• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Karakteristik Wirausahawan

2. Karakteristik Wirausahawan

Karakteristik secara definitif menurut APA Dictionary of Psychology (2007) adalah: 1) kualitas dari individu terutama segala sesuatu yang terkait dengan kualitas pribadi yang membedakan seseorang dalam relasi dengan orang lain, 2) segala sesuatu yang membedakan dan menjadi keistimewaan. Sedangkan wirausahawan, seperti didefinisikan dalam sub bab sebelumnya, adalah seseorang yang mempekerjakan dirinya sendiri dengan membangun sebuah bisnis mandiri yang biasanya dimulai tidak lebih dari sebuah ide kreatif dan seringkali tanpa modal (Boone dan Kurtz, 2007; Ciputra (dalam Harefa dan Siadari; 2006); Scarborough dan Zimmerer, 2006). Dengan demikian, karakteristik wirausahawan adalah segala sesuatu yang terkait

dengan kualitas pribadi individu yang memberikan ciri kepada individu tersebut sehingga dapat dikatakan sebagai seorang wirausahawan.

Banyak studi yang telah membahas mengenai karakteristik wirausahawan ini. Scarborough dan Zimmerer (2006) menawarkan sebelas profil atau karakteristik wirausahawan. Boone dan Kurtz (2007) menawarkan delapan. Ciputra (dalam Harefa dan Siadari, 2006), sang maestro wirausaha dalam bidang properti di Indonesia, menawarkan tiga ciri utama yang menjadi karakteristik wirausahawan. Sedangkan Covin & Slevin (dalam Mort, Weerawardena, dan Carnegie, 2002) menawarkan tiga.

Karakteristik wirausahawan yang ditawarkan oleh Scarborough dan Zimmerer (2006) adalah sebagai berikut:

1. Memiliki inisiatif: Wirausahawan mempunyai tanggung jawab personal dalam memulai usahanya dengan ide-ide kreatifnya agar bisnis dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

2. Preferensi untuk resiko moderat: Wirausahawan bukan seorang pengambil resiko yang liar (petaruh yang sembarangan), namun pengambil resiko dengan penuh perhitungan walaupun tujuan mereka seringkali sangat tinggi bahkan tidak mungkin.

3. Percaya pada kemampuan diri untuk sukses: Wirausahawan optimis dan percaya diri atas kemampuan mereka untuk mencapai kesuksesan dalam usaha yang mereka jalankan.

4. Menggantungkan nasib pada dirinya sendiri: Wirausahawan

menggantungkan nasib mereka pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab untuk menyukseskan usaha mereka.

5. Memiliki ketekunan: Walaupun segala sesuatunya berjalan tidak sesuai rencana, wirausahawan tidak mudah menyerah dan tetap berusaha menekuni usahanya.

6. Hasrat untuk memperoleh umpan balik secara cepat: Wirausahawan ingin mengetahui apa dampak dari tindakan-tindakan mereka dan mencari pengukuh.

7. Level energi yang tinggi: Wirausahawan lebih energik dibandingkan rata-rata orang kebanyakan.

8. Senang berkompetisi: Wirausahawan menunjukkan sifat senang

berkompetisi dalam kehidupan mereka. Mereka sangat menikmati kompetisi dan menjadi bagian dalam hidup mereka.

9. Berorientasi pada masa depan: Wirausahawan memiliki mimpi yang besar dan rencana yang dapat mewujudkan mimpi tersebut suatu haru di masa depan.

10. Memiliki keinginan mengorganisasi: Wirausahawan memiliki keinginan mengatur dan mengorganisasi sesuatu yang kacau menjadi satu kesatuan yang dapat digerakkan mengarah pada tujuan tertentu.

11. Menginginkan pencapaian yang lebih daripada sekedar uang: Wirausahawan bukan sekedar ingin memperoleh uang, namun pencapaian-pencapaian. Uang hanyalah salah satu hasil dan simbol dari pencapaian tersebut.

Karakteristik wirausahawan yang ditawarkan oleh Boone dan Kurtz (2007) adalah sebagai berikut:

1. Memiliki visi: Wirausahawan memulai sesuatu dengan visi yang akan dijalaninya. Memiliki visi juga berarti memikirkan sesuatu di luar kotak (out of the box).

2. Tingkat energi yang tinggi: Wirausahawan rela bekerja keras demi

mencapai visi mereka dan hal tersebut membutuhkan waktu dan tenaga yang sangat banyak.

3. Kebutuhan untuk mencapai sesuatu: Wirausahawan ingin mencapai

sesuatu lewat kompetisi dalam dunia usaha. Mereka berambisi ingin meninggalkan sesuatu yang signifikan bagi dunia.

4. Keyakinan diri dan optimisme: Wirausahawan yakin pada diri mereka

bahwa mereka dapat mencapai kesuksesan dan sering menimbulkan optimisme dalam diri orang lain.

