• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Procalcitonin Dan Marker Inflamasi Rutin Sebagai Prediktor Infeksi Pada Pasien Stroke Iskemik Akut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Procalcitonin Dan Marker Inflamasi Rutin Sebagai Prediktor Infeksi Pada Pasien Stroke Iskemik Akut"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN PROCALCITONIN DAN MARKER

INFLAMASI RUTIN SEBAGAI PREDIKTOR INFEKSI

PADA PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT

T E S I S

Oleh

MAULINA SRI RIZKY

Nomor Register CHS : 19264

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU /

RSUP.H. ADAM MALIK

MEDAN

(2)

PERANAN PROCALCITONIN DAN MARKER

INFLAMASI RUTIN SEBAGAI PREDIKTOR INFEKSI

PADA PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT

TESIS

Oleh

MAULINA SRI RIZKY

Nomor Register CHS : 19264

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU /

RSUP.H. ADAM MALIK

MEDAN

(3)

PERANAN PROCALCITONIN DAN MARKER

INFLAMASI RUTIN SEBAGAI PREDIKTOR INFEKSI

PADA PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis Saraf pada Program

Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Saraf pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

MAULINA SRI RIZKY

Nomor Register CHS : 19264

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU /

(4)

PERNYATAAN

PERANAN PROCALCITONIN DAN MARKER

INFLAMASI RUTIN SEBAGAI PREDIKTOR INFEKSI

PADA PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2014

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : PERANAN PROCALCITONIN DAN MARKER INFLAMASI SEBAGAI PREDIKTOR INFEKSI PADA

PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT

Nama : Maulina Sri Rizky

Nomor Register CHS : 19264

Program Studi : Ilmu Penyakit Saraf

Menyetujui

Pembimbing I

dr. Rusli Dhanu, SpS(K) NIP. 19530916 198203 1 003

Pembimbing II Pembimbing III

dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K) dr.Kiki M. Iqbal, Sp.S NIP. 19660524 199203 1 002 NIP. 19771005 200312 1 001

Mengetahui / mengesahkan

Ketua Departemen Studi / SMF Ketua Program Studi / SMF Ilmu Penyakit Saraf Ilmu Penyakit Saraf

FK-USU/ RSUP HAM Medan FK-USU/ RSUP HAM Medan

(6)

Telah diuji pada

Tanggal: 3 Juni 2014

PANITIA TESIS

1. Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) (Penguji)

2. Prof. Dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K)

3. Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S

4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K)

5. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K)

6. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K)

7. Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K)

8. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S

9. Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S

10. Dr. Cut Aria Arina, Sp.S

11. Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S

12. Dr. Alfansuri Kadri, Sp.S

13. Dr. Aida Fitri, Sp.S

14. Dr. Irina Kemala Nasution, Sp.S

15. Dr. Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S

16. Dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S

17. Dr. Iskandar Nasution, Sp.S, FINS

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan segala berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi persyaratan dan

merupakan tugas akhir Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf di

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS-I Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan

Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

2. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K), selaku Ketua Departemen Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP. H. Adam

Malik Medan dan guru penulis yang tidak pernah bosan dan penuh

kesabaran dalam membimbing, mengoreksi, serta selalu

memberikan masukan-masukan

(8)

3. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K), Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak

memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis selama

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dalam penyelesaian tesis

ini.

4. Dr. Kiki M.Iqbal, Sp.S, Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S (K) dan Dr. Rusli

Dhanu, Sp.S (K), selaku pembimbing penulis yang dengan sabar dan

sepenuh hati dalam membimbing, mengoreksi dan mengarahkan

penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

5. Guru-guru penulis: Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K); Prof. Dr.

Darulkutni Nasution, Sp.S (K), (Alm.) Dr. Muchtar Nasution, Sp.S, Dr.

Darlan Djali Chan, Sp.S; Dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S; Dr. Kiking

Ritarwan, MKT, Sp.S(K); Dr. Iskandar Nasution, Sp.S, FINS, Dr. Puji

Pinta O. Sinurat, Sp.S; Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S; Dr. Cut Aria

Arina, Sp.S; (Alm.) Dr. S. Irwansyah, Sp.S; Dr. Kiki M.Iqbal, Sp.S; Dr.

Alfansuri Kadri, Sp.S; Dr. Dina Listyaningrum, Sp.S, MSi.Med; Dr. Aida

Fithrie, Sp.S, Dr. Antun Subono, Sp.S, M.Sc, Dr. Fasihah Irfani Fitri,

M.Ked(Neu), Sp.S, Dr. RA. Dwi Pujiastuti, M.Ked(Neu), Sp.S dan

guru-guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang

telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program

(9)

6. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah

memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik

sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter

Spesialis Saraf.

7. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang

telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi

dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.

8. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/

RSUP. H. Adam Malik Medan, yang banyak memberikan masukan

berharga kepada penulis melalui berbagai diskusi dalam beberapa

pertemuan formal maupun informal, serta yang selalu memberikan

dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan Program

Pendidikan Dokter Spesialis Saraf.

9. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah

bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran

Klinik ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani

Program Pendidikan Dokter Spesialis Saraf.

10. Semua pasien stroke akut yang telah bersedia ikut serta untuk

berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.

11. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi H. Ibrahim

(10)

kasih dan pengorbanannya dalam membesarkan, mendidik,

membimbing, dan memotivasi serta selalu mendoakan penulis.

12. Ucapan terima kasih kepada kedua Bapak / Ibu mertua saya, Mohd.

Riswan R dan Rosmidawani, yang selalu memberikan dorongan,

semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan

tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.

13. Teristimewa kepada suamiku tercinta Afriansyah SE, yang selalu

dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh

cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka, saya ucapkan

terimakasih yang setulus-tulusnya.Beserta anak-anakku tersayang M.

Wildan Al-Kahfi, Hashshad Arzaq Majid dan Aisyah Zaafira Athahirah,

yang selalu membuat saya tersenyum selama suka-duka menjalani

pendidikan dan menjadi alasan saya untuk terus maju dan tidak

menyerah.

Semoga Allah SWT akan membalas semua jasa-jasa dan

perbuatan baik mereka yang telah membantu penulis dengan tanpa

pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Penulis

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : dr. Maulina Sri Rizky

Tempat / tanggal lahir : Medan, 19 Januari 1981

Agama : Islam

Nama Ayah : H. Ibrahim AR

Nama Ibu : Hj. Elmiaty Zen, SKM

Nama Suami : Afriansyah, SE

Anak : M. Wildan Al-Kahfi

Hashshad Arzaq Majid

Aisyah Zaafira Athahirah

Riwayat Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Neg. 060884 Medan tamat tahun 1993.

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Neg 8 Medan tamat tahun 1996.

3. Sekolah Menengah Umum di SMU. Negeri 4 Medan tamat tahun 1999.

4. Fakultas Kedokteran di Universitas Islam Sumatera Utara tamat tahun

2006.

Riwayat Pekerjaan

(12)
(13)

II.4.2. Patogenesa Stroke-Associated Infections (SAI) 32

III.2. SUBJEK PENELITIAN 42

III.2.1. Populasi Sasaran 42 III.2.2. Populasi Terjangkau 43

III.2.3. Besar Sampel 44

III.2.4. Kriteria Inklusi 44 III.2.5. Kriteria Eksklusi 45

III.3.BATASAN OPERASIONAL 45

III.4.INSTRUMEN PENELITIAN 46

III.4.1.Pemeriksaan Head Ct Scan 46 III.4.2. Pemeriksaan kadar procalcitonin 46 III.4.3. Pemeriksaan Kadar HsCRP 46 III.4.4. Pemeriksaan Kadar Leukosit dan Monosit 46

III.5. RANCANGAN PENELITIAN 46

III.6. PELAKSANAAN PENELITIAN 47

III.6.1. Pengambilan Sampel 47 IV.1.2. Rerata Nilai Kadar Procalcitonin dan Marker 52

(14)

Stroke Iskemik Akut

IV.1.3.2. Rerata Nilai Kadar Procalcitonin dan Marker 53 Inflamasi Rutin Berdasarkan Infeksi dan

Tidak Infeksi pada Penderita Stroke Iskemik Akut IV.1.4. Resiko Kejadian Procalcitonin dan Marker 61 Inflamasi Rutin Berdasarkan Infeksi dan

