• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

b. Bagaimana pemahaman masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang jamu instan kunyit asam?

c. Bagaimana gambaran penggunaan jamu instan kunyit asam oleh masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh penulis, belum pernah dilakukan studi tentang pemahaman khasiat dan gambaran penggunaan jamu instan kunyit asam pada masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun, penelitian terkait yang pernah dilakukan adalah “Studi tentang Pemahaman Obat Tradisional berdasarkan Informasi pada Kemasan dan Alasan Pemilihan Jamu Ramuan Segar atau Jamu Instan pada Masyarakat Desa Maguwoharjo” oleh Wisely (2008).

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan dalam bidang kefarmasian, khususnya yang terkait dengan obat tradisional.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk mendesain kegiatan promosi tentang jamu instan kunyit asam serta sebagai acuan dalam merencanakan pengembangan obat tradisional dari bahan baku kunyit dan asam.

B. Tujuan 1. Tujuan umum

Memberi informasi tentang pemahaman dan gambaran penggunaan jamu instan kunyit asam di masyarakat.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui karakteristik responden pengguna jamu instan kunyit asam di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Mengetahui sejauh mana pemahaman masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang jamu instan kunyit asam.

c. Mengetahui gambaran penggunaan jamu instan kunyit asam pada masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Perilaku

Perilaku manusia merupakan respon/reaksi terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Sarwono, 2007).

1. Teori tentang perilaku

Menurut Weber tindakan yang dilakukan individu berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsirannya atas suatu stimulus atau situasi tertentu (Sarwono, 2007). Teori Weber dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Skema teori Weber (Sarwono, 2007)

Rogers dan Shoemaker membagi proses pembuatan keputusan menjadi empat tahap:

1. Tahap pengetahuan (knowledge) di mana individu menerima informasi dan pengetahuan, menimbulkan minat untuk mengenal lebih jauh tentang suatu objek/topik.

2. Tahap pertimbangan (persuasion) di mana individu dibujuk atau motivasinya ditingkatkan untuk menerima objek/topik tersebut.

3. Tahap keputusan (decision) di mana keputusan dibuat untuk menerima atau menolak objek/topik tersebut.

STIMULUS INDIVIDU Pengalaman Persepsi Pemahaman Penafsiran TINDAKAN

4. Tahap penguatan (confirmation) di mana individu meminta dukungan dari lingkungan atas keputusan yang telah diambil (Sarwono, 2007).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Perilaku dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologis. a. Faktor kebudayaan

Faktor kebudayaan terdiri dari tiga sub-faktor: 1) Kebudayaan

Kebudayaan merupakan faktor penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil dari pembelajaran budaya. 2) Sub-budaya

Setiap budaya memiliki kelompok-kelompok sub-budaya yang lebih kecil. Sub-budaya ini dapat dibagi menjadi empat, yaitu kelompok kebangsaan, kelompok keagamaan, kelompok ras, dan kelompok berdasarkan wilayah geografis.

3) Kelas sosial

Orang dalam kelas sosial yang sama cenderung berperilaku serupa dan dipandang mempunyai pekerjaan yang rendah atau tinggi sesuai kelas sosialnya. Setiap kelas sosial menunjukkan pilihan produk dan merek yang berbeda (Kotler, 2006).

b. Faktor sosial

Faktor sosial terdiri dari tiga sub-faktor: 1) Kelompok referensi

Kelompok referensi dapat memberikan pengaruh secara langsung ataupun tidak langsung. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung merupakan

kelompok di mana seseorang menjadi anggota kelompok tersebut dan melakukan interaksi dengan anggota yang lain. Kelompok yang memberikan pengaruh tidak langsung terdiri dari kelompok yang ingin dimasuki orang tersebut dan kelompok yang nilai-nilai yang perilakunya ditolak.

2) Keluarga

Keluarga berperan sebagai sumber orientasi di mana seseorang memperoleh orientasi terhadap agama, politik, ekonomi, ambisi pribadi, atau harga diri. Keluarga mampu memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku, meskipun seseorang lama tidak berinteraksi dengan keluarganya.

