• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETAN

5.1 Karakteristik Petani dan Strategi Nafkah

Pada umumnya petani yang berumur muda dan sehat mempunyai fisik yang lebih baik dari pada petani yang lebih tua, petani muda juga lebih cepat menerima hal-hal yang dianjurkan. Hal ini disebabkan petani muda lebih berani menanggung resiko. Petani muda biasanya masih kurang memiliki pengalaman. Untuk mengimbangi kekurangan ini ia lebih dinamis, sehingga cepat mendapatkan pengalaman-pengalaman yang berharga bagi perkembangan hidupnya di masa yang akan datang (Adhawati, 1997 dalam Purwanti, 2007).

Data primer di lapangan menunjukkan bahwa umur petani beragam antara 20 hingga 55 tahun. Klasifikasi responden berdasarkan umur tersaji dalam Tabel 3. di bawah ini:

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur (Th) Jumlah Orang Persentase

1 20-34 Th 7 22%

2 35-49 Th 16 52%

3 > 49 Th 8 26%

Total 31 100%

Sumber: Analisis data primer, 2011

Umur maksimal responden yang menjadi sampel penelitian ini adalah 55 tahun. Menurut Rusli (1995), penduduk usia kerja didefinisikan sebagai peduduk yang berumur antara 10–64 tahun. Merujuk dari pengertian tersebut maka seluruh responden dalam penelitian ini 100 persen tergolong dalam penduduk angkatan kerja yang aktif secara ekonomi (economically active population).

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Pranadji (2003) yang menunjukkan bahwa animo golongan muda lebih memilih bekerja di perkotaan terutama menjadi pegawai kantoran yang dianggap mencerminkan status sosial yang tinggi. Pertanian dianggap sebagai pekerjaan yang kurang menggambarkan

status sosial terhormat. Keinginan orang tua pun mendukung anaknya untuk tidak bekerja di sektor pertanian. Fakta di Desa Karangtengah menunjukkan hal yang sebaliknya yaitu golongan muda justru menjadi penerus profesi orang tuanya sebagai petani kentang. Lahan-lahan yang mereka garap adalah lahan warisan dari orang tuanya. Golongan muda yang sudah berpendidikan tinggi juga ada yang memutuskan untuk kembali ke desa dan menjadi petani. Sebagai contoh Bapak SLM (28 tahun) salah satu petani kentang yang berpendidikan S1.

“Setelah lulus saya memutuskan untuk pulang dan melanjutkan pertanian orang tua. Orang tua sudah „sepuh‟5

dan menurut saya usaha ini sudah menjanjikan. Daripada saya jadi sarjana yang pengangguran juga di luar, nambah beban negara. Mending saya jadi petani kentang.”

Penuturan Bapak SLM (28 tahun) di atas menunjukkan bahwa apresiasi golongan muda terhadap pertanian masih besar. Hal ini disebabkan dari kecil mereka tumbuh dan secara tidak langsung mempelajari proses bertani kentang dari orang tua mereka yang kemudian menumbuhkan peminatan. Selain itu menjadi petani kentang dianggap menjanjikan, apalagi untuk petani yang memiliki lahan luas sehingga tidak perlu mencari nafkah dari sektor non pertanian.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden yang dimaksud dalam penelitian ini diukur berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Kategori tingkat pendidikan responden di Desa Karangtengah terbagi menjadi enam kelompok yaitu: tidak bersekolah, SD tapi tidak lulus, lulus SD, SMP, SMA, dan penduduk yang berpendidikan S1. Data lengkap tentang tingkat pendidikan petani responden disajikan dalam Tabel 4.

Mayoritas penduduk yang berprofesi sebagai petani adalah mereka yang hanya mengenyam pendidikan rata-rata hingga sekolah dasar. Jika dihitung maka 88 persen petani responden memiliki pendidikan rendah. Hanya 12 persen yang mengenyam pendidikan menengah ke atas. Namun, profesi sebagai petani tidak

5

35

memandang dari pendidikan yang dimiliki oleh petani, profesi tersebut dilakukan secara turun-temurun.

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Orang Persentase

1 Tidak Bersekolah 4 13 % 2 SD Tidak Lulus 7 23 % 3 Lulus SD 16 52 % 4 SMP 2 6 % 5 SMA 1 3 % 6 S1 1 3% Total 31 100 %

Sumber: Analisis Data Primer, 2011

Kemampuan petani dalam melakukan kegiatan usahatani sifatnya otodidak yang diperoleh dari orang tuanya. Semenjak kecil mereka terbiasa membantu orang tuanya mengolah tanah, menanam, panen, dan memasarkan. Setelah menamatkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar atau tidak lulus SD atau tidak sekolah, mereka memanfaatkan waktunya untuk belajar dari orang tuanya. Secara mandiri, petani dilatih oleh orang tuanya untuk melanjutkan profesi sebagai petani sekaligus mendapatkan warisan berupa lahan pertanian.