Tidak Infeksi pada Penderita Stroke Iskemik Akut IV.2.4. Resiko Kejadian Procalcitonin dan Marker 83

Inflamasi Rutin Sebagai Prediktor Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik Akut

(15)

Inflamasi Rutin Sebagai Prediktor Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik Akut

IV.2.6. Keterbatasan Penelitian 87

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 88

V.1. KESIMPULAN 88

V.2. SARAN 89

DAFTAR PUSTAKA 90

LAMPIRAN

(16)

DAFTAR SINGKATAN

ACTH = Adrenocorticotropic hormone

CAPA =Calcitonin Gene-Related Peptideamylin (Pro)Calcitonin-Adrenomedullin

CDC = Center for Disease Control

CGRP = Calcitonin Gene-Related Peptides CIDS = CNS Injury-Induced Immunodepression CRP = C-reactive protein

CT-Scan = Computed Tomography Scan Da = dalton

HsCRP = High sentivityC-reactive protein HPA = Hypothalamic Pitutary Adrenal ICU = Intensive Care Unit

NETs = Neutrophil Extracellular Traps NK = Natural Killer

PACI = Partial Anterior Circulation Infarct PC = Phosphocholine

PCT = Procalcitonin

PDPI = Perhimpunan Dokter Paru Indonesia PMS = Polimorfonuklear

POCI = Posterior Circulation Infarct RS = Rumah Sakit

SAI = Stroke Associated Infection SAP = Serum amyloid P component SIID = Stroke-Induced Immunodepression SSP = Susunan Saraf Pusat

(17)

DAFTAR LAMBANG

α = alfa

= beta

L = liter

ml = mililiter

n = Besar sampel ng = nanogram

p = Tingkat kemaknaan Po = Proporsi 0,172

Po-Pa = Beda proporsi yang bermakna (0,20) Pa = Perkiraan proporsi yang diteliti 0,372

Z(1-α/β) = Deviat baku alpha; untuk α = 0,05 Z(1-α/β)= 1,96 Z(1- ) = Deviat baku beta; untuk = 0,10 Z(1- ) = 1,β8β

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel 2

Nilai Normal Leukosit pada Sirkulasi Darah Perbedaan Limfosit B dan Limfosit T

18 21 Tabel 3 Kriteria untuk definisi Klinis Pneumonia berdasarkan Centers

for Disease Control

Kriteria untuk Infeksi Saluran Kemih berdasarkan Centers for Disease Control

Karakteristik Subjek Penelitian

Rerata Nilai Kadar Procalcitonin dan Marker Inflamasi rutin pada Penderita Stroke Iskemik Akut

Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Infeksi dan Tidak Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik Akut

31

Rerata Nilai Kadar Procalcitonin dan Marker Inflamasi Rutin Berdasarkan Infeksi dan Tidak Infeksi pada Pasien Stroke Iskemik

Resiko Kejadian Procalcitonin dan Marker Inflamasi sebagai faktor prediktor infeksi pada pasien Sroke Iskmik Akut pada Pemeriksaan Hari Pertama

Resiko Kejadian Procalcitonin dan Marker Inflamasi sebagai faktor prediktor infeksi pada pasien Sroke Iskmik Akut pada Pemeriksaan Hari Pertama

Hasil Penelitian Diagnostik PCT terhadap Hasil Kultur pada pemeriksaan Hari Pertama

Hasil Penelitian Diagnostik PCT terhadap Hasil Kultur pada pemeriksaan Hari Ketiga

Hasil Penelitian Diagnostik Leukosit terhadap Hasil Kultur pada pemeriksaan Hari Pertama

Hasil Penelitian Diagnostik Leukosit terhadap Hasil Kultur pada pemeriksaan Hari Ketiga

Hasil Penelitian Diagnostik Monosit terhadap Hasil Kultur pada pemeriksaan Hari Pertama

Hasil Penelitian Diagnostik Monosit terhadap Hasil Kultur pada pemeriksaan Hari Ketiga

Hasil Penelitian Diagnostik HsCRP terhadap Hasil Kultur pada pemeriksaan Hari Pertama

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Gambar 2

Elemen dan Tipe Leukosit Normal pada Manusia Struktur Molekuler dan Morfologi dari CRP

21 23 Gambar 3 Hipotesa Terjadinya Immunodepresi Akibat Terjadinya Stroke 36 Gambar 4

Gambar 5

Gambar 6

Gambar 7

Reflek antiinflamasi dan infeksi pada Stroke Associated Infections

Diagram Kultur Bakteri pada Pasien Stroke Iskemik Akut Yang Terinfeksi

Grafik Besar Resiko (OR) Marker Inflamasi dan Procalcitonin terhadap Kejadian Infeksi pada Stroke Iskemik Akut pada pemeriksaan Hari Pertama

Grafik Besar Resiko (OR) Marker Inflamasi dan Procalcitonin terhadap Kejadian Infeksi pada Stroke Iskemik Akut pada pemeriksaan Hari 1

39

57

62

(20)

LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Penjelasan Kepada Penderita/ Keluarga Lampiran 2: Surat persetujuan Ikut Dalam Penelitian

Lampiran 3: Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

Lampiran 4: Lembar Pengumpulan Data

(21)

ABSTRAK

Latar Belakang : Salah satu komplikasi dari stroke adalah infeksi. Infeksi dapat terjadi pada hari pertama setelah stroke iskemik yang dapat terjadi sekitar 23-65% pasien. Untuk itu digunakanlah berbagai macam pemeriksaan untuk memprediksi terjadinya stroke-associated infection. Ini berguna sebagai prediksi awal untuk pasien-pasien yang mempunyai faktor resiko dan menurunkan infeksi pasca stroke dan mortalitas pada pasien stroke iskemik.

Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada 51 pasien stroke iskemik akut, yang diambil antara tanggal September 2013 hingga Maret 2014 yang di rawat di RSHAM. Sampel darah dari pasien stroke iskemik akut yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan diperiksa nilai procalcitonin (PCT), leukosit, monosit dan HsCRP dan diulang pada hari ketiga rawatan. Data dianalisa dengan menggunakan uji regresi logistik untuk melihat resiko kejadian sedangkan untuk melihat sensitifitas dan spesifitas dari masing-masing marker digunakan uji diagnostik.

Hasil : Jumlah total dari subjek penelitian adalah 51 orang yang memenuhi kriteria, dimana dijumpai 12 pasien mangalami infeksi setelah onset stroke. Pada pemeriksaan hari pertama dijumpai leukosit, monosit, HsCRP dan PCTberturut-turut didapatkan OR 2,61 (CI 95% 1,98-15,12, p < 0,01), OR 1,12 (CI 95% 0,87-10,21, p 0,8), OR 1,35 (CI 95% 1,07-12,43, p < 0,001) dan OR 1,64 (CI 95% 1,18-3,45, p 0,007). Sedangkan pada pemeriksaan hari ketiga didapatkan hasil pemeriksaan leukosit, monosit, HsCRP dan PCT berturut-turut adalah OR 3,25 (CI 95% 2,23-38,72, p 0,04), OR 1,42 (CI 95% 1,58-16,2, p 0,035), OR 1,66 (CI 95% 1,23-2,04, p 0,01) dan OR 2,13 (CI 95% 1,74-7,37, p 0,008). Perbandingan sensitifitas dan spesifisitas PCT (91,7% dan 64,1 %), HsCRP (85,7% dan 43,2%), leukosit (75,0% dan 64,1%) dan monosit (61,5% dan 60,5%) pada hari pertama. Sedangkan pada hari ketiga dijumpai PCT lebih baik daripada marker lainnya dengan sensitifitas 92,3% dan spesifisitas 81,6%.

Kesimpulan : Pemeriksaan PCT merupakan diagnostik yang paling baik digunakan untuk memprediksi kejadian infeksi pada pasien stroke iskemik baik pada hari pertama dan hari ketiga.

(22)

ABSTRACT

Background: One of the complications of stroke was infection. Infection can occur on the first day after ischemic stroke, approximately 23-65% of patients. It is used for a variety of tests to predict the occurrence of stroke-associated infection. It was useful as an early prediction for patients who have risk factors for post-stroke, lower infection and mortality in patients

with ischemic stroke.

