• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Pendidikan Kejujuran Pada SMK Seni Dan Kerajinan Berbasis Pengembangan INdustri Kecil Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perencanaan Pendidikan Kejujuran Pada SMK Seni Dan Kerajinan Berbasis Pengembangan INdustri Kecil Di Kota Medan"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN PENDIDIKAN KEJURUAN PADA SMK

SENI DAN KERAJINAN BERBASIS PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

JUFRI SINAGA

077003041/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERENCANAAN PENDIDIKAN KEJURUAN PADA SMK

SENI DAN KERAJINAN BERBASIS PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

JUFRI SINAGA

077003041/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PERENCANAAN PENDIDIKAN KEJURUAN PADA

SMK SENI DAN KERAJINAN BERBASIS

PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Jufri Sinaga

Nomor Pokok : 077003041

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE) Ketua

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Drs. Rujiman, MA)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 22 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE

Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

2. Drs. Rujiman, MA

(5)

ABSTRAK

JUFRI SINAGA. NIM. 077003041. “Perencanaan Pendidikan Kejuruan pada SMK Seni dan Kerajinan Berbasis Pengembangan Industri Kecil di Kota Medan”, di bawah bimbingan Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE, Dr. Ir. Tavi

Supriana, MS. dan Drs. Rujiman, MA.

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memegang peranan penting dalam perekonomian Kota Medan. Salah satu jenis UKM di Kota Medan adalah industri kecil sepatu dan merupakan produk unggulan potensial wilayah tersebut. Tetapi perkembangan industri kecil sepatu tersebut relatif kecil dibanding perkembangan industri kecil secara umum di Kota Medan. Perkembangan ini tidak terlepas dari kualitas SDM yang langsung berhubungan dengan produktivitas tenaga kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan dan mengetahui program pengembangan industri kecil sepatu melalui peningkatan SDM tenaga kerja serta menentukan program keahlian SMK Seni dan Kerajinan yang relevan dengan kebutuhan industri kecil sepatu di Kota Medan. Populasi penelitian ini adalah tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan. Penetapan sampel penelitian berdasarkan teknik cluster sampling dengan mengambil tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Area dan Kecamatan Medan Timur dengan total sampel berjumlah 60 orang. Teknik pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa faktor pengalaman, upah dan pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan. Sedangkan faktor pendidikan dan usia berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan. Upaya pengembangan industri kecil sepatu dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas SDM tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan. Program pengembangan dengan skala prioritas berturut-turut adalah pelatihan teknis, penyuluhan teknologi terbaru dan studi banding ke daerah lain. Upaya lain yang perlu dilakukan dalam pengembangan industri kecil sepatu adalah dengan menyiapkan tenaga kerja yang terampil melalui pendidikan kejuruan. Berdasarkan jenis-jenis keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja industri kecil sepatu, direncanakan pendidikan kejuruan berbasis industri kecil sepatu yakni melalui sebuah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang disusun ke dalam sebuah struktur kurikulum Program Keahlian Kriya Kulit di SMK Seni dan Kerajinan Medan.

(6)

ABSTRACT

JUFRI SINAGA, 077003041. “Vocational Education Planning at Vocational High School of Art and Handicraft Based Development Small Industries in Medan City”, under the guidance of Mr. Prof. Bachtiar Hassan Miraza,SE, Mrs. Dr. Ir. Tavi

Supriana, MS. and Mr. Drs. Rujiman, MA.

It has been recognized that small and medium enterprises (SMEs) play a vital role in economic development in Medan. Shoes small industries is one of SMEs in Medan and it is potential superior product in that region. But the growth of shoes small industries is low relative compare with growth of small industries. This growth unreleased from the quality of human resources which connect with worker productivity.

This research attempts to know the factors that influence the worker productivity of shoes small industries in Medan, to know development programs of shoes small industries with increase human resource of worker and to determine department in Vocational High School of Art and Handicraft relevant with required of shoes small industries in Medan. Determining of the sample in this research used cluster sampling technique from three sub-district, they are Sub-district of Medan Denai, Sub-district of Medan Area and Sub-district of Medan Timur with total sample 60 peoples. The data collected by using questioner and interview.

The Result of research describes that experience, wage and training factors have positive and significant influences to worker productivity of shoes small industries in Medan. While influence of education and age factors have positive but not significant to worker productivity of shoes small industries in Medan. Development effort of shoes small industries to intensify the worker human resource in Medan. The result is showed that development programs are training, new technology illumination and equivalent study to another area. The other development program can do to make ready of skilled manpower by vocational education. Based skills of shoes small industries worker can planning vocational education with a competency standard and base competency in curriculum structure of Kriya Kulit Department at Vocational High School of Art and Handicraft in Medan.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Jufri Sinaga dilahirkan di Peajolo, Samosir pada tanggal 29 Agustus 1975.

Putra ketiga dari Sudiman Sinaga dan Ramina Sidabutar. Menyelesaikan pendidikan:

SDN Huta Ginjang tahun 1988, SMPN Simarmata tahun 1991, STM Negeri

Pematangsiantar tahun 1994. Memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Pendidikan

Teknologi dan Kejuruan IKIP Medan tahun 1999.

Pada tahun 2007 mendapatkan beasiswa untuk mengikuti pendidikan di

Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara Medan. Saat ini bekerja sebagai

Widyaiswara pada Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

izin-Nyalah penelitian yang berjudul “Perencanaan Pendidikan Kejuruan pada SMK

Seni dan Kerajinan Berbasis Pengembangan Industri Kecil di Kota Medan”,

dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Sains (M.Si) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Atas rampungnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh

pihak yang turut memberikan bantuan dan dukungan, baik sewaktu penulis mengikuti

proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima

kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE. selaku Ketua Komisi Pembimbing

dalam penulisan tesis ini sekaligus Ketua Program Studi Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).

3. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS. selaku anggota komisi pembimbing yang telah

banyak memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Drs. Rujiman, MA. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak

memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak Prof. Aldwin Surya, SE,MPd, PhD dan Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirozujilam,

SE. yang bersedia menjadi dosen penguji serta telah memberikan masukan dan

(9)

6. Seluruh civitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,

yang telah banyak membantu penulis dalam proses administrasi maupun

kelancaran kegiatan akademik, termasuk juga seluruh teman-teman di jurusan

PWD USU Medan.

7. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan

melalui Program Beasiswa Unggulan hingga penyelesaian Tesis ini berdasarkan

DIPA Sekretariat Jenderal DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007 sampai dengan

2009.

8. Khusus kepada istriku ‘Indah’ dan putra putriku ‘Ivan dan Evinka’ yang telah

memberikan perhatian khusus, sehingga peneliti dapat merampungkan penulisan

tesis ini.

Akhirnya dengan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, tesis ini

dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi

koreksi konstruktif apabila terdapat kesalahan.

