i
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
KEPUTUSAN PETANI DALAM MENENTUKAN JENIS
BAHAN OLAH KARET YANG DIPRODUKSI
(Kasus Petani Karet Di Kecamatan Tulang Bawang Tengah,
Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung)
SKRIPSI
ADRIYANTO PRATAMA H34052354
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
RINGKASAN
ADRIYANTO PRATAMA. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Keputusan Petani dalam Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi (Kasus Petani Karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang barat, Lampung). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan SUHARNO).
Pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan kestabilan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian terbagi kedalam beberapa subsektor, salah satunya adalah subsektor tanaman perkebunan. Komoditas perkebunan yang mempunyai potensi yang besar dan banyak diperlukan baik itu untuk pasar domestik maupun mancanegara (ekspor) adalah karet. Karet merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa negara. Besarnya potensi pasar yang diberikan oleh komoditas karet tidak terlepas dengan permasalahan yang dihadapi oleh petani karet itu sendiri, salah satunya adalah yang menyangkut pendapatan petani. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan usahatani karet antara lain dengan cara memroduksi karet dengan kapasitas optimal, memilih untuk memroduksi jenis bahan olah karet yang memberikan keuntungan yang lebih tinggi, atau meningkatkan kualitasnya.
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor karet di dunia, ekspor yang terbesar adalah SIR (Standard Indonesian Rubber) yang merupakan spesifikasi teknis yang dibuat dari koagulump lateks. Sebagian petani karet rakyat lebih memilih memroduksi bahan olah karet berupa koagulump yang relatif lebih mudah dalam proses pengerjaannya. Koagulump yang diproduksi oleh petani terdiri dari berbagai jenis, yaitu koagulump yang diproduksi harian, koagulump yang diproduksi 2 harian, koagulump yang diproduksi mingguan, koagulump yang diproduksi 2 mingguan dan lain-lain. Setiap koagulump yang diproduksi oleh petani memiliki perbedaan karakteristik baik dilihat dari segi biaya maupun dilihat dari segi penerimaan. Hal ini secara langsung mempengaruhi pendapatan dari usahatani yang dilakukan
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi keragaman jenis bahan olah karet, (2) Menganalisis jenis bahan olah karet yang lebih menguntungkan bagi petani.
Penelitian ini dilaksanakan pada salah satu sentra produksi perkebunan karet alam rakyat di lampung yang terletak di Kecamatan Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Lokasi yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari tiga desa, yaitu desa Tirta Kencana, desa Pulung Kencana dan desa Bandar Dewa. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2009.
iii bertani, jumlah anggota keluarga petani, penghasilan rumah tangga, luas lahan yang dimiliki, partisipasi dalam kegiatan sosial, keanggotaan petani dalam kelompok tani, keberadaan PPL, serta variabel harga. Faktor-faktor yang secara signifikan pada taraf nyata α = 20 persen memengaruhi keragaman jenis bahan olah karet yang diproduksi oleh petani karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Propinsi Lampung adalah jumlah anggota keluarga, luas lahan yang dimiliki, keanggotaan petani dalam kelompok tani, ada tidaknya PPL yang menetap di desa tempat petani tinggal, serta harga koagulump yang diterima petani. Sedangkan kelima faktor lainnya tidak memengaruhi secara signifikan pada taraf nyata α = 20 persen dalam penentuan jenis bahan olah karet yang diproduksi oleh petani karet di lokasi penelitian.
Berdasarkan analisis pendapatan usahatani dapat diketahui bahwa penerimaan tunai usahatani yang memroduksi koagulump segar (harian) lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani yang memroduksi koagulump dua harian. Selain itu, biaya yang dikeluarkan (baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan) oleh usahatani yang memroduksi koagulump harian lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani yang memroduksi koagulump dua harian, sehingga biaya total yang dikeluarkan oleh usahatani koagulump harian juga lebih tinggi dibandingkan usahatani koagulump dua harian. Walaupun penerimaan tunai usahatani yang memroduksi koagulump harian lebih tinggi jika dibandingkan dengan usahatani yang memroduksi koagulump dua harian, akan tetapi biaya total yang dikeluarkan oleh usahatani koagulump harian juga lebih tinggi dibandingkan usahatani koagulump dua harian, sehingga pada hasil akhirnya didapatkan bahwa usahatani yang memroduksi koagulump dua harian memberikan keuntungan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan usahatani yang memroduksi koagulump harian.
Penulis menyarankan kepada para petani agar memroduksi jenis bahan olah karet berupa koagulump dua harian karena akan memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan jika petani memroduksi jenis bahan olah karet berupa koagulump segar (harian). Petani tidak perlu mengkhawatirkan penyusutan karet yang akan terjadi jika petani menyimpan koagulump satu hari lebih lama untuk memroduksi koagulump dua harian karena kerugian yang disebabkan oleh penyusutan karet telah tertutupi oleh keuntungan dari harga jual yang lebih tinggi selain itu, keunggulan lain dari usahatani yang memroduksi koagulump dua harian adalah biaya produksi yang lebih rendah.
iv
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
KEPUTUSAN PETANI DALAM MENENTUKAN JENIS
BAHAN OLAH KARET YANG DIPRODUKSI
(Kasus Petani Karet Di Kecamatan Tulang Bawang Tengah,
Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung)
ADRIYANTO PRATAMA H34052354
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
v Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keputusan Petani dalam Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi (Kasus Petani Karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung)
Nama : Adriyanto Pratama
NIM : H34052354
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Suharno, MAdev NIP. 19610610 198611 1 001
Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Faktor -Faktor yang Memengaruhi Keputusan Petani dalam Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi (Kasus Petani Karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2010
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 08 Januari 1988. Penulis adalah anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak Sudarisman dan Ibunda Sumarganingsih
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Ciputat VI pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1 Pamulang. Pendidikan menengah atas di SMU Negeri 29 Jakarta pada tahun 2005.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005, dan penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keputusan Petani dalam Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi (Kasus Petani Karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung)” dapat diselesaikan dengan baik setelah melalui proses belajar, bimbingan, dan diskusi dalam waktu yang tidak sebentar. Penyusunan skripsi ini merupakan sarana proses pembelajaran bidang usahatani dan non usahatani seperti pembelajaran mengenai statistika, analisis kualitatif, dan psikologi.
Fokus kajian dalam skripsi ini adalah bahan olah karet di tingkat petani. Di dalamnya dibahas mengenai usahatani karet, faktor keputusan, serta analisis pendapatan uasahatani karet berdasarkan bahan olah karet yang diproduksinya. Penyebutan referensi yang dikutip dalam skripsi ini diharapkan mampu menambah nilai keilmiahannya, dan tak lupa ucapan terimakasih kepada pemilik karya yang dikutip dalam skripsi ini.
Skripsi ini telah diupayakan untuk ditulis dengan sebaik mungkin, namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat kekurangan. Meskipun demikian, mudah-mudahan skripsi ini ada manfaatnya bagi kita dan bagi pengembangan usahatani karet perkebunan rakyat serta memberikan manfaat bagi peneliti dan penelitian usahatani selanjutnya.
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Dr. Ir. Suharno, MAdev selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Ir. Narni Farmayanti, Msc selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
3. Arif Karyadi, Sp selaku dosen penguji dari wakil Departemen Agribisnis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
4. Kedua orang tuaku tercinta atas do’a, motivasi, keteladanan dan pembelajarannya tentang hidup.
5. Kedua adik kebanggaanku dan saudara-saudaraku yang telah memberikan sebuah mimpi yang sangat indah untuk kukejar.
6. Keluarga Ogon Sudarmadi yang telah bersedia membantu keluarga saya baik berupa materil maupun moril sepeninggal bapak saya.
