mencerminkan produktivitas dari suatu
wilayah. Produktivitas tersebut akan berbeda dengan produktivitas wilayah lainnya,
sehingga mendorong terciptanya spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian akan
terjadi persaingan antar wilayah untuk menjadi pusat spatial network dari
wilayah-wilayah lain secara nasional. Untuk itu harus diterapkan konsep pareto pertumbuhan
yang bisa mengendalikan keseimbangan pertumbuhan dan dikelola oleh Pemerintah
memberikan keserasian pertumbuhan antar wilayah dengan penerapan
insentif-insentif kepada wilayah yang kurang berkembang.
Sumber daya manusia mempunyai peran ganda dalam sebuah proses
pembangunan, dapat sebagai objek maupun menjadi subyek pembangunan (Nachrowi
dalam Alkadri, 2001). Sebagai obyek pembangunan SDM merupakan sasaran
pembangunan untuk disejahterahkan dan sebagai subyek pembangunan SDM
berperan sebagai pelaku pembangunan. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh
pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri. Dengan demikian konsep pembangunan itu
sesungguhnya adalah pembangunan manusia (human development) yaitu
pembangunan yang berorientasi kepada manusia (people center development) dimana
manusia dipandang sebagai sasaran sekaligus sebagai pelaku pembangunan.
Menurut Kuncoro (2004), bahwa pembangunan ekonomi tidak akan
berkesinambungan jika hanya didukung oleh sumber daya tak dapat diperbaharui.
Sumber daya alam mempunyai keterbatasan dalam menyediakan kebutuhan manusia.
Tetapi sebaliknya, pembangunan juga tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak
memperhatikan sekelilingnya. Artinya pembangunan itu harus dapat memaksimalkan
pengembangan wilayah.
Pengembangan wilayah merupakan upaya memberdayakan stake holders di
suatu wilayah dalam memanfaatkan sumber daya alam dengan teknologi untuk
memberi nilai tambah atas apa yang dimiliki oleh wilayah administratif atau wilayah
dalam Alkadri, 2001). Dengan demikian dalam jangka panjangnya pengembangan
wilayah mempunyai target untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Cara mencapainya bersandar pada kemampuan SDM
dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dan daya tampungnya serta kemampuan
memanfaatkan instrumen yang ada.
2.4. Konsep Dasar dan Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga
Kerja
Definisi umum produktivitas menurut Nasution (2006), bahwa produktivitas
adalah hubungan antara input dan output suatu sistem produksi. Produktivitas
merupakan barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber-sumber masukan (input)
yang digunakan, biasanya dinyatakan sebagai rasio besarnya keluaran (output)
terhadap masukan.
Sedangkan Greenberg dalam Sinungan (2003), mendefinisikan produktivitas
sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas
masukan selama periode tersebut. Produktivitas itu merupakan perbandingan ukuran
harga hasil dengan masukan, perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan
masukan yang dinyatakan dalam satu-satuan umum.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah
sumber daya yang dipergunakan untuk menghasilkannya yang dapat dinyatakan
dengan formula sebagai berikut:
Produktivitas
Dengan memperhatikan jumlah serta jenis masukan dan keluaran yang
dilibatkan, David J. Sumanth dalam Bidiawati dan Nasution (2007),
mengelompokkan produktivitas menjadi tiga jenis dasar produktivitas yaitu :
produktivitas parsial, produktivitas total faktor dan produktivitas total. Salah satu
jenis produktivitas parsial adalah produktivitas tenaga kerja.