Methods: This was a cross sectional study in 51 patients with acute ischemic stroke, which was taken between September 2013 to March 2014, treated in RSHAM. Blood samples from patients with acute ischemic stroke who meet the inclusion and exclusion criteria will be checked value of procalcitonin (PCT), leukocytes, monocytes, HsCRP and repeated on the third day of treatment. Data were analyzed using logistic regression to look at the risk of incident while to look at the sensitivity and specificity of each marker used diagnostic test.

Results: The total number of study subjects was 51 people who meet the criteria, which encountered 12 patients had been infection after stroke onset. On the first day of the examination found leukocytes, monocytes, HsCRP and PCT respectively obtained OR of 2.61 (95% CI 1.98 to 15.12, p <0.01), OR 1.12 (95% CI 0.87 -10.21, p 0.8), OR 1.35 (95% CI 1.07 to 12.43, p <0.001) and OR 1.64 (95% CI 1.18 to 3.45, p 0.007 ). The examination on the third day showed leukocytes, monocytes, hsCRP and PCT, respectively, OR 3.25 (95% CI 2.23 to 38.72, p 0.04), OR 1.42 (95% CI 1 0.58 to 16, 2, p 0.035), OR 1.66 (95% CI 1.23 to 2.04, p 0.01) and OR 2.13 (95% CI 1.74 to 7.37, p 0.008). Comparison of the sensitivity and specificity of PCT (91.7% and 64.1%), hsCRP (85.7% and 43.2%), leukocytes (75.0% and 64.1%) and monocytes (61.5% and 60.5%) on the first day. The PCT on the third day found better than other marker with a sensitivity of 92.3% and a specificity of 81.6%.

Conclusion: PCT examination was the best diagnostic used to predict the incidence of infection in patients with ischemic stroke either on the first and third day.

(23)

ABSTRAK

Latar Belakang : Salah satu komplikasi dari stroke adalah infeksi. Infeksi dapat terjadi pada hari pertama setelah stroke iskemik yang dapat terjadi sekitar 23-65% pasien. Untuk itu digunakanlah berbagai macam pemeriksaan untuk memprediksi terjadinya stroke-associated infection. Ini berguna sebagai prediksi awal untuk pasien-pasien yang mempunyai faktor resiko dan menurunkan infeksi pasca stroke dan mortalitas pada pasien stroke iskemik.

Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada 51 pasien stroke iskemik akut, yang diambil antara tanggal September 2013 hingga Maret 2014 yang di rawat di RSHAM. Sampel darah dari pasien stroke iskemik akut yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan diperiksa nilai procalcitonin (PCT), leukosit, monosit dan HsCRP dan diulang pada hari ketiga rawatan. Data dianalisa dengan menggunakan uji regresi logistik untuk melihat resiko kejadian sedangkan untuk melihat sensitifitas dan spesifitas dari masing-masing marker digunakan uji diagnostik.

Hasil : Jumlah total dari subjek penelitian adalah 51 orang yang memenuhi kriteria, dimana dijumpai 12 pasien mangalami infeksi setelah onset stroke. Pada pemeriksaan hari pertama dijumpai leukosit, monosit, HsCRP dan PCTberturut-turut didapatkan OR 2,61 (CI 95% 1,98-15,12, p < 0,01), OR 1,12 (CI 95% 0,87-10,21, p 0,8), OR 1,35 (CI 95% 1,07-12,43, p < 0,001) dan OR 1,64 (CI 95% 1,18-3,45, p 0,007). Sedangkan pada pemeriksaan hari ketiga didapatkan hasil pemeriksaan leukosit, monosit, HsCRP dan PCT berturut-turut adalah OR 3,25 (CI 95% 2,23-38,72, p 0,04), OR 1,42 (CI 95% 1,58-16,2, p 0,035), OR 1,66 (CI 95% 1,23-2,04, p 0,01) dan OR 2,13 (CI 95% 1,74-7,37, p 0,008). Perbandingan sensitifitas dan spesifisitas PCT (91,7% dan 64,1 %), HsCRP (85,7% dan 43,2%), leukosit (75,0% dan 64,1%) dan monosit (61,5% dan 60,5%) pada hari pertama. Sedangkan pada hari ketiga dijumpai PCT lebih baik daripada marker lainnya dengan sensitifitas 92,3% dan spesifisitas 81,6%.

Kesimpulan : Pemeriksaan PCT merupakan diagnostik yang paling baik digunakan untuk memprediksi kejadian infeksi pada pasien stroke iskemik baik pada hari pertama dan hari ketiga.

(24)

ABSTRACT

Background: One of the complications of stroke was infection. Infection can occur on the first day after ischemic stroke, approximately 23-65% of patients. It is used for a variety of tests to predict the occurrence of stroke-associated infection. It was useful as an early prediction for patients who have risk factors for post-stroke, lower infection and mortality in patients

with ischemic stroke.

Methods: This was a cross sectional study in 51 patients with acute ischemic stroke, which was taken between September 2013 to March 2014, treated in RSHAM. Blood samples from patients with acute ischemic stroke who meet the inclusion and exclusion criteria will be checked value of procalcitonin (PCT), leukocytes, monocytes, HsCRP and repeated on the third day of treatment. Data were analyzed using logistic regression to look at the risk of incident while to look at the sensitivity and specificity of each marker used diagnostic test.

Results: The total number of study subjects was 51 people who meet the criteria, which encountered 12 patients had been infection after stroke onset. On the first day of the examination found leukocytes, monocytes, HsCRP and PCT respectively obtained OR of 2.61 (95% CI 1.98 to 15.12, p <0.01), OR 1.12 (95% CI 0.87 -10.21, p 0.8), OR 1.35 (95% CI 1.07 to 12.43, p <0.001) and OR 1.64 (95% CI 1.18 to 3.45, p 0.007 ). The examination on the third day showed leukocytes, monocytes, hsCRP and PCT, respectively, OR 3.25 (95% CI 2.23 to 38.72, p 0.04), OR 1.42 (95% CI 1 0.58 to 16, 2, p 0.035), OR 1.66 (95% CI 1.23 to 2.04, p 0.01) and OR 2.13 (95% CI 1.74 to 7.37, p 0.008). Comparison of the sensitivity and specificity of PCT (91.7% and 64.1%), hsCRP (85.7% and 43.2%), leukocytes (75.0% and 64.1%) and monocytes (61.5% and 60.5%) on the first day. The PCT on the third day found better than other marker with a sensitivity of 92.3% and a specificity of 81.6%.

Conclusion: PCT examination was the best diagnostic used to predict the incidence of infection in patients with ischemic stroke either on the first and third day.

(25)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak

pada usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab

kematian sesudah penyakit jantung pada sebagian besar negara di dunia.

Di negara barat yang telah maju, stroke menempati urutan ketiga sebagai

penyebab kematian sesudah penyakit jantung iskemik dan kanker. Setiap

tahunnya, lebih kurang 795.000 orang mengalami stroke, baik yang

pertama, maupun serangan ulangan. Diperkirakan 610.000 merupakan

serangan pertama dan 185.000 adalah serangan berulang (Goldstein dkk,

2006; Lloyd-Jones dkk, 2009; Sjahrir, 2003).

Di Indonesia, data nasional stroke menunjukkan angka kematian

tertinggi, yaitu 15,4% stroke sebagai penyebab kematian (Soertidewi dkk,

2011). Data di Indonesia juga menunjukkan kecendrungan peningkatan

kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan.

Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45 – 54 tahun), 26,8% (umur 55 – 64 tahun) dan 23,5% (umur ≥ 65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan kecacatan

didapati 1,6% tidak berubah, serta 4,3% semakin memberat. Stroke

(26)

masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di

kemudian hari (Guideline Stroke, 2011).

Beberapa penelitian retrospektif telah melaporkan bahwa

komplikasi medis dan neurologis dapat terjadi pada 59% hingga 95%

pasien stroke iskemik, tergantung pada periode observasi dari penelitian

tersebut, dan infeksi merupakan salah satu komplikasi medis yang paling

sering ditemukan pada pasien stroke iskemik (Wani dkk, 2012). Penelitian

sebelumnya telah melaporkan bahwa infeksi yang terjadi selama hari

pertama setelah terjadinya stroke iskemik dapat ditemukan pada 25-65%

pasien, dimana penumonia dan infeksi saluran kemih (ISK) merupakan

komplikasi infeksi yang paling sering ditemukan setelah stroke iskemik

(Fluri dkk,2012).

