• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Karakteristik Usaha BMT

BMT singkatan dari Baitul Maal wat Tamwil, yang visinya adalah pemberdayaan ekonomi rakyat melalui pola syariah. Dari perkataan Baitul Maal wat Tamwil ini, maka BMT memiliki 2 visi/misi: yaitu visi/misi sosial yang diwujudkan melalui Baitul Maal, dan visi/misi bisnis yang diwujudkan melalui Baitut Tamwil. Dengan demikian strategi BMT dalam pemberdayaan ekonomi rakyat ini adalah dengan memadukan visi/misi sosial dan bisnis (Widodo, 1999).

Dalam segi operasi, BMT tidak lebih dari sebuah koperasi, karena ia dimiliki oleh masyarakat yang menjadi anggotanya, menghimpun simpanan anggota dan menyalurkannya kembali kepada anggota melalui produk pembiayaan/kredit. Oleh karena itu, legalitas BMT pada saat ini yang paling cocok adalah berbadan hukum koperasi. Baitul Maal-nya sebuah BMT, berupaya menghimpun dana dari anggota masyarakat yang berupa zakat, infak, dan shodaqoh (ZIS) dan disalurkan kembali kepada yang berhak menerimanya, ataupun dipinjamkan kepada anggota yang benar-benar membutuhkan melalui produk pembiayaan qordhul hasan (pinjaman kebijakan/bunga nol persen).

Sementara Baitut Tamwil, berupaya menghimpun dana masyarakat yang berupa:

simpanan pokok, simpanan wajib, sukarela dan simpanan berjangka serta penyertaan pihak lain, yang sifatnya merupakan kewajiban BMT untuk mengembalikannya. Dana ini diputar secara produktif/bisnis kepada para anggota

dengan menggunakan pola syariah. Dalam pengembangan selanjutnya, BMT mengembangkan “triangle” yaitu, Baitul Maal, Baitut Tamwil, dan sektor riil BMT. Untuk yang ketiga ini, BMT didirikan untuk mengoptimalkan dana masyarakat (Hamidi, 2002).

2.1.1.1. Aspek Legalitas BMT

Menurut Widodo (1999), BMT berkembang sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) atau kelompok simpan pinjam. Namun, dalam perkembangan selanjutnya BMT memperoleh legalitas dengan badan hukum berbentuk koperasi mengingat BMT berkembang dari KSM. Selain itu dengan berbentuk koperasi, BMT dapat berkembang ke berbagai sektor usaha seperti keuangan dan sektor riil.

Bentuk ini juga diharapkan dapat memenuhi tujuan memberdayakan masyarakat luas, sehingga kepemilikan kolektif BMT sebagaimana konsep koperasi akan lebih mengenai sasaran.

Ketentuan pembentukan BMT berbadan hukum koperasi diperkuat oleh PP No.9/1995, di mana dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 membolehkan penerapan sistem bagi hasil pada koperasi, sebagai berikut:

a. Jumlah pendiri minimal 20 orang.

b. Jumlah pengurus minimal 3-5 orang.

c. Jumlah pengelola minimal 3-5 orang, di mana mereka telah mengikuti pelatihan BMT dan manajer dengan pendidikan formal terakhir minimal D3.

d. Anggota terdiri dari anggota pendiri dan anggota biasa. Anggota pendiri meliputi tokoh masyarakat yang bersedia menjadi sponsor dalam menyediakan modal awal. Anggota biasa adalah para penyimpan (penabung) dan debitur.

e. Simpanan-simpanan yang ada meliputi: simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela, dan simpanan pendiri. Simpanan pokok adalah simpanan tertentu yang yang harus disimpan oleh anggota pada saat pendaftaran diri atau saat transaksi untuk pertama kalinya. Simpanan Wajib adalah simpanan dalam jumlah tertentu yang diberikan anggota secara rutin. Simpanan pendiri adalah modal awal yang berasal dari para pendiri dalam jumlah tertentu berdasarkan hasil kesepakatan bersama, di mana simpanan ini tidak dapat diambil dan tidak memperoleh imbalan jasa bagi hasil tabungan.

f. Tumbuh dan berkembang di tempat-tempat yang belum atau tidak terjangkau oleh lembaga-lembaga keuangan yang ada, dengan bentuk awal berupa KSM.

g. Pengurus BMT sekaligus berfungsi sebagai Badan Pemeriksa dan mensupervisi manajemen (pelaksanaan) BMT.

