• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Pembahasan

5.4.1 Karakteristik Sampel Penelitian

berada pada kategori cukup bugar sebesar 13,79% sementara 9 orang tetap

berada pada kategori kurang bugar sebesar 23,08%. Pada kelompok yang

senam aerobik high impact dari 39 orang sampel berada pada kategori kurang

bugar sebesar 100% menjadi 21 orang berada pada kategori kebugaran sedang

yaitu sebesar 53,85% dan 3 orang berada pada kategori cukup bugar sebesar

7,69% sementara 15 orang tetap berada pada kategori kurang bugar sebesar

38,46%.

5.4 Pembahasan

5.4.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Kebugaran fisik merupakan kecocokan keadaan fisik terhadap

aktivitas sehari-hari yang harus dilaksanakan oleh fisik untuk dapat

melaksanakan tugas fisik tertentu dengan hasil yang baik tanpa

menimbulkan kelelahan yang berlebihan dan masih memiliki tenaga

cadangan untuk melaksanakan aktivitas yang bersifat mendadak.

Kebugaran fisik setiap individu dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia,

tinggi badan, berat badan, status gizi, IMT serta aktivitas fisik.

Menurut Hoeger (2014), kebugaran fisik adalah kemampuan

untuk memenuhi tuntutan mempertahankan keselamatan hidup

sehari-hari dan efektif tanpa mengalami kelelahan dan masih memiliki energi

untuk melakukan aktifitas lainnya dan kegiatan rekreasi.

Pada penelitian ini varian karakteristik sampel pada kedua

penelitian yang terdapat dalam kelompok 1 dan 2 memiliki

karakteristik yang sama sehingga tidak akan mempengaruhi hasil

penelitian.

5.4.2 Pengaruh Pelatihan Interval Intensitas Tinggi dan Senam Aerobik

High Impact Terhadap Peningkatan Kebugaran Fisik

Hasil analisis deskriptif sebelum dan sesudah pelatihan pada

kedua kelompok menunjukkan hasil analisis data yaitu ada perbedaan

yang signifikan nilai kebugaran fisik antara sebelum dan sesudah

pelatihan pada masing-masing kelompok. Pelatihan yang diberikan

pada masing-masing kelompok sampel penelitian ini bertujuan untuk

meningkatkan kebugaran fisik.

Kebugaran fisik erat hubungannya dengan daya tahan

kardiovaskuler. Besarnya kebugaran fisik individu dapat diukur dari

besaran kemampuan gerak yang dilakukan. Kemampuan gerak yang

dilakukan merupakan hasil dari kemampuan tubuh untuk

menghasilkan energi yang berasal dari olah daya atau disebut dengan

metabolisme dan suplai oksigen yang didapatkan oleh otot untuk

berkontraksi. Kemampuan tubuh menghasilkan energi terjadi melalui

mekanisme anaerobik (tanpa menggunakan O2) dan mekanisme

aerobik (dengan menggunakan O2). Semakin berat intensitas gerakan

yang dilakukan maka semakin besar kebutuhan oksigen di dalam

Kebutuhan oksigen didalam tubuh akibat intensitas gerakan

menyebabkan tubuh mengimbangi dengan peningkatan sistem

kardiovaskuler yaitu peningkatan denyut jantung, dilatasi pembuluh

darah kororner, peningkatan stroke volume dan peningkatan kekuatan

kontraksi jantung. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan stroke

volume.

Pada sampel yang mengalami peningkatan kebugaran fisik

mengalami adaptasi pada kontraksi jantung selama latihan.

Peningkatan efektifitas pompa jantung sesudah diberikan beban latihan

yang terus menerus dan berkesinambungan secara fisiologis maka otot

jantung beradaptasi sehingga kekuatan jantung dalam memompakan

darah menjadi lebih meningkat dibandingkan sebelum latihan. Kinerja

jantung menjadi lebih baik maka dapat mencukupi suplai oksigen ke

seluruh tubuh. Hal ini dapat diukur melalui pengukuran denyut nadi

sesudah latihan. Denyut nadi sesudah sampel menjalani pelatihan

menjadi lebih lambat karena telah terjadi adaptasi pada sistem

kardiovaskuler terhadap latihan yang telah dilakukan dengan teratur.

