BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HERMENEUTIKA DAN
B. Mengenal al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi
2. Karakteristik Tafsir
Kitab tafsir Jawa ini diberi judul oleh pengarangnya dengan judul besar “al-Huda” dengan sub judul “Tafsir Qur’an basa Jawi”. Dilengkapi dengan keterangan cara membaca dalam huruf Latin serta keterangan yang penting dan mencukupi, sebagai wujud nyata tujuan yang telah terterangkan sebelumnya pada bab latar belakang penulisan kitab tafsir.
Tafsir al-Huda ini juga disertai dengan surat tanda tashih, sebagai bukti bahwa penulisannya telah memenuhi standart lajnah pentashihan al-Qur’an Dept. Agama R.I. Tafsir ini di tashih tepatnya pada 20 Agustus 1997.17
Sebagai tanda peresmian literatur nasional keagamaan, dalam tafsir al-Huda ini terdapat halaman sambutan Menteri Agama R.I, yang pada waktu itu dijabat oleh Alamsyah Ratu Perwiranegara. Menteri Agama R.I, periode 1983-1988 itu menyambut dengan penuh harapan atas terbitnya al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi karena pada ketika itu, tafsir al-Qur’an dalam bahasa daerah merupakan suatu hal yang masih jarang dilakukan. Oleh sebab itu, dengan hadirnya tafsir
al-Huda diharapkan akan menambah kekayaan khazanah literatur
16 Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, 8.
keagamaan, khususnya tentang al-Qur’an. Juga akan sangat berguna bagi masyarakat dalam membina kehidupan beragama sebagai sarana untuk mengokohkan kehidupan berbangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta dapat mendorong para ahli untuk menelaah dan menggali ilmu pengetahuan dari al-Qur’an.18
Untuk kata pengantar dari mufassir dan penerbit, ditulis menggunakan bahasa Jawa dengan judul “Purwaka” dan “Cacala Saking Penerbit, Bagus Arafah”,19
disertai sambutan dari penerbit Bagus Arafah tertulis tanggal 1 Oktober 1977, di Yogyakarta.20 Di halaman ini juga dicantumkan alamat kantor penerbit, jalan H. Agus Salim no. 21, Yogyakarta, dengan nomor telepon 2476. Setelah membalik pada halaman selanjutnya terdapat kutipan terjemah Qs. al-Sajdah/32: 2 dalam bahasa Jawa.21
Pada halaman selanjutnya terdapat pemberitahuan dari penulis mengenai penerjemahan ayat-ayat al-Qur’an yang sumbernya merupakan dari al-Qur’an dan terjemahannya milik Departemen Agama R.I, 1965. Disampaikan juga bahwa kitab tersebut telah diterimanya sebagai hadiah dari Muhammad Dahlan, Menteri Agama R.I, periode 1967-1973. Dalam hal terjemahan dalam tafsir sajian Bakri Syahid bisa dikatakan sama dengan sumber rujukannya ini. Tetapi dalam konteks situasi budaya, memang bahasa nasional belum cukup memahamkan bagi para warga lokal, apalagi tafsir al-Huda ini
18 Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, 3.
19 Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, 7-9.
20
Abdul Rahman Taufiq, “Studi Metode dan Corak Tafsir al-Huda, Tafsir Qur’an Basa Jawi Karya Brigjen (Purn.) Drs. H. Bakri Syahid,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2017), 43.
juga dipersembahkan kepada warga Suriname dan seluruh masyarakat Jawa di beberapa negara lainnya. Benar saja kalau dikatakan bentuk terjemah dalam Tafsir al-Huda dikategorikan sebagai terjemah tafsiriyah, sesuai dengan pemahaman pengarangnya terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang diterjemahkan untuk memberikan pemahaman yang baik kepada saudara-saudara kulturalnya.22
Tafsir Qur’an Bahasa Jawa ini juga disertakan halaman pedoman cara membaca al-Qur’an. Bakri Syahid menggunakan pedoman transliterasi dari Departemen Agama R.I. Jakarta yang berlaku bagi masyarakat umum.23
Pedoman ini Bakri Syahid terapkan di dalam tafsirnya, sehingga jika kita amati bukan hanya terjemah dan tafsir ayat saja, melainkan tersaji juga cara membaca teks Arab yang sengaja ditransliterasikan ke dalam aksara Latin, terletak di bawah setiap ayat al-Qur’an. Hal ini membantu mempermudah orang-orang yang belum terampil membaca al-Qur’an dengan bahasa Arab, ketika ingin membacanya.24
Halaman selanjutnya merupakan pengantar dari Majelis Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta, yang pada waktu itu diketuai oleh BPH. H. Prabuningrat. Setelah sambutan dari Majelis Ulama DIY ini, mulailah halaman demi halaman Bakri Syahid menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan proporsi pengetahuannya, sampai diakhiri dengan do’a khatam Qur’an.
Metode penulisannya runtut berdasarkan mushaf Utsmani yakni dari surah Fātiḥah sampai Nās. Pembahasan surah-surah
22 Muhsin, Tafsir al-Qur’an dan Budaya Lokal, 69.
23
Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, 14.
