• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.2 Karakteristik Responden yang Memakai GTSL d

Frekuensi Pembersihan

Berdasarkan frekuensi pembersihan, jumlah responden yang membersihkan GTSL setiap hari terdiri dari 51 orang (92,7%) dibagi atas tiga kelompok yaitu responden yang membersihkan GTSL setiap 1 kali sehari, 2 kali sehari, dan 3 kali sehari. Responden yang membersihkan GTSL setiap 1 kali sehari 3 orang (5,5%) yang terdiri dari responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun, responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun, dan responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA

pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Responden yang membersihkan GTSL 2 kali sehari 38 orang (69,1%), yang terbanyak responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 40-59 tahun 10 orang (18,2%). Responden yang membersihkan GTSL setiap 3 kali sehari 10 orang (18,2%), yang terbanyak responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 20-39 tahun 2 orang (3,6%) dan responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SD pada kelompok usia 60 tahun ke atas 2 orang (3,6%). (Tabel 3)

Jumlah responden yang tidak membersihkan GTSL setiap hari atau membersihkan GTSL dalam jangka waktu tertentu terdiri dari 4 orang (7,3%), dibagi atas tiga kelompok yaitu responden yang membersihkan GTSL setiap 2-4 hari sekali, 1 minggu sekali, dan tidak tentu. Responden yang membersihkan GTSL setiap 2-4 hari sekali 2 orang (3,6%) terdiri dari responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 20-39 tahun 1 orang (1,8%) dan responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 60 tahun ke atas 1 orang (1,8%). Responden yang membersihkan GTSL setiap 1 minggu sekali 1 orang (1,8%) yaitu responden berjenis kelamin laki- laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun. Responden yang membersihkan GTSL dalam jangka waktu yang tidak tentu 1 orang (1,8%) yaitu responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun. (Tabel 4)

4.3 Karakteristik Responden yang Memakai GTSL di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 Berdasarkan Waktu Pembersihan

Berdasarkan waktu pembersihan, responden pemakai GTSL dibagi atas lima kelompok yaitu responden yang membersihkan GTSL setiap setelah makan; sebelum tidur; mandi pagi dan sore; mandi pagi dan sebelum tidur; dan mandi pagi, sore, dan sebelum tidur. Responden yang membersihkan GTSL setiap setelah makan 3 orang (5,5%) terdiri dari responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 20-39 tahun 1 orang (1,8%), responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTP pada kelompok usia 40-59 tahun 1 orang (1,8%), dan responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 60 tahun ke atas 1 orang (1,8%). Responden

yang membersihkan GTSL setiap sebelum tidur 4 orang (7,3%), yang terbanyak responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun 2 orang (3,6%). Responden yang membersihkan GTSL setiap mandi pagi dan sore 28 orang (50,9%), yang terbanyak responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 40-59 tahun 8 orang (14,6%). Responden yang membersihkan GTSL setiap mandi pagi dan sebelum tidur 11 orang (20%), yang terbanyak responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTP 2 orang (3,6%) dan responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA 2 orang (3,6%), keduanya pada kelompok usia 40-59 tahun. Responden yang membersihkan GTSL setiap mandi pagi, sore, dan sebelum tidur 9 orang (16,3%), yang terbanyak responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 20-39 tahun 2 orang (3,6%) dan responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SD pada kelompok usia 60 tahun ke atas 2 orang (3,6%). (Tabel 5)

4.4 Karakteristik Responden yang Memakai GTSL di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 Berdasarkan Cara Pembersihan

Dilihat dari cara pembersihan, responden pemakai GTSL dibagi atas lima kelompok yaitu responden yang membersihkan GTSL dengan cara menyikat tanpa pasta gigi atau sabun, menyikat pakai pasta gigi atau sabun, merendam dalam air, menyikat tanpa pasta gigi atau sabun ditambah merendam dalam air, dan menyikat pakai pasta gigi atau sabun ditambah merendam dalam air. Responden yang membersihkan GTSL dengan cara menyikat tanpa pasta gigi atau sabun yaitu responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan SD pada kelompok

usia 60 tahun ke atas 2 orang (3,6%). Responden yang membersihkan GTSL dengan cara menyikat pakai pasta gigi atau sabun 39 orang (70,9%), yang terbanyak responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 40-59 tahun 9 orang (16,4%). Responden yang membersihkan GTSL dengan cara merendam dalam air yaitu responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 60 tahun ke atas 1 orang (1,8%). Responden yang membersihkan GTSL dengan cara menyikat tanpa pasta gigi atau sabun ditambah merendam dalam air yaitu responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 20-39 tahun 1 orang (1,8%). Responden yang membersihkan GTSL dengan cara menyikat pakai pasta gigi atau sabun ditambah merendam dalam air 12 orang (21,8%), yang terbanyak responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun 3 orang (5,5%). (Tabel 6)