3) Peranan dan status

Kedudukan seeseorang dalam setiap kelompok dapat dijelaskan dalam pengertian peranan dan status. Seseorang sering memilih produk tertentu untuk menyatakan peranan dan status mereka dalam masyarakat.

c. Faktor pribadi

Faktor pribadi terdiri dari empat sub-faktor: 1) Faktor usia dan tahap siklus hidup

Orang membeli barang dan jasa yang berubah-ubah selama hidupnya. Barang dan jasa yang dibeli itu dipengaruhi oleh usia orang tersebut karena kebutuhan yang berbeda untuk setiap tingkatan usia.

2) Pekerjaan

Pekerjaan mempengaruhi pola konsumsi seseorang, sesuai kebutuhan yang terkait dengan pekerjaannya.

3) Keadaan ekonomi

Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan, dan milik kekayaan yang dapat diuangkan. Keadaan ekonomi seseorang berpengaruh besar terhadap pilihan produk.

4) Gaya hidup

Gaya hidup seseorang merupakan pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapat.

d. Faktor psikologis

Faktor psikologis terdiri dari empat sub-faktor: 1) Motivasi

Seseorang memiliki beberapa kebutuhan pada suatu waktu. Suatu kebutuhan menjadi dorongan atau motivasi bila kebutuhan itu muncul hingga mencapai taraf intensitas yang cukup.

2) Persepsi

Perbuatan seseorang dipengaruhi oleh persepsi terhadap situasi yang dihadapinya. Dua orang pada situasi yang sama mungkin melakukan sesuatu yang berbeda karena menanggapi situasi tersebut secara berbeda.

3) Pembelajaran

Kebanyakan perilaku manusia diperoleh dari proses pembelajaran. Pembelajaran ini dapat bersumber dari pengalaman.

4) Kepercayaan dan sikap

Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dianut seseorang tentang sesuatu, sedangkan sikap menggambarkan penilaian kognitif, perasaan emosional,

dan kecenderungan terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap seseorang bertahan dalam suatu pola yang tetap.

3. Perilaku Kesehatan

Perilaku dan usaha yang dilakukan oleh masyarakat ketika terserang penyakit ada bermacam-macam, diantaranya adalah tanpa tindakan atau no action. Masyarakat memilih no action dengan alasan kondisi yang dialami tidak mengganggu kegiatan atau pekerjaan mereka sehari-hari dan mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apa-apa gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Alternatif berikutnya adalah mengobati sendiri (self treatment)

dengan alasan yang sama seperti di atas, ditambah dengan kepercayaan terhadap diri sendiri untuk mengobati penyakit yang diderita berdasarkan pengalaman-pengalaman pengobatan sendiri yang sudah menimbulkan kesembuhan. Self treatment yang dilakukan ada dua macam, yaitu mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional dan mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung. Obat-obat yang digunakan umumnya adalah obat-obat tanpa resep. Tindakan lainnya adalah mencari pangobatan ke fasilitas pengobatan modern, baik itu dokter praktek, rumah sakit, balai pengobatan, atau puskesmas (Notoatmodjo, 2003).

B. Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992). Dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), disebutkan bahwa obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku (Anonim, 2007).

Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Ketiganya dibedakan dengan logo sebagai penanda pada kemasan. Jamu atau obat tradisional Indonesia, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, 2. klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, 3. memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan harus sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata-kata: “Secara tradisional digunakan untuk ….” atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran (Anonim, 2004).

Menurut Handayani dan Suharmiati (2002), berdasarkan sumber pembuat atau yang memproduksi, obat tradisional dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Obat tradisional buatan sendiri

Obat tradisional jenis inilah yang menjadi akar pengembangan obat tradisional di Indonesia. Penggunaannya biasa di dalam keluarga untuk menjaga

kesehatan atau penanganan penyakit ringan. Sumber tanaman untuk membuat obat tradisional disediakan oleh masyarakat sendiri, dapat secara individu maupun secara kolektif dalam suatu lingkungan masyarakat. Tidak tertutup kemungkinan bahan baku dibeli dari pasar tradisional di mana banyak dijual bahan jamu yang umumnya merupakan bahan untuk keperluan bumbu dapur masakan asli Indonesia. 2. Obat tradisional berasal dari pembuat jamu/herbalist

Yang termasuk pembuat jamu herbalist yaitu pembuat sekaligus penjual jamu gendong, tabib lokal dan sinshe.