Latihan interval intensitas tinggi memberikan efek fisiologis

pada sistem kardiovaskuler yaitu melalui adaptasi jantung terhadap

latihan interval yang diberikan. Pada saat melakukan latihan intensitas

tinggi maka akan terjadi peningkatan sistem sistem kardiorepirasi yaitu

peningkatan kebutuhan oksigen di otot yang aktif. Peningkatan

erat dengan peningkatan metabolisme energi di dalam mitokondria sel

otot pernapasan yang aktif. Sel otot yang berkontraksi membutuhkan

banyak ATP. Akibatnya otot yang dipakai dalam latihan intensitas

tinggi membutuhkan lebih banyak oksigen (O2) dan menghasilkan

karbondioksida (CO2).

Peningkatan kardiovaskuler juga terjadi dikarenakan terjadinya

peningkatan denyut jangtung saat latihan. Peningkatan denyut jantung

saat latihan ini akan meningkatkan stroke volume. Peningkatan stroke

volume dan peningkatan frekuensi jantung dapat menyebabkan

peningkatan cardiac output yaitu volume darah yang dikeluarkan oleh

kedua ventrikel per menit. Peningkatan ini disertai dengan vasodilatasi

pembuluh darah untuk membawa oksigen ke otot yang aktif.

Pelatihan intensitas tinggi menyebabkan peningkatan stroke

volume sehingga terjadi penurunan denyut nadi sementara cardiac output tetap. Hal ini menyebabkan efisiensi otot jantung dalam

menyuplai darah ke seluruh tubuh. Efisiensi denyut jantung

ditunjukkan dengan penurunan denyut nadi.

Latihan intensitas rendah yang diselingi diantara latihan

intensitas tinggi pada latihan interval membantu pembuangan

metabolisme dari otot selama periode istirahat pada saat latihan

interval intensitas tinggi sedang dilakukan oleh tubuh. Perubahan

periode latihan yang dilakukan bergantian ini membantu tubuh

Oksigen yang menuju ke otot yang aktif ini kan menguraikan asam

laktat menjadi energi kembali.

Sesuai dengan penelitian tentang pelatihan interval intensitas

tinggi yang dilakukan oleh Marta Oliveira dkk, (2013) tentang efek

Pelatihan Interval Intensitas Tinggi selama 2 minggu pada pria dewasa

dengan nilai Body Mass Index (BMI) tinggi menunjukkan peningkatan

VO2maks.

Senam dengan intensitas tinggi menggunakan tenaga yang

maksimum dan diulang-diulang sehingga melatih otot untuk melebihi

beban normalnya. Peningkatan ketahanan fisik setelah senam aerobik

high impact dikarenakan gerakan dinamis pada saat melakukan aerobik high impact meningkatkan denyut jantung. Gerakan dinamis pada saat

senam ini meningkatkan kapasitas kerja jantung, peredaran darah dan

paru-paru untuk memberikan oksigen pada kerja otot selama latihan.

Peningkatan denyut jantung akan mengakibatkan stroke volume

meningkat. Laju aliran darah meningkat sehingga kebutuhan oksigen

ke otot yang aktif dapat dipenuhi untuk memberikan energi pada saat

kontraksi otot.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Alex dkk

(2011) tentang pengaruh senam aerobik low impact dan high impact

terhadap kebugaran fisik terhadap 20 orang didapatkan hasil yang

sig-nifikan terhadap latihan senam aerobik low impact dan high impact

didapatkan hasil bahwa latihan senam aerobik high impact

memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan low impact terhadap

hasil kebugaran fisik.

5.4.3 Perbedaan Pelatihan Interval Intensitas Tinggi dan Senam Aerobik High Impact Terhadap Peningkatan Kebugaran Fisik

Hasil analisis deskriptif sesudah pelatihan pada kedua

kelompok menunjukkan hasil analisis data yaitu ada perbedaan yang

signifikan nilai kebugaran fisik antara sesudah pelatihan pada kedua

kelompok. Namun terdapat perbedaan nilai rerata sesudah pelatihan

pada kedua kelompok. Pada kelompok 1 yang diberikan pelatihan

interval intensitas tinggi nilai rerata 60,92 sesudah pelatihan.

Sedangkan pada kelompok 2 yang diberikan senam aerobik high

impact nilai rerata 57,74 sesudah pelatihan. Hal tersebut menunjukkan

bahwa kelompok sampel yang diberikan latihan interval intensitas

tinggi mengalami peningkatan kebugaran fisik lebih baik dari pada

kelompok sampel yang diberikan senam aerobik high impact.

Perbedaan ini terjadi akibat adanya latihan intensitas rendah

yang diselingi pada latihan interval intesitas tinggi sementara pada

senam aerobic high impact tidak ada pelatihan interval intensitas

rendah selama pelaksanaan senam. Pada senam aerobic high impact

intensitas rendah hanya dilakukan pada saat fase pendinginan (cooling

rendah yang diselingi diantara latihan intensitas tinggi pada latihan

interval membantu pembuangan metabolisme dari otot selama periode

istirahat pada saat latihan interval intensitas tinggi sedang dilakukan

oleh tubuh. Perubahan periode latihan yang dilakukan bergantian ini

membantu tubuh meningkatkan volume dalam mengkonsumsi oksigen

selama latihan. Hal ini dikarenakan sel paling sedikit mengkonsumsi

oksigen adalah pada saat otot dalam keadaan istrahat. Latihan ini juga

meningkatkan adaptasi sistem kardiovaskuler terhadap latihan interval

yang dilakukan.

Berdasarkan analisis uji beda pelatihan yang diberikan pada

kedua kelompok terhadap kebugaran fisik sampel didapatkan bahwa

pelatihan interval intensitas tinggi lebih meningkatkan kebugaran fisik

daripada senam aerobik high impact. Pada subjek sampel penelitian

yang diberikan pelatihan interval intensitas tinggi dengan intensitas 3

kali seminggu selama 4 minggu ditemukan adanya peningkatan

kebugaran fisik dari kategori kurang bugar menjadi cukup bugar

hingga kebugaran sedang. Peningkatan kebugaran fisik sampel sesudah

pelatihan ini dipengaruhi oleh varian karakteristik sampel yang

diberikan pelatihan interval intensitas tinggi yaitu salah satunya

berdasarkan komposisi tubuh daalm hal ini body mass index (BMI).

Pada peneltian ini ditemukan hasil pengukuran kebugaran

sampel sebelum pelatihan pada 29 orang sampel perempuan berada

intensitas tinggi sampel perempuan mengalami peningkatan kebugaran

fisik sesudah pelatihan yaitu 7 orang pada kategori kurang bugar

sebesar 24,14%, kemudian 20 orang pada kategori kebugaran sedang

sebesar 68,97% dan 2 orang pada kategori cukup bugar sebesar dan

6,90%. Hasil pengukuran kebugaran sampel sebelum pelatihan pada

10 orang sampel laki-laki berada pada kategori kurang bugar sebesar

100%. Sesudah pelatihan interval intensitas tinggi sampel laki-laki

mengalami peningkatan kebugaran fisik yaitu 1 orang pada kategori

kurang bugar sebesar 10%, kemudian 4 orang pada kategori kebugaran

sedang sebesar 40% dan 5 orang pada kategori cukup bugar sebesar

50%. Hal ini dikarenakan faktor jenis kelamin merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi daya tahan kardiovaskuler untuk

menigkatkan kebugaran fisik.

Menurut Sharkey (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi

kebugaran fisik yaitu jenis kelamin seseorang yang bertanggungjawab

atas 25% hingga 40% dari perbedaan nilai VO2max. Lebih dari

setengah perbedaan genotype dengan faktor lingkungan aerobik

dikarenakan oleh perbedaan genotype dengan faktor lingkungan

sebagai penyebab lainnya. Selain jenis kelamin, menurut Sharkey,

latihan juga menjadi faktor yang mempengaruhi kebugaran. Penurunan

sampai 10% perdekade untuk individu yang tidak aktif, tanpa

memperhitungkan tingkat kebugaran awal mereka. Bagi yang aktif,

perdekade dan yang terlibat dalam latihan fitness dapat menghentikan

setengahnya hingga 2,5 perdekade.

Berdasarkan hasil analisis pengaruh faktor BMI terhadap

peningatan kebugaran fisik sesudah pelatihan interval intensitas tinggi

mengalami peningkatan paling besar pada sampel laki-laki kategori

BMI normal dan sampel laki-laki kategori BMI normal. Jumlah sampel

laki-laki dengan kategori BMI normal yaitu sejumlah 7 orang dengan

kategori kurang bugar sebesar 100%. Sesudah diberikan pelatihan

sampel tersebut mengalami peningkatan kebugaran fisik yaitu 2 orang

berada dalam kategori kurang bugar sebesar 28,57%, kemudian 5

orang pada kategori kebugaran sedang sebesar 71,43% dan 1 orang

pada kategori cukup bugar sebesar 14,29%. Jumlah sampel perempuan

dengan kategori BMI normal yaitu sejumlah 13 orang dengan kategori

kurang bugar sebesar 100%. Sesudah diberikan pelatihan sampel

tersebut mengalami peningkatan kebugaran fisik yaitu 3 orang berada

dalam kategori kurang bugar sebesar 23,08%, kemudian 8 orang pada

kategori kebugaran sedang sebesar 61,54% dan 2 orang pada kategori

cukup bugar sebesar 15,38%.

