• Tidak ada hasil yang ditemukan

BRI UNIT CIMANGGIS

6.2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kelancaran Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR)

6.2.1. Karakteristik Personal

Karakteristik personal yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) terdiri dari faktor jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, pasangan yang bekerja,

66

kepemilikan rumah, serta ada tidaknya pinjaman pada pihak lain. Pengaruh masing-masing variabel tersebut diuraikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Logistic Regression Table

Variabel Coef SE Coef P Value Odds Ratio

Jenis Kelamin 0,53 0,72 0,46 1,71 Tingkat Pendidikan -0,14 0,13 0,27 0,86 Jumlah Tanggungan -0,34 0,27 0,20 0,71 Kredit Lain -1,74 0,72 0,01 1,17 Omzet Usaha 0,06 0,02 0,02 1,06 Lama Usaha 0,01 0,04 0,76 1,01 Jumlah Pinjaman 0,71 0,38 0,06 2,04 Jangka Waktu 0,03 0,07 0,67 1,03 Log-Likelihood = -28.833

Test that all slopes are zero: G = 28.950, DF = 8, P-Value = 0.000

1) Jenis Kelamin

Jenis kelamin tidak memiliki pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Hasil tersebut juga didukung oleh hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa sebagian besar debitur baik yang lancar maupun menunggak adalah pria. Hal ini sehubungan dengan peran pria sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarganya. Sehingga pengelola usaha yang menjadi debitur penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini sebagian besar adalah pria, Maka dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin tidak memberi pengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit.

2) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Hasil tersebut juga didukung dengan hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti antara debitur responden lancar dengan menunggak bila dilihat berdasarkan tingkat pendidikan. Baik responden debitur lancar maupun menunggak keduanya sebagian besar masih berpendidikan rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelancaran pengembalian kredit tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.

67

Tingkat pendidikan sebagian besar responden yang masih tergolong rendah ini sehubungan dengan lokasi BRI Unit Cimanggis yang terletak di Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis, Depok. Kota Depok merupakan merupakan daerah pinggiran kota (urban fringe/ sub urban) yang letaknya tidak jauh dari pusat kota, tempat atau area di mana para penglaju tinggal. Daerah pinggiran kota pada umumnya memiliki dua wajah: di satu sisi modern, melalui pembangunan kompleks perumahan yang diikuti oleh kawasan perdagangan baru. Disisi lain tradisional, diwakili oleh kawasan perumahan penduduk asli dan daerah pertanian1. Kelurahan Cisalak Pasar,

Kecamatan Cimanggis adalah salah satu wilayah dengan pola kehidupan tradisional dimana di daerah ini masih terdapat beberapa wilayah dengan tingkat pendidikan penduduknya yang masih relatif rendah bila dibandingkan dengan wilayah lain di Kota Depok dengan pola kehidupan modern yang umumnya sudah menyadari pentingnya pendidikan tinggi sebagai bekal kehidupan.

3) Jumlah Tanggungan dalam Keluarga

Jumlah tanggungan dalam keluarga tidak memiliki pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Hal ini juga didukung dengan hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa baik debitur yang lancar maupun menunggak keduanya sebagian besar memiliki jumlah tanggungan dalam keluarga yang relatif sedikit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelancaran pengembalian kredit tidak dipengaruhi oleh banyaknya jumlah tanggungan dalam keluarga.

Jumlah tanggungan dalam keluarga sebagian besar responden tergolong sedikit dikarenakan budaya untuk memiliki keturunan banyak saat ini sudah cenderung ditinggalkan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah perkotaan dan sekitarnya (wilayah sub urban). Hal ini seiring tuntutan kebutuhan biaya hidup di wilayah Cimanggis yang sudah semakin meningkat dengan semakin pesatnya pembangunan yang terjadi2.

1

Buchholz AS. 2005. Jender di periurban. Di dalam Koesmapardi, editor. Jurnal Dinamika Periurban: Periurban sebagai Perhatian Kualitas Hidup I (Mei): 11.

2

68

4) Pinjaman pada Pihak Lain

Adanya pinjaman lain memberi pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa sebagian besar debitur dengan kategori pengembalian kredit menunggak terlibat dalam pinjaman dengan pihak lain, sangat berbeda bila dibandingkam sebagian besar responden yang tergolong lancar yang sedang dalam kondisi tidak berada dalam pinjaman dengan pihak lain. Kondisi ini mencerminkan perbedaan yang sangat berarti sehingga dapat disimpulkan bahwa antara responden yang lancar dan menunggak, dapat dibedakan berdasarkan status responden yang sedang dalam pinjaman lain atau tidak.

