• Tidak ada hasil yang ditemukan

Responden dalam penelitian ini merupakan petani karet yang memiliki tanaman karet yang telah menghasilkan. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi umur petani, pendidikan, pengalaman dalam usahatani karet, pendapatan keluarga, jumlah keluarga petani, kelembagaan petani dan luas lahan yang diusahakan petani. Karakteristik petani responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

41 Tabel 4. Karakteristik Petani Karet Respoden di Kecamatan Tulang Bawang

Tengah

Karakteristik responden Jumlah petani %

1.Usia petani (tahun)

a. 20-40 (Dewasa Awal) 9 14,06% b. 40-60 (Dewasa Madya) 35 54,69% c. > 60 (Dewasa Lanjut) 20 31,25% Jumlah 64 100% 2.Pendidikan Petani a. Tidak sekolah 3 4,69%

b. Tidak lulus SD (< 6 tahun) 14 21,88%

c. SD (6 tahun) 28 43,75%

d. SMP (9 tahun) 7 10,94%

e. SMA atau sederajat (12 tahun) 11 17,19%

f. Sarjana 1 1,56% Jumlah 64 100% 3.Pengalaman (tahun) a. 6-16 47 73,44% b. 17-27 13 20,31% c. 28-39 4 6,25% Jumlah 64 100% 4.Pendapatan Keluarga (Rp) a. < 1.000.000 7 10,94% b. 1 jt - 3 jt 24 37,50% c. 3 jt – 5 jt 31 48,44% d. > 5 jt 12 18,75% Jumlah 64 100%

5.Luas Lahan (Ha)

a. 0,25 – 1,25 38 59,38%

b. 1,26 – 2,25 17 26,56%

c. 2,26 – 3,25 5 7,81%

d. 4,00 – 6,25 4 6,25%

Jumlah 64 100%

6.Jumlah Keluarga Petani

e. Dua orang - empat orang 37 57,81%

f. Lima orang - tujuh orang 25 39,06%

g. > tujuh orang 2 3,12% Jumlah 64 100% 7.Kelembagaan a. Kelompok tani  Ikut 19 29,69%  Tidak ikut 45 70,31% Jumlah 64 100% b. Kegiatan sosial  Ikut 56 87,5%  Tidak Ikut 8 12,50% Jumlah 64 100%

42 5.2.1. Usia Petani

Petani responden di daerah penelitian memiliki rata-rata umur 51,94 tahun secara keseluruhan dengan rentang nilai usia antara 28 hingga 76 tahun. Menurut Hurlock (2004) berdasarkan kelompok usia dewasa, responden dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu usia dewasa awal atau dini (usia 18-40 tahun) sebesar 14,06 persen, usia dewasa madya (usia 40-60 tahun) 54,69 persen dan usia dewasa lanjut (usia diatas 60 tahun) 31,25 persen. Sebaran responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 3.

Jika dilihat dari usia petani responden, dapat disimpulkan bahwa petani di Kecamatan Tulang Bawang Tengah sebagian besar merupakan petani yang tidak lagi berusia muda. Petani yang tidak lagi muda akan mengalami penurunan pada fisik dan staminanya. Hal ini diduga dapat berimplikasi pada jenis koagulump yang akan diproduksinya, karena koagulump harian menuntut lebih banyak pekerjaan untuk dilakukan bila dibanding dengan koagulump 2 harian.

5.2.2. Pendidikan

Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan inovasi baru dalam teknologi dan ilmu pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka akan semakin besar pula peluang dia untuk menerapkan inovasi teknologi dalam usaha untuk meningkatkan produksi hasil usahataninya.

Petani responden rata-rata mengikuti pendidikan formal selama 6,625 tahun dengan rentang nilai 0 hingga 16 tahun. Berdasarkan data pada tabel 3 hanya 4,69 persen petani responden yang tidak mengikuti pendidikan formal. Sebanyak 21,88 persen petani responden pernah mengikuti pendidikan dasar meskipun tidak menamatkannya. Sebanyak 43,75 persen telah menamatkan pendidikan dasar, dan sisanya menamatkan SMP, SMA dan sampai sarjana masing-masing 10,94 persen, 17,19 persen dan 1,56 persen (satu orang). Sebagian besar petani responden pernah mengikuti pendidikan formal, namun tingkat pendidikan yang diikuti oleh petani tersebut masih rendah. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya tingkat penyerapan petani responden terhadap inovasi baru dalam teknologi budidaya tanaman karet. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 3.