Medan, Juni 2009

Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

2.2. Peranan Industri Kecil dalam Pengembangan Wilayah ... 12

2.3. Sumber Daya Manusia sebagai Pilar Pengembangan Wilayah... 14

2.4. Konsep Dasar dan Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja ... 16

2.6. Karakteristik Pendidikan Kejuruan ... 26

(11)

2.9. Kerangka Konseptual... 34

4.5. Karakteristik Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 54

4.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 60

4.6.1. Pengujian Hipotesis ... 60

4.6.2. Pengujian Asumsi Klasik ... 67

4.7. Program-Program Pengembangan SDM Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 71

4.8. Perencanaan Program Keahlian SMK Seni dan Kerajinan yang Relevan dengan Industri Kecil Sepatu ... 74

4.8.1. Profil SMK di Kota Medan ... 74

4.8.2. Perencanaan Program Keahlian Kriya Kulit Sesuai Kebutuhan Industri Kecil Sepatu ... 76

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1. Kesimpulan ... 84

5.2. Saran ... 85

(12)

DAFTAR TABEL

4.2. Distribusi Persentase PDRB Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku. ... 48

4.3. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil dan Rumah Tangga di Kota Medan. ... 49

4.4. Perkembangan Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 52

4.5. Profil Pendidikan Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... . 54

4.6. Profil Pengalaman Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 56

4.7. Profil Usia Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan. ... 57

4.8. Profil Upah Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 58

4.9. Profil Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan yang Mengikuti Pelatihan. ... 59

4.10. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja. ... 61

4.11. Hasil Uji Multikolinieritas ... 68

4.12. Hasil Uji Heteroskedastisitas. ... 70

4.13. Hasil Uji Autokorelasi ... 71

4.14. Program Pengembangan SDM Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu ... 73

(13)

4.16. Bidang Keahlian dan Program Keahlian SMK Seni dan Kerajinan

di Kota Medan ... 75

4.17. Kompetensi Umum Program Keahlian Kriya Kulit SMK Seni dan

Kerajinan ... 79

4.18. Standar Kompetensi Kejuruan Program Keahlian Kriya Kulit SMK

Seni dan Kerajinan ... 80

4.19. Struktur Kurikulum SMK Seni dan Kerajinan Program Keahlian

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner Penelitian. ... 90

2. Tabulasi Jawaban Responden : Produktivitas, Pendidikan, Pengalaman, Usia, Upah dan Pelatihan ... 93

3. Tabulasi Jawaban Responden : Program Pengembangan SDM .. 95

4. Jenis-Jenis Kompetensi Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu ... 97

5. Hasil Analisis Uji Regresi Linier Berganda ... 99

6. Hasil Analisis Uji Multikolinieritas ... 102

7. Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas ... 103

8. Hasil Analisis Uji Autokorelasi ... 106

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan suatu masyarakat yang

adil dan makmur, merata baik material maupun spritual sebagai wujud pelaksanaan

demokrasi ekonomi yang dilandasi oleh semangat kebersamaan dan kekeluargaan.

Perekonomian yang berazaskan kebersamaan dan kekeluargaan tersebut tercermin

dari koperasi dan usaha kecil sebagai gerakan ekonomi rakyat yang dapat berperan

sebagai soko guru perekonomian nasional.

Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut, pemerintah perlu

mempersiapkan secara khusus kondisi perekonomian domestik yang lebih tangguh

dan berdaya saing tinggi guna menghadapi era liberalisasi perdagangan. Perhatian

khusus ini perlu diberikan kepada struktur industri dalam negeri, hal ini dikarenakan

adanya ketidakseimbangan antara komposisi industri besar, menengah dan kecil.

Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (selanjutnya disebut UKMK)

merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian Kota

Medan. Hal ini disebabkan, usaha kecil, menengah dan koperasi merupakan sektor

usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang

signifikan. Tetapi di lain pihak kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih

(16)

mengembangkan usahanya. Pengembangan usaha kecil ini secara langsung

merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus

mempersempit kesenjangan sosial dan ekonomi (socio economic disparity). Bahkan

Naisbitt (1993) berani memastikan bahwa pada era global mendatang, semakin besar

ekonomi dunia justru semakin kuatlah peran para pemain terkecilnya (the bigger the

world economy, the more powerful its smallest players). Artinya, dalam era dimana

informasi sangat memegang peranan, maka dengan berbekal informasi yang memadai

ini tidak dibutuhkan struktur dan manajemen yang besar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (Pemerintah Kota Medan, 2005),

jumlah pengusaha besar hanya 0,2% sedangkan pengusaha kecil, menengah dan

koperasi mencapai 99,8%. Ini berarti jumlah usaha kecil, menengah dan koperasi

mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi

UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%.

Terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya

memberikan kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan

penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai

pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Data tersebut menunjukkan dua

hal sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor

UKMK. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi

perhatian khusus, sejalan dengan misi pertama pembangunan Kota Medan tahun

(17)

meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan usaha kecil, menengah

dan koperasi, untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh

masyarakat kota.

Pertumbuhan ekonomi Kota Medan yang semakin membaik berdasarkan

asumsi tahun 2007 meningkat berkisar 8,08 persen dari 7,57 persen tahun 2006,

ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan

penurunan jumlah penduduk miskin pada tahun yang sama. Kondisi ini disebabkan

oleh pertumbuhan yang terjadi bukan pertumbuhan ekonomi berkualitas yakni

mengutamakan ekspor dan investasi. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini,

kontribusi terbesar berasal dari sektor telekomunikasi dan transportasi (sektor 7)

diikuti sektor perdagangan. Sektor tersebut tidak banyak menyerap jumlah tenaga

kerja di Kota Medan, sedangkan angka angkatan kerja dari tahun ke tahun terus

bertambah seiring dengan perkembangan jumlah penduduk. Demikian juga halnya

dengan tingkat pengangguran terbuka pada Agustus tahun 2007 sebesar 14,49 persen

(BPS Sumatera Utara 2008). Jumlah ini semakin naik sedikit dibanding persentase

angka pengangguran di Kota Medan tahun 2006 berdasarkan data Survei Angkatan

Kerja Nasional (Sakernas) berkisar 13,05 persen dan 12,46 persen tahun 2005.

Tabel 1.1. Tingkat Pengangguran di Kota Medan

No Tahun Tingkat Pengangguran

(%)

1 2005 12,46

2 2006 13,05

3 2007 14,49

(18)

Angka pengangguran yang begitu besar harus mendapat perhatian dari stake

holders, khususnya Pemerintah Kota Medan. Fakta menunjukkan bahwa usaha kecil

dan menengah merupakan penyerap tenaga kerja paling besar dapat dijadikan sebagai

alternatif pengurangan jumlah pengangguran. Oleh karena itu diperlukan berbagai

upaya dalam rangka pengembangan UKM.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan UKM terdiri dari 2 faktor

yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Handrimurtjahyo, 2007). Faktor internal

khususnya dibidang kualitas tenaga kerja memegang peranan yang sangat signifikan

terhadap peningkatan daya saing industri. Aspek ini bisa diidentifikasi dengan

sejumlah indikator, diantaranya yang umum digunakan dan lebih bersifat proxy

adalah tingkat produktivitas. Perusahaan berdaya saing tinggi biasanya juga

merupakan perusahaan yang produktif. Sebenarnya tingkat produktivitas tenaga kerja

tidak hanya mencerminkan tingkat penguasaan teknologi oleh pekerja, atau tingkat

ketersediaan teknologi di dalam perusahaan, namun juga sebagai sebuah indikator

dari tingkat pendidikan dari pekerja. Dengan demikian, produktivitas merupakan

faktor yang penting dalam mempengaruhi proses kemajuan dan kemunduran suatu

perusahaan, artinya meningkatkan produktivitas berarti meningkatkan kesejahteraan

tenaga kerja sekaligus mutu perusahaan.

Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan UKM diantaranya

adalah kebijakan pemerintah (Kuncoro, 2000). Pemerintah pusat maupun daerah

(19)

pengentasan kemiskinan. Upaya pengembangan khususnya di bidang SDM ini dapat

melalui program pelatihan teknis, magang dan konsep link and match antara dunia

pendidikan dengan dunia usaha serta orientasi pendidikan pada industri kecil.