7. Wiyanto Sudarsono, SE atas segala bantuan dan diskusi-diskusi yang telah kita lakukan selama ini.
8. Harry, Ferry, Sule, Bayu, Iwan, Isnur, Jacko, Rijal, Teguh, Noel, Najmi, Amel, Hepi, Cila, Tiara, Ayu, Sari, Rina atas persahabatan yang tidak akan pernah saya lupa, yang telah mengajari saya bagaimana cara melihat dunia dari berbagai sisi. Seluruh crew PONDOK IWAN terimakasih banyak atas semuanya.
9. Rani Anggraeni atas bantuannya di saat-saat yang sangat genting.
10.Dosen, asisten dosen, dan staf sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis atas bantuan dan dukungan selama penulis menyelesaikan kuliah. 11.Mbak Dian dan Bu Ida di sekretariat pelayanan akademik AGB atas
x 12.Bapak Sarju, Staf Balai Kampung, Ketua Kelompok Tani, warga dan petani
karet Kampung Pulung Kencana, atas keramahan dan bantuannya.
13.Bapak Efen Efendi, Bapak Anizar, warga dan petani karet Kampung Bandar Dewa atas keramahan dan bantuanya.
14.Bapak Samidi, Staf Balai Kampung, Ketua RK, warga dan petani karet Kampung Tirta Kencana, atas keramahan dan bantuannya.
15.Bapak Saryono, Bapak Suradi, Ibu Sariyati, Ibu Sulastri dan Staf PPL di BP4K Kecamatan Tulang Bawang Tengah, atas data, diskusi, informasi dan bantuannya.
16.Bapak Haidirsyah, dan Staf Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Tulang Bawang atas informasi, diskusi dan datanya.
17.Teman-Teman AGB 42 yang telah menjadi bagian dari sejarah hidup seorang Adriyanto Pratama.
18.Kepada semua pihak yangtidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Terimakasih banyak.
xi
xii
5.2.3. Pengalaman Petani dalam Budidaya Karet ... 43
5.2.4. Pendapatan (Income) Keluarga ... 43
6.2. Koefisien atau Parameter Dugaan Model Regresi Logistik Binner Faktor-faktor yang Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi ... 46
6.3. Uji Signifikasi dan Koefisien Variabel Faktor-faktor yang Memengaruhi Petani dalam Menentukan jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi . 47 6.4 Interpretasi dan Pembahasan Koefisien Variabel yang Memengaruhi Keputusan Petani dalam Menentukan Jenis Bahan Olahan Karet yang Diproduksi 48 VII ANALISIS USAHATANI KARET PRODUKSI ... 55
7.1. Analisis Pendapatan Usatani Karet Produksi ... 55
7.2. Penerimaan Usahatani Karet Produksi ... 55
7.3. Biaya Usahatani Karet Produksi ... 56
7.2.3. Biaya Usahatani Diperhitungkan ... 60
7.3.2.1 Penyusutan Peralatan Produksi ... 60
7.3.2.2 Tenaga Kerja Dalam Keluaga ... 61
xiii
VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
7.1. Kesimpulan ... 65
7.2. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 67
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. PDB Triwulan Atas HargaBerlaku (Milyar Rp)
Tahun 2005 – 2008 ... 1 2. Ekspor Karet Alam Indonesia 2003 – 2007 Berdasarkan
Tipe dan Grade ... 4 3. Luas Areal dan Produksi Karet Alam
Menurut Pengusahaannya ... 5 4. Karakteristik Petani Karet Responden di Kecamatan
Tulang Bawang Tengah ... 41 5. Hasil Pendugaan Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor
yang Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi ... 47 6. Perbandingan Hipotesis dengan Hasil Uji Statistik ... 54 7. Perbandingan Penerimaan Usahatani Karet Koagulump Segar
dengan Koagulump Dua Harian per Hektar per Tahun ... 56 8. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Frekuensi Pemupukan 57 9. Biaya Penggunaan Pupuk per Hektar per Tahun ... 58 10. Penggunaan Koagulan Lateks oleh Responden Penelitian
di Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun 2009 ... 59 11. Perbandingan Biaya Koagulasi ... 59 12. Perbandingan Biaya Penyusutan Peralatan Produksi dengan
Masa Pakai Lebih dari Satu Tahun ... 60 13. Perbandingan Biaya Penyusutan Peralatan Produksi dengan
Masa Pakai Lebih dari Satu Tahun ... 61 14. Perbandingan Biaya Tenaga Kerja per Hektar per Tahun ... 62 15. Perbandingan Pendapatan Usahatani Karet Koagulump Segar
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Karakteristik Pemodelan Responden ... 70
2. Hasil Pendugaan Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor yang Menentukan Jenis Bahan Olah Karet yang Diproduksi ... 72
3. Biaya Peralatan Usahatani Koagulump 1 Harian ... 73
4. Biaya Tenaga Kerja Usahatani 1 Harian ... 73
5. Biaya Pajak Usahatani 1 Harian ... 74
6. Biaya Koagulan Usahatani 1 Harian ... 75
7. Biaya Pupuk Usahatani 1 Harian ... 76
8. Biaya Peralatan Usahatani Koagulump 2 Harian ... 77
9. Biaya Tenaga Kerja Usahatani Koagulump 2 Harian ... 78
10. Biaya Pajak Usahatani Koagulump 2 Harian ... 79
11. Biaya Koagulan Usahatani Koagulump 2 Harian ... 80
1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian merupakan salah satu sektor yang berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang ditujukan untuk mengetahui peranan dan kontribusi yang diberikan oleh suatu produk terhadap pendapatan nasional. Walaupun sektor pertanian bukan merupakan sektor yang menyumbangkan nilai yang terbesar, akan tetapi rata-rata persentase peningkatan nilai PDB dari sektor pertanian dari tahun 2005 sampai 2008 menempati urutan kedua setelah bangunan yaitu sebesar 26,33 persen (Tabel 1).
Tabel 1. PDB Triwulanan Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rp) Tahun 2005 – 2008
Sektor 2005 2006 2007 2008 Persentase Kenaikan
Pertanian 364.169 433.223 541.593 731.291 26,33
Pertambangan dan
Penggalian 309.014 366.521 441.007 543.364
20,71
Industri Pengolahan 760.361 919.539 1.068.654 1.380.732 22,12
Listrik, Gas, Air Bersih 26.694 30.355 34.725 40.847 15,25
Bangunan 195.111 251.132 305.216 419.322 29,21
Perdagangan, Hotel dan
Restoran 431.620 501.542 589.352 692.119
17,05
Pengangkutan dan
Komunikasi 180.585 231.524 264.264 312.454
20,19
Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan 230.523 269.121 305.214 368.130
16,92
Jasa‐jasa 276.204 336.259 399.299 483.771 20,55
Produk Domestik Bruto 2.774.281 3.339.216 3.949.321 4.954.029 21,36
Sumber : Departemen Pertanian (2010)
2 area perkebunan karet tahun 2008 tercatat mencapai lebih dari 3.5 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85 persen merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7 persen perkebunan besar negara serta 8 persen perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2008 mencapai 2.8 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong atau tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet1.
Karet alam merupakan bahan baku berbagai produk diantaranya ban, sarung tangan karet, sepatu karet, balon, dan berbagai produk lainnya (Tim PS, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa karet alam merupakan salah satu komoditas penting dalam perekonomian dunia. Pentingnya karet sebagai komoditas internasional didukung oleh produksi karet yang dilakukan oleh berbagai negara produsen karet alam di antaranya Thailand, Indonesia, Malaysia, India, Vietnam dan China.