4.5 Karakteristik Responden yang Memakai GTSL di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 Berdasarkan Kondisi Kebersihan Gigitiruan

Berdasarkan kondisi kebersihan gigitiruan, responden yang memakai GTSL dibagi atas tiga kelompok yaitu responden dengan kondisi gigitiruan bersih, kotor dan sangat kotor. Responden yang memakai GTSL dengan kondisi bersih 18 orang (32,7%), yang terbanyak responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 40-59 tahun 4 orang (7,3%). Responden yang memakai GTSL dengan kondisi kotor 26 orang (47,3%), yang terbanyak responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 40-59 tahun 5 orang (9,1%). Responden yang memakai GTSL dengan kondisi sangat

kotor 11 orang (20%), yang terbanyak responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 40-59 tahun 2 orang (3,6%), responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun 2 orang (3,6%), responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan pada SLTA kelompok usia 40-59 tahun 2 orang (3,6%), dan responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan SD pada kelompok usia 60 tahun ke atas 2 orang (3,6%). (Tabel 7)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan studi deskriptif untuk mengumpulkan data-data tentang kebiasaan memelihara kebersihan gigitiruan pada masyarakat pemakai gigitiruan sebagian lepasan di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012. Pertanyaan mengenai kebiasaan memelihara kebersihan gigitiruan hanya dilihat frekuensi distribusinya dan kemudian disajikan dalam bentuk tabel.

5.1 Karakteristik Responden yang Memakai GTSL di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012

Responden yang memakai GTSL di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal memiliki karakteristik terbanyak berusia 40-59 tahun, berjenis kelamin perempuan, dan tingkat pendidikan SLTA. Responden berusia 40-59 tahun paling banyak, karena populasi terbanyak yang menggunakan GTSL di Kelurahan Tanjung Rejo berusia 40-59 tahun, sedangkan responden berusia 20-39 tahun yang mengalami kehilangan gigi sebagian kebanyakan mengganti giginya yang hilang dengan perawatan GTC. Responden berusia 60 tahun ke atas paling sedikit dikarenakan pada umumnya di usia tersebut responden sudah kehilangan gigi seluruhnya dan memakai GTP. Hasil ini sesuai dengan penelitian Cosme dkk (2006), yang menemukan responden yang memakai GTSL terbanyak pada rentang usia 41-60 tahun.28 Hasil penelitian ini pada responden perempuan lebih banyak dikarenakan responden laki-laki tidak terlalu mementingkan estetis dan kurang memahami fungsi gigitiruan sehingga mereka tidak memakai GTSL walaupun sudah mengalami kehilangan gigi sebagian. Hasil ini sesuai dengan penelitian Cosme dkk (2006) dan JH Wu dkk (2011) bahwa responden terbanyak yang memakai GTSL berjenis kelamin perempuan.28,47 Responden berpendidikan SLTA paling banyak memakai

GTSL disebabkan responden tersebut lebih memahami pentingnya mengganti kehilangan gigi sebagian dengan perawatan GTSL dan juga tersedianya sarana pendidikan yang cukup memadai di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal. Hasil ini sesuai dengan penelitian Chodwary dan Chandraker (2011) bahwa responden yang terbanyak memakai GTSL adalah responden dengan tingkat sosioekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan) yang tinggi.48

Berdasarkan riwayat gigitiruan, responden yang memakai GTSL paling banyak di rahang atas saja dengan 1-6 jumlah elemen gigi yang diganti. Hal ini disebabkan kehilangan gigi pada rahang atas lebih sering dijumpai dan sangat mempengaruhi estetis apabila dibandingkan dengan kehilangan gigi pada rahang bawah. Dilihat dari bahan basis GTSL yang dipakai, responden paling banyak memakai GTSL dengan basis resin akrilik. Hal ini disebabkan biaya perawatan GTSL berbasis resin akrilik lebih terjangkau dan lebih mudah membuatnya apabila dibandingkan yang berbasis logam, serta apabila rusak dengan mudah dapat diperbaiki. Responden terbanyak memakai GTSL di rahang atas saja, rahang bawah saja, dan pada kedua rahang masing-masing selama 1-5 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Barreiro dkk (2009), Peracini dkk (2010), dan Karniah (2012) bahwa responden paling banyak memakai gigitiruan mereka selama 1-5 tahun.6,23,49 Hal ini kemungkinan disebabkan kualitas gigitiruan yang cukup baik sehingga gigitiruan yang dipakai dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama meskipun dengan pemeliharaan kebersihan yang kurang tepat. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar responden juga cukup merasa puas dengan gigitiruan yang mereka pakai dan merasa belum perlu menggantinya dengan gigitiruan yang baru. Responden terbanyak