Perkembangan industri kecil sepatu di Kota Medan belumlah

menggembirakan. Padahal sepatu merupakan salah satu produk unggulan industri

kecil Kota Medan karena mampu menembus pasar ke Amerika Serikat dan Jerman

(Jurnal Koperasi dan UKM, 2006).

Tabel 1.2. Perkembangan Industri Kecil Sepatu di Kota Medan

Tahun Jumlah Industri Kecil Sepatu (Unit)

Tabel 1.2. menunjukkan laju pertumbuhan industri kecil sepatu hanya 2,07 %

per tahun dalam kurun waktu tahun 2004-2008. Demikian juga dalam kemampuan

industri kecil sepatu menyerap tenaga kerja pada kurun waktu 5 tahun hanya mampu

tumbuh sebesar 37,16 %. Perkembangan yang kurang menggembirakan tersebut tentu

tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia yang tersedia. Pratiwi (2006),

menyimpulkan bahwa ketidaktersediaan tenaga kerja terampil pada industri kecil

sepatu di Kota Medan menjadi penghambat dalam peningkatan hasil produksi. Berarti

(20)

berpendidikan rendah bahkan tanpa latar belakang pendidikan yang sesuai dengan

bidang pekerjaan sehingga kompetensi mereka juga rendah. Rendahnya tingkat

pendidikan tersebut ternyata tidak diimbangi dengan upaya-upaya peningkatan

kemampuan (Capacity Building). Pada umumnya mereka lebih fokus pada

pengalaman dalam bekerja.

Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia menjadi salah satu

masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Jumlah sumber daya manusia

yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat

untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Melimpahnya sumber daya manusia yang ada saat ini mengharuskan berfikir secara

seksama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara optimal.

Agar di masyarakat tersedia sumber daya manusia yang handal diperlukan pendidikan

yang berkualitas, penyediaan berbagai fasilitas social dan lapangan pekerjaan yang

memadai. Kelemahan dalam penyediaan berbagai fasilitas tersebut akan

menyebabkan keresahan sosial yang akan berdampak kepada keamanan masyarakat.

Persoalan yang ada adalah bagaimana dapat menciptakan sumber daya

manusia yang dapat menghasilkan tenaga kerja yang terampil, disiplin dan

bertanggungjawab sehingga tujuan pendidikan bersama-sama dengan dunia usaha/

industri dapat tercapai. Produktivitas tenaga kerja yang baik merupakan tuntutan

utama bagi industri agar kelangsungan hidup atau operasionalnya dapat terjamin.

(21)

daerah maupun pusat, artinya dari produktivitas regional maupun nasional, dapat

menunjang perekonomian baik secara mikro maupun makro. Mengenai produktivitas

kerja menjadi masalah nasional pula, karena produktivitas tenaga kerja Indonesia

masih memprihatinkan. Zadjuli dalam Koesmono (2005), menyatakan bahwa tingkat

kualitas sumber daya manusia Indonesia dewasa ini dibandingkan dengan kualitas

sumber daya manusia di beberapa negara anggota-anggota ASEAN nampaknya

masih rendah kualitasnya, sehingga mengakibatkan produktivitas per jam kerjanya

masih rendah.

Banyak hal yang dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, untuk itu

pemerintah bersama-sama dengan dunia usaha dan industri harus berusaha menjamin

agar faktor-faktor yang berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja dapat dipenuhi

secara maksimal. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak terlepas

dari sistem pendidikan yang ada. Pendidikan (termasuk pendidikan kejuruan)

diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang terampil sesuai dengan kebutuhan

masyarakat.

Dari penjelasan diatas, menggambarkan bahwa terjadi gap antara kualitas dan

ketersediaan tenaga kerja tamatan lembaga pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja,

yang mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan di Kota Medan, perlu mengambil

peran aktif dalam mengantisipasi kebutuhan pasar kerja sesuai dengan potensi

wilayah untuk masa yang akan datang. Sehingga diperlukan adanya penelitian untuk

(22)

pasar kerja melalui pendidikan SMK yang dapat mendukung potensi wilayah di Kota

Medan.

Pendidikan kejuruan yang dalam hal ini adalah Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) memiliki berbagai jenis program keahlian. Sesuai dengan tujuan pendidikan

kejuruan untuk menghasilkan manusia siap kerja dan mandiri, maka penulis tertarik

menganalisis perencanaan pendidikan kejuruan berbasis pengembangan industri kecil

sepatu di SMK Seni dan Kerajinan Kota Medan. Kompetensi ini dapat dituangkan

menjadi sebuah program keahlian di SMK. Dengan demikian maka ada link and

match antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, sehingga dengan kompetensi yang

sesuai dengan kebutuhan maka setelah tamat SMK mereka telah siap untuk bekerja

bahkan membuka usaha.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah faktor pendidikan, pengalaman, usia, upah dan pelatihan berpengaruh

terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan?

b. Program-program apa yang dibutuhkan oleh industri kecil sepatu dalam rangka

pengembangan usahanya di bidang SDM tenaga kerja?

c. Bagaimanakah program keahlian SMK yang relevan dengan kebutuhan industri

(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan, pengalaman, usia, upah dan pelatihan

terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan.

b. Untuk merumuskan program-program yang dibutuhkan oleh industri kecil sepatu

dalam rangka pengembangan usahanya di bidang SDM tenaga kerja.

c. Untuk mengetahui bidang keahlian SMK yang relevan dengan kebutuhan industri

kecil sepatu di Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

a. Secara teoritis hasil penelitian ini bemanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan, terutama dalam ilmu perencanaan pendidikan.

b. Secara praktis penelitian ini menjadi sumbangsih pemikiran bagi pemerintah Kota

Medan untuk menyesuaikan bidang keahlian di SMK dengan jenis kebutuhan

industri kecil sepatu dalam rangka pengembangan wilayah.

c. Sebagai bahan masukan bagi segenap pihak (akademisi, peneliti, pemerintah serta

pengambil kebijakan), yakni menyangkut masalah perencanaan pendidikan

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Kecil

Secara lisan dan tulisan, banyak pihak menggunakan istilah berbeda untuk

membahas industri kecil. Istilah lain yang bermakna sama dengan industri kecil

adalah usaha kecil (small business), perusahaan kecil (small enterprise atau small

firm), usaha skala kecil (small scale business) dan lain-lain. Ada yang menganggap

bahwa usaha kecil adalah sektor dan ada juga yang menganggap industri kecil adalah

subsektor. Anggapan ini sebaiknya diabaikan karena semua istilah itu memiliki kadar

yang sama. Pendefinisian atau pengertian industri kecil sangat beragam sesuai

ketentuan dan ketetapan lembaga atau departemen yang berhubungan dengannya

berdasarkan kegiatan jenis usaha.

Pendefinisian industri kecil menurut lembaga atau departemen-departemen

adalah :

a. Badan Pusat Statistik mendefinisikan industri kecil adalah sebuah perusahaan

yang mempekerjakan sebanyak 5-19 orang tenaga kerja.

b. Bank Indonesia mendefinisikan industri kecil adalah sebagai usaha yang memiliki

asset maksimal Rp. 600.000.000,- di luar tanah dan bangunan.

c. Departemen Keuangan mendefinisikan industri kecil adalah industri yang

(25)

d. Departemen Perindustrian dan Perdagangan mendefinisikan industri kecil adalah

industri yang mempunyai nilai investasi seluruhnya sampai dengan Rp.