24 Fauzia Dyah Umami, “Penafsiran Sosial Politik dalam al-Huda Tafsir
Qur’an Basa Jawi Karya Bakri Syahid,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan
Qur’an pada tafsir al-Huda ini terdapat pada halaman 17 sampai dengan halaman 1318. Penyajiannya tampil pertama, pada awal setiap surat disebutkan nama dan nomor urut surah, berikut jumlah ayatnya, kelompok makkiyah atau madaniyah, dan keterangan surah tersebut turun setelah surah apa. Pada setiap paragraf ayat tertentu Bakri memberikan judul/tema pembahasan untuk menggambarkan maksud ayat.25
Kedua, teks ayat ditulis pada sisi kanan halaman. Ketiga,
terjemah ayat ke dalam bahasa Jawa dituliskan pada sisi kiri ayat, dengan huruf Latin. Keempat, transliterasi ayat yang ditulis menggunakan aksara Latin, di bawah teks ayat. Kelima, isi pembahasan utama, atau penafsirannya ditulis dalam bentuk catatan kaki terletak langsung di bagian paling bawah halaman menggunakan tanda angka biasa, dan jika terdapat masalah khusus dalam tafsir ayat maka dijelaskan dengan tanda catatan kakinya memakai bintang dua (**). Keenam, di setiap akhir surat terdapat penjelasan munasabah atau keterangan keterkaitan antara surah sebelumnya dengan surah setelahnya, ini juga dalam bentuk catatan kaki dengan tanda bintang tiga (***), dan diawali dengan kalimat Nyinau sarana dipun tandhing
(Comparative Study).
Bakri Syahid meletakan sedikit keterangan penting untuk saudara-saudara sesuku bangsa dan agama dimanapun mereka berada, pada halaman-halaman akhir. Mencakup halaman 1325 sampai dengan halaman 1371, yang mana terbagi dalam enam bab. Dengan judul “Katarangan Sawatawis Ingkang Wigatos Murakabi” (keterangan singkat yang ditujukan sebagai pelengkap), keterangan tambahan
tentang kandungan ayat ini sama dalam bentuk catatan kaki, namun bedah tandanya menggunakan bintang satu (*).
Bab pertama, membahas tentang kitab suci al-Qur’an. Di sini ia menjelaskan tentang tata krama membaca Qur’an, definisi al-Qur’an, teknis turunnya al-al-Qur’an, menjaga kemurnian al-al-Qur’an, riwayat para Nabi di dalam al-Qur’an, mushaf Syarif dari edisi Pakistan, dan sujud tilawah.26
Bab kedua, membahas tentang Rukun Islam. Pembahasannya mencakup dua kalimat syahadat, ibadah shalat, ibadah puasa, ibadah zakat, dan ibadah haji. Pada ibadah shalat, Bakri Syahid tidak hanya menjelaskan tentang tata cara pelaksanaan shalat dan bacaan-bacaannya saja. Ia juga melengkapi penjelasannya dengan ilustrasi gerakan sholat untuk memudahkan pembaca mengikuti petunjuk pelaksanaannya.27
Pada bagian ini disinyalir adanya keterpengaruhan pendidikan di Muhammadiyah terhadap Bakri Syahid. Pada bagian ibadah salat, bacaan iftitah yang digunakan Bakri Syahid adalah allahumma ba’id
bayni, dst.28 Sebagaimana yang diketahui bahwa bacaan ini adalah yang umum digunakan oleh warga Muhammadiyah, tetapi ia menjelaskan bahwa dalam shalat shubuh memiliki perbedaan tersendiri, yaitu adanya bacaan qunut di rakaat kedua setelah i’tidal. Hal ini dimungkinkan karena Bakri Syahid menggunakan rujukan dari Majlis Tarjih Muhammadiyah tahun 1929.29
26
Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, 1325.
27 Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, 1330.
28 Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, 1335.
Bab ketiga, membahas tentang Rukun Iman. Pembahasannya mencakup iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, para Rasul, hari akhir, dan takdir.30
Bab keempat, membahas tentang syafa’at.31 Bab kelima membahas tentang kebaikan, yang di dalamnya meliputi filsafat Islam
mawas gesang ing ‘Alam Donya dumugi gesang langgeng ing ‘Alam Akhirat (filsafat Islam menyadari hidup di dunia sampai hidup
selamanya di akhirat), dan Nyinau lan nindakake Agami Islam (belajar dan mengamalkan agama Islam).32
Bab keenam, membahas tentang Hayuning Bawana (keselamatan dunia) yang meliputi mimitran krana donya (berkawan karena dunia) dan mimitran krana Allah (berkawan karena Allah).33
Pada bagian akhir, diletakkan “Daftar Isi” untuk merujuk pada judul utama pada setiap pembahasan dari halaman sambutan, semua halaman dari surah-surah al-Qur’an, sampai halaman bab VI, tentang
Hayuning Bawana.34 Setelah daftar isi tersebut, kemudian lanjut dalam topik dengan judul isi maksud ingkang wigatos (isi maksud yang ditujukan), yang mana dari setiap setelah judul daftar isi dilengkapi dengan isi maksud yang ditujukan, secara rinci menyebutkan daftar nama-nama surah yang diberi penomoran angka Romawi, bersama judul pembahasan maksud kandungan ayat oleh mufassir dalam tafsir
al-Huda, menggunakan angka Latin, dengan menyertakan letak
halamannya.35
30 Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, 1352.
31 Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, 1355.
32
Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, 1362.
33 Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, 1365.
34 Syahid, al-Huda Tafsir Qur’an Basa Jawi, 1373.