3. Obat tradisional buatan industri

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.246/Menkes/Per/V/1990, Industri obat tradisional digolongkan menjadi industri obat tradisional dan industri kecil obat tradisional berdasarkan total aset yang dimiliki, tidak termasuk harga tanah dan bangunan. Dewasa ini perusahaan atau industri jamu semakin banyak menghasilkan produk jamu sebagai obat tradisional dalam bentuk pil, serbuk, tablet, dan kapsul (Hutapea, 2000).

Dalam dua dasa warsa terakhir, perhatian dunia terhadap obat-obatan dari bahan alam (obat tradisional) menunjukkan peningkatan, baik di negara-negara berkembang maupun negara maupun di negara-negara maju. Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyebutkan hingga 65% dari penduduk negara-negara maju telah menggunakan pengobatan tradisional, termasuk penggunaan obat-obat bahan alam. Data yang akurat mengenai nilai pasar obat tradisional di Indonesia belum dimiliki, tetapi nilainya diperkirakan lebih dari US$ 1 milyar. Peningkatan penggunaan obat tradisional yang menggembirakan

perlu disikapi secara bijak karena masih ada pendangan yang keliru bahwa obat tradisional selalu aman, tidak ada risiko bahaya bagi kesehatan dan keselamatan konsumen. Kenyataannya beberapa jenis obat tradisional dan atau bahannya diketahui toksik, baik sebagai sifat bawaannya maupun akibat kandungan bahan asing yang berbahaya atau tidak diizinkan (Anonim, 2007).

Obat tradisional telah diterima secara luas terutama di negara berkembang untuk dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan. Di banyak negara maju, penggunaan obat tradisional makin populer (Anonim, 2007). Obat tradisional digunakan oleh penduduk Indonesia, antara lain untuk pemeliharaan kesehatan, pengobatan penyakit, dan penguat seks. Penggunaannya untuk memelihara kesehatan dilakukan oleh 25,36% penduduk, untuk mengobati penyakit dilakukan oleh 3,51% penduduk, dan sebagai penguat seks dilakukan oleh 0,50% penduduk. Penggunaan obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit lebih banyak dilakukan oleh penduduk di pedesaan, sementara sebagai penguat seks lebih banyak dilakukan oleh penduduk di perkotaan (Jamal, 1999).

C. Kunyit dan Asam Jawa

Tanaman mengandung senyawa kimia seperti karbohidrat, protein, lemak yang bermanfaat sebagai makanan bagi manusia dan hewan. Tanaman juga mengandung banyak senyawa kimia seperti glikosida, alkaloid, terpenoid yang menyebabkan tanaman memiliki efek terapetik. Senyawa dengan efek terapetik ini disebut konstituen aktif, sedang yang lain disebut konstituen inert (Robbers et al., 1996). Salah satu tanaman yang memiliki efek terapetik adalah kunyit (Curcuma

domestica Val.), sehingga tanaman ini sering digunakan sebagai bahan baku obat. Secara tradisional, rimpang kunyit digunakan dalam ramuan dengan buah asam jawa untuk pengobatan berbagai penyakit seperti menghilangkan nyeri pada wanita haid. Kunyit asam adalah salah satu jamu yang biasanya dijajakan oleh penjaja jamu dari rumah ke rumah atau sering disebut jamu gendong. Ada dua cara dalam membuat jamu gendong. Pertama dengan merebus semua bahan. Kedua dengan memeras sari yang ada kemudian mencampurnya dengan air matang. Penggunaan bahan baku jamu kunyit asam pada umumnya tidak jauh berbeda di antara pembuat. Perbedaan terlihat pada komposisi bahan penyusunnya. Jamu dibuat dengan bahan utama buah asam ditambah kunir/kunyit, namun beberapa pembuatnya ada yang mencampur dengan sinom (daun asam muda), temulawak, biji kedawung, dan air perasan buah jeruk nipis. Sebagai pemanis digunakan gula merah dicampur gula putih dan seringkali mereka juga mencampurkan gula buatan, serta dibubuhkan sedikit garam (Handayani & Suharmiati, 2002).