memakai GTSL yang dibuat oleh dokter gigi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Natamiharja (1991) tentang bahwa sebagian besar masyarakat pemakai gigitiruan di Kecamatan Medan Kota membuat gigitiruannya di praktek dokter gigi.50 Hal ini disebabkan sebagian besar responden berpendidikan tinggi, sehingga lebih memahami pentingnya pembuatan GTSL oleh dokter gigi untuk menunjang keberhasilan perawatan yang lebih baik serta tersedianya sarana klinik dan praktek dokter gigi yang cukup memadai di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal. Dilihat dari instruksi kebersihan yang diterima, responden terbanyak menerima instruksi kebersihan secara lisan dari pembuat gigitiruannya. Hasil ini sesuai dengan penelitian Dikbas dkk (2006) bahwa sebagian besar dokter gigi memberikan instruksi kebersihan secara lisan saja kepada pasien setelah pemasangan gigitiruan selesai dilakukan.7 Hal ini disebabkan kurangnya perhatian dari klinisi terhadap pentingnya pemberian instruksi secara lisan dan tulisan tentang cara yang tepat memelihara kebersihan gigitiruan untuk keberhasilan perawatan jangka panjang.

5.2 Karakteristik Responden yang Memakai GTSL di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 Berdasarkan Frekuensi Pembersihan

Pada penelitian ini, responden yang membersihkan GTSL setiap 1 kali sehari hanya sebanyak 3 orang terdiri dari responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun, responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun, dan responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Hal ini kemungkinan disebabkan responden tersebut tidak mengikuti instruksi kebersihan yang benar

secara lisan dan tulisan dari pembuat gigitiruannya. Responden yang membersihkan GTSL setiap 2 kali sehari terbanyak pada responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 40-59 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Chodwary dan Chandraker (2011) bahwa sebagian besar responden dengan tingkat sosioekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan) yang tinggi membersihkan gigitiruannya setiap 2 kali sehari.48 Hal ini disebabkan responden tersebut lebih memelihara kesehatan rongga mulutnya sehingga membersihkan GTSL bersamaan dengan waktu menyikat giginya yaitu 2 kali sehari. Responden yang membersihkan GTSL setiap 3 kali sehari terbanyak masing-masing pada responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA kelompok usia 20-39 tahun dan responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SD kelompok usia 60 tahun ke atas. Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian antara lain Peracini dkk (2010) menyatakan bahwa lebih dari setengah jumlah responden yang membersihkan gigitiruannya 3 kali sehari berjenis kelamin perempuan dan Christensen dkk (2003) menyatakan bahwa sebagian besar responden yang membersihkan gigitiruannya lebih dari 1 kali sehari berjenis kelamin perempuan.6,51 Pada kedua kategori karakteristik tersebut, responden sama-sama berjenis kelamin perempuan sehingga kemungkinan lebih memelihara kebersihan gigitiruannya, meskipun dengan usia dan tingkat pendidikan yang sangat berbeda. Hasil yang bertentangan ini tidak terlalu signifikan dikarenakan responden terbanyak dengan dua kategori karakteristik tersebut masing-masing hanya 2 dari 10 orang total responden yang membersihkan gigitiruannya setiap 3 kali sehari.

Pada penelitian ini, responden yang membersihkan GTSL setiap 2-4 hari sekali 2 orang (3,6%) masing-masing pada responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi kelompok usia 20-39 tahun dan responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan SLTA kelompok usia 60 tahun ke atas. Responden berjenis kelamin laki-laki berpendidikan tinggi dengan usia 20-39 tahun jarang membersihkan gigitiruannya kemungkinan disebabkan responden tersebut hanya menerima instruksi kebersihan secara lisan saja tanpa tulisan dari pembuat gigitiruannya sehingga mereka cenderung lupa untuk melakukannya, sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki pada usia 60 tahun ke atas jarang membersihkan gigitiruannya karena tidak terlalu memperdulikan kebersihan gigitiruannya, walaupun berpendidikan SLTA. Responden yang membersihkan GTSL setiap 1 minggu sekali berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun. Responden yang membersihkan GTSL dalam jangka waktu yang tidak tentu berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun. Responden berjenis kelamin laki-laki dalam kedua kategori frekuensi pembersihan tersebut jarang membersihkan gigitiruannya kemungkinan tidak memahami pentingnya menjaga kebersihan gigitiruan secara teratur setiap hari, walaupun berpendidikan Perguruan Tinggi. Hal ini kemungkinan juga disebabkan responden tersebut tidak menerima instruksi kebersihan secara lisan dan tulisan dari pembuat gigitiruannya atau tidak mengikuti instruksi yang diberikan dengan baik.