Gambar 1 memperlihatkan bahwa dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 konsumsi karet alam dunia cenderung meningkat. Hal ini disebabkan semakin banyaknya produk dengan bahan dasar karet alam yang dibutuhkan industri di dunia. Produk-produk yang berbahan baku karet diproduksi dengan menggunakan karet yang berbeda jenis dan spesifikasinya, misalnya ban diproduksi dari karet yang berspesifikasi teknis, sarung tangan karet biasa diproduksi dari Ribbed Smoked Sheet (ribbed smoke sheet), dan kondom serta sarung tangan medis diproduksi dari lateks pekat. Perbedaan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri pengolahan karet menyebabkan perbedaan jenis bahan olah karet yang diproduksi oleh produsen karet alam dalam rangka merespon kebutuhan industri tersebut.
1.
Pusat Penelitian Karet. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia.
3 Gambar 1. Produksi dan Konsumsi Karet Alam Dunia Tahun 1998-2007
Sumber: IRSG, 2008 (diolah)
Besarnya potensi pasar yang diberikan oleh komoditas karet tidak terlepas dengan permasalahan yang dihadapi oleh petani karet itu sendiri. Di Indonesia, petani karet rata-rata mempunyai penghasilan Rp 1.000.000 per bulan dari setiap satu hektar (ha) kebun karet yang dimilikinya. Dalam 1 ha kebun karet dengan jumlah tanaman lima ratus pohon, para petani mampu menghasilkan getah karet sebanyak tiga ratus kilogram (kg) per bulan yang dijual seharga Rp 4.000.000 sampai Rp 7.000.000. Dengan harga seperti itu, penghasilan yang didapat petani karet adalah Rp 1 juta per bulan untuk 1 ha kebun karet2.
Sebagai seorang pelaku ekonomi yang bertindak rasional, apapun bahan olah karet yang diproduksinya, produsen (petani) karet menginginkan keuntungan berupa pendapatan dari kegiatan produksi yang dilakukannya. Sejalan dengan hal tersebut, maka produsen (petani) karet alam yang menjalankan usahatani untuk menghasilkan bahan olah karet alam juga menginginkan peningkatan pendapatan dari usahataninya. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan
4 usahatani karet antara lain dengan cara memroduksi karet dengan kapasitas optimal, memilih untuk memroduksi jenis bahan olah karet yang memberikan keuntungan yang lebih tinggi, atau meningkatkan kualitasnya.
I.2. Perumusan Masalah
Indonesia sebagai salah satu eksportir karet alam dunia, mengekspor karet alam dalam berbagai jenis. Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Tipe dan Grade dapat dilihat dalam Tabel 2 yang menunjukkan bahwa ekspor Indonesia yang terbesar dari tahun ke tahun adalah SIR (Standard Indonesian Rubber). SIR sendiri merupakan karet spesifikasi teknis yang dibuat dari koagulump lateks (Tim PS, 2009).
Tabel 2. Ekspor Karet Alam Indonesia 2003 – 2007 Berdasarkan Tipe dan Grade Type ang Grade 2003 (ton) 2004 (ton) 2005 (ton) 2006 (ton) 2007
1.589.387 1.684.959 1.674.721 1.952.268 2.121.863 (88,15%)
SIR 3L 8.352
SIR 3 CV 74.451 116.145 64.880 50.726 4.287
SIR 10 59.809 32.248 3.381 - 33.792
SIR 20 1.332.270 1.524.435 1.605.956 1.897.205 2.063.306
Other SIR* 122.857 12.131 504 4.337 12.126
Other types of Natural Rubber *)
12.842 31.652 10.921 3 1.786
Grand Total 1.660.920 1.874.261 2.023.781 2.285.998 2.406.756
5 Sebagian besar koagulump lateks diproduksi oleh perkebunan karet rakyat, hal tersebut dikarenakan 78,9 persen produksi karet nasional dilakukan oleh perkebunan rakyat, dan 84,66 persen lahan karet Indonesia merupakan perkebunan rakyat (Tabel 3). Besarnya proporsi perkebunan karet rakyat di Indonesia menggambarkan bahwa, sebagian besar produksi koagulump yang digunakan sebagai bahan baku SIR dihasilkan oleh petani karet (smallholder rubber farmer).
Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Karet Alam Menurut Pengusahaannya Tahun Luas Areal (000 Ha) Produksi (000 ton)
PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah
2000 2.882,8 212,6 277,0 3.372,4 1.125,2 169,9 206,4 1.501,5 2001 2.838,4 221,9 284,5 3.344,8 1.209,3 182,6 215,6 1.607,5 2002 2.825,5 221,2 271,7 3.318,4 1.226,6 186,5 217,2 1.630,3 2003 2.772,5 241,6 276,0 3.290,1 1.396,2 191,7 204,4 1.792,3 2004 2.747,9 239,1 275,2 3.262,2 1.662,0 196,1 207,7 2.065,8 2005 2.767,0 237,6 274,8 3.279,4 1.838,7 209,8 222,4 2.270,9 2006 2.833,0 238,0 275,4 3.346,4 2.082,6 265,8 288,8 2.637,2 2007* 2.899,7 238,2 275,8 3.413,7 2.186,2 277,2 301,3 2.764,7 2008** 3.000,5 239,5 276,8 3.516,8 2.241,8 285,9 311,0 2.838,7
Keterangan: *) Angka sementara **) Angka Estimasi
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2008)
6 Sebagian petani karet rakyat memroduksi koagulump dikarenakan untuk membuat bahan olah karet yang lebih baik dari koagulump membutuhkan alat dan bahan yang lebih canggih atau rumit seperti amoniak, asam format, alat pembeku, alat sentrifugasi (Tim PS, 2009). Oleh karena itu petani lebih memilih memroduksi bahan olah karet berupa koagulump yang relatif lebih mudah dalam proses pengerjaannya.
Koagulump yang diproduksi oleh petani terdiri dari berbagai jenis, yaitu koagulump yang diproduksi harian, koagulump yang diproduksi dua harian, koagulump yang diproduksi mingguan, koagulump yang diproduksi dua mingguan dan lain-lain. Setiap koagulump yang diproduksi oleh petani memiliki perbedaan karakteristik baik dilihat dari segi biaya maupun dilihat dari segi penerimaan. Hal ini secara langsung mempengaruhi pendapatan dari usahatani yang dilakukan.
Petani karet di Tulang Bawang Tengah sebagian besar memroduksi jenis koagulump harian dan dua harian. Jika dilihat dari segi harga, harga koagulump dua harian lebih tinggi dibandingkan harga koagulump harian. Berdasarkan hasil survey pendahuluan harga koagulump dua harian berada pada kisaran antara Rp 2.800–3.000 per kg. Sedangkan harga koagulump harian lebih rendah dan hanya mencapai kisaran antara Rp 2.300-2.750 per kg. Akan tetapi, petani karet masih ada yang memroduksi koagulump harian. Maka dari itu, penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang diproduksi perlu untuk dilakukan.
Dari uraian diatas, beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1) Mengapa terjadi keragaman jenis bahan olah karet yang dihasilkan oleh petani?
2) Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi terjadinya keragaman jenis bahan olah karet yang dihasilkan oleh petani?
7 1.3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis koagulump yang diproduksi.
2) Menganalisis pendapatan usahatani jenis koagulump mana yang lebih menguntungkan bagi petani.
1.4. Manfaat
Manfaat yang dimiliki penelitian ini adalah:
1) Bagi penulis, penelitian ini sebagai wahana penerapan ilmu yang telah diterima di bangku kuliah.
2) Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian terkait selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup
8
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Komoditas Karet
Tanaman karet alam pertama kali hanya tumbuh di Amerika Selatan, setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Nama lain karet alam adalah Havea Braziliensis. Pohon ini dapat tumbuh tinggi hingga 15-25 meter. Tanaman ini dapat diambil getahnya sampai usia 30 tahun dan setiap harinya dapat diambil hasilnya (Anwar Chairil, 2006).
