Sutardi, Ahmad Ubaidillah M. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri
ITS Surabaya Indonesia 60111,
Phone: 031-5922941; 031-5946230
1)Email: sutardi@me.its.ac.id
Phone: 0062-31-8439040, Fax: 0062-31-84176581,2)
ABSTRAK
Diffuser merupakan salah satu komponen teknik yang berfungsi untuk meningkatkan tekanan aliran fluida dengan cara memperlambat kecepatan aliran. Performa diffuser dapat ditunjukkan dengan nilai pressure recovery coefficient (Cpr) fluida yang mengalir di dalamnya. Namun, pengaruh adverse pressure gradient (APG)
menyebabkan boundary layer berkembang dengan cepat sehingga dapat mengakibatkan separasi aliran dan Cpr
menjadi rendah.
Studi ini dilakukan dengan eksperimen dan numerik untuk aliran turbulen di dalam asymmetric flat-walled diffuser 20°. Bilangan Reynolds berdasarkan tinggi inlet diffuser dan kecepatan maksimum pada inlet diffuser adalah 12,9 x 104. Asymmetric diffuser memiliki panjang L1 = 500 mm, lebar span (b) = 100 mm dan tinggi inlet
diffuser (W1) = 50 mm. Tekanan stagnasi dan tekanan statis diukur menggunakan inclined manometer dan
digunakan untuk mendapatkan profil kecepatan dan distribusi tekanan. Studi numerik dengan software Fluent 6.3.26 digunakan sebagai perbandingan dengan studi eksperimen.
Hasil studi menunjukkan bahwa terjadi separasi aliran disekitar x/L1= 0,02. Separasi menyebabkan nilai
Cpr menjadi turun. Profil kecepatan dan distribusi Cp dari studi numerik bersesuaian dengan baik dengan hasil
eksperimen. Aliran sekunder akibat separasi aliran mengakibatkan pressure drop yang lebih besar.
Kata kunci: Asymmetric flat-walled diffuser, pressure recovery coefficient, separasi, pressure drop 1. PENDAHULUAN
Diffuser merupakan komponen sistem saluran fluida yang berfungsi untuk megurangi laju aliran didalam saluran. Pengurangan laju aliran ini dimaksudkan untuk membatasi kecepatan maksimum aliran yang diijinkan untuk jenis saluran tertentu, seperti pipa, saluran persegi, saluran berbentuk oval, dan sebagainya. Dengan pengurangan kecepatan ini diharapkan tingkat kebisingan dan getaran yang diakibatkan oleh aliran bisa dikurangi. Sebagai konsekuensi dari penurunan kecepatan ini, aliran didalam diffuser mengalami peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan searah dengan aliran fluida ini disebut sebagai
gradien tekanan balik (adverse pressure gradient) yang
sering disingkat sebagai APG.
Aliran yang mengalami adverse pressure gradient rentan
terhadap terjadinya separasi. Hal ini akan lebih parah lagi bila ditambah dengan tegangan geser yang terjadi pada dinding cukup besar. Oleh karenanya, perlakuan terhadap aliran di daerah yang mengalami APG perlu perhatian khusus. Dalam hal ini, sudah banyak kajian/studi tentang berapa besar pengaruh APG ini terhadap terjadinya separasi.