43 5.2.3. Pengalaman Petani dalam Budidaya Karet

Petani responden secara keseluruhan memiliki pengalaman rata-rata selama 13,83 tahun dalam mengusahakan karet, dengan rentang nilai 6 tahun (karet pertamanya baru mulai menyadap) hingga 39 tahun. Petani karet yang lebih berpengalaman dalam menjalankan usahatani karet diharapkan memiliki pengetahuan (baik dari segi teknis budidaya maupun dari segi ekonomi) yang lebih baik tentang usahatani karet jika dibandingkan dengan petani karet yang kurang berpengalaman. Dari hal ini diharapkan petani karet yang lebih berpengalaman akan memroduksi koagulump yang lebih menguntungkan dibanding petani yang kurang berpengalaman. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman dapat dilihat pada tabel 3.

5.2.4. Pendapatan (Income) Keluarga

Pendapatan rumah tangga petani responden rata-rata sebesar Rp3.249.900,00 per bulan. Pendapatan keluarga diduga dapat memengaruhi keputusan petani dalam memroduksi jenis bahan olah karet yang akan dijual oleh petani. Semakin rendah pendapatan petani, maka diduga petani tersebut tidak akan terlebih dulu mengumpulkan koagulump yang dihasilkannya untuk dijual saat kuantitas yang dimilikinya sudah banyak. Hal ini dikarenakan petani tersebut didesak oleh kebutuhan hariannya, sehingga petani yang pendapatan keluarganya rendah akan mengandalkan hasil dari penjualan koagulump setiap harinya. Sebaran petani responden berdasarkan pendapatan (income) keluarganya dapat dilihat pada tabel 3.

5.2.5. Luas Lahan

Luas areal rata-rata kebun karet yang telah berproduksi sebesar 1,39 hektar, dengan rentang nilai 0,25 hektar hingga 6,25 hektar. Luas lahan berkorelasi positif dengan kuantitas produksi yang dihasilkan oleh petani tiap harinya. Semakin besar luas lahan yang dimiliki oleh petani maka petani tersebut akan semakin banyak memroduksi koagulump tiap harinya. Penulis menduga bahwa semakin besar luas lahan yang dimilki oleh petani maka petani tersebut memiliki peluang lebih besar untuk memroduksi koagulump segar (harian)

44 dibanding dengan petani dengan luas lahan yang relatif sempit. Sebaran responden menurut luas lahan karet produksi mereka dapat dilihat pada Tabel 3.

5.2.6. Jumlah Keluarga Petani

Lebih dari separuh (57,81 persen) responden memiliki jumlah anggota keluarga 2-4 orang yang tinggal satu rumah dengan kepala keluarga. Responden yang memiliki jumlah anggota keluarga 5-7 orang sebesar 39, 06 persen. Hanya 3,12 persen yang memiliki anggota keluarga lebih dari tujuh orang. Giroh et al. (2006) menjelaskan bahwa ukuran (jumlah anggota) keluarga yang besar dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja pertanian. Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarganya dapat dilihat pada tabel 3.

5.2.7. Kelembagaan Petani

Kelembagaan petani responden di wilayah penelitian terdiri dari kelompok tani dan kegiatan sosial seperti kegiatan keagamaan (pengajian, gereja) dan karang taruna. Berdasar data yang didapat di lapang petani responden yang menjadi anggota kelompok tani ada 19 orang atau sebanyak 29,69 persen sedangkan yang tidak menjadi anggota kelompok tani ada 45 orang atau sebesar 70,31 persen. Dari data diatas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh petani responden tidak ikut menjadi anggota kelompok tani, hal ini dikarenakan mereka berpendapat bahwa tidak ada keuntungan tambahan yang mereka peroleh jika menjadi anggota kelompok tani.

Petani responden yang mengikuti kegiatan sosial sebanyak 56 orang atau sebesar 87,50 persen sedangkan yang tidak ikut kegiatan sosial hanya sebanyak 8 orang atau sebesar 12,50 persen. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa petani di wilayah penelitian merupakan orang yang aktif dalam kegiatan sosial. Kelembagaan petani yang dimaksud disini baik yang berupa keanggotaan kelompok tani maupun kegiatan sosial dapat berimplikasi pada kemudahan transfer informasi di kalangan para petani karet. Petani yang lebih aktif dalam kelembagaan petani akan lebih mudah menerima informasi baru tentang perkaretan sehingga diharapkan petani tersebut akan lebih mampu memroduksi koagulump yang lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan petani yang tidak aktif dalam kelembagaan sosial.

45 VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPUTUSAN PETANI

DALAM MENENTUKAN JENIS BAHAN OLAH KARET YANG DIPRODUKSI

Dokumen terkait