Apabila dilihat dari frekuensi pembersihan setiap hari, responden terbanyak membersihkan GTSL 2 kali sehari. Hasil ini sesuai dengan penelitian Karniah (2012)

bahwa sebagian besar masyarakat pemakai gigitiruan di Pulau Kodingareng, Sulawesi, membersihkan gigitiruannya setiap 2 kali sehari.49 Hasil ini berbeda dengan beberapa penelitian antara lain Barbosa dkk (2008), Barreiro dkk (2009), dan Peracini dkk (2010) yang menemukan bahwa sebagian besar responden membersihkan gigitiruannya setiap 3 kali sehari atau lebih.6,11,23 Dikbas dkk (2006) menemukan bahwa sebagian besar responden hanya membersihkan gigitiruannya 1 kali sehari.10 Hasil penelitian yang didapatkan berbeda dengan hasil penelitian yang lain kemungkinan disebabkan kebiasaan frekuensi pemeliharaan kebersihan yang berbeda antara masyarakat yang berbeda. Frekuensi pembersihan 2 kali sehari ini berhubungan dengan waktu pembersihan dimana sebagian besar responden membersihkan gigitiruannya sewaktu mandi yaitu 2 kali sehari. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak membersihkan gigitiruannya pada waktu yang tepat yaitu setiap setelah makan, yang mengindikasikan frekuensi pembersihan setiap 3 kali sehari. Hal ini kemungkinan disebabkan responden tidak mendapatkan instruksi yang tepat secara lisan maupun tulisan dari pembuat gigitiruannya tentang frekuensi dan waktu pembersihan yang paling baik untuk memelihara kebersihan gigitiruan.

5.3 Karakteristik Responden yang Memakai GTSL di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 Berdasarkan Waktu Pembersihan

Pada penelitian ini, responden yang membersihkan GTSL setiap setelah makan 3 orang (5,5%) masing-masing pada responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 20-39 tahun, responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTP pada

kelompok usia 40-59 tahun, dan responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Hanya sedikit dari jumlah seluruh responden yang membersihkan gigitiruannya setiap setelah makan, hal ini berarti bahwa sebagian besar responden tidak menerima atau memahami instruksi yang benar tentang kapan waktu yang paling tepat untuk membersihkan gigitiruannya. Berdasarkan hasil wawancara, responden tersebut membersihkan gigitiruannya setiap setelah makan karena merasa tidak nyaman apabila ada sisa makanan pada gigitiruannya. Responden yang membersihkan GTSL setiap sebelum tidur terbanyak pada responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun. Responden berjenis kelamin laki- laki tersebut membersihkan gigitiruannya sebelum tidur kemungkinan disebabkan mereka tidak menerima instruksi kebersihan secara lisan dan tulisan dari pembuat gigitiruannya, serta kurang memahami pentingnya memelihara kebersihan gigitiruan secara teratur meskipun usianya 40-59 tahun dan berpendidikan Perguruan Tinggi. Responden yang membersihkan GTSL setiap mandi pagi dan sore terbanyak berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 40-59 tahun. Hal ini disebabkan kebiasaan responden tersebut membersihkan gigitiruannya bersamaan dengan waktu menyikat gigi. Responden dengan karakteristik tersebut kemungkinan lebih memahami bahwa memelihara kebersihan gigitiruan sama pentingnya dengan memelihara kesehatan rongga mulutnya. Responden yang membersihkan GTSL setiap mandi pagi dan sebelum tidur hanya 2 orang dengan karakteristik keduanya berjenis kelamin perempuan pada kelompok usia 40-59 tahun, masing-masing dengan tingkat pendidikan SLTP dan SLTA. Hal ini disebabkan

kebiasaan responden tersebut membersihkan gigitiruannya bersamaan dengan waktu menyikat gigi yaitu setiap mandi pagi dan sebelum tidur. Responden yang membersihkan GTSL setiap mandi pagi, sore, dan sebelum tidur terbanyak masing- masing pada responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 20-39 tahun dan pada responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SD pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Pada kedua kategori tersebut, responden terbanyak berjenis kelamin perempuan, oleh karena itu mereka lebih memelihara kebersihan gigitiruan, walaupun jika dilihat dari karakteristik usia dan tingkat pendidikan sangat berbeda. Hasil yang bertentangan ini tidak terlalu signifikan dikarenakan responden terbanyak dengan kedua kategori karakteristik tersebut masing-masing hanya 2 dari 10 orang total responden yang membersihkan gigitiruannya setiap mandi pagi, sore, dan sebelum tidur.