Sebuah diffuser dikatakan memiliki kualitas yang baik bila mampu meningkatkan tekanan aliran fluida didalamnya. Ukuran peningkatan tekanan ini bisa dilihat dari kenaikan tekanan dari posisi masuk ke posisi tepat di keluaran diffuser, katakan po–pi, dimana pi adalah tekanan pada posisi inlet
diffuser sedangkan po adalah tekanan pada saat keluar dari
diffuser. Untuk harga pi tertentu, maka semakin tinggi
tekanan po yang diperoleh menandakan bahwa diffuser
tersebut memiliki kemampuan mengkoversikan energi
kinetik aliran menjadi energi potensial tekanan aliran yang baik. Kenaikan tekanan maksimum bisa diperoleh bila aliran dalam kondisi inviscid (ideal flow), dimana efek viskositas diabaikan. Untuk aliran yang nyata (real flow) efek dari viskositas tidak bisa diabaikan, sehingga kenaikan tekanan yang diperoleh didalam diffuser selalu lebih rendah dibandingkan untuk kasus aliran ideal. Oleh karena itu, kajian/studi tentang aliran fluida didalam diffuser untuk kasus aliran yang nyata masih tetap berlangsung secara intensif dalam rangka untuk menjaga agar kerugian aliran akibat dari viskositas dan separasi aliran didalam diffuser tersebut bisa diminimalkan.
Pengendalian aliran didalam diffuser secara pasif pernah dilakukan oleh Reinhard [1]. Didalam kajiannya, Reinhard menggunakan metode numerik untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan splitter didalam diffuser terhadap kenaikkan tekanan yang terjadi. Telah dilaporkan bahwa
semakin kecil aspect ratio dari diffuser, maka kemam-
puannya dalam meningkatkan tekanan juga berkurang.
Penambahan splitter (pemisah aliran) didalam sebuah
diffuser mempunyai kontribusi positif dalam hal pengu- rangan potensi terjadinya separasi aliran. Hal ini bisa menjaga nilai kenaikkan tekanan tetap tinggi. Di lain pihak,
penambahan splitter ini mempunyai andil dalam hal
peningkatan efek gesekan aliran didalam diffuser, yang akhirnya akan mengurangi kemampuan diffuser tersebut untuk meningkatkan tekanan. Oleh karena itu, optimasi
penggunaan splitter didalam diffuser masih terus dalam
kajian oleh para ahli mekanika fluida.
Selain pengendalian pasif, maka pengendalikan perilaku aliran fluida didalam sebuah diffuser juga bisa dilakukan secara aktif. Salah satu metode yang telah dilakukan ialah
pengendalian secara aktif menggunakan hisapan (suction)
dan hembusan (blowing) yang dilakukan oleh Raghunathan
dan Cooper [2]. Meskipun peningkatan tekanan bisa diperoleh untuk konfigurasi sudah hisap dan sudut hembus tertentu, kemungkinan separasi aliran akibat sudut hembus yang kurang optimal masih bisa terjadi. Oleh karenanya, kajian penggunaan pengendalian aktif seperti ini juga masih perlu dikaji lebih lanjut.
Dengan menggunakan vortex generator, peningkatan
nilai koefisien tekanan (pressure coefficient, Cp) didalam
asymmetric diffuser sebesar ~ 0.2 telah dilaporkan [3]. Hal ini memberi harapan baru tentang kemungkinan peningkatan kemampuan diffuser dalam hal meningkatkan tekanan menggunakan metode pasif.
Oleh karena itu, kombinasi pengontrolan pasif dan aktif sangat memungkinkan untuk menghasilkan peningkatan tekanan didalam diffuser yang besar. Kajian separasi aliran / aliran sekunder didalam diffuser merupakan langkah awal untuk mengetahui konfigurasi diffuser yang optimal yang akan dikendalikan alirannya, baik secara pasif maupun secara aktif. Studi kali ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
tekanan dan aliran sekunder didalam sebuah asymmetric
flat-walled diffuser 20° untuk bilangan Reynolds ReW1= 12,9
x 104. Disamping itu, distribusi profil kecepatan didalam diffuser juga dibahas didalam studi ini.
2. METODE
Secara umum, metode yang digunakan didalam studi ini telah diuraikan oleh penulis didalam paper [4]. Oleh karena itu, hanya sebagian kecil yang diuraikan didalam paper ini.