Dari meta-analisis 87 penelitian yang dilakukan oleh Westendrop

dkk (2011), menemukan bahwa infeksi merupakan komplikasi yang paling

sering pada fase akut stroke, dimana rerata pooled infeksi secara keseluruhan adalah 30%, dan pneumonia serta ISK ditemukan

masing-masing pada 10% pasien stroke.

Penelitian Koennecke dkk (2011), dalam waktu 3 tahun, mendapati

dari 16.518 penderita stroke iskemik dan hemoragik dan dijumpai 12,2%

mengalami komplikasi berupa pneumonia. Pneumonia erat kaitannya

dengan resiko mortalitas yang tinggi pada stroke fase akut, sehingga

(27)

pneumonia dapat menentukan panderita stroke yang memerlukan

pengawasan ketat dan pengobatan profilaksis (Hoffman dkk, 2012).

Fluri dkk (2012) yang melakukan penelitian untuk melihat predictive value dari biomarker sebagai prognostik infeksi post stroke, menemukan bahwa dari 383 pasien stroke yang ikut dalam penelitian tersebut, sekitar

66 pasien (17,2%) yang mengalami infeksi.

Dari penelitian cohort yang dilakukan di Belanda, menemukan bahwa dari jumlah sampel 521 pasien, sekitar 78 pasien (15%) yang

mengalami stroke associated infections (SAI), dengan 39 pasien (7,5%) yang mengalami pneumonia, dan 23 pasien (4,4%) yang mengalami ISK

(Vermeijdkk, 2009).

Terdapat dugaan bahwa terjadinya infeksi pada stroke akut

berhubungan dengan mekanisme selain tindakan invasif, penurunan

kesadaran, atau refleks batang otak yang abnormal. Infeksi yang terjadi

selama fase gangguan neurologis yang maksimal (3 hari pertama), dan

jika dibandingkan dengan insiden infeksi yang terjadi dibangsal umum,

neurologis, intensive care unit (ICU), atau stroke unit, diduga bahwa infeksi berhubungan dengan stroke induced immunological mechanism. Dihipotesakan bahwa sistem saraf pusat memodulasi aktivitas sistem

(28)

Defek fungsi sistem imun yang terjadi setelah stroke yaitu meliputi

penurunan peripheral blood lymphocyte count, gangguan limfosit T dan aktivitas sel NK (natural killer), penurunan produksi interferon gamma dan mitogen yang menginduksi produksi sitokin dan proliferasi sel imun

(Johnsen dkk 2012; Wani dkk 2012).

Beberapa penelitian telah menemukan hubungan yang

independent antara SAI dan outcome fungsional yang buruk setelah terjadinya stroke iskemik. Sehingga, pemberian antibiotik yang dini

direkomendasikan jika ditemukan infeksi, akan tetapi untuk melakukan

gold standard diagnostik klinis memerlukan waktu yang banyak sehingga dapat menghambat pemberian terapi antibiotik yang dini. Oleh sebab itu,

marker yang akurat dan tersedia untuk stratifikasi resiko yang optimal

diperlukan (Fluri dkk,2012).

Peranan marker darah yang tersedia untuk prediktor SAI masih

belum diteliti secara ekstensif, meskipun begitu pemeriksaan leukosit, C-reactive protein (CRP) dan monosit merupakan pemeriksaan inflamasi yang rutin diperiksa pada hari pertama rawatan di rumah sakit (RS) (Fluri

dkk,2012). C-reactive protein telah diketahui sebagai marker biokimiawi inflamasi dan terlibat dalam fungsi imunologis. Dari penelitian sebelumnya,

diduga bahwa CRP merupakan marker yang baik untuk infeksi. Povoa dkk

(2005) yang melakukan penelitian untuk menilai peranan kadar CRP dan

leukosit serta suhu tubuh sebagai diagnosis infeksi pada pasien yang

(29)

temperatur memiliki hubungan dengan infeksi dengan masing-masing

sensitivitas 93,4% dan 54,8% serta spesifisitas 86,1% dan 88.9%.

Penelitian lain menemukan bahwa 16 pasien (9%) dengan kadar CRP ≥ 7 mg/L dan 15 pasien (4%) dengan kadar CRP <7 mg/L mengalami infeksi

selama masa rawatan di RS (Hertog dkk, 2009).

Procalcitonin (PCT) merupakan biomarker yang umum digunakan dan mempunyai akurasi diagnostik untuk berbagai infeksi. Evidence based saat ini menunjukkan PCT digunakan sebagai ―gold standar‖ untuk diagnosis klinis bakteri (Christ-Crain dkk, 2005). Studi yang dilakukan oleh

Su dkk (2009) bahwa kadar PCT dan CRP memiliki peranan dalam

diagnosis sepsis yang dini pada pasien yang dirawat di ICU dengan

masing-masing sensitivitas adalah 72,9% dan 67,9%.

Penelitian yang dilakukan oleh Wartenberg dkk (2011) menemukan

bahwa leukosit, CRP, monocyt count maupun PCT yang diperiksa pada hari pertama rawatan tidak sensitif untuk memprediksi terjadinya SAI.

Penelitian lainnya, leukosit dan monocyt count yang diperiksa pada hari pertama rawatan tidak berbeda antara pasien stroke yang terjadi infeksi

dengan yang tidak mengalami infeksi (Vogelgesang dkk, 2008). Hanya

pada hari pertama setelah onset stroke, temperatur tubuh dan leukosit

ditemukan menjadi lebih signifkan berhubungan dengan infeksi setelah

stroke. Tetapi predictive value dari biomarker yang diperiksa pada kedua penelitian ini tidak diketahui (Vogelgesang dkk, 2008; Wartenberg dkk,

(30)

Menurut Carrol dkk (2002) ditemukan perbandingan karakteristik

hitung leukosit, CRP dan PCT sebagai petanda infeksi kadar PCT >2

ng/ml dengan menunjukkan nilai sensitifitas 94%, spesifisitas 93%, PPV

95%, dan NPV 91% sedangkan untuk CRP >30 mg/l didapati sensitifitas

81%, spesifisitas 89%, PPV 91%, dan NPV 76% dan jumlah leukosit

<4000 atau >15.000/mm3 terdapat sensitifitas 69% spesifisitas 67%, PPV

77% dan NPV 56% dibandingkan pula jika PCT + CRP ditemukan

sensitifitas 80%, spesifisitas 95%, PPV 96% dan NPV 76%.

Pada penelitian Iskandar dkk (2010) menunjukkan rerata kadar

PCT 0,93 mg/L, nilai ROC 0,400 mempunyai sensitifitas 20% dan

spesifisitas 30,4% dengan nilai p=0,490. Rerata kadar CRP 8,4 mg/L, nilai

ROC 0,422 mempunyai sensitifitas 60% dan spesifisitas 69,6 % dengan

nilai p=0,589. Sedangkan rerata kadar leukosit 8835/iu dengan nilai ROC

0,500 mempunyai sensitifitas 20% dan spesifisitas 21,7 % dengan nilai

p=1,00.

I.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti

yang telah diuraikan diatas, dirumuskan masalah sebagai berikut :

(31)

I.3. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan :

I.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui peranan procalcitonin dan marker inflamasi rutin sebagai prediktor infeksi pada pasien stroke iskemik akut?

I.3.2. Tujuan khusus

1.3.2.1. Untuk mengetahui nilai sensitifitas dan spesifisitas

procalcitonin dan marker inflamasi rutin sebagai prediktor infeksi pada pasien stroke iskemik akut RSUP H.Adam

Malik Medan dengan menggunakan uji diagnostik.

1.3.2.2. Untuk mengetahui resiko kejadian procalcitonin dan marker inflamasi rutin sebagai prediktor infeksi pada

pasien stroke iskemik akut RSUP H.Adam Malik Medan

1.3.2.3. Untuk mengetahui karakteristik demografik, kadar

procalcitonin dan marker inflamasi rutin berdasarkan infeksi dan tidak infeksi pada pasien stroke iskemik akut.