Karet alam yang berada di Indonesia saat ini pertama kali diperkenalkan oleh Belanda yang dirintis pertama kali oleh H.A. Wickham yang dibawa dari pedalaman Amerika Selatan pada tahun 1943 dan ini merupakan cikal bakal dari tanaman karet di kawasan Asia Tenggara. Tanaman karet pertama kali di tanam di Kebun Raya Bogor dengan tujuan untuk menjadi koleksi, namun selanjutnya dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah.
Perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1864 oleh Hofland di daerah Pamanukan dan Ciasem Jawa Barat. Perkembangan perkebunan karet pada masa penjajahan Belanda didukung oleh penawaran penanaman modal oleh pemerintah Netherland Indies kepada investor luar (Inggris, Belgia dan Amerika) menjadikan Indonesia saat ini memiliki perkebunan karet alam terluas di dunia.
9 2.1.1. Karakteristik Karet
Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenl dengan nama Lateks. Tanaman karet memiliki akar tunggang yang mampu menopang batang tanaman hingga tumbuh tinggi dn besar.
Dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angios permae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis
Tanaman karet cocok ditanam di daerah tropis yang terletak antara 15ºLU-10ºLS. Tanaman karet menghendaki daerah dengan suhu rata-rata 25-30ºC yang memiliki ketinggian antara 0-400 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan maksimum 45º. Apabila dalam jangka waktu panjang suhu harian rata-rata kurang dari 20ºC, maka tanaman karet tidak cocok ditanam di daerah tersebut. Tanaman karet akan tumbuh dan berproduksi optimal jika ditanam di daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi antara 2500-4000 mm setahun dan akan lebih baik lagi apabila curah hujan itu merata sepanjang tahun.
Sinar matahari yang cukup melimpah di negara-negara tropis merupakan syarat lain yang diinginkan tanaman karet. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas minimal 5-7 jam. Iklim tropis yang sesuai, curah hujan dan sinar matahari yang mencukupi serta ketinggian daerah yang memadai memungkinkan tanaman karet dapat tumbuh subur di Indonesia pada hampir seluruh daerahnya.
10 yang terhampar luas di Indonesia serta tanah jenis latosol dan aluvial juga bisa dikembangkan untuk penanaman karet.
Tanah yang derajat keasamannya mendekati normal cocok untuk ditanami karet. derajat keasaman yang paling cocok untuk ditanami tanaman karet adalah 5-6. Batas toleransi pH tanah bagi tanaman karet adalah 4-8. Tanah yang agak asam masih lebih baik untuk ditanami tanaman karet daripada tanah yang basa.
Tanah yang datar dan tidak berbukit-bukit akan lebih baik untuk dipilih sebagai lahan penanaman karet. tanah yang datar selain memudahkan pemeliharaan juga memudahkan penyadapan dan pengangkutan lateks. Selain itu semua sebaiknya tanah tersebut dekat dengan sumber air, misalnya sungai atau aliran-aliran air.
2.1.2. Budidaya Karet
1) Pemilihan lokasi
Karet akan baik pertumbuhannya jika ditanam di tanah yang memiliki ketinggian 0-400 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan maksimum 45 derajat. Jika ditanam di atas 400 meter di atas permukaan laut maka pertumbuhannya akan tergangggu. Selain itu, karet jika ditanam di lahan yang selalu tergenang air maka pertumbuhannya juga akan terganggu.Tanaman karet menghendaki daerah dengan curah hujan antara 1500-4000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun, yang terbaik antara 2500-4000 mm dengan 100-150 hari hujan.Dewasa ini pengembangan areal perkebunan karet, baik rakyat maupun besar, ditujukan pada jenis tanah podsolik merah kuning. Jenis tanah ini terutamam dijumpai di empat pulau terbesar di Indonesia, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya.
2) Pengolahan Tanah
11 hendaknya dibuat teras. Lebar teras minimal 1,5 m. jarak antara teras yang satu dengan yang lain 7 m untuk jarak tanam (7x3) m. pembuatan teras dilakukan dengan cara menggali tanah yang landai ke dalam. Tanah galian ini diuruk di bagian bawahnya hingga terbentuk teras. Pembuatan teras dimaksudkan agar tanah tidak murah tererosi. Pada tanah yang landai biasanya hanya dibuatkan rorak yang berguna sebagai pencegah erosi dan sebagai saluran air.
Kebun karet memerlukan jalan untuk lancarnya pengawasan dan pekerjaan. Pembuatan jalan direncanakan dan dibuat seperti pembuatan teras kontur, tetapi tidak di-waterpass. Pembuatan jalan tidak boleh langsung menaik jika tanahnya berbukit-bukit. Tinggi penaikan jalan harus beragam sesuai lekuk tanahnya, dan kemiringan jalan harus landai ke dalam.
3) Penanaman
a) Sistem Penanaman Karet
Guna mendapatkan hasil yang baik diperlukan sistem penanaman karet yang sesuai. Dalam budidaya karet terdapat dua sistem penanaman, yaitu sistem monokultur dan sistem tumpang sari.
i) Sistem Monokultur
Pada sistem monokultur, penanamannya dengan jarak segi tiga, bujur sangkar, dan tidak teratur. System jarak segitiga dan bujur sangkar menghasilkan jarak tanam yang teratur dan hanya bias diterapkan pada penanaman di tanah datar. Sedangkan jarak tidak teratur hanya untuk penanaman karet di tnah miring ynag diteras. ii) Sistem tumpang sari
12 b) Cara penanaman bibit
i) Pembongkaran bibit
Bibit okulasi yang ditanam di kebun biasanya diperoleh dari kebun pembibitan atau dari polybag. Pembongkaran bibit dilakukan dengan jalan menggali parit 50 cm di sisi barisan bibit. Kemudian bibit dipegang pada bagian atas okulasi dan dicabut. Perlu didingat bahwa jumlah akar tunggangnya harus satu buah dan lurus.
ii) Pengangkutan
Perlakuan untuk bibit yang menempuh jarak yang cukup jauh dilakukan dengan membungkus bibit untuk menghindari terjadinya kerusakan mata tunas atau batang okulasi. Jika bibit berasal dari okulasi dalam kantong plastik, pengangkutan dilakukan langsung dengan kantongnya.
a) Pelaksanaan penanaman i) Penanaman karet
Sebelum penanaman lubang tanam harus sudah siap dengan jarak antar lubang tanam 7 x 3 meter. Pembuatannya dimulai dengan mengajir lubang tanam sesuai jarak tanam tersebut. Besarnya lubang tanam untuk okulasi bibit dalam kantong plastik adalah (60x60x60) cm. sedangkan untuk bibit okulasi umur 2-3 tahun adalah (80x80x80) cm. jika panjang akar tunggang bibit lebih tinggi dari 80 cm, maka dibagian tengah lubang tanam di tugal sedalam 20 cm. setelah lubang tanam disiapkan, bibit siap ditanam, pada waktu tanam. Akar tunggang harus lurus masuk ke dalam tanah.
ii) Penanaman tanaman penutup tanah
13 digunakan karena tanaman karet tidak memerlukan naungan. Namun di daerah yang sering terjadi serangan angin banyak digunakan untuk memecah angin agar tidak menumbangkan tanaman karet.
iii) Kebutuhan Bibit
Kebutuhan bibit tiap hektar dipengaruhi oleh jarak tanamnya. Dengan jarak tanam (7x3) m jumlah pohon yang bisa ditanam untuk satu hektar adalah 476 pohon. Di samping bibit yang ditanam langsung, disiapkan pula bibit untuk sulaman sebanyak 5 persen dari jumlah yang akan ditanam sehingga jumlah bibit yang harus disiapkan berjumlah 500 batang.
iv) Perawatan Tanaman sebelum menghasilkan
Kegiatan perawatan tanaman sebelum menghasilkan meliputi kegiatan penyulaman tanaman yang mati atau rusak, penyiangan gulma baik dengan cara manual maupun dengan cara kimia, pemupukan tanaman yang diberikan pada saat pergantian musim, antara musim penghujan ke musim kemarau, seleksi tanaman karet yang sehat dan penjarangan tanaman karet yang tidak baik dan terserang penyakit, pemeliharaan tanaman penutup tanah. Kegiatan-kegiatan ini perlu dilakukan agar tanaman dapat menghasilkan getah dengan kualitas dan kuantitas yang baik pada saat sudah disadap nantinya.
v) Perawatan tanaman yang sudah menghasilkan
14 2.1.3. Hama dan Penyakit Tanaman Karet
Kerusakan dan kematian tanaman karet dapat disebabkan oleh gangguan hama dan penyakit. Gangguan hama dan penyakit dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar jika ditinjau dari segi ekonomi. Oleh karena itu kita perlu mengetahui jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman karet dan bagaimana cara menanggulanginya.
