• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEOR

2.1.1 Kemampuan Pemecahan Masalah

Dalam belajar matematika, pada umumnya yang dianggap masalah bukanlah soal yang biasa dijumpai siswa. Menurut Handoyo (Widjajanti, 2009) menyatakan bahwa soal atau pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab, dapat terjadi bagi seseorang, pertanyaan itu dapat dijawab dengan menggunakan prosedur rutin baginya, namun bagi orang lain untuk menjawab pertanyaan tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah dimiliki secara tidak rutin.

Sependapat dengan Handoyo, Suherman (Widjajanti, 2009) menyatakan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah bagi anak tersebut.

Menurut pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu soal atau pertanyaan merupakan suatu masalah apabila soal atau pertanyaan tersebut

menantang untuk diselesaikan atau dijawab, dan prosedur penyelesaiannya tidak dapat dilakukan secara rutin.

2.1.1.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk dapat menyelesaikan permasalahan secara logis dan sistematis. Permasalahan yang dikaji dalam pembelajaran matematika pada umumnya disajikan dalam bentuk soal-soal pemecahan masalah. Untuk menyelesaikan soal- soal tersebut, diperlukan adanya kemampuan pemecahan masalah.

Sumarmo (dalam Marliani, 2015) mengartikan pemecahan masalah sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan Sumarmo tersebut, dalam pemecahan masalah matematika tampak adanya kegiatan pengembangan daya matematika (mathematical power) terhadap siswa.

Pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan intelektual yang menurut Gagné (dalam Marliani, 2015) lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks dari tipe keterampilan intelektual lainnya. Gagné juga berpendapat bahwa dalam menyelesaikan pemecahan masalah diperlukan aturan kompleks atau aturan tingkat tinggi dan aturan tingkat tinggi dapat dicapai setelah menguasai aturan dan konsep terdefinisi. Demikian pula aturan dan konsep terdefinisi dapat dikuasai jika ditunjang oleh pemahaman konsep konkrit. Setelah

itu untuk memahami konsep konkrit diperlukan keterampilan dalam memperbedakan.

Suatu soal dapat dianggap sebagai suatu masalah bagi seseorang, namun bagi orang lain merupakan hal yang rutin. Ciri dari pertanyaan atau penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan dalam materi tugas atau soal, (2) masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui penjawab (Wardhani, 2008). Dengan demikian guru perlu teliti dalam menentukn soal yang akan disajikan sebagai pemecahan masalah.

Polya mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai. Pentingnya kemampuan penyelesaian masalah oleh siswa dalam matematika ditegaskan juga oleh Branca (dalam Marliani, 2015), Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika. Pemecahann masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika. Sebagai implikasi pendapat di atas, maka kemampuan pemecahan masalah hendaknya dimili oleh semua anak yang belajar matematika mulai dati tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai perguruan tinggi.

Menurut Polya (1973:5-17) ada empat langkah pemecahan masalah yaitu

understand the problem, devise a plan, carry out the plan, and looking back. Jika diartikan kedalam bahasan Indonesia, keempat langkah itu adalah; (1) mamahami masalah; (2) merencanakan pemecahan; (3) melaksanakan rencana atau

perhitungan; dan (4) memeriksa kembali. Penjelasan lebih rinci terkait langkah- langkah pemecahan masalah menurut Polya adalah sebagai berikut.

1. Memahami masalah (understand the problem)

Beberapa saran yang dapat membantu siswa dalam memahami masalah antara lain: (1) mengetahui apa yang diketahui dan dicari, (2) menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri, (3) menghubungkannya dengan masalah lain yang serupa, (4) fokus pada bagian yang penting dari masalah tersebut, (5) mengembangkan model, dan (6) menggambar diagram/gambar.

2. Merencanakan pemecahan (devise a plan)

Dalam tahap ini siswa perlu menemukan strategi yang sesuai dengan permasalah yang diberikan. Adapun hal-hal yang dapat siswa lakukan dalam tahap kedua ini antara lain: (1) menebak, (2) mengembangkan sebuah model, (3) mensketsa diagram, (4) menyederhanakan masalah, (5) mengidentifikasi pola, (6) membuat tabel/diagram, (7) eksperimen dan simulasi, (8) bekerja terbalik, (9) menguji semua kemungkinan, (10) mengidentifikasi sub-tujuan, (11) membuat analogi, dan (12) mengurutkan data/informasi.

3. Melaksanakan rencana (carry out the plan)

Kegiatan pada langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian dari masalah tersebut. Siswa dikatakan dapat melaksanakan rencana dengan baik apabila siswa dapat melakukan rencana pemecahan masalah dengan tepat dan terampil dalam algoritma dan ketepatan menjawab. Hal-hal yang dilakukan ketika melaksanakan rencana adalah (1) mengartikan informasi yang diberikan ke dalam bentuk

matematika; (2) melaksanakan heuristik/strategi selama proses dan perhitungan yang berlangsung; dan (3) mengecek kembali setiap langkah dari heuristik atau strategi yang digunakan.

4. Memeriksa kembali (looking back)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memeriksa kembali langkah-langkah sebelumnya yang digunakan untuk mnyelesaikan permasalahan yaitu: (1) mengecek kembali semua informasi yang penting yang telah teridentifikasi; (2) mengecek semua perhitungan yang sudah terlibat; (3) menggunakan alternatif penyelesaian yang lain untuk mengecek jawaban.

Menurut Suyasa (Marlina, 2013) fase-fase pemecahan masalah menurut Polya lebih sering digunakan dalam pemecahan masalah matematis karena beberapa hal antara lain: (1) fase-fase dalam proses pemecahan masalah yang dikemukan Polya cukup sederhana; (2) aktivitas-aktivitas pada setiap fase yang dikemukakan Polya cukup jelas dan; (3) fase-fase pemecahan masalah menurut Polya telah lazim digunakan dalam memecahkan masalah matematika.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah Polya. Alasan penulis memilih langkah-langkah pemecahan Polya karena langkah pemecahan masalahnya jelas serta penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang pendidikan matematika sehingga lebih tepat menggunakan tahap pemecahan masalah Polya. Indikator tiap tahapan Polya yang digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan materi yang digunakan peneliti yaitu materi Peluang kelas X. Hal ini sesuai dengan Husna et al. (2014) pemilihan indikator tahap pemecahan masalah disesuaikan dengan karakteristik materi yang diteliti.

Adapun indikator tiap tahap pemecahan masalah yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Indikator Tahap Pemecahan Masalah Polya

Tahap Pemecahan Masalah Indikator

Memahami masalah (1) Mengetahui apa yang diketahui dan dicari, dan (2) menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri,

Membuat rencana (1) Menggambar diagram, (2) mengidentifikasi sub-tujuan, dan (3) mengurutkan informasi Melaksanakan rencana (1) Melaksanakan semua strategi selama proses

dan perhitungan berlangsung

Melihat kembali (1) Mengecek informasi penting yang telah teridentifikasi, (2) mengecek perhitungan yang terlibat, dan (3) menggunakan alternatif cara lain untuk mengecek jawaban

Dokumen terkait