1.3.2.4.. Untuk melihat rerata nilai kadar procalcitonin dan marker inflamasi pada penderita stroke iskemik akut pada pasien

stroke iskemik akut

1.3.2.5. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik

pada pasien stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik

(32)

I.4. HIPOTESIS

Kadar procalcitonin dan marker inflamasi rutin memiliki peranan sebagai prediktor infeksi pada pasien stroke iskemik akut

I.5. MANFAAT PENELITIAN

I.5.1. Manfaat Penelitian Untuk Peneliti

Memberikan kontribusi keilmuan mengenai peranan procalcitonin dan marker inflamasi rutin sebagai prediktor infeksi pada pasien stroke

iskemik akut

I.5.2. Manfaat Penelitian Untuk Pendidikan

Memberikan kontribusi penelitian tentang peranan procalcitonin dan marker inflamasi rutin sebagai prediktor infeksi pada pasien stroke iskemik

akut dan diharapkan dapat menjadi salah satu acuan penelitian

selanjutnya untuk mencari biomarker lainnya dalam rangka untuk menilai

resiko infeksi pada pasien stroke

I.5.3. Manfaat Penelitian Untuk Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini diharapkan penanganan pasien

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. STROKE ISKEMIK

II.1.1. Definisi

Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut yang

disebabkan oleh iskemik atau perdarahan yang berlangsung 24 jam atau

meninggal, tetapi tidak memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan

(Sacco dkk, 2013).

Stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis yang

disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal dan infark retinal. Dimana

infark susunan saraf pusat adalah kematian sel pada otak, medula

spinalis, atau sel retina akibat iskemia, berdasarkan :

- Patologi, pencitraan atau bukti objektif dari injury fokal iskemik pada serebral, medula spinalis atau retina pada suatu distribusi

vaskular tertentu.

- Atau bukti klinis dari injury fokal iskemk pada serebral, medula

spinalis atau retina berdasarkan gejala yang bertahan ≥ β4 jam

atau meninggal dan etiologi lainnya telah disingkirkan (Sacco

(34)

II.1.2. Epidemiologi

Insidens terjadinya stroke di Amerika Serikat lebih dari 700.000

orang per tahun, dimana 20% darinya akan mati pada tahun pertama.

Jumlah ini akan meningkat menjadi 1 juta per tahun pada tahun 2050.

Secara internasional insidens global dari stroke tidak diketahui (Becker

dkk, 2010).

Di Indonesia, data nasional epidemiologi stroke belum ada. Tetapi dari

data sporadik di rumah sakit terlihat adanya tren kenaikan angka

morbiditas stroke, yang seiring dengan semakin panjangnya life expentancy dan gaya hidup yang berubah (Modul Neurovaskular PERDOSSI, 2009).

Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia dilaporkan

bahwa proporsi stroke di rumah sakit antara tahun 1984 sampai dengan

tahun 1986 meningkat, yaitu 0,72 per 100 penderita pada tahun 1984 dan

naik menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun 1985 dan 0,96 per 100

penderita pada tahun 1986. Sedangkan di Jogyakarta pada penelitian

Lamsudin dkk (1998) dilaporkan bahwa proporsi morbiditas stroke di

rumah sakit di Jogyakarta tahun 1991 menunjukkan kecendrungan

meningkat hampir 2 kali lipat (1,79 per 100 penderita) dibandingkan

dengan laporan penelitian sebelumnya pada tahun 1989 (0,96 per 100

(35)

II.1.3. Klasifikasi Stroke

Dasar klasifikasi yang berbeda – beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa

yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Misbach,2011)

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

1. Stroke iskemik

a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Thrombosis serebri

c. Emboli serebri

2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral

b. Perdarahan subarachnoid

II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu

1. Transient Ischemic Attack (TIA) 2. Stroke in evolution

3. Completed stroke

III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah

1. Sistem karotis

2. Sistem vertebrobasiler

IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :

(36)

4. Posterior Circulation Infarct (POCI)

V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti

TOAST (Sjahrir, 2003)

1. Aterosklerosis Arteri Besar

Gejala klinik dan penemuan imejing otak yang signifikan (>50%) stenosis

atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di korteks disebabkan

oleh proses aterosklerosis. Gambaran computed tomography (CT) scan kepala MRI menunjukkan adanya infark di kortikal, serebellum, batang

otak, atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 mm dan potensinya

berasal dari aterosklerosis arteri besar.

2. Kardioembolisme

Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber embolus dari

jantung terdiri dari :

a. Resiko tinggi

• Prostetik katub mekanik

• Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi

• Fibrilasi atrial (other than lone atrial fibrillation)

• Atrial kiri / atrial appendage thrombus

Sick sinus syndrome

• Miokard infark baru (<4 minggu)

• Thrombus ventrikel kiri

• Kardiomiopati dilatasi

(37)

• Atrial myxoma

• Infeksi endokarditis

b. Resiko sedang

• Prolapsus katub mitral

• Kalsifikasi annulus mitral

• Mitral stenosis tanpa fibrilasi atrial

• Turbulensi atrial kiri

• Aneurisma septal atrial

• Paten foramen ovale

• Atrial flutter

Lone atrial fibrillation

• Katub kardiak bioprostetik

• Trombotik endokarditis nonbacterial

• Gagal jantung kongestif

• Segmen ventrikuler kiri hipokinetik

• Miokard infark (> 4minggu, < 6 bulan)

3. Oklusi Arteri Kecil

Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus mempunya satu

gejala klinis sindrom lakunar dan tidak mempunyai gejala gangguan

disfungsi kortikal serebral. Pasien biasanya mempunyai gambaran CT

(38)

4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan

a. Non-aterosklerosis Vaskulopati

• Noninflamiasi

• Inflamasi non infeksi

• Infeksi

b. Kelainan Hematologi atau Koagulasi

5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan

II.1.4. Faktor Resiko

Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat

diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi

(nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat (welldocumented or less well documented) (Goldstein, 2006)

1. Non-modifiable risk factors : 1. Age

2. Sex

3. Low birth weight 4. Race / ethnicity 5. Genetic

2. Modifiable risk factors

a. Well-documented and modifiable risk factor 1. Hipertensi

(39)

3. Diabetes

4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition 5. Dislipidemia

6. Stenosis arteri carotis

7. Sickle cell disease

8. Terapi hormon postmenopause

9. Poor diet

10. Physical inactivity

11. Obesitas dan distribusi lemak tubuh

b. Less well-documented and modifiable risk factor 1. Sindroma metabolik

2. Alcohol abuse

3. Penggunaan kontrasepsi oral

4. Slepp-disordered breathing 5. Nyeri kepala migren

6. Hiperhomosisteinemia

7. Peningkatan lipoprotein (a)

8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase 9. Hypercoagulability

10. Inflamasi

(40)

II.1.5. Patofisiologi

Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian

inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di

luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel - sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang

fungsi - fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat

iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di

luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran

darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi

dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor

waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat

berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach, 2011).

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara

bertahap (Sjahrir, 2003) :

Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostatsis ion

Tahap 2. : a. Eksitoksitas dan kegagalan homeostasis ion

(41)

Tahap 3 : Inflamasi

Tahap 4 : Apoptosis

II.2. MARKER INFLAMASI

II.2.1. LEUKOSIT

Leukosit adalah sistem pertahanan tubuh yang merupakan

kumpulan unit yang bergerak. Sistem daya tahan tubuh ini adalah

kemampuan tubuh untuk bertahan dan menyingkirkan material yang

berbahaya dan sel-sel abnormal dalam tubuh (Sherwood dkk,2012).

Leukosit dan turunannya serta protein plasma membentuk sistem

immun yang merupakan sistem yang dapat mengenal, menghancurkan

dan menetralisir material yang seharusnya tidak terdapat dalam tubuh.

Secara spesifik sistem pertahanan tubuh berperan dalam :

1. Melawan patogen yang menginvasi tubuh seperti mikroorganisme yang

menimbulkan penyakit.

2. Menyingkirkan sel yang tidak dibutuhkan oleh tubuh seperti eritrosit

yang sudah tua ataupun jaringan debris

3. Mengidentifikasi dan menghancurkan sel yang abnormal yang muncul

dalam tubuh. Dalam hal ini leukosit berperan sebagai mekanisme

pertahanan pertama dalam melawan kanker (Sherwood dkk,2012).

