• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Infeksi dan Tidak Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik Akut

Disfungsi sistem immune

(X±SD) (X±SD) Marker Inflamas

IV.2.3. Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Infeksi dan Tidak Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik Akut

IV.2.3.1. Karakteristik Variabel Subjek Penelitian berdasarkan Infeksi dan Tidak Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik Akut

Pada penelitian ini total subjek penelitian adalah 51 orang, dimana 12 (23,5%) orang terinfeksi dan 39 (76,5%) orang tidak terinfeksi. Pada penelitian dari Fluri dkk (2012) didapatkan dari 383 subjek penelitian yang ikut dalam penelitian ini dijumpai 66 orang yang terinfeksi. Hasil penelitian dari studi Kwon dkk, 2006 mendapatkan 47 pasien stroke iskemik terinfeksi pneumonia dari 239 subjek penelitian.

Rerata usia subjek penelitian ini pada pasien dengan infeksi adalah 65,8±6,9 tahun sedangkan pada pasien tidak infeksi 61,6±8,7 tahun. Penelitian ini sejalan dengan studi dari Wartenberg dkk (2011) yang mendapatkan rerata pasien tidak infeksi 69,2±1,6 tahun dan pasien yang terinfeksi 75,5±8,9 tahun. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, pada penelitian ini dijumpai pasien laki-laki sekitar 8 orang (9,8%) yang terinfeksi.Studi yang dilakukan Kwon dkk (2006) mendapatkan subjek

penelitian yang menderita infeksi 38 orang dari total jumlah laki-laki. Hasil penelitian dari Grabzka dkk (2011) menemukan pada total pasien yang menderita infeksi adalah 619 orang laki-laki.

Berdasarkan faktor resiko dari subjek penelitian, hipertensi merupakan faktor resiko terbanyak yang terjadi pada pasien dengan infeksi yaitu 12 (23,5%) orang diikuti dengan dislipidemia dan merokok sebanyak 5 (9,8%) orang. Penelitian ini sejalan dengn studi dari Fluri dkk, (2012) faktor resiko yang paling banyak dijumpai pada pasien infeksi adalah hipertensi sebanyak 77,7% dari 66 orang yang terinfeksi. Penelitian lainnya dari Wanterberg dkk (2011) mendapati bahwa faktor resiko yang banyak dijumpai pada subjek penelitian dengan infeksi adalah hipertensi.

Berdasarkan suhu tubuh, pada penelitian ini dijumpai rerata suhu tubuh pada pemeriksaan hari pertama adalah 36,8±0,20C dengan pasien infeksi dan 36,6±0,20C pada pasien yang tidak infeksi. Pada pemeriksaan suhu tubuh hari ketiga dijumpai 39,2±0,10C pada pasien dengan infeksi dan 36,6±0,30C pada pasien dengan tidak infeksi. Hal ini sejalan dengan studi dari Wanterbeg dkk (2011) adanya perbedaan rerata suhu pada pemeriksaan hari pertama dengan ketiga pada pasien tidak infeksi dijumpai 36,7±0,10C dan 36,9±0,10C pada pasien tanpa infeksi. Sedangkan pada pasien infeksi pada penelitian tersebut yaitu 37,4±0,10C dan 37,7±010C yang menunjukkan adanya perbedaan rerata. Dasar teorinya patogenesis dari demam secara tidak langsung akan

menghasilkan dan melepaskan pyrogen endogen sepertil IL-1, TNF-α dan IL 6 kedalam sirkulasi setelah onset dari penyakit. Pada pasien dengan penyakit CNS, akan mencapai pusat termoregulator melalui jalur langsung dan akan menginduksi demam, suatu hipotesa yang mungkin dapat menjelaskan patogenesa yang mendasari demam sentral.

Pada penelitian ini, pada pemerikasaan kultur sebagai penegakkan diagnosis pada subjek penelitian yang terinfeksi didapati mikroorganisme secara berturut-turut Klebsiella pneumoniae pada 6 orang (50,0%), Escherichia coli pada 4 orang (33,3%), Acinetobacter baumanii pada 1 orang (8,3%) dan Pseudomonas aeruginosa pada 1 orang (8,3%). Berdasarkan studi Chen dkk (2013) mikroorganisme terbanyak yang ditemukan sebagai penyebab pneumonia yaitu Klebsiella pneumoniae pada 12 orang pasien, diikuti Pseudomonas aeruginosa pada 5 orang dan Escherichia coli pada 5 orang. Pada studi Vargas dkk (2006) mendapati mikroorganisme yang berperan pada infeksi setelah stroke Escherichia coli sebanyak 17 orang, Streptococcus viridians sebanyak 3 orang dan Coagulase negative staph sebanyak 2 orang.