2.1.3.1. Hama
1) Rayap
Gejala yang timbul jika tanaman karet terserang rayap adalah bagian dalam batang terdapat lubang besar, dari ujung stum sampai akar. Akar tanaman terputus-putus bahkan tidak lagi berujung akar. Pengendalian hama jenis rayap dapat dilakukan dengan cara pengendalian kimia menggunakan insektisida furadan 3G, Agrolene 26WP 0,2 persen. Atau lindamul 250 EC 0,2 persen. 2) Uret tanah
Jika tanaman karet terserang hama jenis ini maka gejala yang timbul adalah tanaman menjadi layu, berwarna kuning, bahkan mati akibat tidak berakar lagi. Pengendalian hama jenis ini dapat dilakukan dengan cara disemprot menggunakan Endosulfan 0,1 persen.
3) Kutu tanaman
Jika tanaman karet bagian pucuk batangnya dan daun mudanya berwarna kuning, mengering dan akhirnya mati, maka tanaman karet ini erserang hama kutu tanaman. Cara pengendalian hama jenis ini adalah dengan disemprot menggunakan solze. Solze dapat dibuat dari campuran 0,25 kg lem kayu dengan o,5 kg sabun batangan yang dilarutkan dalam 6 liter air mendidih. Kemudian kedalamnya ditambahkan 12 liter minyak solar. Bila akan digunakan, campuran ini diencerkan dengan air, 20cc/liter air. Penymprotan dilakukan 1-2 minggu sekali.
4) Tungau
15 0,15 persen, Kelthane MF 0,2 persen. Penyemprotan dilakukan dengan selang lima hari sekali dan ditujukan langsung ke pucuk serta permukaan bawah daun.
5) Siput
Gejala yang ditimbulkan oleh serangan hama siput adalah daun dan tanaman muda di areal pembibitan rusak dan patah-patah. Pada bagian daun yang patah terdapat alur jalan berwarna keperakan mengilap. Di tempat teduh dapat ditemukan banyak sekali telur. Hama jenis ini dapat dikendalikan dengan larutan mealdehyde 5 persen dalam dedak.
2.1.3.2. Penyakit
1) Penyakit akar putih
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Rigidoporus lignosus. Jika terserang penyakit ini gejala yang timbul adalah daun-daun tanaman menjadi pucat kuning dengan tepi ujungnya terlipat kedalam. Pada akar tanaman tampak benang-benang jamur putih dan agak tebal. Akar tanaman yang sakit akhirnya membusuk, lunak, dan berwarna coklat. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan memberikan fungisida yang terdiri atas campuran bahan kimia hexaconazole, triadimefon, dan cyproconazole.
2) Jamur upas
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Corticium salmonicolor. Jika tanaman karet terserang jamur ini akan menunjukkan gejala pada pangkal atau bagian atas percabangan tampak benang-benang berwarna putih seperti sutera. Bagian tanaman yang terserang akan mengeluarkan cairan lateks berwarna cokelat kehitaman yang meleleh di permukaan batang tanaman. Lambat laun kulit tanaman yang terserang akan membusuk dan berubah menjadi hitam, mengering dan terkelupas. Pengendalian penyakit ini harus dilaksanakan seawal mungkin dengan cara melumasi fungisida Fylomac 90 0,5 persen, calixin MR, Dowco 262, atau bubur bordo pada bagian yang terkena serangan hingga 30 cm ke atas dan ke bawahnya.
3) Kanker garis
16 tipis berwarna putih dan tidak begitu jelas menutupi alur sadap. Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan menggunakan fungisida Difolatan 4 F dua persen. Pemberiannya dilakukan dengan melumasi fungisida di sepanjang jalur selebar 5-10 cm di atas dan di bawah alur sadap dengan memakai kuas. Pelumasan dilakukan segera setelah penyadapan. Bila bidang sadap sembuh, bidang sadap ditutup dengan Secony CP 2295A. Selain pelumasan, dapat pula dilakukan penymprotan fungisida pada alur sadap.
2.1.4. Jenis-Jenis Bahan Olah Karet
Jenis karet alam yang diproduksi oleh petani Indonesia biasanya dijual dalam bentuk bahan olah karet. Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebut bahan olah karet bukanlah hasil produksi perkebunan besar, namun merupakan bahan olah karet rakyat (bokar) yang biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet (perkebunan rakyat) (Wiyanto, 2009).
Nazaruddin dan Paimin (1992) menyatakan bahwa bahan olah karet dibagi menjadi empat macam menurut pengolahannya. Keempat macam bahan olah karet yaitu:
1) Lateks Kebun
Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan baik dengan atau tanpa bahan pencegah penggumpalan (zat antikoagulan). Sebagian petani karet menjual hasil produksi karetnya dalam bentuk lateks kebun ini.
Lateks kebun dibedakan menjadi dua golongan kualitas yaitu lateks kebun kualitas satu dengan kadar karet kering 28 persen dan lateks kebun kualitas dua dengan kadar karet kering 20 persen. Latek kebun yang baik harus memenuhi beberapa kriteria antara lain tidak terdapat kotoran seperti daun atau kayu, tidak tercampur dengan air atau yang lainnya, berwarna putih dan berbau karet segar.
2) Sheet Angin
17 sudah digiling tetapi belum jadi. Pembuatan sheet angin mengharuskan adanya penggilingan pada gumpalan karet untuk mengeluarkan air dan serumnya. Sheet angin tidak boleh terkena sinar matahari langsung atau air selama penyimpanan dan kotoran tidak boleh terlihat.
Sheet angin dibedakan menjadi dua golongan kualitas. Sheet angin kualitas satu memiliki kadar karet kering 90 persen dan sheet angin kualitas dua memiliki kadar karet kering 80 persen. Sheet angin dapat dibuat dengan dua ukuran ketebalan yaitu 3 mm atau 5 mm.
3) Slab Tipis
Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut. Slab tipis memiliki ketebalan 30 mm atau 40 mm. Dalam proses pembuatan slab tipis, air atau serum harus dikeluarkan dengan cara digiling atau dipompa. Selama penyimpanan, slab tipis tidak boleh terkena sinar matahari langsung atau terendam air dan kotoran tidak boleh terlihat. Slab tipis dibedakan menjadi dua kualitas yaitu kualitas satu dengan kadar karet kering 70 persen dan kualitas dua dengan kadar karet kering 60 persen.
4) Lump Segar
Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung lateks. Lump segar yang baik memiliki ketebalan 40 mm atau 60 mm. Lump segar merupakan jenis karet yang banyak dijual oleh petani karet. Lump segar yang baik tidak memperlihatkan adanya kotoran dan tidak terkena sinar matahari langsung atau terendam air. Lump segar juga digolongkan kedalam dua golongan kualitas. Lump segar kualitas satu memunyai kadar karet kering 60 persen dan kualitas dua memunyai kadar karet kering 50 persen.