200.000.000,- di luar tanah dan bangunan. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan

Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 589/MPP/Kep/10/1999 tentang

Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Gie dalam Pratiwi (2006), mendefinisikan industri kecil adalah para

wiraswasta yang mandiri dan tidak pernah menggantungkan diri pada siapapun.

Tidak pernah terdengar suara dan tuntutan-tuntutannya karena mereka terlalu lemah

dan tidak mempunyai akses pada media massa. Tidak pernah menuntut fasilitas dari

pemerintah. Tidak mengerti dan tidak mungkin menguasai instrumen-instrumen

canggih dan serba abstrak tetapi dasyat hasilnya.

Adapun karakteristik industri kecil menurut Tambunan dalam Pulungan

(2003), adalah sebagai berikut :

a. Proses produksi lebih mechanized, dan kegiatannya dilakukan di tempat (pabrik)

yang biasanya berlokasi disamping rumah si pengusaha atau usaha.

b. Sebagian besar tenaga kerja yang bekerja di industri kecil adalah pekerja bayaran

(wage labor).

c. Produk yang dibuat termasuk golongan barang-barang yang cukup sophisticated.

Badan Pusat Statistik (BPS) membagi industri kecil menjadi 9 subsektor yang

terdiri dari industri makanan dan minuman, industri tekstil, barang dari kulit dan alas

(26)

industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri semen dan barang galian bukan

logam, industri logam dasar besi dan baja, industri alat angkutan, mesin dan

peralatannya dan industri barang lainnya.

2.2. Peranan Industri Kecil dalam Pengembangan Wilayah

Terlepas dari adanya perbedaan definisi industri kecil, banyak studi telah

membuktikan bahwa industri kecil berperan penting dalam menanggulangi

masalah-masalah sosial ekonomi di negara-negara sedang berkembang. Industri kecil

memberikan kesempatan kerja bukan saja bagi masyarakat pedalaman tetapi juga

menjadi sumber penghasilan bagi sebagian besar masyarakat perkotaan.

Menurut UU No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

menyatakan bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kegiatan usaha

yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara

luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan

peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan

berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh

kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya

sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat,

(27)

Hasil penelitian Azhari dalam Pulungan (2003), membuktikan bahwa industri

kecil di Indonesia sesungguhnya tidak wajar didekati dengan cara pandang belas

kasihan semata, apalagi bila dikaitkan dengan sifatnya yang menghidupi orang kecil

melalui pasar-pasar lokal yang tersebar luas diseluruh tanah air. Kegiatan industri

kecil dalam keadaan tertentu ternyata penuh vitalitas untuk tumbuh secara wajar serta

kemampuannya untuk bertahan dalam keadaan ekonomi yang terpuruk sekalipun.

Ada tiga manfaat sosial (social benefit) yang sangat berarti bagi perekonomian.

Manfaat pertama : industri kecil dapat menciptakan peluang berusaha yang luas

dengan pembiayaan yang relatif rendah. Manfaat kedua : industri kecil turut

mengambil peranan dalam meningkatkan mobilisasi tabungn domestik. Manfaat

ketiga : industri kecil mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri sedang

dan besar, karena menghasilkan produk yang relatif murah dan sederhana. Dari

uraian diatas semakin meyakinkan akan perlunya sub sektor ini untuk dikembangkan

terutama dalam pengembangan wilayah.

Selanjutnya, Bapeda Kota Medan (1995), menyatakan pengembangan wilayah

antara lain ditujukan untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan nasional

dan pembangunan regional, dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada,

sehingga dapat menjadi pendorong utama dan penggerak pembangunan ekonomi

nasional serta memperkokoh kesatuan ekonomi dan ketahanan nasional. Dengan

demikian industri sebagai salah satu potensi wilayah tersebut akan mampu menjadi

(28)

Ariastita dalam Miraza (2007), menyatakan bahwa kegiatan industri

merupakan salah satu sektor yang strategis dalam pembangunan. Peranan ini ditandai

oleh proses perubahan struktur ekonomi yang terjadi, yakni produksi di sektor

sekunder makin meningkat dan meluas dibandingkan dengan perkembangan di sektor

primer (pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan pertambangan). Peranan

industri ini dapat dilihat dari sumbangannya terhadap pendapatan nasional dan

penyerapan tenaga kerja.

2.3. Sumber Daya Manusia sebagai Pilar Pengembangan Wilayah

Apabila dicermati maka paradigma pengembangan wilayah telah bergeser

pada upaya yang mengandalkan tiga pilar yaitu sumberdaya alam, sumber daya

manusia dan teknologi (Nachrowi dalam Alkadri, 2001). Ketiga pilar tersebut

merupakan elemen internal wilayah yang saling terkait dan berinteraksi membentuk

satu sistem. Hasil interaksi elemen tersebut mencerminkan produktivitas dari suatu

wilayah. Produktivitas tersebut akan berbeda dengan produktivitas wilayah lainnya,

sehingga mendorong terciptanya spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian akan

terjadi persaingan antar wilayah untuk menjadi pusat spatial network dari

wilayah-wilayah lain secara nasional. Untuk itu harus diterapkan konsep pareto pertumbuhan

yang bisa mengendalikan keseimbangan pertumbuhan dan dikelola oleh Pemerintah

(29)

memberikan keserasian pertumbuhan antar wilayah dengan penerapan

insentif-insentif kepada wilayah yang kurang berkembang.

Sumber daya manusia mempunyai peran ganda dalam sebuah proses

pembangunan, dapat sebagai objek maupun menjadi subyek pembangunan (Nachrowi

dalam Alkadri, 2001). Sebagai obyek pembangunan SDM merupakan sasaran

pembangunan untuk disejahterahkan dan sebagai subyek pembangunan SDM

berperan sebagai pelaku pembangunan. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh

pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri. Dengan demikian konsep pembangunan itu

sesungguhnya adalah pembangunan manusia (human development) yaitu

pembangunan yang berorientasi kepada manusia (people center development) dimana

manusia dipandang sebagai sasaran sekaligus sebagai pelaku pembangunan.

Menurut Kuncoro (2004), bahwa pembangunan ekonomi tidak akan

berkesinambungan jika hanya didukung oleh sumber daya tak dapat diperbaharui.

Sumber daya alam mempunyai keterbatasan dalam menyediakan kebutuhan manusia.

Tetapi sebaliknya, pembangunan juga tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak

memperhatikan sekelilingnya. Artinya pembangunan itu harus dapat memaksimalkan

pengembangan wilayah.

Pengembangan wilayah merupakan upaya memberdayakan stake holders di

suatu wilayah dalam memanfaatkan sumber daya alam dengan teknologi untuk

memberi nilai tambah atas apa yang dimiliki oleh wilayah administratif atau wilayah

(30)

dalam Alkadri, 2001). Dengan demikian dalam jangka panjangnya pengembangan

wilayah mempunyai target untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Cara mencapainya bersandar pada kemampuan SDM

dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dan daya tampungnya serta kemampuan

memanfaatkan instrumen yang ada.

2.4. Konsep Dasar dan Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga

Kerja

Definisi umum produktivitas menurut Nasution (2006), bahwa produktivitas

adalah hubungan antara input dan output suatu sistem produksi. Produktivitas

merupakan barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber-sumber masukan (input)

yang digunakan, biasanya dinyatakan sebagai rasio besarnya keluaran (output)

terhadap masukan.