IV.2.3.2. Rerata Nilai Kadar Procalcitonin dan Marker Inflamasi Rutin Berdasarkan Infeksi dan Tidak Infeksi pada Penderita Stroke Iskemik Akut

Berdasarkan pemeriksaan leukosit pada subjek penelitian ini, leukosit yang diperiksa pada hari pertama pada subjek yang menderita infeksi dengan rerata 11648±954,4/µL dan subjek penelitian yang tidak

menderita infeksi dijumpai dengan rerata 10330±253,5/µL. Sedangkan pada pemeriksaan leukosit pada hari ketiga untuk kelompok yang terinfeksi dijumpai 18093±1030,4 µL dan kelompok yang tidak terinfeksi 9955,3±1254,3/µL. Penelitian ini sejalan dengan studi dari Wartenberg dkk (2011), dimana dijumpai nilai rerata leukosit pada hari pertama 8300,0±0,4/µL dan pada hari ketiga 8350,0±0,8/µL pada pasien tidak terinfeksi. Sedangkan pada pasien infeksi dijumpai 10300,0±0,5/µL pada hari pertama dan 11900±1,7/µL pada hari ketiga.

Berdasarkan pemeriksaan monosit pada subjek penelitian ini, monosit yang diperiksa pada hari pertama pada subjek yang menderita infeksi dengan rerata 895±354,4/µL dan subjek penelitian yang tidak menderita infeksi dijumpai dengan rerata 583,7±110,7/µL. Sedangkan pada pemeriksaan monosit pada hari ketiga untuk kelompok yang terinfeksi dijumpai 1133±354,102,3/µL dan kelompok yang tidak terinfeksi 388,1±91,3/µL Penelitian ini sejalan dengan studi dari Chamoro dkk (2006) yang melihat perubahan monosit pada hari pertama, ketujuh dan hari ke 90 pada pasien SAI. Mendapatkan rerata nilai monosit pada penderita infeksi pada hari pertama dijumpai rerata 800/µL, hari ketujuh terjadi peningkatan menjadi 900/µL dan hari ke 90 menjadi menurun yaitu 400/µL. Sedangkan pada pasien yang tidak terinfeksi SAI dengan rerata berturut-turut 600/µL (hari 1), 600/µL (hari 7) dan 400/µL (hari 90). Adanya teori yang mengatakan bahwa monosit merupakan antigen- presenting cells yang akan menginisiasi respon innate immune.

Peningkatan jumlah monosit, dengan level plasma yang rendah dari TNF-

α berdasarkan observasi pada pasien dengan SAI, mungkin karena

berkurangnya kemampuan sel imun untuk memproduksi TNF-α yang digambarkan pada pasien dengan sepsis (Chamoro dkk, 2006).

Berdasarkan pemeriksaan HsCRP pada subjek penelitian ini, HsCRP yang diperiksa pada hari pertama pada subjek yang menderita infeksi dengan rerata 54,4±28,6 mg/L dan subjek penelitian yang tidak menderita infeksi dijumpai dengan rerata 11,5±14,0 mg/L. Sedangkan pada pemeriksaan HsCRP pada hari ketiga untuk kelompok yang terinfeksi dijumpai 163,9±195,2 mg/L dan kelompok yang tidak terinfeksi 4,3±3,8 mg/L. Penelitian ini sejalan dengan studi dari Wartenberg dkk (2011), dimana HsCRP pasien yang infeksi pada penelitian 19,2±5,2 mg/L pada hari pertama, 46,7±9,5 mg/L dan pada hari kelima 78,9±14,0 mg/L. Sedangkan pada pasien tidak infeksi dijumpai 10,2±2,0 mg/L pada pemeriksaan hari pertama, 12,2±2,1 mg/L hari ketiga dan 10,0±1,4 mg/L hari kelima.

Berdasarkan pemeriksaan PCT pada subjek penelitian ini, leukosit yang diperiksa pada hari pertama pada subjek yang menderita infeksi dengan rerata 2,2±2,1 ng/ml dan subjek penelitian yang tidak menderita infeksi dijumpai dengan rerata 0,7±1,2 ng/ml. Sedangkan pada pemeriksaan PCT pada hari ketiga untuk kelompok yang terinfeksi dijumpai 32,8±18,2 ng/ml dan kelompok yang tidak terinfeksi 0,5±0,9 ng/ml. Penelitian ini sejalan dengan studi Wartenberg dkk (2011) dijumpai

kadar PCT pada pasien infeksi pada hari pertama 0,3±0,2 ng/ml, hari ketiga 0,3±0,2 ng/ml dan hari kelima 0,2±0,1 ng/ml. Sedangkan pada penderita yang tidak infeksi tidak didapati perubahan yang bermakna dari hari pertama, ketiga dan kelima yaitu 0,05±0,01 ng/ml

IV.2.4. Peranan Procalcitonin Dan Marker Inflamasi Sebagai Faktor

Dokumen terkait