2.2. Penelitian Terdahulu
18 produsen dan konsumen utama karet alam dunia, dan menganalisis hubungan kausalitas harga antara masing-masing pasar serta pengaruh nilai tukar rupiah dan harga karet sintetik terhadap harga ekspor karet alam Indonesia.
Temuan empiris utama pada studi ini adalah tidak berlakunya the law of one price pada keseluruhan pasar RSS dan TSR20 baik untuk data orisinal maupun data yang telah terkonversi rupiah. Dengan kata lain, pasar komoditi ini tidak dapat terintegrasi penuh. Perkembangan harga dimasing-masing pasar selain dipengaruhi oleh factor permintaan dan penawaran karet alam juga dipengaruhi oleh kekuatan dari nilai tukar pada masing-masing pasar. Sementara itu, korelasi harga antara seri harga baik jenis RSS dan TSR20 menujukkan hubungan yang kuat diantara masing-masing pasar. Harga karet sintetik dunia memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap keragaman harga karet RSS di Indonesia jika dibandingkan dengan nilai tukar Rupiah sebaliknya, untuk harga karet TSR20, nilai tukar Rupiah memberikan pengaruh yang besar daripada harga karet sintetik dunia
Ella Hapsari Hendratno (2008) melakukan penelitian yang mengangkat judul “Analisis Permintaan Ekspor Karet Alam Indonesia di Negara China”. Penelitian tersebut memiliki tujuan untuk mengidentifikasi perkembangan permintaan ekspor karet alam Negara China, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor karet alam Indonesia di Negara China, serta menganalisis strategi pengembangan ekspor karet alam Indonesia.
19 Thohir Basuki (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-faktor yang mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida” studi kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa barat melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani padi inhibrida dan padi hibrida, dan mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani pada lokasi penelitian untuk menggunakan benih padi hibrida.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi hibrida yang dilaksanakan oleh petani Kecamatan Cibuaya pada musim Rendeng 2006/2007 memberikan keuntungan (pendapatan) yang lebih kecil daripada usahatani padi inhibrida pada waktu dan tempat yang sama. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C yang dihasilkan yang menandakan bahwa usahatani padi inhibrida lebih efisien daripada usahatani hibrida. Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor ysng mempengaruhi adopsi benih padi benih hibrida menunjukkan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, dan umur.
20
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Konsep Usahatani
Definisi usahatani menurut Bachtiar Rifai yang dikutip oleh Hernanto (1996) adalah organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Tujuan akhir dari pengorganisasian ini menurut Soekartawi et al (1986) adalah untuk memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumber daya (input) dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan yang disebut dengan konsep meminimumkan biaya adalah menekan biaya sekecil mungkin guna mencapai jumlah produksi tertentu.
Rahim dan Diah (2007) menyatakan bahwa usahatani merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatannya meningkat. Dikatakan efisien bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efektif bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output).
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2009).
21
3.2. Biaya Usahatani
Menurut Hernanto (1995) dan Soekartawi (1995) biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif jumlahnya dan tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya selalu berubah dan besarnya tergantung dari jumlah produksi. Biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja.
Pengelompokan biaya usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan) (Hernanto, 1995). Biaya tunai dan tidak tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan untuk biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga. Dan yang termasuk dalam biaya variabel yaitu sewa lahan.
3.3. Konsep Pendapatan Usahatani
Soekartawi (2002) menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:
TR= Y. Py
Yaitu : TR = Total penerimaan
Y = produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y
Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (a) biaya tetap (fixed cost) dan (b) biaya tidak tetap (Variable cost). Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC); maka:
TC = FC + VC
22
Pd = TR – TC Pd = pendapatan usahatani TR = total penerimaan TC = total biaya
Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah rasio penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (R/C). R/C ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi.
Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1,00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C < 1) maka dikatakan bahwa untuk setiap Rp. 1,00 yang dikeluarkan akan memberikan penerimanaan lebih kecil dari Rp. 1,00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien.
3.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keragaman Jenis Bahan Olah Karet Rakyat
Dalam penelitian ini penulis menduga ada beberapa variabel yang menjadi penentu mengapa petani karet di kecamatan Tulang Bawang Tengah memroduksi bahan olah karet dalam jenis yang berbeda-beda. Dalam kasus ini petani karet memroduksi bahan olah karet berupa koagulump segar (harian) dan koagulump 2 harian. Variabel yang menjadi penentu dalam pengambilan keputusan petani karet dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor sosial ekonomi dan faktor teknis.
23
3.4.1. Faktor Sosial Ekonomi
3.4.1.1. Usia
Usia petani karet yang lebih tua diduga akan cenderung memilih memroduksi koagulump 2 harian dibanding koagulump segar (harian). Sedangkan petani karet yang memiliki usia lebih muda diduga akan cenderung memilih memroduksi koagulump segar (harian) dibanding koagulump 2 harian. Hal ini dikarenakan diduga semakin tua usia petani maka semakin menurun pula stamina dan kondisi fisik petani.
Untuk menghasilkan koagulump segar dibutuhkan tenaga dan stamina petani yang lebih besar dibanding dengan petani yang menghasilkan koagulump 2 harian. Hal ini dikarenakan untuk menghasilkan koagulump segar petani setiap hari harus menyadap karet pada pagi hari, lalu setelah lateks berhenti menetes petani memberikan zat pembeku pada lateks yang ada di dalam mangkuk tadah, setelah menunggu lateks beku menjadi koagulump mangkuk, koagulump tadi diambil lalu diangkut ke pedagang karet untuk ditimbang dan dijual. Sedangkan untuk menghasilkan koagulump 2 harian petani hanya menyadap karet pada pagi hari lalu setelah itu ditinggal, sehingga lateks dibiarkan membeku sendiri , baru pada keesokan paginya petani menyadap karet lagi lalu diberi zat pembeku setelah itu baru koagulump diambil untuk ditimbang dan dijual.
Dapat dilihat bahwa pekerjaan petani yang memroduksi koagulump segar lebih banyak, sehingga diduga petani yang usianya muda akan lebih mampu untuk menghasilkan koagulump segar (harian) dibanding petani yang usianya tua.
3.4.1.2. Jumlah Anggota Keluarga
24
3.4.1.3. Pendidikan
Korelasi positif antara pendidikan dan adopsi inovasi baru telah ditemukan oleh van den Ban and Hawkins. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa petani karet dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah dalam menerapkan inovasi teknologi dalam upaya peningkatan produksi hasil usahataninya. Sehingga diharapkan petani karet yang memiliki pendidikan tinggi mampu memroduksi koagulump lebih banyak dibanding petani dengan pendidikan rendah. Dari sini dapat diduga bahwa peluang petani karet dengan pendidikan tinggi dalam memroduksi koagulump harian akan lebih besar dibanding peluang petani karet dengan pendidikan rendah. Hal ini disebabkan salah satu alasan petani karet memroduksi koagulump 2 harian adalah karena dari lahan karet yang diusahakannya petani hanya mampu menghasilkan sedikit koagulump jika dijual harian.
3.4.1.4. Pengalaman
Pengalaman petani karet dalam menjalankan usahatani karet juga diduga mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang akan diproduksinya. Petani karet yang lebih berpengalaman dalam menjalankan usahatani karet diharapkan memiliki pengetahuan (baik dari segi teknis budidaya maupun dari segi ekonomi) yang lebih baik tentang usahatani karet jika dibandingkan dengan petani karet yang kurang berpengalaman. Dari hal ini diharapkan petani karet yang lebih berpengalaman akan memroduksi koagulump yang lebih menguntungkan dibanding petani yang kurang berpengalaman, sehingga dapat diduga bahwa peluang petani karet yang lebih berpengalaman dalam memroduksi koagulump dua harian akan lebih besar dibanding petani karet yang kurang berpengalaman.