5. Toleransi atas kegagalan: Wirausahawan memandang segala kegagalan

dan kemunduran sebagai sebuah kesempatan berharga untuk belajar. Mereka tidak mudah kecewa dan menyerah bila segala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan rencana.

6. Kreativitas: Wirausahawan biasanya memiliki gagasan yang kreatif dalam suatu produk atau jasa dan inovatif dalam mewujudnyatakan gagasan tersebut.

7. Toleransi atas ambiguitas: Wirausahawan berhadapan dengan

ketidakpastian dan kejadian-kejadian yang tidak diharapkan ketika mereka meluncurkan suatu usaha.

8. Pengendalian internal: Wirausahawan bergantung pada diri mereka sendiri dan memiliki kendali atas nasib mereka sendiri; mereka yang membuat nasib mereka sendiri, bukan orang lain.

Karakteristik wirausahawan yang ditawarkan oleh Ciputra (dalam Harefa dan Siadari, 2006) adalah sebagai berikut:

1. Membaca peluang: Wirausahawan memiliki kemampuan untuk melihat

apa yang tidak dilihat orang lain dan memiliki visi untuk menciptakan sesuatu yang baru yang mampu memicu semangatnya untuk bertindak.

2. Melakukan inovasi: Wirausahawan mampu mengubah suatu keadaan yang

kurang atau tidak menyenangkan menjadi sesuai dengan yang diinginkannya melalui tindakan inovatif yang diciptakannya.

3. Pengambil resiko: Wirausahawan mengambil resiko secara finansial (rugi) maupun karakteristik psikologis (dianggap gagal).

Karakteristik wirausahawan yang ditawarkan oleh Covin & Slevin (dalam Mort, Weerawardena, dan Carnegie, 2002) adalah sebagai berikut:

1. Toleransi atas resiko: Wirausahawan berani mengambil peluang yang

berarti berani mengambil kesempatan dan resiko untuk gagal 2. Proaktif: Wirausahawan memiliki sikap proaktif

Berikut adalah tabel ringkasan karakteristik wirausahawan: Tabel 2.1. Karakteristik Wirausahawan

Hasil Studi Komponen Karakteristik Wirausahawan o Memiliki inisiatif o Pengendalian internal o Memiliki inisiatif o Memiliki pengendalian internal 1. Proaktif o Preferensi untuk resiko moderat o Berorientasi pada masa depan o Memiliki keinginan mengorganisasi o Toleransi atas kegagalan o Toleransi atas ambiguitas o Pengambil resiko o Toleransi atas resiko o Berorientasi pada masa depan o Memiliki keinginan mengorganisasi o Toleransi atas ambiguitas o Toleransi atas resiko 2. Memiliki Visi o Percaya pada kemampuan diri untuk sukses o Menggantungkan nasib pada dirinya sendiri

o Keyakinan diri dan optimisme

o Yakin pada diri sendiri o Independen o Memiliki optimisme 3. Percaya Diri o Memiliki ketekunan o Hasrat untuk memperoleh umpan balik secara cepat

o Level energi yang tinggi o Senang berkompetisi o Menginginkan pencapaian yang lebih daripada sekedar uang

o Tingkat energi yang tinggi o Kebutuhan untuk mencapai sesuatu o Memiliki ketekunan o Hasrat untuk memperoleh umpan balik secara cepat o Senang berkompetisi o Memiliki tingkat energi yang tinggi

o Memiliki kebutuhan untuk mencapai sesuatu 4. Memiliki Kebutuhan Berprestasi o Membaca peluang o Melakukan inovasi o Inovatif o Dapat membaca peluang atau melihat dengan cara berbeda o Melakukan inovasi 5. Kreatif

Karakteristik Wirausahawan dengan demikian adalah: 1. Proaktif

Karakteristik wirausahawan yang pertama adalah proaktif. Proaktif lebih dari sekedar memiliki inisiatif saja, melainkan sebuah keadaan di mana manusia memiliki tanggung jawab terhadap hidupnya sendiri (Covey, 1994). Hal ini berarti manusia memiliki pilihan atas hidupnya sendiri dalam setiap keputusan yang ia buat.

Frankl (dalam Schultz, 1991) menyatakan bahwa dalam kehidupan, individu dapat dan memiliki kebebasan untuk memilih. Frankl juga menyatakan bahwa di antara stimulus dan respon, masih ada ruang yang tersisa bagi manusia untuk membuat keputusan akan bereaksi seperti apa. Hal ini kemudian mendasari konsep karakteristik psikologis wirausahawan selanjutnya, karena setiap hal yang terjadi akan merupakan konsekuensi baik langsung maupun tidak langsung dari setiap keputusan yang dibuat oleh individu dalam hidupnya.

Proaktivitas sendiri merupakan lawan dari reaktivitas, di mana reaktivitas berarti seseorang langsung bereaksi begitu ada stimulus yang dihadapi tanpa sempat memilih respon yang akan ia buat serta cenderung menyalahkan keadaan (Covey, 1994). Individu yang reaktif cenderung digerakkan oleh perasaan, keadaan, kondisi, dan lingkungan. Gambar berikut ini menjelaskan pola perilaku reaktif.