(www.jamu-herbal.com)

Gambar 2. Rimpang kunyit (Curcumae domesticae Rhizoma)

Kunyit (Curcuma domestica Val.) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat, habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo-Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa

Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan.

Kunyit mengandung kurkumin sebagai senyawa aktif. Dari uji pra-klinik diperoleh hasil bahwa kurkumin memiliki aktivitas sebagai antibakteri broad spectrum. Aktivitas kurkumin sebagai imunostimulan diketahui dengan meningkatkan sintesis IgG (Bermawie dkk, 2008). Kurkumin diketahui mampu memberikan perlindungan terhadap reaksi oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas (Phan et al., 2003). Kurkumin lebih stabil dalam kondisi asam dan akan terdegradasi pada pH > 7,2 (Bermawie dkk, 2008). Oleh karena itu kunyit sebagai obat tradisional digunakan bersama dengan asam untuk menjaga stabilitas kurkumin.

(www.indonesiamedia.com) Gambar 3. Buah asam jawa (Tamarindi fructus)

Asam jawa (Tamarindus indica L.) merupakan sebuah kultivar daerah tropis dan termasuk tumbuhan berbuah polong. Batang pohonnya yang cukup keras dapat tumbuh menjadi besar dan daunnya rindang. Batang pohonnya yang cukup keras dapat tumbuh menjadi besar dan daunnya rindang. Daun asam jawa bertangkai panjang, sekitar 17 cm dan bersirip genap. Bunganya berwarna kuning kemerah-merahan dan buah polongnya berwarna coklat dengan rasa khas asam. Di dalam buah polong selain terdapat kulit yang membungkus daging buah, juga terdapat biji

berjumlah 2-5 yang berbentuk pipih dengan warna coklat agak kehitaman (Anonim, 1995; Anonim, 2008).

D. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta atau biasa disingkat dengan DIY adalah salah satu daerah otonom setingkat provinsi yang ada di Indonesia. Provinsi ini beribukota di Yogyakarta. Status sebagai Daerah Istimewa berkenaan dengan runutan sejarah berdirinya provinsi ini, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada saat ini Kraton Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Puro Pakualaman oleh Sri Paduka Paku Alam IX. Keduanya memainkan peranan yang sangat menentukan di dalam memelihara nilai-nilai budaya dan adat-istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta (Anonim, 2009).

E. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi mengenai pemahaman masyarakat tentang jamu instan kunyit asam serta gambaran penggunaannya oleh masyarakat.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental karena subjek penelitian atau responden tidak diberi perlakuan. Penelitian ini bersifat deskriptif karena bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang penggunaan jamu instan kunyit asam secara objektif.

B. Variabel Penelitian 1. Pemahaman masyarakat tentang jamu instan kunyit asam.

2. Gambaran penggunaan jamu instan kunyit asam oleh masyarakat.

C. Definisi Operasional

1. Pemahaman: kemampuan untuk mengartikan, menjelaskan, dan menangkap arti dari informasi tentang jamu instan kunyit asam.

2. Pemahaman rendah: jika persentase pemahaman kurang dari atau sama dengan 50% (≤50%).

3. Pemahaman tinggi: jika persentase pemahaman lebih besar dari 50% (>50%). 4. Manfaat: manfaat yang diperoleh dari penggunaan suatu produk obat

5. Alasan: faktor-faktor yang melatarbelakangi suatu pengambilan keputusan/pemilihan, dipengaruhi oleh pemikiran pribadi maupun kondisi lingkungan sosial.

6. Pemilihan: proses menentukan berdasarkan alasan-alasan yang telah diterima dan dipikirkan.

7. Penggunaan: proses pemanfaatan obat tradisional yang telah dipilih, yaitu jamu instan kunyit asam.

8. Gambaran: uraian atau penjelasan secara objektif tentang penggunaan jamu instan kunyit asam oleh responden

9. Obat tradisional: obat dari bahan tumbuhan segar atau simplisia yang diramu sehingga dihasilkan jamu berbentuk cairan ataupun serbuk kering, dengan klaim khasiat tertentu.