Jumlah normal sel darah putih adalah 4500-11.000/µl darah

manusia, dimana diantara ini semua, sel granulosit (sel

(42)

memiliki bentuk seperti tapal kuda dan akan berubah menjadi sel

multilobus. Sebagian besar dari sel polimorfonuklear ini terdiri dari granul

(neutrofil), dan sebagian kecil lagi adalah eusinofil, basophil, limposit yang

memiliki inti sel yang lebar dengan sedikit sitoplasma serta monosit

dengan sitoplasma dalam jumlah besar dan nukleus berbentuk ginjal.

Seluruh sel ini akan melindungi tubuh dengan bekerja sama melawan

tumor, virus, bakteri dan infeksi parasit(Ganong, 2003).

Tabel 1. Nilai Normal Leukosit pada Sirkulasi Darah(sel/µl)

Tipe Sel Nilai

Dikutip dari : English, D. 2003. Components, Immunity, and Hemostasis. In Rhoades RA, Tanner GA, editors. Medical Physiology. 2sd

edition.Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. Available at: http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/e-book/fisiologi%20%20faal%20-%20phisiology%20%20pathofisiology/medical%20physiology%202nd%20 edition%20-%20rhoades.pdf

Peran leukosit secara spesifik

1. Neutrofil

Neutrofil berperan dalam sistem fagosit dengan cara memakan dan

merusak bakteri secara intraselular. Neutrofil juga berperan sebagai

“suicide bombers” dan mengatur kematian sel bakteri dengan

menggunakan material dalam sel untuk membentuk serat yang disebut

(43)

cairan ektraselular. Lebih jauh lagi neutrofil akan membersihkan

jaringan debris. Melalui seluruh fungsi ini neutrofil akan berperan dalam

infeksi bakteri akut.

2. Eusinofil

Jumlah eusinofil yang meningkat dalam sirkulasi berhubungan dengan

kondisi alergi dan adanya infeksi parasit seperti cacing. Eusinofil tidak

dapat memakan parasit yang berukuran besar melainkan dengan cara

menempel pada parasit dan mensekresikan substan untuk

menghancurkan parasit tersebut.

3. Basofil

Basofil adalah bagian dari leukosit yang paling sedikit yang memiliki

fungsi dan struktur yang hampir sama seperti sel mast. Basofil tidak ikut

bersirkulasi dalam darah namun tersebar di jaringan ikat. Basofil dan

sel mast mensintesa dan menyimpan histamin dan heparin yang

merupakan substans kimia yang akan dikeluarkan pada stimulus

tertentu. Produksi histamin berperan penting pada reaksi alergi

sedangkan heparin berperan untuk mempercepat perpindahan partikel

lemak dalam darah serta mencegah proses pembekuan darah

sehingga digunakan sebagai obat antikoagulasi namun hal ini masih

bersifat kontroversi. Basofil ini diproduksi di sum-sum tulang, setelah itu

akan beredar di sirkulasi selama kurang dari satu hari, memasuki

(44)

4. Monosit

Bekerja seperti neutrofil dengan cara memfagosit. Monosit akan

berpindah dari sum-sum tulang saat masih immature dan bersirkulasi dalam darah selama 1-2 hari sebelum memasuki jaringan. Dalam

jaringan inilah monosit akan berkembang menjadi matur dan disebut

sebagai makrofag. Makrofag ini akan bertahan beberapa bulan sampai

beberapa tahun jika mereka tidak melakukan aktivitas fagosit.

5. Limfosit

Limfosit melakukan aktivitas sistem imun dengan melawan target yang

secara spesifik mengaktifkan mereka. Terdapat dua limfosit yaitu

limfosit B dan limfosit T (Sel B dan sel T) yang terlihat sama. Limfosit B

akan memproduksi antibodi yang bersirkulasi dalam darah sehingga

disebut antibody-mediated atau hummoral immunity. Antibodi ini akan berikatan dan menandai sel asing yang menginduksi mereka dan

kemudian akan merusak sel asing itu. Limfosit T tidak memproduksi

antibodi, namun secara langsung merusak sel target yang spesifik

degan mengeluarkan substansi kimia. Proses ini disebut dengan cell mediated immunity. Limfosit ini akan bertahan hidup 100-300 hari. Hanya limfosit dalam jumlah kecillah yang bersirkulasi dalam darah di

waktu tertentu selebihnya tinggal di jaringan getah bening. (Ganong,

(45)

Tabel 2. Perbedaan Limfosit B dan Limfosit T

Dikutip dari : Ganong, W., F. 2003. Review of Medical Physiology . 21th edition . Lange Medical Books/McGraw-Hill Medical Publishing Division. USA.

Gambar 1 . Element dan Tipe Leukosit Normal pada Manusia

(46)

II.2.2 C-REACTIVE PROTEIN

C-reactive protein (CRP) pertama kali ditemukan pada tahun 1930 oleh William Tillet dan Thomas Francis. Pada penelitian, di dalam darah

pasien-pasien yang menderita infeksi akut Streptococcus pneumonia ditemukan serum yang membentuk presipitan dengan ekstrak dari bakteri

streptokokus. Ekstrak ini mula-mula dinamakan fraksi C yang kemudian diketahui sebagai polisakarida. Oleh karena itu substansi dalam serum

hasil dari reaktivitas C-polisakarida dari dinding sel streptokokus disebut

CRP. Ikatan kalsium dari CRP yang berikatan dengan afinitas tinggi

terhadap phoshocholine (unsur dasar membran sel phospholipid, phosphatidylcholine). Jika terjadi kerusakan sel maka phosphatidylcholine akan terekspos dan mudah terjangkau oleh CRP (Semple, 2006; Husain

dkk, 2002).

C-Reactive Protein merupakan protein fase akut dengan struktur homopentametric dan ikatan kalsium yang spesifik untuk phospocholine (PCh). C-Reactive protein merupakan bagian dari famili pentraxin nonglikosilasi yang termasuk dalam “lectin fold superfamily”. Molekul human CRP terdiri dari 5 subunit polipeptida nonglikosilasi (promoter) yang berkeliling non kovalen, tersusun secara cyclic pentametric simetris dan dirakit keliling dengan sebuah poros sentral dengan konfigurasi

seperti sebuah piringan. Setiap subunit mempunya massa 23,027 Da

(terdiri dari 206 asam amino residu) dan secara keseluruhan massa

(47)

Gambar 2. Struktur Molekuler dan Morfologi dari CRP

Dikutip dari : Mark B. Pepys and Gideon M. Hirschfield. 2003. C-reactive protein: a critical update. J. Clin. Invest; 111:1805–1812

C-Reactive Protein disintesa dalam bentuk pecahan dari hepatosit lalu disekresikan kedalam sirkulasi darah. Produksi dari CRP di induksi

oleh sitokin pro inflamasi IL-1 dan IL-17 di hati. Sitokin menekan efek

bilologisnya terhadap CRP dengan memberikan sinyal melalui reseptor

pada sel hepatik dan mengaktivasi kinase dan fosfatase yang berbeda,

mengarah paa translokasi dari berbagai faktor transkripsi pada gen

promoter dan produksi dari CRP (Di Napoli dkk, 2011).

Konsentrasi CRP sistemik dikatakan normal bila kurang dari 5 mg/L

namun konsentrasi rata-rata pada populasi umum dan sedentary adalah 2 mg/L. Tidak ditemukan perbedaan konsentrasi ada pria maupun wanita.

Tidak ditemukan pula perbedaan konsentrasi diurnal ataupun berdasarkan

musim (Semple, 2006).

(48)

24-48 jam. Konsentrasi CRP akan tetap tinggi selama respon fase akut,

dan akan kembali normal dengan pulihnya struktur dan fungsi jaringan.

Kenaikan CRP bersifat eksponensial, dan menjadi dua kali lipat setiap 8– 9 jam. Waktu paruh (half-life) dari CRP kurang dari 24 jam. Pengukuran CRP dapat dilakukan secara langsung dan kuantitatif. Pengukuran CRP

serial dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk infeksi, kemajuan

pengobatan, atau deteksi awal peradangan ulang (Husain dkk,2002).

