• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEOR

2.1.3 Problem Based Learning (PBL)

2.1.3.2 Karakteristik Problem Based Learning (PBL)

Karakteristik PBL menurut beberapa ahli seperti yang ditulis Arends (2012:397) adalah sebagai berikut:

a. Driving question or problem (pertanyaan atau masalah perangsang)

Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya bermaksa untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai solusi untuk situasi itu.

b. Interdisiplinary (fokus pelajaran interdisipliner)

Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

c. Authentic investigation (penyelidikan autentik)

Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Metode penyelidikan yang dignakan bergntung kepada masalah yang sedang dipelajari.

d. Production of artifacts and exhibits (menghasilkan karya dan menyajikan) Pembelajaran berbasis masalah menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh peserta didik untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.

e. Collaboration (kolaborasi)

Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

2.1.3.3. Sintaks Problem Based Learning (PBL)

Arends (2011:411) menyatakan model pembelajaran Problem Based Learning memiliki lima langkah yang disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran PBL

Fase Perilaku Guru

Fase 1:

Orientasi siswa terhadap masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan serta memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih Fase 2:

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok

Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut Fase 3:

Membimbing penyelidikan individu dan kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Fase 4:

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman

Fase 5:

Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari/meminta kelompok presentasi hasil kerja

2.1.3.4. Kelebihan dan Kelemahan Problem Based Learning (PBL)

Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan model PBL sebagaimana dikutip dari Wulandari (2013:182) adalah sebagai berikut.

a. Kelebihan PBL

1) Pemecahan masalah dalam PBL cukup bagus untuk memahami isi pelajaran

2) pemecahan masalah berlangsung selama proses pembelajaran menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan kepada siswa

3) PBL dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran

4) Membantu proses transfer siswa untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari

5) Membantu siswa mengembagkan pengetahuannya dan membantu siswa untuk bertanggungjawab atas pembelajarannya sendiri

6) Membantu siswa untuk memahami hakekat belajar sebagai cara berfikir bukan hanya sekedar mengerti pembelajaran oleh guru berdasarkan buku teks

7) PBL menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan disukai siswa

8) Memungkinkan aplikasi dalam dunia nyata 9) Merangsang siswa untuk belajar secara kontinu. b. Kekurangan PBL

1) Apabila siswa mengalami kegagalan atau kurang percaya diri dengan minat yang rendah maka siswa enggan untuk mencoba lagi

2) PBL membutuhkan waktu yang cukup untuk persiapan

3) Pemahaman yang kurang tentang mengapa masalah-masalah yang dipecahkan maka siswa kurang termotivasi untuk belajar

2.1.4. Quantum Learning

Pembelajaran Quantum atau biasa dikenal dengan Quantum Learning

dimulai di Super Camp yaitu sebuah program remaja yang dibuka tahun 1982 yang digagas oleh Bobbi DePorter. Super Camp merupakan sebuah program percepatan, dimana di dalam Quantum Teaching ada istilah yang mengatakan “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan hantarlah dunia kita ke dunia mereka”. Maksud dari azas tersebut adalah guru harus membangun jembatan

autentik untuk memasuki kehidupan siswa. Dengan memasuki dunia siswa berarti guru mempunyai hak mengajar, sehingga siswa dengan sukarela, antusias dan semangat mengikuti pelajaran.

Quantum Learning merupakan kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat (DePorter dan Hernacki, 2013:14). Quantum Learning berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov yang bereksperimen dengan “suggestopedia”. Prinsipnya adalah sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif ataupun negatif. Quantum Learning merupakan “pemercepatan

belajar” yang didefinisian sebagai “memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan”, dengan upaya yang normal dan dibarengi

kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur yang secara sekilas tampak tidak mempunyai persamaan yaitu hiburan, permainan, warna, cara berpikir positif, kebugaran fisik dan kesehatan emosional.

Quantum Teaching atau mengajar dengan menggunakan pembelajaran

Quantum membantu siswa menumbuhkan minat untuk terus belajar dengan semangat. Quantum Learning juga menekankan pada pentingnya bahasa tubuh, seperti tersenyum, bahu tegak, kepala ke atas, mengadakan kontak mata dengan siswa, dan lain-lain. Selain itu, Quantum Learning memiliki beberapa prinsip. Menurut Deporter et al. (2004:8) prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut. a. Segalanya berbicara

Lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.

b. Segalanya bertujuan

Siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita sampaikan. c. Pengalaman sebelum pemberian nama

Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar yang paling bak terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.

d. Akui setiap usaha

Menghargai usaha siswa sekecil apapun. Belajar mengandung risiko. Belajar berarti melangkah ke luar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil

langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.

e. Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan

Kita harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dan lain- lain.

Dokumen terkait