2.1. Peralatan dan Metoda Eksperimen
Studi dilakukan di Laboratorium Mekanika Fluida Jurusan Teknik Mesin, FTI, ITS. Peralatan penelitian berupa instalasi diffuser dan perlengkapannya (Gambar 1). Udara digerakkan oleh sebuah blower hisap dengan kapasitas 2300
m3/jam dan putaran motor 2800 rpm. Model uji berupa
difuser dengan panjang 500 mm, lebar inlet 100 mm, dan tinggi inlet 50 mm.
Pengukuran tekanan dilakukan menggunakan manometer
miring yang diisi dengan minyak merah dengan specific
gravity (SG) = 0.804. Manometer tersebut dihubungkan baik ke pressure tap pada dinding test section (penampang uji) maupun pada Pitot tube, untuk mendapatkan kecepatan dan tekanan stagnasi. Dalam eksperimen ini digunakan kecepatan
freestream sekitar 37.51 m/s, yang berkaitan dengan bilangan Reynolds (ReW1) sebesar ReW1= 12,9 x 10
4
, didasarkan pada
tinggi diffuser inlet dan kecepatan maksimum pada diffuser
inlet. Tabel 1 menunjukkan ukuran-ukuran penting dari test section.
Tabel 1. Spesifikasi dari Test Section
Bahan Akrilik transparan
Panjang diffuser (L1) 500 mm
Panjang downstream channel (L2) 500 mm
Panjang upstream channel (L3) 300 mm
Lebar span (b) 100 mm
Tinggi inlet (W1) 50 mm
Tinggi outlet (W2) 232 mm
Sudut divergensi (θ) 20°
Gambar 1. Instalasi penelitian.
2.2. Metoda Numerik
Pada studi numerik digunakan software Fluent 6.3.26
secara 2 dimensi dan Gambit 2.2. Model turbulen yang digunakan adalah standar k-ε, dengan kriteria konvergensi
sebesar 10-6. Secara detail metoda ini dapat dilihat pada [4].
3. HASIL DAN ANALISA 3.1 Profil Kecepatan
Gambar 2 menunjukkan distribusi profil kecepatan di
dalam diffuser pada angka Reynolds sebesar 12,9 x 104, baik dari eksperimen maupun dari simulasi numerik. Hasil dari eksperimen dan dari simulasi numerik menunjukkan kesesuaian yang cukup baik untuk distribusi kecepatan ini. Distribusi kecepatan tersebut dengan jelas menunjukkan gejala aliran terseparasi, terutama distribusi kecepatan dari simulasi numerik. Pada gambar 2 tersebut terlihat bahwa pada posisi x/L1 = 0.2, sebagian aliran di dekat dinding sudah
mengalami aliran balik (back flow), sehingga bisa
diperkirakan separasi aliran sudah dimulai pada posisi 0.0 <
x/L1 < 0.2. Profil kecepatan dari hasil eksperimen pada lokasi
yang sama tidak bisa menunjukkan adanya indikasi aliran balik tersebut. Hal ini bisa dimaklumi bahwa pengukuran
kecepatan menggunakan Pitot-static tube tidak bisa
mendeteksi adanya aliran balik. Bila sebuah Pitot-static tube
dikenai aliran balik (back flow) maka yang bisa
diinformasikan hanyalah nilai nol, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 tersebut.
Gambar 3 menunjukkan struktur vortex dan vektor kecepatan dari hasil simulasi numerik didalam diffuser yang sedang dikaji. Dari gambar 3 terlihat dengan jelas posisi titik separasi pada dinding yang divergen. Ukuran vortex yang besar tersebut sangat erat kaitannya dengan kemampuan diffuser untuk menaikkan tekanan dari inlet ke outlet diffuser. Semakin besar ukuran vortex, maka kemampuan diffuser untuk menaikkan tekanan akan menurun.