3.4.1.5. Penghasilan Keluarga
25
kebutuhan hariannya, sehingga petani yang pendapatannya rendah akan mengandalkan hasil dari penjualan koagulump setiap harinya. Dari sini dapat diduga bahwa semakin rendah pendapatan petani, maka peluang petani tersebut untuk memroduksi koagulump segar (harian) akan lebih besar dibanding petani yang pendapatannya tinggi.
3.4.1.6. Faktor Pendukung
Faktor pendukung yang dimaksud penulis disini berupa sumber informasi yang digunakan oleh petani untuk mengetahui hal-hal tentang perkaretan. Giroh et al. (2006) telah mencatat berbagai hasil penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan sumber-sumber informasi memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku adopsi para petani, karenanya penggunaan sumber informasi efektif pada tiap tahap proses adopsi. Hal ini mendukung pernyataan Rogers (1983) bahwa orang yang memiliki partisipasi sosial lebih banyak, hubungan luar yang luas, lebih sering berhubungan dengan PPL, mengakses media masa, dan memiliki pengetahuan tentang inovasi yang lebih luas akan lebih cepat mengadopsi suatu inovasi.
Dalam penelitian ini penulis menduga beberapa faktor pendukung yang diduga memengaruhi petani dalam menentukan jenis bahan olah karet yang diproduksinya. Faktor-faktor pendukung tersebut adalah keikutsertaan petani karet dalam kegiatan sosial di daerah tempat mereka tinggal, keanggotaan petani karet dalam suatu wadah kelompok tani, dan keberadaan PPL di desa tempat petani tinggal. Diduga petani yang lebih banyak mendapat informasi dari faktor-faktor pendukung tersebut akan memiliki peluang lebih besar untuk memroduksi koagulump yang lebih menguntungkan dibanding dengan petani karet yang lebih sedikit mendapat informasi dari faktor-faktor pendukung tersebut.
3.4.1.7. Harga
26
3.4.2. Faktor Teknis
3.4.2.1. Luas lahan
Luas lahan berkorelasi positif dengan kuantitas produksi yang dihasilkan oleh petani tiap harinya. Semakin besar luas lahan yang dimiliki oleh petani maka petani tersebut akan semakin banyak memroduksi koagulump tiap harinya. Penulis menduga bahwa semakin besar luas lahan yang dimilki oleh petani maka petani tersebut memiliki peluang lebih besar untuk memroduksi koagulump segar (harian) dibanding dengan petani dengan luas lahan yang relatif sempit.
3.5. Diagram Alur Pemikiran
Gambar 2. Diagram alur pemikiran
Hasil perkebunan karet rakyat dijual dalam beberapa bentuk produk, yaitu lateks kebun, koagulump segar, koagulump 2 harian, koagulump 1 mingguan, koagulump 2 mingguan. Dari hal ini dapat dipertanyakan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pilihan produk jual petani karet.
Dalam penelitian ini penulis akan membatasi penelitian pada hasil produksi karet berupa koagulump segar (harian) dan koagulump 2 harian, karena berdasarkan penelitian Wiyanto (2009) sebagian besar petani karet di kecamatan Tulang Bawang Tengah menjual hasil perkebunannya berupa koagulump segar
27
dan koagulump 2 harian. Keragaman produk jual tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat muncul dari luar maupun dari dalam usahatani. Diduga ada dua kelompok faktor yang memengaruhi perbedaan produk karet perkebunan rakyat di kecamatan Tulang Bawang Tengah. kedua kelompok faktor tersebut adalah faktor sosial ekonomi petani dan faktor teknis.
Kelompok faktor sosial ekonomi yang dapat dikaji antara lain karakteristik petani dan keluarga, harga output, dan faktor pendukung berupa sumber informasi yang digunakan oleh petani untuk mengetahui hal-hal tentang perkaretan. Sedangkan faktor teknis terdiri dari faktor usahatani termasuk alat dan bahan yang digunakan. Karakteristik petani dan keluarganya yang diduga memengaruhi kualitas karet alam adalah usia, jumlah anggota keluarga yang berkontribusi, pendidikan, dan pendapatan rumah tangga. Faktor usahatani yang diduga berpengaruh pada penelitian ini adalah luas lahan.
Setelah faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan produk jual petani karet di analisis, kemudian dengan menggunakan konsep pendapatan usahatani dihitung pendapatan usahatani karet di Kecamatan Tulang Bawang Tengah berdasarkan masing-masing produk jual petani.
IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada salah satu sentra produksi perkebunan karet alam rakyat di lampung yang terletak di Kecamatan Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa pada daerah tersebut (Kabupaten Tulang Bawang Barat) memiliki areal tanaman karet rakyat menghasilkan (TM) terluas di Lampung berdasarkan statistik perkebunan Indonesia tahun 2007. Kecamatan Tulang Bawang Tengah dipilih karena memiliki luas perkebunan karet rakyat terluas di Kabupaten Tulang Bawang Barat berdasarkan statistik perkebunan dan kehutanan Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2008. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2009.
4.2. Metode Penentuan Sampel
Kecamatan Tulang Bawang Tengah memiliki 13 desa. Penentuan sampel atau penentuan responden untuk pengambilan data pada penelitian ini menggunakan metode random sampling. Pada awalnya para calon responden dicluster berdasarkan desa. Kemudian dipilih tiga desa tempat penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode random sehingga didapat desa Tirta Kencana desa Pulung Kencana dan desa Bandar Dewa. Petani responden dipilih secara random dari masing-masing desa terpilih. Responden yang digunakan penelitian ini terdiri dari para petani karet yg memiliki kebun karet yg sudah disadap.
4.3. Data dan Instrumentasi
29 keluarganya, serta usaha-usaha yang dilakukan oleh petani karet dalam rangka peningkatan produksi karet alam yang dihasilkannya. Data sekunder diperoleh dari data yang telah terdokumentasi sebelumnya, baik berupa data yang berasal dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini, yaitu lembaga administrasi desa, kecamatan, dan kabupaten, dinas pertanian kabupaten, buku, laporan penelitian terdahulu, dan internet.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan selama 16 hari dimulai pada tanggal 30 April 2009 hingga 14 Mei 2009. Lokasi yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari tiga desa, yaitu desa Tirta Kencana, desa Pulung Kencana dan desa Bandar Dewa.
Selama melakukan proses pengumpulan data atau wawancara dengan para petani karet dalam penelitian ini dilakukan sendiri oleh peneliti dengan dibantu oleh seorang enumerator. Metode pengumpulan data yang lain diperoleh dengan cara studi pustaka yaitu dengan mencari sumber lain yang dapat digunakan sebagai acuan penulisan sehingga permasalahan dapat diangkat.
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah didapatkan, kemudian diolah dan dianalisis. Analisis yang dilakukan antara lain adalah análisis pendapatan usahatani perkebunan karet alam dan análisis faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan produksi petani karet perkebunan rakyat. Untuk menguji signifikansi variabel independen yang mempengaruhi pilihan produksi petani karet digunakan metode regresi logistik biner yaitu model regresi dengan variabel dependen yang bersifat dikotomous (hanya memiliki dua kemungkinan nilai).