10. Jamu: obat tradisional yang meliputi tiga kategori menurut Ketentuan Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.

11. Jamu ramuan segar: jamu yang dibuat dari bahan alami dengan cara direbus atau diperas, umumnya berbentuk cairan dan langsung dapat diminum tanpa pengolahan lebih lanjut.

12. Jamu instan: jamu yang dibuat dalam kemasan oleh industri obat tradisional, dapat langsung diminum oleh konsumen atau dilarutkan air terlebih dahulu. 13. Jamu instan kunyit asam: jamu instan yang mengandung kunyit dan asam.

14. Kemasan: pembungkus luar dengan informasi meliputi logo, nama produk, komposisi, khasiat, cara pemakaian, efek samping, kontraindikasi, peringatan/perhatian, nomor izin edar, nomor batch, keterangan kadaluarsa. 15. Masyarakat: ibu-ibu dan remaja putri berusia 13-60 tahun, yang telah atau

pernah mengalami menstruasi.

D. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Mei sampai dengan bulan September 2009. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2009.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner. Kuisioner merupakan alat pengumpul data yang sering disebut dengan istilah “angket”. Data dikumpulkan dari subjek penelitian yang disebut dengan “responden” (Notoatmodjo, 1993). Kuisioner yang digunakan dibagi menjadi 3 bagian.

Bagian pertama dari kuisioner berisi pertanyaaan untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik responden. Pada bagian ini responden harus mengisi jawaban sendiri karena tidak disediakan pilihan jawaban.

Bagian kedua dari kuisioner terdiri dari 21 pernyataan di mana responden diminta memilih sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), atau sangat tidak setuju (STS) untuk setiap pernyataan. Pada bagian ini terdapat pernyataan bersifat

Bagian ketiga dari kuisioner berisi pertanyaan semi-terbuka. Responden dapat memilih jawaban yang tersedia, namun juga dapat memberikan jawaban lain maupun alasan.

F. Tata Cara Penelitian 1. Penentuan lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di mana terdapat 1 wilayah kota dan 4 wilayah kabupaten.

Tabel I. Kota/Kabupaten dan jumlah penduduk di DIY (www.pemda-diy.go.id) Nomor Kota/Kabupaten Jumlah Penduduk

1. Kota Yogyakarta 596.472 2. Kabupaten Sleman 913.079 3. Kabupaten Kulonprogo 460.388 4. Kabupaten Bantul 813.722 5. Kabupaten Gunungkidul 764.461 Total 3.548.122

Untuk menentukan lokasi penelitian dilakukan pengundian dari tingkat kota/kabupaten sampai pada klaster terakhir, yaitu RW/pedukuhan. Pengundian menggunakan prinsip acak sederhana (simple random sampling). Hasil pengundian pada tingkat kota/kabupaten adalah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

Dari hasil undian diperoleh lokasi untuk Kota Yogyakarta adalah RW 1 dan 5 di Kelurahan Demangan, RW 3 dan RW 7 di Kelurahan Baciro, RW 6 dan RW 9 di Kelurahan Wirobrajan, serta RW 4 dan RW 10 di Kelurahan Pakuncen. Untuk Kabupaten Bantul didapatkan wilayah setingkat RW, yaitu pedukuhan Pelemsewu dan Dongkelan di Kelurahan Panggungharjo, Dobalan dan Sewon di Kelurahan

Timbulharjo, Gunungan dan Plumbungan di Kelurahan Sumbermulyo, serta Palihan dan Tempel di Kelurahan Sidomulyo.

2. Pengurusan izin penelitian

Pengurusan izin penelitian dilakukan dari tingkat kota/kabupaten, yaitu Dinas Perizinan di Kota Yogyakarta dan BAPPEDA di Kabupaten Bantul. Izin yang diperoleh dilanjutkan ke masing-masing kecamatan yang terpilih sampai dengan tingkat kelurahan. Dari kelurahan dibuatkan surat pengantar ke pengurus RW/pedukuhan untuk ditindaklanjuti, termasuk pengurusan di setiap RT dalam lokasi penelitian.