Seminar Nasional Teknik Mesin 7 21 Juni 2012, Surabaya, Indonesia
Gambar 2. Profil kecepatan pada beberapa cross section
x/L1 hasil eksperimen dan numerik untuk ReW1= 12,9 x
104, u/Umax local
Dua hal yang kontraproduktif dari terbentuknya vortex didalam diffuser terhadap kemampuan peningkatan tekanan. Pertama, terbentuknya vortex tersebut mengakibatkan terbangkitnya tingkat turbulensi aliran yang besar, dimana hal ini memicu terjadinya disipasi energi kinetik dari aksi turbulen dan viskos. Disipasi energi kinetik ini sangat dipengaruhi oleh efek viskos dari fluida sehingga bersifat
non-reversible. Disipasi dari energi kinetik turbulen ini berakhir pada terbentuknya panas, dimana hal ini merupakan bagian dari losses (kerugian) energi dari aliran.
Kedua, terbentuknya vortex tersebut mengakibatkan aliran seperti terblokir (blockage effect). Hal ini meng- akibatkan luasan efektif aliran berkurang sehingga menim- bulkan percepatan aliran secara lokal. Sebagai konsekuensi, maka terjadilah penurunan tekanan secara lokal yang berakibat terhadap kemampuan diffuser untuk meningkatkan tekanan fluida di dalamnya akan menurun.
Gambar 3. Struktur vortex dan vektor kecepatan di dalam
diffuser 20° dari simulasi numerik (kecepatan dalam m/s) Aliran vortex yang juga merupakan aliran terseparasi biasa disebut juga sebagai bentuk aliran sekunder. Aliran ini dinamakan aliran sekunder karena secara umum arah alirannya tidak sama dengan arah aliran utama. Dalam hal diffuser yang sedang didiskusikan, aliran utama searah
dengan sumbu x (Gambar. 1), sementara aliran vortex
merupakan aliran yang bersirkulasi didalam diffuser tersebut. Dalam kasus aliran dua dimensi, aliran vortex hanya
bergerak melingkar pada bidang x-y. Tidak demikian halnya
untuk aliran tiga dimensi. Untuk kasus yang terakhir ini,
kalau aliran utama (main flow) searah dengan sumbu x, maka
aliran sekunder yang berupa vortex bisa merupakan aliran
melingkar pada bidang x-z, y-z, maupun kombinasi
keduanya. Apapun bentuk aliran vortex ini, baik 2-D maupun
3-D, maka ia selalu merupakan bagian (regime) aliran yang
mengalami disipasi energi kinetik melalui aksi turbulen dan viskos.
Gambar 4 menunjukkan distribusi koefisien tekanan (coefficient of pressure, Cp) aliran didalam diffuser secara
numerik (dinding divergen (upper wall) dan dinding datar
(lower wall)) dan dari hasil eksperimen (lower wall), serta Cp
untuk aliran inviscid sebagai perbandingan. Distribusi Cp
untuk upper wall dari hasil eksperimen belum bisa di-plotkan
Pada gambar 4 tersebut terlihat bahwa Cp maksimum
yang bisa dicapai dari geometri diffuser ini ialah sekitar 0.95, yaitu untuk kasus aliran inviscid. Sebaliknya, untuk kasus
aliran riil/nyata, Cp maksimum yang bisa dicapai hanya
sekitar 0.38 (numerik) dan sekitar 0.36 (eksperimen).
Perbedaan Cp maksimum hasil eksperimen dan numerik
terhadap Cp maksimum untuk kasus aliran inviscid
dikarenakan bahwa didalam aliran inviscid tidak ada efek gesekan dan tidak terjadi vortex didalam diffuser. Sedangkan didalam aliran riil (eksperimen dan numerik), pengaruh dari viskositas tidak bisa diabaikan dan didalamnya terbentuk vortex. Seperti telah disebutkan didepan bahwa efek viskositas dan terbentuknya vortex tersebut sebagai
penyebab terjadinya losses/kerugian didalam ailran, baik
kerugian momentum, tekanan, maupun energi.