2.1.1.2. Misi dan Tujuan BMT

Visi BMT yaitu menjadi lembaga yang profesional, terpercaya, dan terkemuka di Indonesia dalam penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan LKM BMT dan Kelompok-kelompok Usaha Mikro yang mandiri, berkelanjutan dan mengakar di masyarakat. Sedangkan, misinya di antaranya adalah:

1. Membangun keswadayaan masyarakat dan pengorganisasian kelembagaan LKM dan kelompok-kelompok usaha mikro yang mandiri, berkelanjutan dan mengakar di masyarakat.

2. Menciptakan akses yang lebih mudah sehingga masyarakat miskin dan usaha mikro mampu menjangkau peluang, informasi dan sumberdaya untuk pengembangan usaha.

3. Mengembangkan sumberdaya manusia dan sumberdaya ekonomi masyarakat miskin dan usaha mikro serta lembaga-lembaga pendukung pengembangannya.

4. Mendorong terwujudnya kebijakan publik yang mendukung pada peningkatan akses masyarakat miskin dan usaha mikro kepada sumberdaya ekonomi melalui pengembangan LKM.

5. Mengembangkan lembaga-lembaga pendukung/infrastruktur dalam pengembangan kualitas dan kuantitas LKM serta layanan pengembangan usaha mikro.

6. Mengembangkan pemberdayaan sosial masyarakat yang terpadu dalam aspek Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) pada berbagai kelompok masyarakat.

Sasaran BMT yaitu terjangkaunya pelayanan keuangan mikro syariah dan pendampingan kepada 10 juta keluarga miskin pengusaha mikro sampai dengan tahun 2015 terutama kaum perempuan. Berkembangnya 10 ribu Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah yang profesional, sehat, mandiri dan mengakar di masyarakat menjelang tahun 2015 (Ismawan, 2004).

2.1.1.3. Prinsip Operasional BMT

Menurut Hamidi (2002), prinsip operasional BMT tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan oleh bank-bank Islam. Ada tiga prinsip yang dilaksanakan oleh BMT, yaitu:

a. Sistem Bagi Hasil, di mana sistem ini meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemodal (penyedia dana) dengan pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana (penabung). Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah.

b. Sistem Jual Beli dengan Mark Up (Keuntungan), di mana sistem ini merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaanya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual yang menjual barang tersebut kepada nasabah dengan sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT (mark up/margin). Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagikan juga kepada penyedia/penyimpan dana. Bentuk produk ini adalah murabahah dan Ba`i Bit`tsaman Ajil.

c. Sistem Profit, atau disebut juga dengan pembiayaan kebajikan atau lebih bersifat sosial. Sumber dana untuk pembiayaan ini tidak memerlukan biaya, tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan tersebut di atas. Bentuk produk ini adalah pembiayaan Qardhul Hasan.

Pengertian koperasi menurut Prof. R.S. Soeriaatmadja yaitu suatu perkumpulan dari orang-orang yang atas dasar persamaan derajat sebagai manusia, dengan tidak memandang haluan agama dan politik secara sukarela masuk, untuk sekedar memenuhi kebutuhan bersama yang bersifat kebendaan atas tanggungan bersama (Firdaus, 2002).

Koperasi syariah (BMT) dan koperasi konvensional tetap memiliki kekhasan dalam operasionalnya yang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perbedaan Operasional antara BMT dan Koperasi Konvensional Keterangan Koperasi Syariah

(BMT)

Koperasi Konvensional

Orientasi Laba dan sosial Laba

Landasan operasional Syariah Islam dan perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan

Operasional pembiayaan Bagi laba-rugi (Profit and loss sharing)

Menetapkan jasa pinjaman pada anggota dengan sistem persentase dari pokok pinjaman

Modal awal Rp 5 juta Rp 8 juta

Sumber laba Laba dari pengelolaan dana anggota dengan sistem bagi hasil/mark up/sewa

Sisa Hasil Usaha (SHU)

Pelayanan Proaktif ke lapang

dengan sistem jemput bola

Pasif sebatas di tempat/kantor

Pendekatan Menekankan pada

kelayakan usaha, jaminan

Jenis Primer Sekunder

Anggota Dibedakan atas anggota pendiri dan anggota biasa

Tidak membedakan status keanggotaan

Sumber: Sutojo et al dalam Hidayat (2004).

Dokumen terkait