4.5.1. Transformasi Data
30
�=�
Dimana :
I = besar interval kelas
R = range atau panjang kelas (nilai maksimum dikurangi nilai minimum)
k = jumlah kelas
Mean dicari dengan menggunakan rumus :
� = �
Xi = data ke-i n = jumlah data
Persentase ditentukan dengan menggunakan persamaan:
� � = �ℎ� �� � �
�ℎ � � x 100 �
Statistik dasar juga digunakan dalam transformasi data dalam peneliian ini. Statistik dasar yang digunakan adalah uji perbedaan dengan menggunakan uji T. Dalam penelitian ini, tingkat kepercayaan yang digunakan dalam uji satatistik dasar adalah 80 persen (α = 20 persen) atau lebih dari 80 persen (α < 20 persen).
4.5.2. Model Regresi Logistik Biner
Regresi logistik biner merupakan suatu bentuk regresi yang digunakan ketika variabel dependennya bersifat dikotomi dan variabel independen nya terdiri dari berbagai tipe (Garson,2009). Metode ini Digunakan untuk mengukur hubungan fungsi antara satu variabel dependent (Y) yang bersifat dikotomus (hanya memiliki dua kemungkinan nilai) dengan variabel-variabel independent (X) dari jenis kuantitatif dan kualitatif.
Hosmer dan Lemeshow (2000) menuliskan bentuk model persamaan logit dari multiple logistic regression adalah sebagai berikut:
� = �0+�1 1+�2 2+⋯+�� � dimana
� = �( )
1− �( )
31
� =
�( )
1 + �( )
� =
�0+�1 1+�2 2+⋯+�� �
1 + �0+�1 1+�2 2+⋯+�� �
Dimana � = � = 1 merupakan peluang bersyarat kejadian Y=1. Berikut ini adalah persamaan regresi logistik yang digunakan oleh penulis :
� = �0+�1 1+�2 2+�3 3+�4 4+�5 5+�6 6+�7 7+�8 8+
�9 9+�10 10 Dimana :
g(x) = y = 1 jika petani memroduksi koagulump segar (harian) y = 0 jika petani memroduksi koagulump 2 harian 1 = Usia petani karet (tahun)
2 = Pendidikan petani karet (tahun) 3 = Pengalaman (tahun)
4 = Jumlah anggota keluarga (orang) 5 = Pendapatan keluarga (Rp)
6 = Luas lahan karet yang dimiliki petani responden (hektar)
7 = Keikutsertaan dalam kegiatan sosial (1= jika ikut serta dalam kegiatan sosial dan 0 = jika tidak ikut serta)
8 = Keanggotaan dalam kelompok tani (1 = jika menjadi anggota kelompok tani dan 0 = jika tidak menjadi anggota kelompok tani)
9 = Keberadaan pegawai penyuluh lapang (1 = jika PPL menetap di desa tempat responden tinggal dan 0 = jika tidak)
10 = Harga yang diterima oleh petani (Rupiah) β0 = konstanta
β1, β2,.. β13 = koefisien dugaan dari variabel independen.
4.5.3. Pendugaan Koefisien
32 matematis. Fungsi likelihood L atau L(θ)1 menggambarkan joint probability atau likelihood dari data amatan yang telah dikumpulkan. Istilah joint probability
bermakna sebuah kemungkinan yang mengombinasikan pengaruh-pengaruh semua faktor pengamatan.
Hosmer dan Lemeshow (2000) menuliskan fungsi likelihood :
� � = �
=1
1− �( ) 1 −
Pada prinsip maximum likelihood (ML) estimation nilai β yang digunakan di dalam model regresi logistik dalah nilai β yang memaksimalkan nilai L(β).
Output Minitab 14 menunjukkan koefisien variabel atau parameter model (β0, β1, β2,...βp) di dalam tampilan Logistic Regression Table pada kolom Coef. Di dalam tampilan tersebut, ditunjukkan besarnya koefisien berdasarkan prinsip maximum likelihood (ML) estimation dan tanda koefisien (positif atau negatif).
4.5.4. Uji Signifikansi
Uji parameter atau koefisien variabel (β0, β1, β2,...βp) dan uji kelayakan model (uji serempak atau uji signifikansi model) dilakukan dengan menggunakan uji likelihood ratio. Berdasarkan Hosmer dan Lemeshow (2000) dan Agresti (2002), uji likelihood ratio dapat digambarkan dalam nilai G statistic2. Pada uji serempak (signifikansi model), nilai G statistic dinyatakan dengan:
Nilai G statistic menyebar mengikuti sebaran Chi-Square (χ2). Apabila nilai G statistic lebih kecil dari nilai Chi-Square (χ2) tabel atau pada output Minitab tergambar di dalam nilai P-value yang lebih besar dari pada α maka terima H0 (the null hypothesis) atau gagal menolak H0 pada tingkat α tersebut (Garson, 2009). Hipotesis yang dibangun pada uji parsial ini adalah:
H0 : β1 = β2 = β3 =....= βp = 0
H1 : minimal terdapat satu βi ≠ 0 dengan i = 1, 2,3 ... p.
1
Hosmer dan Lameshow (2000) menotasikannya dengan L(β), dan notasi ini yang digunakan
dalam penulisan selanjutnya.
2
Uji G statistik disebut juga Hosmer and Lemeshow's goodness of fit test, atau goodness of fit saja
33 Pada output Minitab 14 nilai G statistic disajikan dalam tampilan Test that all slopes are zero yang terdiri dari nilai G statistic, derajat bebas, dan P-value.
Uji parsial (signifikansi koefisien) digunakan uji Wald. Hosmer dan Lemeshow (2000) menuliskan nilai uji Wald (yang dinotasikan dengan Wi) sebagai berikut:
Nilai uji Wald menyebar mengikuti sebaran normal (Z). Seperti pada uji G statistic, Uji dignifikansi yang biasa digunakan adalah dengan melihat P-value
dari uji tersebut. Apabila P-value dari Wald Test lebih besar dari pada α atau nilai uji Wald ( Z hitung) lebih kecil dari Z tabel maka terima H0 (the null hypothesis)
atau gagal menolak H0 pada tingkat α tersebut. Hipotesis pada uji parsial adalah: H0 : βi = 0
H1 : βi ≠ 0 dengan i = 1, 2,3 ...p.
Pada output Minitab 14 nilai uji Wald (Z hitung) disajikan dalam tampilan Logistic Regression Table pada kolom “ Z ” dan nilai P-value pada kolom “ P ” untuk masing-masing koefisien. Pada penelitian ini uji signifikansi menggunakan taraf nyata sebesar 20 persen.
4.5.5. Intepretasi Koefisien
34 Hosmer dan Lemeshow (2000) juga menyebutkan tentang hubungan antara odds ratio dengan koefisien regresi dari variabel yang bersifat dokotomi. Hubungan antara odds ratio dan koefisien regresi dituliskan:
Cara mengintepretasi koefisien dari variabel independent yang bersifat dikotomi dalam model regresi logistik biner, dapat dilihat dalam ilustrasi berikut. Misalkan y menunjukkan kualitas karet petani yang telah ditranformasi ke dalam dikotomi variabel yakni y = 1 jika kogulump hariandan y = 0 jika koagulump dua harian. Sedangkan x menunjukkan kondisi petani yang bergabung di dalam kelompok tani (x = 1) atau tidak bergabung di dalam suatu kelompok tani (x = 0) dan nilai OR=2. Hal ini memperkirakan bahwa petani yang bergabung dalam kelompok tani berkemungkinan memroduksi karet dengan jenis koagulump segar dengan peluang dua kali lebih besar dari pada petani yang tidak bergabung dalam suatu kelompok tani.
Intepretasi koefisien variabel independent yang bersifat kontinu dibutuhkan penjelasan mengenai istilah Endpoint of 100(1-α) persen Continuous Independent Estimate of OR(c) atau endpoint dari variabel kontinu. Endpoint dari variabel kontinu dituliskan melalui hubungan dengan koefisien regresinya sebagai berikut: