• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Sifat Tugas / Fungsi Bahan Pelumas

Dalam dokumen Bahan Bakar Dan Pelumasan (Halaman 92-98)

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS:

F. Karakteristik Sifat Tugas / Fungsi Bahan Pelumas

1. Viskositas (Viscosity) dan Index viskositas (viscosity index).

Secara fisik minyak pelumas mempunyai sifat kental/kekentalan yang menahan laju alirannya dalam suatu bejana uji, makin kental minyak laju aliran dekat permukaan akan makin lambat atau gaya geser/gesek antara minyak dan permukaan makin besar. Dalam prakteknya pemilihan Viskositas minyak pelumas untuk mesin harus disesuaikan untuk mencapai sirkulasi pelumas yang lancar (tenaga luar yang diperlukan ringan) dan kedua permukaan yang dilumasi bergerak bebas. Ukuran kekentalan minyak pelumas digunakan satuan Redwood seconds, derajat Engler, Saybolt Universal Seconds, centi Stokes (cSt ). Klasifikasi Viskositas dibagi dalam 2 sistem yaitu untuk industri dengan istilah oil viscosity grade dan untuk automotive dengan istilah SAE. Indek viskositas atau Viscosity Index adalah angka yang menunjukan kemampuan minyak mempertahankan kekentalannya terhadap perubahan temperatur yang diderita minyak. Makin tinggi (V I) minyak, makin stabil tingkat

kekentalannya terhadap perubahan temperatur dan sebaliknya. Minyak dasar parafinik mempunyai indek viskositas medium, minyak dasar naphtenik mempunyai index viskositas rendah. Untuk memperbaiki index viskositas oleh pembuat minyak pelumas ditambahkan Additive Viscosity Index Improver. Dalam menentukan angka kekentalan atau viskositas serta index viskositas untuk operasi pembangkitan harus sesuai dengan yang diperlukan karena mempengaruhi kemampuan minyak mendukung beban lewat oil fim pressure. Dengan angka index viskositas rendah maka kekuatan oil film akan sangat tergantung temperatur operasi. Viskositas diukur dengan satuan cSt pada temperatur 40 der. C dan 100 der.C. Pemeriksaan test laboratorium terkait dengan viskositas minyak pelumas, apabila viskositas minyak turun lebih dari 20 % dan atau naik lebih dari 20 %, maka minyak pelumas itu harus diganti. Hal di atas dapat disebabkan oleh tercampurnya minyak pelumas dengan bahan bakar HSD (viskositas turun) atau penguapan minyak berlebihan (viskositas naik). Khusus untuk tercampurnya minyak dengan HSD disebut juga fuel dilution, effek fuel dilution pada minyak pelumas adalah menurunkan titik flash point serta menurunkan viskositas atau kemampuan membentuk oil film.

2. Berat jenis (Specific gravity) minyak pelumas.

Diukur pada temperatur 15 der.C dengan satuan kg/l, makin kental minyak pelumas makin tinggi berat jenisnya, besarnya < 1.0 kg/l. Berat Jenis minyak pelumas akan berpengaruh pada pemakaian jenis unjuk kerja bagian mesin yang tertentu.

3. Flash point dan pour point.

Diukur dalam der. C, flash point (titik siap terbakar) rata-rata di atas 200 der.C, pour point untuk kondisi rata-rata Indonesia kurang diperhatikan karena temperatur udara cukup tinggi. Apabila flash point terlalu rendah dapat jadi masalah dengan banyaknya pelumas yang ikut terbakar (terbuang) dan adanya

bahaya kebakaran. Batasan nilai flash point minyak pelumas pada pemeriksaan laboratorium test dibawah 180 der.C, maka minyak disarankan untuk diganti. 4. Total base number / TBN.

Merupakan angka kadar basa yang dinyatakan dalam mg.KOH/gram. Tingkat angka TBN merupakan ukuran kemampuan minyak pelumas untuk menetralisir asam kuat (sulfat) yang terjadi dari proses pembakaran dalam silinder, selanjutnya dalam proses pendinginan gas hasil pembakaran tidak menyebabkan korosi didinding dan permukaan silinder, piston ring dan lainnya. Bahan aditif yang biasa digunakan untuk memperbaiki TBN antara lain senyawa Calsium, Barium atau Magnesium. Secara praktis untuk operasi diesel nilai TBN ditentukan dengan rumus :

6 % berat kandungan Sulfur dalam bahan bakar (Sulfurcontent). Dengan perkembangan teknologi rumus : min. TBN : 5 + 6 x % Sulfur content.

PLN mengoperasikan diesel menggunakan bahan bakar HSD dengan kandungan Sulfur < 1 %, sehingga pemakaian minyak pelumas (baru) oleh PLN mayoritas dengan angka TBN diatas 11, misalnya Medripal 411 atau Shell Gadinia 40. Untuk diesel dengan bahan bakar MFO/minyak bakar, pemakaian pelumas dengan nilai TBN 30, mis. Medripal 430 atau Shell Argina T. Penggunaan minyak pelumas dengan angka TBN terlalu tinggi akan berakibat timbulnya kerak hitam di dinding sebelah dalam frame/crank case, karena senyawa Calsium/ barium/ magnesium akan menempel di dinding dimaksud. Penggantian minyak pelumas berkaitan dengan turunnya angka TBN yaltu bila dalam hasil pemeriksaan/test laboratorium minyak angka TBN sudah turun mencapai di bawah 60 % angka awalnya.

5. Pencegah karat / korosi.

Minyak pelumas harus mampu mencegah atau mengurangi proses timbulnya karat sebagai proses korosi atau melindungi permukaan yang dilumasi

dari terbentuknya karat. Untuk meningkatkan kemampuan pencegahan timbulnya karat ditambahkan bahan aditif “anti karat”.

6. Mencegah keausan.

Untuk pembebanan kontak antara bidang yang dilumasi yang relatif tinggi, kemampuan minyak untuk mencegah keausan secara pasif dengan membentuk lapisan film yang kuat di permukaan yang dilumasi, sehingga mampu mengurangi permukaan sentuh logam yang dilumasi (anti wear) dan secara aktif bereaksi dengan permukaan logam untuk mencegah terjadinya proses pengelasan setempat (Extreme Pressure) akibat beban yang tinggi.

7. Detergency dan dispersansi/dispersancy.

Detergency dimaksud adalah kemampuan minyak pelumas untuk membersih-kan dinding/surface dari kotoran yang timbul hasil pembakaran (high temperature detergency) pada silinder liner, piston serta pembersihan dalam crank case (misalnya counter weight, crank shaft, connecting rod dll. ) atau disebut juga low temperature detergency. Dispersansi adalah kemampuan minyak pelumas untuk mengurai atau memisahkan kotoran hasil pembakaran menjadi butiran bebas, dengan maksud agar tidak terjadi penggumpalan zat (soot/jelaga atau sludge) yang dapat merusak mesin, selanjutnya kotoran dalam bentuk butiran bebas dapat dikeluarkan dari sistem pelumasan lewat LO Filter atau LO Centrifugal Separator. Minyak pelumas yang mempunyai kemampuan dimaksud di atas dalam operasinya biasanya berwarna kehitam-hitaman atau lebih cepat hitam. Bahan aditif yang dicampurkan pada minyak dasar adalah detergent dan dispersant additive.

8. Sifat minyak untuk memisahkan air / Water Separation.

Adanya kandungan air dalam minyak pelumas mempengaruhi viskositas dan menyebabkan kegagalan pelumas dalam membentuk lapisan film minyak pada permukaan yang bersinggungan/ bergesekan. Dengan adanya air dalam minyak, maka jika ada hasil pembakaran dari bahan bakar yang mengandung

Sulfur, terutama akan mempercepat terbentuknya asam sulfat yang sangat korosif, selain itu bahan yang tidak terlarut dalam minyak akan membentuk kelompok butiran (njendel) yang selanjutnya akan mengurangi kemampuan minyak pelumas. Kadar air dalam pelumas dapat disebabkan oleh pengembunan uap air diudara (dalam sump tank), kebocoran dari oil cooler (mengandung garam ), cylinder cooling jacket dan lainnya. Untuk itu minyak harus mempunyai sifat untuk memisahkan diri dari air dan batasan kandungan air dalam minyak pelumas adalah 0.2 % volume. Jika nilai batas terlampaui maka operasi centrifugal separator harus efektif dalam partisipasinya untuk mengendalikan pemisahan air dari minyak pelumas. Pada pemeriksaan minyak pelumas, pemeriksaan kadar air harus ada, dan jika diketahui berlebih maka harus segera diteliti lebih lanjut untuk kepastian penyebabnya. Hubungannya dengan pemeriksaan flash point adalah jika kandungan air lebih dari 0.5% dalam contoh/ sample minyak maka hasil test flash point tidak menunjukkan yang sebenarnya.

9. Ketahanan terhadap oxidasi/Oxidation Stability.

Proses oksidasi pelumas menyebabkan kerusakan (deteorisasi atau degradasi/ penurunan kualitas) pelumas. Adanya oksigen dalam udara (dalam crank case) diaduk/diagitasi aliran pelumas dari sisi atas/dari piston yang bergerak naik turun pada suhu tinggi (terutama pada bidang kontak piston-liner) akan berakibat terjadi reaksi kimia antara oksigen dengan komponen minyak. Hal ini menyebabkan timbulnya kotoran/sludge dan asam yang dapat menimbulkan masalah selanjutnya. Untuk itu minyak pelumas harus mempunyai sifat/kemampuan anti oksidasi guna melindungi diri dari proses kerusakannya serta mengemban tugasnya untuk menetralisir asam-asam (dengan nilai TBN) yang terjadi dari hasil pembakaran di ruang bakar.

10. Ketahanan struktur terhadap panas/Thermal Stability.

Kegiatan operasional dalam penggunaan minyak pelumas dalam jangka panjang dengan temperatur tinggi, komposisi kimia minyak pelumas tetap/ stabil

atau tidak berubah menjadi sludge, atau polimer yang dapat mengurangi kemampuan minyak itu sendiri. Sifat alami penguapan minyak pelumas, secara alami bahwa jika minyak dipanaskan akan terjadi penguapan, hal ini menjadi kontribusi pemakaian konsumsi minyak pelumas dapat diperhitungkan lebih seksama.

11. Kemampuan minyak pelumas untuk tidak berbusa (anti foaming). Sirkulasi jumlah aliran minyak pelumas dalam mesin cukup tinggi, sampai lebih dari 10 x volume minyak dalam sump tank per jam. Selama sirkulasi, minyak diaduk secara intensif dengan udara yang terdapat di crank case, sehingga terjadi gelembung udara atau busa (foaming). Dengan timbulnya busa dalam minyak sangat mempengaruhi kualitas pelumasan, terjadi penurunan kualitas pelumasnya dan dapat membahayakan bagian mesin khususnya bearing. Untuk itu minyak pelumas harus mempunyai kemampuan untuk tidak membentuk busa dan sekaligus dapat memisahkan diri dari udara/oksigen, atau mengurangi tingkat oksidasi minyak. Ketidak larutan partikel minyak pelumas dalam cairan pentane (normal pentane insoluble matter) dan cairan toluena. Minyak pelumas dapat larut dalam normal pentane, tetapi partikel yang padat (solid contaminant) tidak larut didalamnya. Contaminant dimaksud di atas terdiri dari hasil oksidasi bahan bakar dan atau pelumas, hasil proses netralisasi calsium compound (effek proses base number), debu kikisan karat dan atau keausan (debris) dan jelaga (shoot). Beberapa kontaminan yang larut dalam minyak pelumas dapat meningkatkan viskositas minyak dan dapat membentuk deposit/kotoran pada piston serta di oil cooler (sisi minyak) sehingga mengurangi kemampuan perpindahan panas dari minyak ke pipa cooler. Deposit yang ada di piston dapat mengeras akibat temperatur tinggi dalam waktu yang relatif lama, sehingga untuk membersihkannya harus secara mekanikal/digosok. Untuk menghindarkan/mengurangi resiko terbentuknya deposit keras di piston maka harus dilakukan peningkatan.

G. Upaya perlindungan bahan pelumas yang berhubungan dengan sifat

Dalam dokumen Bahan Bakar Dan Pelumasan (Halaman 92-98)

Dokumen terkait