Fungsi utama CRP adalah berikatan dan detoksifikasi terhadap

toksik endogen yang diproduksi sebagai hasil dari kerusakan jaringan. C-Reactive Protein juga membantu pemindahan sel yang mati, sel-sel asing (seperti mikroba) melalui ikatan fosfokolin pada permukaan sel, aktivasi

sistem komplemen dan inisiasi, opsoniasi dan fagositosis (Volanakis,2001;

Coric dkk, 2012).

II. 3 PROCALCITONIN

Procalcitonin adalah polipeptida yang terdiri dari 116 asam amino dan merupakan prohormon calcitonin. Calcitonin terdiri dari 32 asam amino, sedangkan PCT dibentuk oleh prePCT yang terdiri dari 141 asam

amino dengan bobot molekul 16 kDa. Pemecahan terjadi di sel C kelenjar

tiroid. Pemeriksaan semikuantitatif PCT sangat praktis dan dapat

digunakan secara bed-side. Peningkatan PCT yang cukup besar terjadi bila terdapat reaksi peradangan sistemik yang disebabkan oleh

(49)

penyakit di luar infeksi yang dapat meningkatkan PCT antara lain malaria

penyakit jamur,penyakit autoimun, bedah jantung, pankreatitis, luka bakar,

penyakit Kawasaki dan syok kardiogenik. Terjadi peningkatan sedikit

kadar PCT pada keadaan infeksi virus, neoplastik, dan penyakit autoimun,

sedangkan pada infeksi bakteri kronik tanpa inflamasi, reaksi alergi, dan

infeksi bacterial yang terlokalisasi tidak didapatkan peningkatan PCT.

Konsentrasi normal PCT dalam serum/plasma di bawah 0,5 ng/ml. Pada

keadaan inflamasi kronik dan penyakit autoimun, infeksi virus, dan infeksi

lokal kadar PCT <0,5 ng/ml, sedangkan pada keadaan SIRS, multipel

trauma, dan luka bakar kadar PCT 0,5–2 ng/ml dan kadar PCT >2 (paling sering 10–100) ng/ml merupakan prediktor infeksi berat, sepsis, dan kegagalan beberapa organ (multiple organ failure) (Iskandar dkk, 2010).

Pemeriksaan PCT merupakan surrogate marker untuk infeksi, dalam kaadaan normal PCT dimetabolisme menjadi kalsitonin, pada

keadaan infeksi atau stres lain perubahan PCT menjadi kalsitonin

terganggu sehingga kadar PCT meningkat (Iskandar dkk,2010).

Mekanisme tentang sintesa dan peran PCT setelah peradangan

sampai sekarang sama sekali tidak diketahui. Selama infeksi mikroba,

akan terjadi peningkatan ekspresi gen CALC-I yang menyebabkan

pelepasan PCT dari seluruh jaringan parenkim dan seluruh sel

terdiferensiasi di seluruh tubuh. Pelepasan PCT pada saat peradangan

diinduksi dalam dua jalur utama yaitu: cara langsung diinduksi oleh toksin

(50)

langsung melalui respon immun pejamu yang bersifat cell-mediated yang dimediasi oleh sitokin inflamasi (seperti interleukin-1b [IL-1b], interleukin-6

[IL-6], tumor necrosis factor-α [TNF-α]) (Hatzizsilianou, 2011).

Pada infeksi bakteri, serum PCT nilainya akan meningkat 4 jam

setelah onset infeksi bakteri, dan puncaknya antara 8 dan 24 jam (Kibe

dkk,2011). Procalcitonin bukan hanya merupakan marker spesifik untuk infeksi, tetapi juga dapat digunakan sebagai monitoring respon penjamu

terhadap infeksi dan pengobatan. Jika nilai PCT turun lebih dari 30% dari

nilai awal setelah onset 24 jam pengobatan antibakteri, ini

mengindikasikan bahwa pengobatan sesuai dan infeksi dapat dikontrol.

Tetapi jika nilai PCT meningkat, ini menunjukkan pengobatan anti mikroba

harus diganti. Jika nilai PCT secara terus menerus meningkat, ini

menunjukkan respon penjamu untuk terserang infeksi sangat buruk dan

sistem imun penjamu harus diperkuat (Hatzizsilianou, 2011).

Pada gambaran endokrin yang lalu, kalsitonin matur kebanyakan

dihasilkan pada neuroendokrin sel C dari tiroid. Jika tidak ada infeksi,

transkripsi ekstratiroid dari gen CALC-1 akan tertekan dan terbatas

ekspresi selektif pada sel neuroendokrin yang dijumpai pada tiroid dan

paru. Pada sel neuroendokrin, hormon yang matur akan diproses dan

disimpan pada granul sekretoris. Jika ada infeksi mikroba akan

menginduksi peningkatan dari ekspresi gen CALC-1 dan melepaskan PCT

dari semua jaringan parenkim dan perbedaan tipe sel dalam tubuh

(51)

II.3.1 Kelompok Protein CAPA

Procalcitonin, calcitonin gene-related peptides (CGRP) I dan II, amylin, adrenomedullin, calcitonin dan prekursornya adalah satu kelompok protein. Calcitonin gene-related peptides (CGRP) I dan mRNA yang merupakan prekursor kalsitonin I dan II akan dikode di gen CALC-1 pada

kromosom 11. Gen ini akan mengkode calcitonin, PCT-I, PCT-II dan produk lainnya. calcitonin gene-related peptides (CGRP) II diproduksi dari gen CALC-II pada kromosom 11, sedangkan amilin diproduksi pada

kromosom 12. Semua protein ini akan disekresikan. Untuk mendapatkan

akses ke sistem golgi, protein ini akan diproduksi dengan menggunakan

sekitar 100 asam amino yang terdiri dari residu sistein. Produk yang

dihasilkan ini akan aktif dan berikatan pada reseptor G-Coupled 7TM dan

disebut sebagai ―calcitonin gene-related peptideamylin (pro)calcitonin-adrenomedullin family,’’ atau „„CAPA protein family” yang merupakan cikal bakal kalsitonin (Kibe dkk, 2011).

II.3.2 Sintesis mRNA pada beberapa tipe sel

Procalcitonin mRNA disintesis di gen CALC-I pada kromosom 11 pada saat sepsis atau inflamasi. Gen CALC-I ini merupakan sumber

(52)

menghasilkan dua protein yang berbeda yaitu PCT I dan PCT II yang

dibedakan pada asam amino C-terminal. (Sherwood dkk,2012)

Mekanisme tentang sintesis dan peran PCT setelah peradangan

sampai sekarang sama sekali tidak diketahui. Selama infeksi mikroba,

akan terjadi peningkatan ekspresi gen CALC-I yang menyebabkan

pelepasan PCT dari seluruh jaringan parenkim dan seluruh sel

terdiferensiasi di seluruh tubuh. Pelepasan PCT pada saat peradangan

diinduksi dalam dua jalur utama yaitu: cara langsung diinduksi oleh toksin

atau lipopolisakarida yang dilepaskan oleh mikroba, dan induksi tidak

langsung melalui respon immun pejamu yang bersifat cell-mediated yang dimediasi oleh sitokin inflamasi (seperti interleukin-1b [IL-1b], interleukin-6

[IL-6], tumor necrosis factor-α [TNF-α]) (Kibe dkk, 2011).

II. 4. STROKE-ASSOCIATED INFECTIONS (SAI)

II. 4.1. Definisi Stroke-associated infections (SAI)

Stroke-associated infections ialah infeksi yang terjadi selama tujuh hari pertama daripada onset stroke (Vargas dkk, 2006)

Infeksi dapat terjadi setelah hari pertama stroke iskemik pada

sekitar 25-65% pasien. Pneumonia dan infeksi saluran kemih (ISK)

merupakan komplikasi infeksi yang sering terjadi setelah stroke iskemik.

Insiden untuk pneumonia yang berhubungan dengan stroke sekitar 5-22%

(53)

dengan infeksi saluran kemih biasanya 3-10% pasien perhari setelah

pemasangan kateter (Harms dkk, 2010; Fluri dkk, 2012).