Responden yang sebagian besar merupakan pedagang di pasar-pasar tradisional, pengrajin kecil, pedagang keliling, dan lain-lain seringkali sering kali terjerat oleh para rentenir dengan pembebanan bunga yang sangat tinggi (biasanya 30 persen per bulan). Sebagai akibat dari terbebani oleh beban bunga yang sangat tinggi tersebut, seringkali mengakibatkan responden lalai dalam memenuhi kewajiban untuk melunasi kredit (KUR) pada BRI Unit Cimanggis. Mereka cenderung lebih memprioritaskan untuk melunasi kredit pada rentenir demi menjaga hubungan baik dengan para rentenir. Adapun kredit lain yang menjadi penghambat dalam pengembalian KUR adalah kredit kepemilikan motor. Ketiadaan agunan pada KUR membuat responden cenderung lebih memilih untuk melunasi kredit motor tersebut daripada motor yang digunakan sebagai jaminan dalam kredit tersebut disita karena lalai membayar.

Pembayaran anguran KUR yang belum menjadi prioritas jika dibandingkan dengan kredit lain antara lain juga disebabkan adanya kesalahan pemahaman terhadap kredit pemerintah ini. Berdasarkan pengamatan di lapangan serta pengalaman pihak BRI Unit Cimanggis sendiri, responden cenderung melihat KUR sebagai dana kucuran pemerintah seperti halnya pada kredit program sebelumnya.

Koefisien ini variabel negatif (-1,747). Artinya adalah bahwa adanya pinjaman pada pihak lain akan berbanding terbalik dalam mendukung kelancaran pengembalian kredit sebagai variabel respon. Nilai odds ratio

69

sebesar 0,17 mengartikan bahwa nasabah yang memiliki pinjaman pada pihak lain akan berpeluang lebih 0,17 kali lebih kecil untuk mengembalikan kredit secara lancar.

6.2.2. Karakteristik Usaha

Karakteristik usaha yang diduga berpengaruh terhadap tingkat pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada BRI Unit Cimanggis terdiri dari faktor omzet usaha serta lamanya usaha tersebut sudah dijalankan oleh pemilik. Adapun output hasil olahan dan pengaruh masing-masing faktor dipaparkan sebagai berikut:

1) Omzet Usaha

Besarnya omzet usaha memiliki pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Pada analisis deskriptif sebelumnya ditemukan bahwa karakteristik debitur yang mampu mengembalikan kredit dengan baik dan menunggak dapat dibedakan berdasarkan besarnya omzet usaha per bulan. Responden debitur lancar cenderung memiliki omzet usaha yang lebih besar jika dibandingkan dengan responden debitur menunggak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa besarnya omzet usaha memberi pengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit.

Adapun nilai koefisien variabel ini adalah bertanda positif, mencerminkan omzet usaha memiliki pengaruh positif dalam mendukung kelancaran pengembalian kredit sebagai variabel respon. Odds ratio sebesar 1,06 mengartikan bahwa peningkatan omzet usaha sebesar satu satuan (juta rupiah) akan meningkatkan peluang tingkat kelancaran pengembalian kredit sebesar 1,06 kali lebih besar.

Kesimpulan ini sejalan dengan kesimpulan pada hasil-hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa besarnya omzet usaha berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2007), omzet usaha memberi pengaruh nyata dan positif terhadap tingkat pengembalian Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) untuk usaha mikro,kecil, dan menengah di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Studi Kasus BRI Unit Leuwiliang. Begitu pula halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh

70

Handoyo (2009) yang juga menemukan bahwa omzet usaha memberi pengaruh nyata dan positif terhadap tingkat pengembalian pembiayaan syariahuntuk UMKM Agribisnis pada KBMT Ummah Kota Bogor sehubungan dengan profitabilitas usaha yang tinggi yang ditunjukkan dengan nilai omzet usaha yang besar.

2) Lama Usaha

Lama usaha tidak memiliki pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Berdasarkan pengamatan lapangan, pada umumnya pelaku usaha mikro di wilayah Cimanggis bergerak pada bidang perdagangan dan telah menjalankan usaha tersebut cukup lama. Perdagangan yang mereka jalankan sebagian besar tidak memiliki lama usaha yang panjang. Hal ini terkait dengan karakteristik entry barrier yang mudah ditembus sehingga ketika pasar sudah jenuh mereka akan beralih pada usaha perdagangan yang lain.