Berdasarkan waktu pembersihan, responden terbanyak membersihkan GTSL setiap mandi pagi dan sore. Hal ini disebabkan responden lebih rajin membersihkan gigitiruannya apabila bersamaan dengan waktu mandi, dimana waktu pembersihan tersebut tidak mengindikasikan pemeliharaan kebersihan gigitiruan yang tepat. Waktu pembersihan gigitiruan yang paling tepat adalah setiap setelah makan.

5.4 Karakteristik Responden yang Memakai GTSL di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2012 Berdasarkan Cara Pembersihan

Pada penelitian ini, responden yang membersihkan GTSL dengan cara menyikat tanpa pasta gigi atau sabun yaitu responden berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan SD pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Hasil ini sesuai dengan penelitian Chodwary dan Chandraker (2011) bahwa cara membersihkan

gigitiruan hanya dengan menyikat tanpa pasta gigi atau sabun sebagian besar digunakan oleh responden dengan tingkat sosioekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan) yang rendah.48 Hal ini disebabkan responden berjenis kelamin laki-laki berpendidikan rendah dan usia tua tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang bagaimana cara yang baik dan benar dalam membersihkan gigitiruannya karena tidak menerima instruksi kebersihan secara lisan dan tulisan ataupun tidak mengikuti instruksi kebersihan yang diberikan dengan baik karena responden tersebut tidak memahami pentingnya pemeliharaan kebersihan rongga mulut dan gigitiruan. Responden yang membersihkan GTSL dengan cara menyikat pakai pasta gigi atau sabun terbanyak berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 40-59 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Peracini dkk (2010) dan Takamiya dkk (2011) bahwa cara pembersihan gigitiruan dengan menyikat pakai pasta gigi atau sabun lebih banyak dilakukan perempuan daripada laki-laki.6,52 Hal ini disebabkan kebiasaan responden tersebut membersihkan GTSL dengan cara menyikat pakai pasta gigi bersamaan dengan menyikat giginya sehingga cara yang dilakukan pun sama. Responden yang membersihkan GTSL dengan cara merendam dalam air yaitu responden berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Responden tersebut membersihkan GTSL dengan cara merendam dalam air kemungkinan tidak menerima instruksi kebersihan yang benar, baik secara lisan maupun tulisan dari pembuat gigitiruannya meskipun responden tersebut berjenis kelamin perempuan dan berpendidikan SLTA. Responden yang membersihkan GTSL dengan cara menyikat tanpa pasta gigi atau sabun ditambah merendam dalam air yaitu responden berjenis kelamin perempuan

dengan tingkat pendidikan SLTA pada kelompok usia 20-39 tahun. Hal ini disebabkan responden tersebut kemungkinan tidak mendapatkan instruksi kebersihan yang benar secara lisan dan tulisan dari pembuat gigitiruannya atau tidak mengikuti instruksi yang diberikan, walaupun usianya 20-39 tahun dan berpendidikan SLTA. Responden yang membersihkan GTSL dengan cara menyikat pakai pasta gigi atau sabun ditambah merendam dalam air terbanyak berjenis kelamin laki-laki dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi pada kelompok usia 40-59 tahun. Hasil ini berbeda dengan penelitian Takamiya (2011), bahwa membersihkan gigitiruan dengan cara gabungan sebagian besar digunakan oleh responden dengan usia 60 tahun ke atas.52 Responden tersebut walaupun berjenis kelamin laki-laki, tetapi berpendidikan Perguruan Tinggi kemungkinan mendapatkan instruksi untuk membersihkan gigitiruannya secara teratur dan mengikuti instruksi kebersihan yang diberikan oleh pembuat gigitiruannya dengan baik.

Berdasarkan cara pembersihan, responden yang memakai GTSL paling banyak membersihkan GTSL dengan cara menyikat pakai pasta gigi atau sabun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Natamiharja (1991), Dikbas dkk (2006), Baran dan Nalcaci (2009), serta Amjad dkk (2010) dan Karniah (2012) bahwa sebagian besar responden membersihkan gigitiruannya dengan cara menyikat pakai pasta

Dokumen terkait