A. Pneumonia setelah stroke

Diagnosis pneumonia ditentukan oleh :

1. Pemeriksaan paru yang abnormal, infiltrasi paru pada foto thorak

2. batuk yang produktif dengan sputum purulen, pada kultur

ditemukan moikrobiologi positif ataupun kultur darah (Harms

dkk,2010 )

Tabel 3. Kriteria untuk Definisi Klinis Pneumonia berdasarkan

Centers for Disease Control

Dikutip dari : Harms H, Halle E, Andreas Meisel A. 2010. Post-Stroke Infections – Diagnosis, Prediction, Prevention And Treatment To Improve Patient Outcomes. European Neurological Review;5(1):39–43

(54)

Dokter Paru Indonesia), yaitu: (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,

2003)

Pneumonia ditegakkan atas dasar:

1. Gambaran foto toraks terdapat infiltrat baru atau progresif.

2. Ditambah dua di antara kriteria berikut:

a. Batuk – batuk bertambah

b. Perubahan karakteristik dahak/ sekret purulen

c. Suhu tubuh ≥ γ8 0C (diukur di aksila)

d. Pemeriksaan fisik: ditemukan tanda – tanda konsolidasi, suara nafas bronkial dan ronki

e. Leukositosis (≥10.000) atau leukopenia (<4500)

B. Infeksi Saluran Kemih

Diagnosis infeksi saluran kemih ditentukan oleh :

1. Demam ≥ γ80 C

2. Pemeriksaan urin dijumpai positif untuk nitrat

(55)

Tabel 4. Kriteria untuk Infeksi Saluran Kemih berdasarkan Centers for Disease Control

Dikutip dari : Harms H, Halle E, Andreas Meisel A. 2010. Post-Stroke Infections – Diagnosis, Prediction, Prevention And Treatment To Improve Patient Outcomes. European Neurological Review;5(1):39–43

C. Infeksi lainnya

Diagnosis ini ditentukan oleh :

1. Suhu ≥ γ80 C

2. Leukosit ≥ 11000/mL

(56)

II.4.2. Patogenesa Stroke-Associated Infections (SAI)

Keadaan infeksi dapat ditemukan pada pasien stroke dan

dihubungkan dengan outcome stroke yang lebih buruk. Bagaimana infeksi menyebabkan perburukan outcome stroke masih belum jelas sampai sekarang. Satu penelitian menunjukkan bahwa respon inflamasi yang

berhubungan dengan infeksi sistemik menjadi predisposi perkembangan

respon autoimun dari sel T helper 1 terhadap antigen SSP yang terpapar

oleh limfosit dari sirkulasi akibat kerusakan sawar darah otak yang

diinduksi oleh stroke atau keadaan iskemik otak. Sebagai tambahan,

strategi untuk menghambat perkembangan respon T helper 1 ini

berhubungan dengan outcome yang lebih baik. Hubungan antara infeksi yang terjadi paska stroke dan outcome klinis yang lebih buruk adalah perkembangan respon autoimun di SSP yang dicetuskan oleh infeksi

(Becker, 2012).

Suatu penelitian menemukan perubahan otonom dihubungkan

dengan frekuensi infeksi yang tinggi dan keparahan stroke, ataupun

volume darah intraserebral. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya

yang menunjukkan hubungan antara katekolamin dan infeksi paska stroke

yang tidak bergantung pada keparahan stroke. Pada beberapa penelitian

sederhana ditemukan localization-dependent pattern pada disfungsi imunitas setelah stroke. Hal lain yang lebih penting adalah semua

penelitian ini dilakukan terhadap pasien stroke iskemik. Akan tetapi pada

(57)

intraventrikel pada autonomic and immunoregulatory centers (talamus, hipotalamus, peri-aqueductal gray, formasio retikularis) mungkin berperan penting dalam aktivasi saraf simpatik dan dalam proses immunodepresi

setelahnya. Penelitian ini menyimpulkan hubungan kuat antara luasnya

perdarahan intraventrikular dan aktivasi saraf simpatis yang tidak

bergantung pada volume perdarahan dan keparahan stroke awal (Sykora

dkk, 2011).

Sebagai biomarker diagnostik pada sepsis bakterial, substansi yang

diukur harus naik melebihi nilai normal pada awal proses infeksi. Pada

infeksi bakteri, konsentrasi PCT serum akan mulai naik sejak 4 jam

setelah onset infeksi, dan mencapai puncaknya 8 atau 24 jam setelahnya.

Kebalikannya, CRP dengan leukosit sebagai pengecualiannya

merupakan biomarker infeksi yang paling sering digunakan di Inggris

ditentukan meningkat secara perlahan dan mencapai puncaknya hingga

36 jam setelah terjadi perubahan endotoksin (Kibe dkk, 2011).

II.4.2.1. Perubahan Imunologis Setelah Iskemik Otak Akut

Pada pasien-pasien dengan stroke akut, konsentrasi ACTH dan

kortisol yang tinggi atau terlalu rendah dihubungkan dengan daerah infark

yang lebih besar, outcome fungsional yang lebih buruk, dan peningkatan kematian. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua respon aksis HPA yang

sangat ekstrim bersifat mengganggu. Pasien dengan peningkatan kortisol

mungkin memiliki respon peradangan yang kuat, dengan peningkatan

(58)

konsentrasi IL-6. Konsentrasi kortisol yang tinggi pada beberapa

penelitian, tapi tidak di penelitian lainnya, juga telah dihubungkan dengan

ekspresi katekolamin yag lebih tinggi, dan infark lobus frontal atau infark

insular. Tetapi, rerata infeksi dan keadaan imun pasien tidak digambarkan

di dalamnya. Pada mencit yang mengalami iskemik otak, stroke

menginduksi depresi imunitas selular yang berlangsung lama, seperti

deaktivasi monosit, limfopenia, dan perubahan (shift) sel Th1/ Th2 yang dihubungkan dengan bakterimia spontan, dan pneumonia. Pada tikus,

iskemia serebri fokal akan menurunkan selularitas limfa dan respon

terhadap mitogen sehingga menghasilkan produksi faktor inflamasi yang

cepat dan luas oleh splenosit dalam hubungannya dengan sinyal

adrenergik. Preconditioning lipopolisakarida terbukti menginduksi neuroproteksi yang signifikan terhadap oklusi arteri serebri media,

penekanan infiltrasi kedua jenis netrofil, dan aktivasi mikroglia/ makrofag

pada keadaan iskemik hemisfer, dan aktivasi monosit pada darah tepi

(Chamorro dkk, 2007).

II.4.2.2. Sistem Pertahanan Tubuh yang Diinduksi oleh Stroke

Penyebab kematian yang paling tinggi pada pasien stroke adalah

infeksi. Hampir 85% pasien stroke mengalami komplikasi, dan paling

banyak diantaranya adalah infeksi. Pada masa rehabilitasi, infeksi adalah

komplikasi yang paling sering dan merupakan penyebab kematian nomor

satu pada perawatan stroke hari pertama. Pada kerusakan sistem saraf

Gambar

Tabel 1. Nilai Normal Leukosit pada Sirkulasi Darah(sel/µl)
Tabel 2. Perbedaan Limfosit B dan Limfosit T
Gambar 2. Struktur Molekuler dan Morfologi dari CRP
Tabel 3. Kriteria untuk Definisi Klinis Pneumonia berdasarkan  Centers for Disease Control
+7

Referensi

Dokumen terkait

BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN TIMUR Periode 01 Januari s/d 30 Juni 2015 dan 2014. (Dalam

Faktor Resiko Terjadinya Penyakit Akibat Buruknya Sarana Sanitasi Buruknya sarana sanitasi yang ada pada tempat umum seperti pasar, akan berdampak bukan hanya pada

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah apakah NPL, CKPN atas Kredit, IRR,

Ketika data yang diterima adalah 6 titik relief huruf Braille, maka mikrokontroler secara otomatis menggerakkan keenam solenoid sesuai dengan data yang ada, kemudian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap model pembelajaran Think Pair Share yang diterapkan pada siswa kelas VIII B SMP Muhammadiyah 6 Bandung

Masyarakat kecil akan lebih terkena dampak negatif dalam alih fungsi

STUDI TENTANG PERAN KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA (KAMMI) DALAM MEREVITALISASI NILAI-NILAI PANCASILA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Setelah dilakukan pemasangan pathok jumat mendatang /maka pada tanggal 15 januari 2009 / pembukaan pasar malam perayaan sekaten akan dilakukan dan sejak senin tanggal Senin