3. Penetapan subjek penelitian

Kriteria inklusi ditetapkan berdasarkan latar belakang penggunaan jamu kunyit asam secara tradisional oleh perempuan pada masa haid. Kriteria inklusi untuk subjek penelitian ini adalah ibu-ibu dan remaja putri berusia 13-60 tahun yang telah atau pernah mengalami haid, bertempat tinggal di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Ibu-ibu yang berusia hingga 60 tahun, namun sudah tidak haid tetap termasuk dalam kriteria inklusi. Remaja putri yang telah berusia 13 tahun, namun belum haid tidak termasuk dalam kriteria inklusi.

Jumlah subjek ditentukan sesuai rumus berikut (Notoatmodjo, 1993):

n : besar sampel yang diambil N : besar populasi

d : tingkat signifikansi (10 %)

Dari perhitungan yang dilakukan terhadap jumlah penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta, diperoleh n = 99,99. Jadi jumlah subjek minimal adalah 100

orang. Subjek yang digunakan ditetapkan sebanyak 200 orang, mengingat jumlah populasi yang cukup besar dan rentang usia subjek yang panjang. Selain itu jumlah subjek yang besar cenderung memberikan hasil yang lebih mendekati nilai sesungguhnya (Mantra & Kasto, 1985).

Jumlah subjek sebesar 200 ini didistribusikan secara proporsional di setiap wilayah, yaitu sebagai berikut:

 Jumlah subjek di Kota Yogyakarta dari perhitungan 596.472 dibagi 1.410.194 dikalikan 200 didapatkan sebanyak 85 orang.

 Jumlah subjek di Kabupaten Bantul dari perhitungan 813.722 dibagi 1.410.194 dikalikan 200 didapatkan sebanyak 115 orang.

Tabel II. Jumlah dan distribusi subjek penelitian

No. Kota/Kabupaten Jumlah Penduduk Jumlah Subjek

1. Kota Yogyakarta 596.472 85

2. Kabupaten Bantul 813.722 115

Total 1.410.194 200

Perhitungan secara proporsional ini juga dilakukan untuk menentukan jumlah subjek di setiap kecamatan, kelurahan, sampai lokasi penelitian. Secara ringkas dapat dilihat pada gambar 4 dan gambar 5.

Gambar 4. Skema jumlah dan distribusi subjek di Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta 596.472 Gondokusuman 13.721 Wirobrajan 2.266 RW 06 210 RW 05 266 RW 01 383 RW 03 178 RW 07 210 RW 10 265 RW 09 204 RW 04 198 Demangan 4.604 Baciro 4.410 Pakuncen 2.611 Wirobrajan 7.153 85 56 29 29 27 13 16 17 12 12 15 6 7 7 9

Gambar 5. Skema jumlah dan distribusi subjek di Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul 813.722 Sewon 76.533 Sumbermulyo 2.735 Gunungan 249 Dongkelan 754 Pelemsewu 823 Dobabalan 540 Sewon 555 Tempel 258 Plumbungan 298 Palihan 320 Panggungharjo 10.500 Timbulharjo 8.324 Sidomulyo 2.850 Bambanglipuro 43.076 115 74 41 41 33 20 21 21 20 16 17 9 11 12 9

4. Pembuatan kuisioner

Daftar pertanyaan dan pernyataan dalam kuisioner dibuat berdasarkan tema penelitian. Kuisioner yang digunakan dibagi menjadi 3 bagian.

Bagian pertama dari kuisioner merupakan jenis pertanyaaan terbuka untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik responden. Pada bagian ini responden harus mengisi jawaban sendiri karena tidak disediakan pilihan jawaban.

Bagian kedua dari kuisioner terdiri dari 21 pernyataan di mana responden diminta memilih sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), atau sangat tidak setuju (STS) untuk setiap pernyataan. Kecenderungan jawaban dilihat dengan menjumlahkan persentase jawaban SS + S dan TS + STS. Pada bagian ini terdapat pernyataan bersifat favorable dan unvaforable. Pemberian skor berdasarkan skala Likert sesuai tabel berikut ini:

Tabel III. Skor berdasarkan sifat pernyataan

Dokumen terkait