Pada gambar 4 juga terlihat bahwa hasil simulasi numerik
untuk Cp mempunyai kesesuaian yang cukup baik dengan
harga Cp dari hasil eksperimen, meskipun dalam hal ini hanya ditunjukkan distribusi Cp untuk dinding datar (tidak divergen). Hal ini mengindikasikan bahwa model turbulen jenis standar k- cukup baik digunakan untuk memprediksi karakteristik tekanan pada dinding diffuser yang sedang
dikaji. Untuk kasus pada dinding yang divergen, prediksi Cp
menunjukkan adanya diskontinyuitas tekanan pada lokasi
perubahan luas penampang (x/L1 = 0.0 dan 1.0). Dalam hal
ini, diskontinyuitas yang lebih kuat berada pada x/L1 = 0.0.
Gambar 4. Distribusi koefisien tekanan (Cp) pada sisi upper
wall dan lower wall hasil eksperimen dan numerik beserta
Cp untuk aliran inviscid.
Didefinisikan besaran pressure recovery coefficient (Cpr)
sebagai: 2 2 1 i i o r U p p Cp
.
(1)dimana po dan pi, telah didefinisikan pada § “Pendahuluan”, = densitas fluida, dan Ui = kecepatan maksimum pada x/L1
= 0.0 (inlet diffuser). Oleh karena itu, harga Cpr ini identik
dengan harga Cp pada posisi streamwise x/L1 = 1.0. Untuk
kasus aliran inviscid, Cpr ini dengan sendirinya identik
dengan harga Cp maksimum. Sebaliknya, untuk kasus aliran
riil, maka Cpr ini tidak selalu sama dengan harga Cp
maksimum. Untuk kasus didalam studi ini, harga Cpr 0.26
(eksperimen) dan 0.27 (numerik), dimana harga-harga ini
lebih rendah daripada harga Cp maksimum ( 0.38).
4. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan dapat diambil dari hasil studi
eksperimen dan numerik aliran udara didalam asymmetric
flat-walled diffuser 20° untuk ReW1= 12,9 x 10 4
, diantaranya:
1. Profil kecepatan menunjukkan bahwa aliran mengalami
backflow pada daerah di dekat dinding divergen sedangkan pada daerah di dekat dinding datar tidak terjadi
back flow. Back flow terjadi sampai pada outlet diffuser. 2. Titik separasi berada di rentang 0.0 < x/L1 < 0.2.
3. Separasi aliran menyebabkan koefisien tekanan (Cp) dan
pressure recovery coefficient (Cpr) menjadi rendah.
4. Hasil dari simulasi numerik menunjukkan kesesuaian
yang baik dengan hasil eksperimen untuk kecepatan dan
Cp khususnya untuk kasus Cp pada dinding datar (lower
wall).
DAFTAR PUSTAKA
[1] Reinhard, W., 2006, “Influence of Aspect Ratio on
Diffuser Performance”, Institute for Thermodynamics
and Energy Conversion, Vienna University of Technology, 05 Juni 2012, http://
www.zid.tuwien.ac.at/projekte/2006/06-302-2.pdf. [2] Raghunathan, S. & Cooper, R. K., 2000, “Passive
Boundary Layer Control With Slots in Short Diffusers”,
J. Fluids Engineering, Vol. 122, hal. 177-179.
[3] Törnblom, O., Herbst, A., & Johansson, A. V., 2003,
“Separation Control in a Plane Assymetric Diffuser by
Means of Streamwise Vortices-Experiment”, Mo-
delling and Simulation, 6 Maret 2006,
http://www.nmri.go.jp/ turbulence/pdf.
[4] Sutardi & Ahmad Ubaidillah M., 2011, “Studi
Eksperimen dan Numerik Karakteristik Boundary
Layer didalam Asymmetric Flat-Walled Diffuser 20°”,
Prosiding Seminar Nasional Thermofluid 2011, Univ. Gajah Mada, Yogyakarta, Okt. 04.
Seminar Nasional Teknik Mesin 7 21 Juni 2012, Surabaya, Indonesia