Hal ini menunjukkan bahwa faktor BMI yang berhubungan

dengan komposisi tubuh mempengaruhi peningkatan kebugaran fisik

sesduah diberikan pelatihan. Jaringan lemak pada perempuan lebih

peningkatan kardiovaskuler melalui peningkatan metabolisme

dikarenakan tubuh membakar lemak dan kalori dengan cepat.

Menurut Housman dkk (2015) salah satu faktor yang

mempengaruhi kebugaran fisik adalah komposisi tubuh, Jaringan

lemak menambah berat badan, tapi tidak mendukung kemampuan

untuk secara langsung menggunakan oksigen selama olahraga.

Ketersedaiaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada

kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskuler.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Smith

dkk, (2013) tentang pelatihan intensitas tinggi berbasis crossfit untuk

meningkatkan kebugaran aerobik maksimal dan komposisi tubuh pada

43 orang selama 10 minggu didapatkan hasil signifikan terhadap

perbaikan VO2maks dan penurunan persentase lemak tubuh.

Sama seperti latihan aerobik lainnya, latihan interval intensitas

tinggi ini meningkatkan fungsi sel otot, membakar lemak dan

meningkatkan kapasistas paru. Latihan interval intensitas tinggi selama

30 menit sama dengan 90 menit latihan intensitas rendah. Sehingga

latihan interval intensitas tinggi membutuhkan waktu yang lebih

singkat untuk mencapai manfaat kebugaran (Hoeger, 2014).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dimuat

dalam jurnal American College of Sports Medicine yang menyatakan

bahwa lebih banyak oksigen yang digunakan pada saat melakukan

Kecepatan Metabolic rate meningkat untuk 90 menit sampai dengan

24 jam setelah sesi latihan interval intensitas tinggi. Peningkatan

metabolisme dikarenakan tubuh membakar lemak dan kalori dengan

cepat. Latihan intensitas tinggi (misalnya sprint) memacu kerja jantung

dengan lebih keras sehingga konsumsi oksigen pun meningkat yang

berarti metabolisme tubuh juga meningkat sehingga makin banyak

lemak yang dipakai untuk pembakaran. Selain metabolisme pada saat

kita melakukan latihan yang meningkat, metabolisme pada saat kita

beristirahat pun meningkat, hal ini dikenal dengan istilah Resting

Metabolic Rate (RMR) atau tingkatan metabolisme pada saat kita

beristirahat selama 24 jam setelah melakukan latihan interval intensitas

5.5 Kelemahan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan masih

mempunyai kelemahan, diantaranya adalah:

1. Tidak dapat memantau secara efektif terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi kebugaran yaitu aktivitas fisik subjek penelitian yang tidak

sama, pola tidur subjek penelitian yang tidak sama, dan status gizi sampel

yang menjadi subjek penelitian yang sulit dipantau melalui pola makan,

porsi makanan dan nutrisi yag dikonsumsi sehingga dapat mempengaruhi

satus gizi subjek

2. Pengaruh cuaca dan suhu lingkungan outdoor yang tidak dapat diprediksi

sehingga frekuensi latihan dapat berubah menyesuaikan dengan cuaca.

3. Pengukuran denyut nadi sampel tidak menggunakan alat yang lebih

objektif dan dilakukan sendiri oleh sampel dengan instruksi batas waktu

saat mulai dan berakhir pada 30 detik sehingga dapat mengganggu

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Pelatihan interval intesitas tinggi lebih meningkatkan kebugaran fisik

dari pada senam aerobic high impact.

6.2 Saran

Berdasarkan kelemahan penelitian yang telah dilakukan, peneliti

memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadi referensi untuk melakukan

penelitian dengan metode yang sama di dalam ruangan dengan suhu yang

dapat disesuaikan.

2. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat meminimalisir terjadinya faktor-faktor

yang menganggu efektifitas metode yang diberikan yaitu memantau

aktvitas fisik sampel, status gizi sampel serta pola tidur sampel serta

menggunakan alat ukur yang leebih objektif bagi peengukuran denyut

nadi..

3. Hasil penelitian ini dapat menjadi referefnsi dan rujukan bagi intitusi

pendidikan Prodi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab dalam

melaksanakan menjaga kebugaran fisik mahasiswa dan civitas akademika.

DAFTAR PUSTAKA

Adiatmika, I.P.G. 2002. Asupan Tambahan Magnesium Oral Fisiologis sebagai

Salah Satu Usaha Meningkatkan Daya Tahan Umum Pelari 5000 meter Siswa Militer SPK KESDAM IX/Udayana Denpasar. Universitas Udayana

Denpasar.

Alex, S., Subiono, H.S., and Sutardji. 2012. Pengaruh Senam Aerobik Low Impact dan High Impact terhadap Kesegaran Jasmani. Journal of Sport

Sciences and Fitness. Volume: 1.

Barlett, A. 2013. Interval Training. Available on:

http://www.annabartlettfitness.com/portfolio-inner-5.html

Budiarto, E. 2004. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Doust, J and Jones A. 2006. Improving Your Vo2 Max and Factor Affecting Your

Vo2 Max. Availabe on: http://www.sportslimit.com/exercise/vo2max_normality/html

Fatmah and Ruhayati. 2011. Gizi, Kebugaran dan Olahraga. Bandung: Lubuk Agung.

Greenberg, J.S., Dintiman, G,B., Oakes, B.M. 2004. Physical Fitness and

Wellness: Changing the Way You Look, Feel and Perform. Human

Kinetics.

Guyton and Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. Hasanah, U. 2012. Laporan Percobaan Harvard. Available on:

http://keperawataninfo.blogspot.com/2012/05/laporan-percobaan-harvard.html

Hayes, P.C. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta: EGC.

Hoeger, W.W.K and Hoeger, S.A. 2014. Lifetime Physical Fitness and Wellness:

A Personalized Programe 13th Edition. Paper Back Cengage Learning.

Housman, J and Odum, M. 2015. Alters and Schiff Essential Concepts for Healthy

Living 7th Edition. Burlington: Jones & Bartlett Learning.

IFI. 2014. Ikatan Fisioterapi Indonesia Standar Kompetensi Fisioterapis

Indonesia. Jakarta.

Ikrami, U. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani. Available on: http://ulfahikrami.blogspot.com/2013/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html

Jardins, T.D. 2002. Cardiopulmonary Anatomy and Physiology Essentials for

Respiratory Care 4th Edition. USA: Thomson Learning

Kafiz, L. 2014. American College of Sport Medicine. Available on: www.acsm.org

Kenney, W.L., Wilmore, J.H and Costill, D.L. 2012. Physiology of Sport and

Exercise Fifth Edition. Human Kinetics Publishers.

Kolt, G.S. 2007. Physical Therapies in Sport and Exercise 2nd Edition. Churcill Livingstone.

Mahler, D.A. 2003. American College of Sport Medicine, Panduan Uji Latihan

Jasmani dan Peresepannya. Jakarta: EGC

Mukti, A.F. 2014 Profil Kebugaran Jasmani Dilihat dari Indeks Massa Tubuh di

SMA Negeri 9 Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Nala, I.G.N. 2002. Kebudayaan Kesehatan. Denpasar: Program Doktor Ilmu Kedokteran Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Oiliveira, M., Leggate, M and Lesson, M. 2013. Effect of Two Weeks of High Intensity Interval Training (HIIT) on Monocyte TLR2 and TLR4 Expression in High Sedentary Men. International Journal of Exercise

Science. Available on: http://www.intjexersci.com

Permaesih, D., Rosmalina, Y., Moeloek, D and Herman, S. 2001. Cara Praktis Pendugaan Tingkat Kesegaran Jasmani. Buletin Penelitian Kesehatan. April 2001.

Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials, A Practical Approach. Cichestes. John Wiley & Sons.

Purnawati, S and Wulandari, P.A. 2013. Perbandingan Daya Tahan

Kardiorespirasi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Angkatan 2013 dengan Mahasiswa D1

Bea Cukai Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Denpasar Angkatan 2013.Available on: http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/8838.

Purwanto. 2011. Dampak Senam Aerobik terhadap Daya Tahan Tubuh dan Penyakit. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. Volume 1. Edisi1. Juli 2011.

Putra, R.S. 2011. Tips Sehat dengan Pola Tidur Tepat dan Cerdas. Yogyakarta: Buku Biru.

Rusip, G. 2006. A Comparative Study on The Physical Fitness Level Using The Harvard, Sharkey, and Kash Step Test. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39, No. 3. September 2006.

Sarwono. 2008. Kebugaran Jasmani Mahasiswa Hubungannya dengan Indeks

Massa Tubuh dan Kadar Haemoglobin. Program Pendidikan POK

Universitas Sebelas Maret.

Sharkey, B.J. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Smith, M.M., Sommer, A.J., Starkoff, B.E and Devor, S.T. 2013. Crossfit-based

High Intensity Power Training Improves Maximal Aerobic Fitness and Body Composition. Colombus-Ohio: The Ohio State University,

Departement of Human Sciences.

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

PERSETUJUAN TINDAKAN (INFORMED CONSENT)

MENGIKUTI PROGRAM PENELITIAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini mewakili 39 orang anggota kelompok:

Bersedia menjadi sampel untuk penelitian yang berjudul “Pelatihan Interval Intensitas Tinggi Lebih Meningkatkan Kebugaran Fisik daripada Senam Aerobik High Impact pada Mahasiswa Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab”.

Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang maksud atau tujuan penelitain, cara melakukan dan konsekuensinya, demi manfaat yang sebesar-besarnya bagi pemeliharaan kesehatan saya dan bagi kemajuan upaya pelayanan, dengan ini saya menyatakan:

1. Memahami sepenuhnya maksud dan tujuan penelitian, prosedur penelitian dan segala konsekuensinya.

2. Bersedia menyampaikan informasi dengan sejujur-jujurnya tentang segala hal yang berkaitan dengan data diri saya.

3. Bersedia mengikuti dan melaksanakan petunjuk serta program penelitian yang diberikan secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab secara rutin.

4. Bersedia menghubungi peneliti bila ada hal-hal yang tidak dipahami maupun melaporkan hal-hal yang berkembang saat penelitian.

5. Bersedia sewaktu-waktu dihubungi atau dikunjungi oleh peneliti guna peenyempurnaan penelitian ini.

6. Tidak membebani peneliti berkaitan dengan biaya pengobatan, tindakan atas permasalahan yang saya derita dalam penyelenggaraan penelitian ini akibat kelalaian saya.

7. Bersedia mengikuti penelitian ini secara tidak terpaksa dan hingga penelitian ini selesai.

Pekanbaru,…………..2015 Sampel Penelitian

Peneliti

FORM PENGUKURAN KEBUGARAN DENGAN HARVARD STEP TEST Nama : Jenis Kelamin : L / P Usia : Tinggi Badan : Berat Badan : Tanggal DN 1 DN2 DN3 Tingkat Kebugaran

Lampiran 2: Dokumentasi

Sampel sedang melaksanakan pemanasan statik Sampel sedang melaksanakan pemanasan dinamik

Sampel sedang melaksanakan pelatihan interval intensitas tinggi (berlari 3 menit)

Sampel sedang melaksanakan pelatihan interval intensitas tinggi (berjalan 3 menit)

Sampel sedang melaksanakan Harvard step test sebelum pelatihan

Sampel sedang mengukur demyut nadi awal untuk target latihan

Lokasi sanggar senam Ajna Sampel sedang melakukan senam aerobik high impact

Senam aerobik high impact dipandu oleh instruktur senam

Pelaksanaan senam aerobik high impact

Sampel sedang melakukan Harvard step tes setelah pelatihan

Sampel sedang menukur denyut nadi setelah melakukan Harvard step test

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Usia Kelompok 12 Based on Mean .530 1 76 .469

Based on Median .033 1 76 .857

Based on Median and with adjusted df

.033 1 75.992 .857

Based on trimmed mean .464 1 76 .498

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Tinggi Badan Kelompok 12 Based on Mean 2.646 1 76 .108

Based on Median 1.445 1 76 .233

Based on Median and with adjusted df

1.445 1 71.841 .233

Based on trimmed mean 2.080 1 76 .153

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Berat Badan Kelompok 12 Based on Mean .033 1 76 .857

Based on Median .102 1 76 .751

Based on Median and with adjusted df

.102 1 70.521 .751

Based on trimmed mean .001 1 76 .978

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

BMI Kelompok 12 Based on Mean 3.975 1 76 .050

Based on Median 3.018 1 76 .086

Based on Median and with adjusted df

3.018 1 64.220 .087

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Kebugaran sebelum pelatihan

Based on Mean 4.158 1 76 .045

Dokumen terkait