Sedangkan Greenberg dalam Sinungan (2003), mendefinisikan produktivitas

sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas

masukan selama periode tersebut. Produktivitas itu merupakan perbandingan ukuran

harga hasil dengan masukan, perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan

masukan yang dinyatakan dalam satu-satuan umum.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah

(31)

sumber daya yang dipergunakan untuk menghasilkannya yang dapat dinyatakan

dengan formula sebagai berikut:

Produktivitas

Dengan memperhatikan jumlah serta jenis masukan dan keluaran yang

dilibatkan, David J. Sumanth dalam Bidiawati dan Nasution (2007),

mengelompokkan produktivitas menjadi tiga jenis dasar produktivitas yaitu :

produktivitas parsial, produktivitas total faktor dan produktivitas total. Salah satu

jenis produktivitas parsial adalah produktivitas tenaga kerja.

Dalam literatur ekonomi sumber daya manusia, produktivitas tenaga kerja

menunjukkan kemampuan seseorang tenaga kerja atau pekerja untuk menghasilkan

sejumlah output dalam satu satuan waktu tertentu (Sumarsono, 2003). Produktivitas

tenaga kerja tersebut dapat merupakan ukuran efisiensi pemanfaatan tenaga kerja. Hal

ini mengingat bahwa secara nyata, seseorang pekerja dalam melakukan pekerjaannya,

belum tentu memanfaatkan seluruh kemampuan yang di milikinya. Produktivitas

parsial tenaga kerja dinyatakan sebagai output (keluaran) per jam kerja atau keluaran

per tenaga kerja. Output dapat dinyatakan dalam satuan uang atau dalam satuan fisik.

Output yang dinyatakan dalam satuan uang merupakan nilai tambah barang per

tenaga kerja.

Ananta dalam Kasnawi (2000), mengemukakan bahwa produktivitas tenaga

kerja adalah pencerminan dari mutu tenaga kerja jika hal-hal lain dianggap tetap

(32)

karena peningkatan produktivitas faktor-faktor lain sangat tergantung pada

kemampuan tenaga manusia yang memanfaatkannya.

Menurut Simanjuntak dalam Sumarsono (2003), faktor yang mempengaruhi

produktivitas tenaga kerja industri dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu

kualitas dan kemampuan fisik tenaga kerja, sarana pendukung dan supra sarana.

Kualitas tenaga kerja berhubungan dengan tingkat pendidikan dan pelatihan,

pengalaman dan keterampilan sedangkan kemampuan fisik berhubungan dengan usia

seseorang yakni usia produktif dan usia non-produktif. Sarana pendukung meliputi

peralatan langsung yang digunakan oleh tenaga kerja dalam proses produksinya.

Sedangkan supra sarana meliputi kemampuan manajemen, hubungan industrial dan

kebijaksanaan pemerintah.

Selanjutnya Mangkuprawira dalam Gunawan (2004), menyatakan bahwa

faktor yang mempengaruhi produktivitas relatif kompleks, bisa jadi faktor intrinsik

(tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, kesehatan dan

pengalaman) dan bisa faktor ekstrinsik (gaji/upah, lingkungan kerja, kepemimpinan,

fasilitas kerja dan hubungan sosial).

Menurut Syarif (2007), bahwa Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh

karakteristik dinamis pekerja seperti umur, pendidikan formal, status kesehatan,

pengalaman kerja dan jam kerja. Semakin baik karakteristik dinamis pekerja

diasumsikan bahwa semakin tinggi produktivitasnya yang berarti bahwa kontribusi

(33)

2.4.1. Pendidikan

Titik singgung antara pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi adalah

produktivitas tenaga kerja, dengan asumsi semakin tinggi mutu pendidikan, semakin

tinggi produktivitas tenaga kerja, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap

pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat (Suryadi dan Tilaar, 1993). Demikian juga

Todaro dalam Sirojuzilam (2008), menyatakan bahwa pendidikan merupakan

komponen penting dan vital terhadap pembangunan terutama dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi yang keduanya merupakan input bagi total produksi.

Menurut Sirojuzilam (2008), bahwa pendidikan juga berfungsi untuk

meningkatkan produktivitas. Hal ini sesuai dengan Teori Human Capital yang

menyatakan bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui

peningkatan pendidikan. Setiap tambahan satu tahun sekolah berarti disatu pihak

meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang. Pendidikan

diperlukan untuk meraih kedudukan dan kinerja optimal pada setiap pekerjaan

(Surya, 2007). Pada umumnya orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan

mempunyai wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan arti pentingnya

produktivitas yang dapat mendorong tenaga kerja bersangkutan melakukan tindakan

produktif. Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk

mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan lebih tepat. Hal ini terlihat terutama

pada jenis pendidikan yang berorientasi kepada pembekalan keterampilan bagi

(34)

2.4.2. Pengalaman

Produktivitas kerja meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman

dalam penyelesaian tugas (Ghiselli & Brown dalam Ginting, 2003). Pengetahuan

tenaga kerja tentang pekerjaannya akan semakin berkembang dengan bertambahnya

pengalaman bekerja. Pengalaman kerja akan meningkat seiring dengan semakin

meningkatnya kompleksitas kerja. Menurut pendapat Tubbs dalam Desyanti (2005),

jika seorang tenaga kerja berpengalaman, maka (1) tenaga kerja menjadi sadar

terhadap lebih banyak kekeliruan, (2) tenaga kerja memiliki salah pengertian yang

lebih sedikit tentang kekeliruan, (3) tenaga kerja menjadi sadar mengenai kekeliruan

yang tidak lazim, dan (4) hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan di tempat

terjadinya kekeliruan dan pelanggaran serta tujuan pengendalian internal menjadi

relatif lebih menonjol.

2.4.3. Usia

Perilaku Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) bervariasi menurut

kelompok umur. Menurut Sumarsono (2003), bahwa TPAK dibagi menjadi tiga

kelompok usia: muda (usia 10 – 24 tahun, prima (usia 25 – 60 tahun) dan tua (usia

diatas 60 tahun).

TPAK usia muda biasanya sangat rendah, disebabkan oleh berkembangnya

pendidikan. Usia ini biasanya dimanfaatkan untuk sekolah. Sedangkan TPAK usia

(35)

keatas, bagi sementara orang merupakan masa penarikan diri dari pasar tenaga kerja.

Gejala ini sangat nyata bagi negara-negara yang sedang berkembang dimana tingkat

kesehatan masih rendah sehingga pada usia ini fisik mereka kurang menopang

keaktifan di pasar tenaga kerja.

Menurut Robbins (2007), bahwa tuntutan dari sebagian pekerjaan, bahkan

pekerjaan-pekerjaan yang mensyaratkan kerja otot yang berat, tidak cukup besar

terpengaruh oleh kemerosotan fisik akibat usia yang berdampak pada produktivitas.

Bahkan jika terjadi kemerosotan fisik karena usia, sering diimbangi oleh keunggulan

karena pengalaman. Ada satu keyakinan meluas bahwa produktivitas merosot dengan

makin bertambahnya usia seseorang. Sering diandaikan bahwa keterampilan individu

terutama kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun seiring dengan

berjalannya waktu. Tetapi bukti lain juga menyatakan hal yang berbeda. Pada jenis

pekerjaan tertentu diperoleh hasil bahwa semakin bertambah usia seseorang maka

produktivitasnya juga semakin tinggi.