Dalam literatur ekonomi sumber daya manusia, produktivitas tenaga kerja
menunjukkan kemampuan seseorang tenaga kerja atau pekerja untuk menghasilkan
sejumlah output dalam satu satuan waktu tertentu (Sumarsono, 2003). Produktivitas
tenaga kerja tersebut dapat merupakan ukuran efisiensi pemanfaatan tenaga kerja. Hal
ini mengingat bahwa secara nyata, seseorang pekerja dalam melakukan pekerjaannya,
belum tentu memanfaatkan seluruh kemampuan yang di milikinya. Produktivitas
parsial tenaga kerja dinyatakan sebagai output (keluaran) per jam kerja atau keluaran
per tenaga kerja. Output dapat dinyatakan dalam satuan uang atau dalam satuan fisik.
Output yang dinyatakan dalam satuan uang merupakan nilai tambah barang per
tenaga kerja.
Ananta dalam Kasnawi (2000), mengemukakan bahwa produktivitas tenaga
kerja adalah pencerminan dari mutu tenaga kerja jika hal-hal lain dianggap tetap
karena peningkatan produktivitas faktor-faktor lain sangat tergantung pada
kemampuan tenaga manusia yang memanfaatkannya.
Menurut Simanjuntak dalam Sumarsono (2003), faktor yang mempengaruhi
produktivitas tenaga kerja industri dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu
kualitas dan kemampuan fisik tenaga kerja, sarana pendukung dan supra sarana.
Kualitas tenaga kerja berhubungan dengan tingkat pendidikan dan pelatihan,
pengalaman dan keterampilan sedangkan kemampuan fisik berhubungan dengan usia
seseorang yakni usia produktif dan usia non-produktif. Sarana pendukung meliputi
peralatan langsung yang digunakan oleh tenaga kerja dalam proses produksinya.
Sedangkan supra sarana meliputi kemampuan manajemen, hubungan industrial dan
kebijaksanaan pemerintah.
Selanjutnya Mangkuprawira dalam Gunawan (2004), menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi produktivitas relatif kompleks, bisa jadi faktor intrinsik
(tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, kesehatan dan
pengalaman) dan bisa faktor ekstrinsik (gaji/upah, lingkungan kerja, kepemimpinan,
fasilitas kerja dan hubungan sosial).
Menurut Syarif (2007), bahwa Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh
karakteristik dinamis pekerja seperti umur, pendidikan formal, status kesehatan,
pengalaman kerja dan jam kerja. Semakin baik karakteristik dinamis pekerja
diasumsikan bahwa semakin tinggi produktivitasnya yang berarti bahwa kontribusi
2.4.1. Pendidikan
Titik singgung antara pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi adalah
produktivitas tenaga kerja, dengan asumsi semakin tinggi mutu pendidikan, semakin
tinggi produktivitas tenaga kerja, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat (Suryadi dan Tilaar, 1993). Demikian juga
Todaro dalam Sirojuzilam (2008), menyatakan bahwa pendidikan merupakan
komponen penting dan vital terhadap pembangunan terutama dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang keduanya merupakan input bagi total produksi.
Menurut Sirojuzilam (2008), bahwa pendidikan juga berfungsi untuk
meningkatkan produktivitas. Hal ini sesuai dengan Teori Human Capital yang
menyatakan bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui
peningkatan pendidikan. Setiap tambahan satu tahun sekolah berarti disatu pihak
meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang. Pendidikan
diperlukan untuk meraih kedudukan dan kinerja optimal pada setiap pekerjaan
(Surya, 2007). Pada umumnya orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan
mempunyai wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan arti pentingnya
produktivitas yang dapat mendorong tenaga kerja bersangkutan melakukan tindakan
produktif. Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk
mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan lebih tepat. Hal ini terlihat terutama
pada jenis pendidikan yang berorientasi kepada pembekalan keterampilan bagi
2.4.2. Pengalaman
Produktivitas kerja meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman
dalam penyelesaian tugas (Ghiselli & Brown dalam Ginting, 2003). Pengetahuan
tenaga kerja tentang pekerjaannya akan semakin berkembang dengan bertambahnya
pengalaman bekerja. Pengalaman kerja akan meningkat seiring dengan semakin
meningkatnya kompleksitas kerja. Menurut pendapat Tubbs dalam Desyanti (2005),
jika seorang tenaga kerja berpengalaman, maka (1) tenaga kerja menjadi sadar
terhadap lebih banyak kekeliruan, (2) tenaga kerja memiliki salah pengertian yang
lebih sedikit tentang kekeliruan, (3) tenaga kerja menjadi sadar mengenai kekeliruan
yang tidak lazim, dan (4) hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan di tempat
terjadinya kekeliruan dan pelanggaran serta tujuan pengendalian internal menjadi
relatif lebih menonjol.
2.4.3. Usia
Perilaku Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) bervariasi menurut
kelompok umur. Menurut Sumarsono (2003), bahwa TPAK dibagi menjadi tiga
kelompok usia: muda (usia 10 – 24 tahun, prima (usia 25 – 60 tahun) dan tua (usia
diatas 60 tahun).
TPAK usia muda biasanya sangat rendah, disebabkan oleh berkembangnya
pendidikan. Usia ini biasanya dimanfaatkan untuk sekolah. Sedangkan TPAK usia
keatas, bagi sementara orang merupakan masa penarikan diri dari pasar tenaga kerja.
Gejala ini sangat nyata bagi negara-negara yang sedang berkembang dimana tingkat
kesehatan masih rendah sehingga pada usia ini fisik mereka kurang menopang
keaktifan di pasar tenaga kerja.
Menurut Robbins (2007), bahwa tuntutan dari sebagian pekerjaan, bahkan
pekerjaan-pekerjaan yang mensyaratkan kerja otot yang berat, tidak cukup besar
terpengaruh oleh kemerosotan fisik akibat usia yang berdampak pada produktivitas.
Bahkan jika terjadi kemerosotan fisik karena usia, sering diimbangi oleh keunggulan
karena pengalaman. Ada satu keyakinan meluas bahwa produktivitas merosot dengan
makin bertambahnya usia seseorang. Sering diandaikan bahwa keterampilan individu
terutama kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun seiring dengan
berjalannya waktu. Tetapi bukti lain juga menyatakan hal yang berbeda. Pada jenis
pekerjaan tertentu diperoleh hasil bahwa semakin bertambah usia seseorang maka
produktivitasnya juga semakin tinggi.
2.4.4. Upah
Pengertian upah menurut PP No. 8/ 1981 tentang Perlindungan Upah, adalah
suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu
pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan dalam bentuk uang
ditetapkan atas dasar persetujuan atau peraturan perundang-undangan. Selanjutnya
yang dilaksanakan perusahaan untuk dapat merangsang karyawan meningkatkan
produktivitas dalam operasional perusahaan.
Menurut teori Neoklasik bahwa tenaga kerja memperoleh upah senilai dengan
pertambahan hasil marjinalnya. Upah dalam hal ini berfungsi sebagai imbalan atas
usaha kerja yang diberikan tenaga kerja tersebut kepada pengusaha. Untuk
memaksimumkan keuntungan, pengusaha memberikan imbalan kepada setiap faktor
produksi sebesar nilai tambahan hasil marjinal masing-masing faktor produksi
tersebut. Ini berarti bahwa pengusaha memperkerjakan tenaga kerja sedemikian rupa
sehingga nilai produksi pisik marjinal pekerja sama dengan upah yang diterima oleh
pekerja. Namun dalam kenyataannya dapat saja nilai pertambahan hasil marjinal
pekerja tidak sama dengan upah yang diterima oleh pekerja.
Sistem pengupahan pada umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah
(Sumarsono, 2003), yaitu : (a) menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan
keluarganya; (b) mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang; (c) menyediakan
insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja. Menurut Dessler dalam
Prasetyo (2005), pentingnya peningkatan produktivitas dalam kaitannya dengan upah
adalah: (a) peningkatan produktivitas dapat mempengaruhi kenaikan taraf hidup dan
(b) jika upah meningkat maka akan dapat membiayai kebutuhan hidup yang lebih
baik sehingga meningkatkan kesehatan dan usia harapan hidup. Upah pada dasarnya
merupakan sumber utama penghasilan seseorang, oleh sebab itu upah harus cukup
dapat dinilai dan diukur dengan kebutuhan hidup minimum atau sering disebut
kebutuhan fisik minimum.
2.4.5. Pelatihan
Pelatihan menurut Sastrohadiwiryo dalam Sumarsono (2002), adalah
penyelenggaraan dan pengarahan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan keterampilan atau keahlian kerja guna meningkatkan kemampuan,
produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja.
Adapun teori lain dari United Stated Department of Labor, training adalah
“Career development program for employees that offers away of developing skill and
enhancing productivity and quality of work and building worker loyalty to firm” yang
diartikan merupakan program pengembangan karir untuk tenaga kerja agar dapat
mengembangkan kemampuan dan meningkatkan produktivitas serta kualitas kerja.
Sedangkan Umar dalam Dessler (1998), berpendapat bahwa pelatihan
bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik
pelaksanaan kerja tertentu. Dengan demikian pelatihan merupakan suatu proses
pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan inteligensi yang
berdampak pada peningkatan kualitas manusia itu sendiri. Dampak dari peningkatan
kualitas manusia adalah manusia menjadi lebih menguasai pekerjaannya sehingga
dapat meningkatkan produktivitas. Pelatihan juga dapat meningkatkan kualitas atau
2.5. Perencanaan Pendidikan
Definisi perencanaan secara sederhana adalah penyusunan tindakan yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan. Perencanaan adalah memilih, alat pengalokasian
sumber daya, alat mencapai tujuan dan berorientasi masa depan (Tarigan, 2006).
Artinya ada empat elemen dasar perencanaan, yaitu: merencanakan berarti memilih;
perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya; perencanaan merupakan
alat untuk mencapai tujuan; dan perencanaan berorientasi ke masa depan.
Berdasarkan perumusan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa inti perencanaan
adalah menetapkan tujuan dan merumuskan langkah-langkah untuk mencapai tujuan
tersebut. Hanya mengenai langkah-langkah tersebut ada yang diperinci dan ada yang
kurang diperinci.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan UUD RI tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman.
Sa'ud dan Makmun (2006), mengatakan bahwa pendidikan merupakan upaya
dibebankan kepadanya. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental,
emosional, moral serta keimanan dan ketaqwaan manusia. Dengan demikian
pendidikan menyangkut 3 aspek yakni; adanya proses aktivitas, proses datang dari
dua belah pihak dan proses tersebut memiliki intensitas yang sama kuatnya, baik
yang datang dari individu (potensi) maupun dari luar individu (lingkungan).
Perencanaan pendidikan menurut Guruge dalam Sa’ud dan Makmun (2006),
adalah “A simple definition of educational planning is the process of preparing
decisions for action in the field of educational development is the function of
educational planning”. Perencanaan pendidikan adalah proses mempersiapkan
kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan adalah tugas dari
perencanaan pendidikan.
Menurut Enoch (1992), bahwa perencanaan pendidikan adalah suatu proses
penyusunan alternatif kebijaksanaan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan
pendidikan nasional dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di
bidang sosial ekonomi, sosial budaya dan kebutuhan pembangunan secara
menyeluruh. Dengan demikian perencanaan pendidikan pada hakikatnya tidak lain
daripada proses pemilihan yang sistematis, analisis yang rasional mengenai apa yang
akan dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa pelaksananya dan kapan suatu
kegiatan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan lebih efektif dan
efisien sehingga proses pendidikan itu dapat memenuhi tuntutan / kebutuhan
2.6. Karakteristik Pendidikan Kejuruan
Rupet Evans (dalam Djojonegoro, 1999), mendefinisikan bahwa pendidikan
kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar
lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menegah
merumuskan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa
untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional. Definisi
tersebut menjelaskan bahwa lulusan pendidikan kejuruan dimaksudkan untuk
memasuki lapangan kerja.
Meskipun pendidikan kejuruan tidak terpisahkan dari sistim pendidikan secara
keseluruhan, namun sudah barang tentu mempunyai kekhususan atau karakteristik
tertentu yang membedakannya dengan pendidikan yang lain. Perbedaan ini tidak
hanya dalam definisi, struktur organisasi dan tujuan pendidikannya saja, tetapi juga
tercermin dalam aspek-aspek lain yang erat kaitannya dengan perencanaan kurikulum
(Kurniawan , 2008), yaitu :
a. Orientasi pendidikannya; keberhasilan belajar berupa kelulusan dari sekolah
kejuruan adalah tujuan terminal, sedangkan keberhasilan program secara tuntas
berorientasi pada penampilan para lulusannya kelak dilapangan kerja.
b. Justifikasi untuk eksistensinya; perlu ada alasan atau jastifikasi khusus yang tidak
begitu dirasakan oleh pendidikan umum. Justifikasi khusus adalah adanya
c. Fokus kurikulumnya; stimuli dan pengalaman belajar yang disajikan melalui
pendidikan kejuruan mencakup rangsangan dan pengalaman belajar yang
mengembangkan domain afektif, kognitif dan psikomotor berikut paduan
integralnya yang siap untuk dipadukan baik pada situasi kerja yang tersimulasi
lewat proses belajar maupun nanti dalam situasi kerja yang sebenarnya. Ini
termasuk sikap kerja dan orientasi nilai yang mendasari aspirasi, motivasi dan
kemampuan kerjanya.
d. Kriteria keberhasilannya berlainan dengan pendidikan umum; kriteria untuk
menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan pada dasarnya
menerapkan ukuran ganda yaitu in school success dan out of school success.
Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan
kurikuler yang sudah diorientasikan ke persyaratan dunia kerja, sedang kriteria
yang kedua diindikasikan oleh keberhasilan atau penampilan lulusan setelah
berada di dunia kerja yang sebenarnya (Djojonegoro, 1999).
e. Kepekaannya terhadap perkembangan masyarakat sehingga mempunyai
komitmen yang tinggi untuk selalu berorientasi ke dunia kerja. Perkembangan
ilmu dan teknologi pasang surutnya dunia suatu bidang pekerjaan, inovasi dan
penemuan-penemuan baru di bidang produksi barang dan jasa, semuanya itu
sangat besar pengaruhnya terhadap kecenderungan perkembangan pendidikan
f. Perbekalan logistiknya dari segi peralatan belajar; perlu mewujudkan situasi atau
pengalaman belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis
dan edukatif diperlukan banyak perlengkapan, sarana dan perbekalan logistik
yang lain. Bengkel dan laboratorium adalah kelengkapan umum yang menyertai
eksistensi suatu sekolah kejuruan.
g. Hubungannya dengan masyarakat dunia usaha yang mencakup daya dukung dan
daya serap lingkungan yang sangat penting perannya bagi hidup dan matinya
suatu lembaga pendidikan kejuruan. Perwujudan hubungan timbal balik yang
menunjang ini mencakup adanya dewan penasehat kurikulum kejuruan
(curriculum advisory commite), kesediaan dunia usaha menampung anak didik
sekolah kejuruan dalam program kerjasama yang memungkinkan kesempatan
pengalaman belajar dilapangan.
2.7. Proses Perencanaan Pendidikan Kejuruan
Perencanaan pendidikan untuk masa mendatang adalah meningkatkan daya
saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor industri dan sektor jasa dengan
mengandalkan kemampuan SDM, teknologi dan manajemen. Proses perencanaan
pendidikan tidak lain adalah dimulai dari memahami permasalahan pendidikan,
menganalisis bidang telaahan, mengkonsepsikan dan merancang rencana,
menspesifikasikan rencana yang telah disusun, mengimplementasikan rencana, dan
Pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa peluang kepada daerah untuk
membangun wilayahnya sendiri-sendiri. Dalam era otonomi daerah, sistem
perencanaan pendidikan Kabupaten/Kota adalah bagian integral dari sistem
perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota, yaitu mendasarkan pada
perencanaan partisipatif, di mana perencanaan dibuat dengan memperhatikan
dinamika, prakarsa dan kebutuhan masyarakat setempat (Wasitohadi, 2008).
Salah satu bentuk perencanaan pendidikan dalam hubungannnya dengan
perencanaan pembangunan adalah merencanakan pendidikan kejuruan yang relevan
dengan potensi wilayahnya sehingga individu pelaku pembangunan memiliki daya
tanggap dan kepekaan tinggi (soft skill) terhadap setiap fenomena perekonomian yang
ada. Menurut Setyaningsih (2008), bahwa konsep pendekatan ketenagakerjaan adalah
pendekatan yang mengutamakan keterkaitan lulusan dengan tuntutan kebutuhan
tenaga kerja. Apabila dikaji dari semakin membengkaknya angka pengangguran,
maka keperluan untuk mempertemukan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja
semakin mendesak.
Berdasarkan permasalahan tersebut dibuat rencana kompetensi berbasis
potensi daerah. Program keahlian SMK harus berorientasi kepada jenis keahlian yang
dibutuhkan dunia kerja (market driven atau demand driven). Proses pembelajaran
harus dikembangkan dan dilaksanakan mengacu pada pencapaian berbasis
efisiensi dan efektivitasnya adalah production based training, di mana siswa
dikondisikan sejak awal pada tuntutan nyata pasar industri, dan dilatih sampai bisa
menghasilkan benda kerja yang bisa dijual. Melalui metode ini siswa dilatih untuk
mencapai tingkat kualitas yang sesuai tuntutan pasar. Siswa juga dibekali untuk
mampu bekerja dengan tingkat efisiensi tinggi sehingga bisa menekan biaya
produksi, yang akhirnya akan mampu meningkatkan daya jual produk itu.
Peningkatan peran dan fungsi SMK sebagai Pusat Pendidikan Kejuruan
Terpadu (PPKT) pada dasarnya adalah suatu proses pembinaan, pengembangan dan
pemberdayaan SMK yang berbasis wilayah dan masyarakat dengan memanfaatkan
seluruh peluang dan potensi yang dimiliki (Bukit, 2003). SMK dengan berbagai
program keahlian yang dimiliki diharapkan mampu meningkatkan sumber daya
manusia. Peningkatan sumber daya manusia tersebut diupayakan dengan
memperhatikan pertama, kemampuan sumber daya manusia yang mampu
menghasilkan suatu komoditi bermutu, sesuai dengan preferensi konsumen yang
berkembang serta lebih murah dari pesaing. Kedua, kemampuan sumber daya
manusia yang mampu memenuhi kualifikasi SDM yang dibutuhkan oleh pasar
kerja/dunia usaha yang ekuivalen dan setara dengan standar relevan yang berlaku
secara nasional dan internasional.
Untuk menyiapkan SDM yang berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan
pasar kerja atau dunia usaha dan industri, perlu adanya hubungan timbal balik antara
maupun yang dikelola industri itu sendiri (Djojonegoro, 1999). Salah satu bentuk
hubungan timbal balik tersebut adalah pihak dunia usaha/industri harus dapat
merumuskan standar kebutuhan kualifikasi SDM yang diinginkan, untuk menjamin
kesinambungan usaha atau industri tersebut. Sedangkan pihak lembaga sekolah akan
menggunakan standar tersebut sebagai acuan dalam mengembangkan program
keahlian dan kurikulum, sedangkan pihak birokrat (pemerintah) akan
menggunakannya sebagai acuan dalam perumusan kebijakan dalam pengembangan
SDM secara makro.
Salah satu pemikiran yang telah dirumuskan adalah dipergunakan model
standar kompetensi untuk acuan pengembangan SDM. Standar kompetensi program
keahlian merupakan refleksi atas kompetensi yang diharapkan dimiliki seseorang
yang akan bekerja di bidang tersebut. Karena itu pengembangan standar kompetensi
adalah hal yang sangat menjanjikan bagi strategi pengembangan dunia usaha melalui
institusi pendidikan (Djojonegoro, 1999).
2.8. Penelitian Sebelumnya
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan industri
kecil pada umumnya terdiri dari 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Meskipun demikian hasil penelitian tersebut terutama faktor internal dapat dijadikan
sebagai rujukan dalam penelitian tentang perencanaan pendidikan kejuruan berbasis
Indarti dan Langenberg dalam Riswidodo (2007), dalam penelitiannya tentang
usaha kecil dan menengah di Indonesia menjelaskan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kesuksesan usaha khususnya usaha kecil dan menengah adalah umur
pengusaha, jenis kelamin, pengalaman usaha, tingkat pendidikan yang merupakan
faktor pengusaha. Dari hasil analisis diperoleh bahwa tingkat pendidikan dan sumber
dana berpengaruh secara signifikan terhadap kesuksesan usaha.
Hasil penelitian Tambunan (2008), mangatakan bahwa daya saing perusahaan
ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya adalah keterampilan atau tingkat
pendidikan pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal, ketersediaan teknologi.
Dengan demikian faktor pendorong daya saing perusahaan adalah sumber daya
manusia (SDM) baik pekerja maupun pengusaha dan prasyarat utama untuk
meningkatkan daya saing perusahaan adalah pendidikan, modal, teknologi, informasi
dan input krusial lainnya.
Jaffaruddin (2006), mengatakan bahwa pengalaman kerja, upah dan jaminan
sosial berpengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja pada PT. Pabelan
Surakarta. Peningkatan produktivitas dengan model regresi diketahui pengaruh
variabel pengalaman kerja, upah dan jaminan sosial yang hasilnya r = 50 % ini
menunjukkan adanya pengaruh yang cukup besar antara pengalaman kerja, upah dan
jaminan sosial terhadap produktivitas yang dapat dijelaskan oleh variabel
penjelasnya, sedangkan sisanya sebesar 50 % dapat dijelaskan oleh varaibel yang lain
meningkatkan tingkat efisiensi dan efektifitas perusahaan, sehingga dengan
sendirinya akan meningkatkan pendapatan.
Demikian juga hasil penelitian Purwaningsih (2006), menemukan bahwa
pelatihan dan pengalaman kerja berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas
tenaga kerja pada PT. Batik Keris Sukoharjo. Dari tabel Model Summary R Square
diketahui nilai uji determinasi sebesar 0,786. Dapat dikatakan bahwa pengaruh
Pelatihan dan Pengalaman Kerja terhadap Produktivitas Tenaga Kerja adalah sebesar
78,6%.
Hasil penelitian Syarif (2007), menunjukkan bahwa pendidikan formal, status
kesehatan, masa kerja, dan jam kerja berpengaruh positif dan signifikan, baik
terhadap produktivitas maupun terhadap upah pada industri udang beku di Kota
Makassar. Pendidikan formal, status kesehatan, masa kerja, dan jam kerja
berpengaruh positif dan signifikan, baik secara langsung (direct effect) terhadap upah
maupun secara tidak langsung (indirect effect) terhadap upah melalui produktivitas
pekerja.
Sukarti (2007), menyimpulkan permasalahan UKM yang sangat krusial secara
internal yang terdiri dari masalah terbatasnya kepemilikan aset produksi, rendahnya
kemampuan SDM, dan kelembagaan usaha belum berkembang secara optimal.
Kelemahan tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah lingkaran yang saling
berpengetahuan dan memiliki etos, serta komitmen moral yang tinggi perlu dilakukan
terus menerus untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Setyaningsih (2008), menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil analisa
faktor-faktor penyebab ketidakterserapan tenaga kerja tamatan SMK dan kompetensi yang
dibutuhkan oleh pasar kerja di Surabaya, dapat digambarkan bahwa untuk
mengantisipasi kebutuhan perlu adanya kesesuaian antara program keahlian yang ada
di SMK dengan sektor-sektor yang memberi peluang dalam memasuki dunia kerja.
Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam hal ketenagakerjaan ini
adalah jumlah ketersediaan dan keterserapannya, sehingga terjadi keseimbangan
antara permintaan dan penawaran. Keberadaan SMK dengan program keahlian yang
sesuai dengan permntaan maka dapat diharapkan mengatasi ketidakterserapan tenaga
kerja tamatan SMK serta masalah pengangguran yang semakin meningkat di kota
Surabaya.
2.9. Kerangka Konseptual
Ada tiga pilar pengembangan wilayah, yaitu sumber daya manusia, sumber
daya alam dan teknologi. Keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh sebuah
daerah sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia untuk memahami, memilih dan
memanfaatkan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh wilayahnya guna
Industri kecil sepatu merupakan potensi yang dimiliki oleh Kota Medan di
dalam menunjang perekonomiannya disamping menyerap tenaga kerja dalam jumlah
yang cukup besar. Karena hasil industri kecil sepatu merupakan salah satu produk
unggulan industi kecil di Kota Medan, maka diperlukan upaya pengembangan
melalui peningkatan daya saing industri. Salah satu daya saing industri adalah
produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja yang baik hanya dapat
diperoleh dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) tenaga kerja.
Peningkatan SDM berorientasi pasar (salah satu diantaranya Industri kecil sepatu)
dapat dilaksanakan melalui pendidikan kejuruan (SMK).
SMK Kelompok Keahlian Seni dan Kerajinan yang dikelola oleh pemerintah
di Kota Medan adalah SMK Negeri 11. Tetapi program keahlian yang dikelola
selama ini masih terbatas hanya Program Keahlian Seni Musik Klasik dan Seni
Musik Non-Klasik. Dengan keterbatasan program keahlian ini, perlu dikembangkan
program keahlian yang berbasis potensi daerah. Salah satu diantaranya adalan
industri kecil sepatu. Berdasarkan kualifikasi SDM tenaga kerja industri kecil sepatu,
dijabarkan menjadi standar kompetensi dan kompetensi dasar, kemudian disusun
dalam struktur kurikulum sebuah program keahlian. Pengembangan program keahlian
ini diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang kompeten untuk bekerja di industri
kecil sepatu bahkan membuka usaha (entrepreneurship) industri kecil sepatu. Hal ini
akan menjamin keberlangsungan operasional dan perkembangan industri kecil sepatu
2.10. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian di atas, maka
yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah:
Secara bersama-sama dan secara parsial faktor pendidikan, pengalaman, usia, upah
dan pelatihan berpengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan. Dari 21 (dua puluh satu)
kecamatan yang ada di Kota Medan, dipilih sebanyak 3 (tiga) kecamatan sebagai
lokasi penelitian, yakni Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Area dan
Kecamatan Medan Timur. Alasan penetapan ketiga kecamatan tersebut sebagai lokasi
penelitian adalah karena pada ketiga kecamatan tersebut terdapat industri kecil sepatu
yang relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain di
Kota Medan.
3.2. Populasi dan Sampel
Menurut Arikunto (2006), populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2007). Cara menentukan sampel dalam penelitian ini
dipilih secara acak (random) dari populasi yang telah ditentukan. Selanjutnya sampel
ditentukan berdasarkan wilayah dengan cluster sampling, agar generalisasi yang