Hal ini didukung dengan hasil analisis deskriptif sebelumnya yang menunjukkan bahwa kedua kategori tingkat pengembalian kredit tersebut tidak dapat dibedakan kategori tingkat pengembaliannya berdasarkan lama usaha. Baik responden debitur lancar maupun responden debitur menunggak sebagian besar telah menjalankan usahanya tidak lebih dari sebelas tahun. Sehingga lama usaha menjadi tidak member pengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit.Kesimpulan ini sejalan dengan kesimpulan pada hasil- hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa lamanya usaha tidak berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit seperti pada penelitian Hermawan (2007) serta Handoyo (2009).

6.2.3. Karakteristik Kredit

Karakteristik kredit yang diduga mempengaruhi tingkat pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada BRI Unit Cimanggis terdiri dari faktor besarnya pinjaman serta lamanya jangka waktu pengembalian pinjaman yang disepakati. Adapun output hasil olahan dan pengaruh masing-masing faktor dipaparkan sebagai berikut:

71

Besarnya jumlah pinjaman merupakan sejumlah nominal pinjaman yang diberikan oleh bank. Besarnya nilai pinjaman ini tergantung pada permintaan debitur yang disesuaikan dengan pendapatannya. Semakin besar nilai pinjaman ini secara langsung akan meningkatkan beban angsuran yang harus dibayar, sehingga besarnya jumlah pinjaman diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit.

Besarnya jumlah pinjaman yang diduga berpengaruh terhadap tingkat kelancaran ternyata menunjukkan hasil yang serupa. Hasil analisis menemukan bahwa variabel ini memiliki pengaruh nyata dalam tingkat kelancaran pengembalian kredit. Pada responden dengan tingkat kelancaran pengembalian lancar yang sebagian besar mengakses pinjaman sebesar Rp 5.000.000. Berbeda pada responden yang menunggak, sebaran pinjaman selain pada jumlah Rp 5.000.000 juga pada pinjaman sejumlah Rp 3.000.000. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa besarnya jumlah kredit yang diterima memberi pengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit. Hal ini dikarenakan besarnya jumlah kredit yang diperoleh debitur telah melalui analisa mendalam yang dilakukan oleh petugas kredit yang mengestimasi seberapa besar jumlah dana yang dibutuhkan dan mampu dikembalikan oleh debitur. Sehingga jumlah kredit yang besar hanya dapat diperoleh oleh usaha yang dianggap telah memiliki kapabilitas dan profitabilitas yang memungkinkan.

Nilai koefisien variabel ini positif (0,713) menunjukkan bahwa besarnya jumlah pinjaman memiliki pengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit. Semakin besar jumlah pinjaman yang diperoleh debitur maka peluangnya untuk dapat mengambalikan secara lancarakan semakin besar. Nilai odds ratio sebesar 2,04 mengartikan bahwa peningkatan jumlah pinjaman sebesar satu satuan (Rp 1 juta) akan meningkatkan peluang lancarnya pengembalian menjadi 2,04 jika tidak terjadi peningkatan jumlah pinjaman.

2) Masa Pengembalian

Penentuan jangka waktu pengembalian kredit ditentukan berdasarkan kesepakan antara pihak bank dengan debitur. Kesepakatan tersebut

72

berdasarkan permintaan debitur yang disesuaikan dengan pertimbangan dari pihak bank.

Jangka waktu pengembalian yang diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit oleh debitur, Namun berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa jangka waktu tidak memiliki pengaruh nyata dalam kelancaran pengembalian kredit. Sebagian besar responden lebih memilih jangka waktu pengembalian yang paling sebentar untuk menghindari besarnya jumlah beban bunga yang harus ditanggung meskipun dengan konsekuensi adanya beban angsuran bulanan yang akan lebih tinggi.

Selain itu, hasil tersebut juga didukung oleh hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa sebagian besar debitur baik yang lancar maupun menunggak adalah mengakses kredit dengan jangka waktu pengembalian yang sama, yakni 12 bulan. Hal ini mencerminkan bahwa kelancaran pengembalian kredit tidak dipengaruhi oleh lamanya jangka waktu pengembalian kredit yang telah disepakati.

Dokumen terkait