2.4.4. Upah

Pengertian upah menurut PP No. 8/ 1981 tentang Perlindungan Upah, adalah

suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu

pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan dalam bentuk uang

ditetapkan atas dasar persetujuan atau peraturan perundang-undangan. Selanjutnya

(36)

yang dilaksanakan perusahaan untuk dapat merangsang karyawan meningkatkan

produktivitas dalam operasional perusahaan.

Menurut teori Neoklasik bahwa tenaga kerja memperoleh upah senilai dengan

pertambahan hasil marjinalnya. Upah dalam hal ini berfungsi sebagai imbalan atas

usaha kerja yang diberikan tenaga kerja tersebut kepada pengusaha. Untuk

memaksimumkan keuntungan, pengusaha memberikan imbalan kepada setiap faktor

produksi sebesar nilai tambahan hasil marjinal masing-masing faktor produksi

tersebut. Ini berarti bahwa pengusaha memperkerjakan tenaga kerja sedemikian rupa

sehingga nilai produksi pisik marjinal pekerja sama dengan upah yang diterima oleh

pekerja. Namun dalam kenyataannya dapat saja nilai pertambahan hasil marjinal

pekerja tidak sama dengan upah yang diterima oleh pekerja.

Sistem pengupahan pada umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah

(Sumarsono, 2003), yaitu : (a) menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan

keluarganya; (b) mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang; (c) menyediakan

insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja. Menurut Dessler dalam

Prasetyo (2005), pentingnya peningkatan produktivitas dalam kaitannya dengan upah

adalah: (a) peningkatan produktivitas dapat mempengaruhi kenaikan taraf hidup dan

(b) jika upah meningkat maka akan dapat membiayai kebutuhan hidup yang lebih

baik sehingga meningkatkan kesehatan dan usia harapan hidup. Upah pada dasarnya

merupakan sumber utama penghasilan seseorang, oleh sebab itu upah harus cukup

(37)

dapat dinilai dan diukur dengan kebutuhan hidup minimum atau sering disebut

kebutuhan fisik minimum.

2.4.5. Pelatihan

Pelatihan menurut Sastrohadiwiryo dalam Sumarsono (2002), adalah

penyelenggaraan dan pengarahan untuk membekali, meningkatkan, dan

mengembangkan keterampilan atau keahlian kerja guna meningkatkan kemampuan,

produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja.

Adapun teori lain dari United Stated Department of Labor, training adalah

“Career development program for employees that offers away of developing skill and

enhancing productivity and quality of work and building worker loyalty to firm” yang

diartikan merupakan program pengembangan karir untuk tenaga kerja agar dapat

mengembangkan kemampuan dan meningkatkan produktivitas serta kualitas kerja.

Sedangkan Umar dalam Dessler (1998), berpendapat bahwa pelatihan

bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik

pelaksanaan kerja tertentu. Dengan demikian pelatihan merupakan suatu proses

pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan inteligensi yang

berdampak pada peningkatan kualitas manusia itu sendiri. Dampak dari peningkatan

kualitas manusia adalah manusia menjadi lebih menguasai pekerjaannya sehingga

dapat meningkatkan produktivitas. Pelatihan juga dapat meningkatkan kualitas atau

(38)

2.5. Perencanaan Pendidikan

Definisi perencanaan secara sederhana adalah penyusunan tindakan yang akan

dilakukan untuk mencapai tujuan. Perencanaan adalah memilih, alat pengalokasian

sumber daya, alat mencapai tujuan dan berorientasi masa depan (Tarigan, 2006).

Artinya ada empat elemen dasar perencanaan, yaitu: merencanakan berarti memilih;

perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya; perencanaan merupakan

alat untuk mencapai tujuan; dan perencanaan berorientasi ke masa depan.

Berdasarkan perumusan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa inti perencanaan

adalah menetapkan tujuan dan merumuskan langkah-langkah untuk mencapai tujuan

tersebut. Hanya mengenai langkah-langkah tersebut ada yang diperinci dan ada yang

kurang diperinci.

Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan

bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang

berdasarkan Pancasila dan UUD RI tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,

kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman.

Sa'ud dan Makmun (2006), mengatakan bahwa pendidikan merupakan upaya

(39)

dibebankan kepadanya. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental,

emosional, moral serta keimanan dan ketaqwaan manusia. Dengan demikian

pendidikan menyangkut 3 aspek yakni; adanya proses aktivitas, proses datang dari

dua belah pihak dan proses tersebut memiliki intensitas yang sama kuatnya, baik

yang datang dari individu (potensi) maupun dari luar individu (lingkungan).

Perencanaan pendidikan menurut Guruge dalam Sa’ud dan Makmun (2006),

adalah “A simple definition of educational planning is the process of preparing

decisions for action in the field of educational development is the function of

educational planning”. Perencanaan pendidikan adalah proses mempersiapkan

kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan adalah tugas dari

perencanaan pendidikan.

Menurut Enoch (1992), bahwa perencanaan pendidikan adalah suatu proses

penyusunan alternatif kebijaksanaan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan

pendidikan nasional dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di

bidang sosial ekonomi, sosial budaya dan kebutuhan pembangunan secara

menyeluruh. Dengan demikian perencanaan pendidikan pada hakikatnya tidak lain

daripada proses pemilihan yang sistematis, analisis yang rasional mengenai apa yang

akan dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa pelaksananya dan kapan suatu

kegiatan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan lebih efektif dan

efisien sehingga proses pendidikan itu dapat memenuhi tuntutan / kebutuhan

(40)

2.6. Karakteristik Pendidikan Kejuruan

Rupet Evans (dalam Djojonegoro, 1999), mendefinisikan bahwa pendidikan

kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar

lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menegah

merumuskan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa

untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional. Definisi

tersebut menjelaskan bahwa lulusan pendidikan kejuruan dimaksudkan untuk

memasuki lapangan kerja.

Meskipun pendidikan kejuruan tidak terpisahkan dari sistim pendidikan secara

keseluruhan, namun sudah barang tentu mempunyai kekhususan atau karakteristik

tertentu yang membedakannya dengan pendidikan yang lain. Perbedaan ini tidak

hanya dalam definisi, struktur organisasi dan tujuan pendidikannya saja, tetapi juga

tercermin dalam aspek-aspek lain yang erat kaitannya dengan perencanaan kurikulum

(Kurniawan , 2008), yaitu :

a. Orientasi pendidikannya; keberhasilan belajar berupa kelulusan dari sekolah

kejuruan adalah tujuan terminal, sedangkan keberhasilan program secara tuntas

berorientasi pada penampilan para lulusannya kelak dilapangan kerja.

b. Justifikasi untuk eksistensinya; perlu ada alasan atau jastifikasi khusus yang tidak

begitu dirasakan oleh pendidikan umum. Justifikasi khusus adalah adanya

(41)

c. Fokus kurikulumnya; stimuli dan pengalaman belajar yang disajikan melalui

pendidikan kejuruan mencakup rangsangan dan pengalaman belajar yang

mengembangkan domain afektif, kognitif dan psikomotor berikut paduan

integralnya yang siap untuk dipadukan baik pada situasi kerja yang tersimulasi

lewat proses belajar maupun nanti dalam situasi kerja yang sebenarnya. Ini

termasuk sikap kerja dan orientasi nilai yang mendasari aspirasi, motivasi dan

kemampuan kerjanya.

d. Kriteria keberhasilannya berlainan dengan pendidikan umum; kriteria untuk

menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan pada dasarnya

menerapkan ukuran ganda yaitu in school success dan out of school success.

Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan

kurikuler yang sudah diorientasikan ke persyaratan dunia kerja, sedang kriteria

yang kedua diindikasikan oleh keberhasilan atau penampilan lulusan setelah

berada di dunia kerja yang sebenarnya (Djojonegoro, 1999).

e. Kepekaannya terhadap perkembangan masyarakat sehingga mempunyai

komitmen yang tinggi untuk selalu berorientasi ke dunia kerja. Perkembangan

ilmu dan teknologi pasang surutnya dunia suatu bidang pekerjaan, inovasi dan

penemuan-penemuan baru di bidang produksi barang dan jasa, semuanya itu

sangat besar pengaruhnya terhadap kecenderungan perkembangan pendidikan

(42)

f. Perbekalan logistiknya dari segi peralatan belajar; perlu mewujudkan situasi atau

pengalaman belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis

dan edukatif diperlukan banyak perlengkapan, sarana dan perbekalan logistik

yang lain. Bengkel dan laboratorium adalah kelengkapan umum yang menyertai

eksistensi suatu sekolah kejuruan.

g. Hubungannya dengan masyarakat dunia usaha yang mencakup daya dukung dan

daya serap lingkungan yang sangat penting perannya bagi hidup dan matinya

suatu lembaga pendidikan kejuruan. Perwujudan hubungan timbal balik yang

menunjang ini mencakup adanya dewan penasehat kurikulum kejuruan

(curriculum advisory commite), kesediaan dunia usaha menampung anak didik

sekolah kejuruan dalam program kerjasama yang memungkinkan kesempatan

pengalaman belajar dilapangan.

2.7. Proses Perencanaan Pendidikan Kejuruan

Perencanaan pendidikan untuk masa mendatang adalah meningkatkan daya

saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor industri dan sektor jasa dengan

mengandalkan kemampuan SDM, teknologi dan manajemen. Proses perencanaan

pendidikan tidak lain adalah dimulai dari memahami permasalahan pendidikan,

menganalisis bidang telaahan, mengkonsepsikan dan merancang rencana,

menspesifikasikan rencana yang telah disusun, mengimplementasikan rencana, dan

(43)

Pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa peluang kepada daerah untuk

membangun wilayahnya sendiri-sendiri. Dalam era otonomi daerah, sistem

perencanaan pendidikan Kabupaten/Kota adalah bagian integral dari sistem

perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota, yaitu mendasarkan pada

perencanaan partisipatif, di mana perencanaan dibuat dengan memperhatikan

dinamika, prakarsa dan kebutuhan masyarakat setempat (Wasitohadi, 2008).

Salah satu bentuk perencanaan pendidikan dalam hubungannnya dengan

perencanaan pembangunan adalah merencanakan pendidikan kejuruan yang relevan

dengan potensi wilayahnya sehingga individu pelaku pembangunan memiliki daya

tanggap dan kepekaan tinggi (soft skill) terhadap setiap fenomena perekonomian yang

ada. Menurut Setyaningsih (2008), bahwa konsep pendekatan ketenagakerjaan adalah

pendekatan yang mengutamakan keterkaitan lulusan dengan tuntutan kebutuhan

tenaga kerja. Apabila dikaji dari semakin membengkaknya angka pengangguran,

maka keperluan untuk mempertemukan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja

semakin mendesak.

Berdasarkan permasalahan tersebut dibuat rencana kompetensi berbasis

potensi daerah. Program keahlian SMK harus berorientasi kepada jenis keahlian yang

dibutuhkan dunia kerja (market driven atau demand driven). Proses pembelajaran

harus dikembangkan dan dilaksanakan mengacu pada pencapaian berbasis

(44)

efisiensi dan efektivitasnya adalah production based training, di mana siswa

dikondisikan sejak awal pada tuntutan nyata pasar industri, dan dilatih sampai bisa

menghasilkan benda kerja yang bisa dijual. Melalui metode ini siswa dilatih untuk

mencapai tingkat kualitas yang sesuai tuntutan pasar. Siswa juga dibekali untuk

mampu bekerja dengan tingkat efisiensi tinggi sehingga bisa menekan biaya

produksi, yang akhirnya akan mampu meningkatkan daya jual produk itu.

Peningkatan peran dan fungsi SMK sebagai Pusat Pendidikan Kejuruan

Terpadu (PPKT) pada dasarnya adalah suatu proses pembinaan, pengembangan dan

pemberdayaan SMK yang berbasis wilayah dan masyarakat dengan memanfaatkan

seluruh peluang dan potensi yang dimiliki (Bukit, 2003). SMK dengan berbagai

program keahlian yang dimiliki diharapkan mampu meningkatkan sumber daya

manusia. Peningkatan sumber daya manusia tersebut diupayakan dengan

memperhatikan pertama, kemampuan sumber daya manusia yang mampu

menghasilkan suatu komoditi bermutu, sesuai dengan preferensi konsumen yang

berkembang serta lebih murah dari pesaing. Kedua, kemampuan sumber daya

manusia yang mampu memenuhi kualifikasi SDM yang dibutuhkan oleh pasar

kerja/dunia usaha yang ekuivalen dan setara dengan standar relevan yang berlaku

secara nasional dan internasional.

Untuk menyiapkan SDM yang berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan

pasar kerja atau dunia usaha dan industri, perlu adanya hubungan timbal balik antara

(45)

maupun yang dikelola industri itu sendiri (Djojonegoro, 1999). Salah satu bentuk

hubungan timbal balik tersebut adalah pihak dunia usaha/industri harus dapat

merumuskan standar kebutuhan kualifikasi SDM yang diinginkan, untuk menjamin

kesinambungan usaha atau industri tersebut. Sedangkan pihak lembaga sekolah akan

menggunakan standar tersebut sebagai acuan dalam mengembangkan program

keahlian dan kurikulum, sedangkan pihak birokrat (pemerintah) akan

menggunakannya sebagai acuan dalam perumusan kebijakan dalam pengembangan

SDM secara makro.

Salah satu pemikiran yang telah dirumuskan adalah dipergunakan model

standar kompetensi untuk acuan pengembangan SDM. Standar kompetensi program

keahlian merupakan refleksi atas kompetensi yang diharapkan dimiliki seseorang

yang akan bekerja di bidang tersebut. Karena itu pengembangan standar kompetensi

adalah hal yang sangat menjanjikan bagi strategi pengembangan dunia usaha melalui

institusi pendidikan (Djojonegoro, 1999).

2.8. Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan industri

kecil pada umumnya terdiri dari 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Meskipun demikian hasil penelitian tersebut terutama faktor internal dapat dijadikan

sebagai rujukan dalam penelitian tentang perencanaan pendidikan kejuruan berbasis

(46)

Indarti dan Langenberg dalam Riswidodo (2007), dalam penelitiannya tentang

usaha kecil dan menengah di Indonesia menjelaskan tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kesuksesan usaha khususnya usaha kecil dan menengah adalah umur

pengusaha, jenis kelamin, pengalaman usaha, tingkat pendidikan yang merupakan

faktor pengusaha. Dari hasil analisis diperoleh bahwa tingkat pendidikan dan sumber

dana berpengaruh secara signifikan terhadap kesuksesan usaha.

Hasil penelitian Tambunan (2008), mangatakan bahwa daya saing perusahaan

ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya adalah keterampilan atau tingkat

pendidikan pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal, ketersediaan teknologi.

Dengan demikian faktor pendorong daya saing perusahaan adalah sumber daya

manusia (SDM) baik pekerja maupun pengusaha dan prasyarat utama untuk

meningkatkan daya saing perusahaan adalah pendidikan, modal, teknologi, informasi

dan input krusial lainnya.

Jaffaruddin (2006), mengatakan bahwa pengalaman kerja, upah dan jaminan

sosial berpengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja pada PT. Pabelan

Surakarta. Peningkatan produktivitas dengan model regresi diketahui pengaruh

variabel pengalaman kerja, upah dan jaminan sosial yang hasilnya r = 50 % ini

menunjukkan adanya pengaruh yang cukup besar antara pengalaman kerja, upah dan

jaminan sosial terhadap produktivitas yang dapat dijelaskan oleh variabel

penjelasnya, sedangkan sisanya sebesar 50 % dapat dijelaskan oleh varaibel yang lain

(47)

meningkatkan tingkat efisiensi dan efektifitas perusahaan, sehingga dengan

sendirinya akan meningkatkan pendapatan.

Demikian juga hasil penelitian Purwaningsih (2006), menemukan bahwa

pelatihan dan pengalaman kerja berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas

tenaga kerja pada PT. Batik Keris Sukoharjo. Dari tabel Model Summary R Square

diketahui nilai uji determinasi sebesar 0,786. Dapat dikatakan bahwa pengaruh

Pelatihan dan Pengalaman Kerja terhadap Produktivitas Tenaga Kerja adalah sebesar

78,6%.

Hasil penelitian Syarif (2007), menunjukkan bahwa pendidikan formal, status

kesehatan, masa kerja, dan jam kerja berpengaruh positif dan signifikan, baik

terhadap produktivitas maupun terhadap upah pada industri udang beku di Kota

Makassar. Pendidikan formal, status kesehatan, masa kerja, dan jam kerja

berpengaruh positif dan signifikan, baik secara langsung (direct effect) terhadap upah

maupun secara tidak langsung (indirect effect) terhadap upah melalui produktivitas

pekerja.

Sukarti (2007), menyimpulkan permasalahan UKM yang sangat krusial secara

internal yang terdiri dari masalah terbatasnya kepemilikan aset produksi, rendahnya

kemampuan SDM, dan kelembagaan usaha belum berkembang secara optimal.

Kelemahan tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah lingkaran yang saling

(48)

berpengetahuan dan memiliki etos, serta komitmen moral yang tinggi perlu dilakukan

terus menerus untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Setyaningsih (2008), menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil analisa

faktor-faktor penyebab ketidakterserapan tenaga kerja tamatan SMK dan kompetensi yang

dibutuhkan oleh pasar kerja di Surabaya, dapat digambarkan bahwa untuk

mengantisipasi kebutuhan perlu adanya kesesuaian antara program keahlian yang ada

di SMK dengan sektor-sektor yang memberi peluang dalam memasuki dunia kerja.

Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam hal ketenagakerjaan ini

adalah jumlah ketersediaan dan keterserapannya, sehingga terjadi keseimbangan

antara permintaan dan penawaran. Keberadaan SMK dengan program keahlian yang

sesuai dengan permntaan maka dapat diharapkan mengatasi ketidakterserapan tenaga

kerja tamatan SMK serta masalah pengangguran yang semakin meningkat di kota

Surabaya.

2.9. Kerangka Konseptual

Ada tiga pilar pengembangan wilayah, yaitu sumber daya manusia, sumber

daya alam dan teknologi. Keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh sebuah

daerah sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia untuk memahami, memilih dan

memanfaatkan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh wilayahnya guna

(49)

Industri kecil sepatu merupakan potensi yang dimiliki oleh Kota Medan di

dalam menunjang perekonomiannya disamping menyerap tenaga kerja dalam jumlah

yang cukup besar. Karena hasil industri kecil sepatu merupakan salah satu produk

unggulan industi kecil di Kota Medan, maka diperlukan upaya pengembangan

melalui peningkatan daya saing industri. Salah satu daya saing industri adalah

produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja yang baik hanya dapat

diperoleh dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) tenaga kerja.

Peningkatan SDM berorientasi pasar (salah satu diantaranya Industri kecil sepatu)

dapat dilaksanakan melalui pendidikan kejuruan (SMK).

SMK Kelompok Keahlian Seni dan Kerajinan yang dikelola oleh pemerintah

di Kota Medan adalah SMK Negeri 11. Tetapi program keahlian yang dikelola

selama ini masih terbatas hanya Program Keahlian Seni Musik Klasik dan Seni

Musik Non-Klasik. Dengan keterbatasan program keahlian ini, perlu dikembangkan

program keahlian yang berbasis potensi daerah. Salah satu diantaranya adalan

industri kecil sepatu. Berdasarkan kualifikasi SDM tenaga kerja industri kecil sepatu,

dijabarkan menjadi standar kompetensi dan kompetensi dasar, kemudian disusun

dalam struktur kurikulum sebuah program keahlian. Pengembangan program keahlian

ini diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang kompeten untuk bekerja di industri

kecil sepatu bahkan membuka usaha (entrepreneurship) industri kecil sepatu. Hal ini

akan menjamin keberlangsungan operasional dan perkembangan industri kecil sepatu

(50)
(51)

2.10. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian di atas, maka

yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah:

Secara bersama-sama dan secara parsial faktor pendidikan, pengalaman, usia, upah

dan pelatihan berpengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan. Dari 21 (dua puluh satu)

kecamatan yang ada di Kota Medan, dipilih sebanyak 3 (tiga) kecamatan sebagai

lokasi penelitian, yakni Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Area dan

Kecamatan Medan Timur. Alasan penetapan ketiga kecamatan tersebut sebagai lokasi

penelitian adalah karena pada ketiga kecamatan tersebut terdapat industri kecil sepatu

yang relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain di

Kota Medan.

3.2. Populasi dan Sampel

Menurut Arikunto (2006), populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2007). Cara menentukan sampel dalam penelitian ini

dipilih secara acak (random) dari populasi yang telah ditentukan. Selanjutnya sampel

ditentukan berdasarkan wilayah dengan cluster sampling, agar generalisasi yang

Gambar

Tabel 1.1. Tingkat Pengangguran di Kota Medan
Tabel 1.2.  Perkembangan Industri Kecil Sepatu di Kota Medan
Gambar 1. Kerangka Konseptual
Tabel 3.1. Sampel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 311/O/1998 tentang Statuta Politeknik Negeri

Demikian atas perhatian dan partisipasinya diucapkan terima kasih.. Semarang, 18 Juni 2013

Dari data yang diperoleh, sebagian besar siswa paham dengan data yang disajikan dalam bentuk simbolik yaitu himpunan pasangan berurutan dan rumus fungsi tetapi

Pegumuman ini mendahului persetujuan APBN DIPA Tahun Anggaran 2015 5 5 5 sehingga apabila sehingga apabila sehingga apabila sehingga apabila dana dalam dokumen anggaran

Abstract: This research aims to know students’ ability in getting their feeling involved and to knowthe effect of the conformity of their verbal and nonverbal

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : (1) Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diberikan pembelajaran

sebelum kegiatan remediasi pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol; 2) Melaksanakan kegiatan remediasi dengan menerapkan CCT berbantuan PhET simulation dan