Hingga sekarang kebiasaan-kebiasaan tersebut disosialisasikan oleh orang tua kemudian diadopsi oleh anaknya hingga generasi berikutnya. Rendahnya migrasi pemuda untuk mencari pekerjaan di luar daerah memaksa mereka harus belajar lebih sehingga menjadi petani sukses seperti generasi sebelumnya. Hasil warisan ilmu pengetahuan inilah yang membawa petani generasi sekarang bisa melangsungkan kehidupannya. Pola pewarisan tersebut berlaku secara turun temurun dan berlaku baik bagi petani kaya maupun pada golongan miskin. Mereka diajari mengelola tanah, pembibitan, pemanenan, hingga pemasaran.

5.1.3 Jumlah Tanggungan

Pengklasifikasian jumlah tanggungan keluarga responden dikelompokkan atas tiga kategori berdasarkan rata-rata di lapangan yaitu jumlah tanggungan lebih kecil atau sama dengan tiga orang, jumlah tanggungan empat orang, dan jumlah

tanggungan lebih dari empat orang. Klasifikasi responden berdasarkan jumlah tanggungan rumahtangganya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Tanggungan dalam Rumahtangga

No Jumlah Tanggungan Jumlah Orang Persentase

1 2 - 3 orang 13 42%

2 4 orang 10 32%

3 5 – 6 orang 8 26%

Total 31 100%

Sumber: Analisis Data Primer (2011)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebaran jumlah tanggungan responden hampir merata, perbedaan antar kategori tidak terlampau banyak. Untuk responden dengan jumlah tanggungan dua sampai tiga orang ada sebanyak 42 persen responden. Sebanyak 32 persen lainnya memiliki tanggungan rumahtangga sebanyak empat orang dan 26 persen sisanya memiliki tanggungan lima hingga enam orang. Banyaknya anggota rumahtangga yang ditanggung menuntun petani untuk dapat meningkatkan produksi hasil pertanian supaya biaya hidup seluruh anggota rumahtangga dan dirinya sendiri bisa terpenuhi. Anggota rumahtangga yang ada juga seringkali dijadikan tenaga kerja dalam aktivitas pertanian, jika tidak mencukupi maka dipergunakan juga tenaga kerja dari luar dengan sistem borongan.

5.1.4 Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani merupakan pengetahuan dan keterampilan bertani kentang yang dimiliki petani dan dihitung dalam satuan tahun. Pengalaman bertani ini juga menunjukkan berapa lama seorang petani dalam suatu rumahtangga telah melakukan usahatani kentang. Adapun secara lengkap tentang penemuan di lapangan tersaji pada Tabel 6.

Mayoritas petani kentang di Desa Karangtengah adalah mereka yang telah melakukan kegiatan tersebut lebih dari 15 tahun. Sebanyak 20 reponden atau 65 persen dari total seluruhnya memiliki pegalaman bertani selama 15 tahun lebih. Sedangkan 19 persen adalah mereka yang pengalaman bertaninya masih antara satu hingga tujuh tahun, sisanya 16 persen memiliki pengalaman bertani antara

37

delapan hingga 14 tahun. Kondisi yang menyebabkan banyaknya petani telah begitu lama menjadi petani kentang adalah bahwa profesi sebagai petani diperoleh secara turun temurun.

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Pengalaman Bertani

No Pengalaman Bertani (Th) Jumlah Orang Persentase

1 1 – 7 tahun 6 19%

2 8 – 14 tahun 5 16%

3 ≥ 15 tahun 20 65%

Total 31 100%

Sumber: Analisis Data Primer, 2011

Dilihat dari berbagai karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan pengalaman bertani, strategi nafkah yang dipilih oleh rumahtangga petani tidak terkait dengan karakteristik mereka. Petani memilih pertanian kentang sebagai basis dari sumber nafkah bukan terkait dengan berapa umur mereka, apa pendidikannya, berapa jumlah tanggungan rumahtangga atau pun berapa lama mereka menerapkan pertanian. Keputusan mereka untuk menjadikan kentang sebagai basis nafkah adalah karena munculnya komoditi tersebut diyakini telah mampu memperbaiki perekonomian mereka.

Dokumen terkait