STIMULUS RESPON

Gambar 2.1. Pola Perilaku Reaktif

Covey (1994) menjelaskan bahwa paradigma seseorang menentukan perilakunya, termasuk perilaku reaktif. Seringkali individu merasa memiliki paradigma yang obyektif, tetapi sebenarnya hal tersebut ditentukan oleh cermin sosial. Refleksi dari cermin sosial tersebut membuat individu mengakui bahwa ia tidak memiliki kendali atas kekuatan hebat yang mengondisikan seseorang untuk berperilaku sehingga menghalanginya untuk mengeluarkan kemampuan dan potensi terbaik. Ada tiga peta sosial atau determinisme yang menentukan sifat manusia yang menghalangi seseorang mengeluarkan kemampuan dan potensi terbaiknya, yaitu:

a. Determinisme Genetis

Merupakan teori yang menyatakan bahwa jika nenek moyang seseorang memiliki sifat tertentu, maka generasi berikut-berikutnya juga akan mewarisi sifat tersebut. Semua sifat tersebut terbawa dalam DNA yang diwariskan kepada generasi-generasi selanjutnya. b. Determinisme Psikis

Merupakan teori yang menyatakan bahwa pola pengasuhan dan pengalaman masa kanak-kanak membentuk karakter kepribadian individu. Seseorang terbentuk karena pengalaman masa kecilnya. c. Determinisme Lingkungan

Merupakan teori yang menyatakan bahwa lingkungan yang berupa teman-teman, pasangan, keluarga, atau atasan seseorang memiliki kuasa besar dan bertanggung jawab atas situasi individu. Sebaliknya dalam perilaku proaktif, individu bertanggung jawab penuh atas segala keputusan akan reaksi yang ia pilih. Kemampuan

untuk menomorduakan impuls adalah inti dari proaktivitas. Individu yang proaktif digerakkan oleh nilai-nilai yang sudah dipikirkan secara cermat, diseleksi, dan dihayati. Individu seperti ini mampu memilih reaksinya sendiri berdasarkan empat hal (Covey, 1994):

a. Kesadaran Diri

Individu mampu berpikir mengenai proses berpikirnya sendiri. Hal ini membuat individu dapat menyadari diri sendiri dan keadaan lingkungannya sehingga ia mampu mengambil tanggung jawab untuk setiap perbuatan dari hasil pengambilan respon secara bebas yang ia lakukan. Individu akhirnya tidak harus terpengaruh oleh stimulus dalam bertindak sehingga ia mampu untuk tidak menyalahkan sesuatu atau situasi di sekitarnya.

b. Imajinasi

Manusia memiliki kemampuan untuk melihat ke depan dan mencipta dalam pikirannya serta di luar realitas saat ini sehingga ia dapat membayangkan keadaan-keadaan dan berbagai kemungkinan sesuai dengan keinginannya.

c. Suara Hati

Suara hati berkaitan dengan benar atau salah, prinsip-prinsip hidup individu tersebut yang mengatur perilakunya, serta pengertian akan tingkatan pikiran dan perbuatan seseorang yang selaras dengan prinsip-prinsip tersebut.

d. Kehendak Bebas

Individu memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak sesuai dengan apa yang diinginkannya tanpa pengaruh dari orang lain atau keadaan lingkungan sekitarnya.

Keempat hal tersebut mempengaruhi respon mana yang akan dipilih dan terangkum dalam gambar berikut:

STIMULUS Kebebasan Memilih RESPON

Kesadaran Diri Imajinasi Suara Hati Kehendak Bebas

Gambar 2.2. Pola Perilaku Proaktif

(diadaptasi dari Modul 2 PPKM, 2009) Sifat dasar manusia adalah bertindak, bukan menjadi sasaran tindakan. Hal ini membuat seseorang mampu menciptakan keadaan dan disebut dengan inisiatif. Inisiatif bukan berarti mendesak atau agresif, namun mengambil suatu langkah untuk membuat sesuatu terjadi (Covey, 1994). Hal ini juga menjadi sesuatu yang penting dalam proaktivitas karena merupakan hasil dari kemampuan orang untuk dapat memilih reaksi yang akan ia lakukan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen dalam karakteristik proaktif adalah memiliki inisiatif dan memiliki pengendalian internal.

2. Memiliki Visi

Segalanya diciptakan dua kali, yang pertama ada dalam pikiran dan yang kedua ada dalam ciptaan fisik (Covey, 1994). Kalimat tersebut menggambarkan bahwa apa yang sebenarnya diciptakan dalam wujud

fisik sebelumnya telah ada dalam pikiran individu. Jika diterjemahkan dalam konteks karakteristik wirausahawan, memiliki visi dapat diartikan memiliki bayangan atau pikiran mengenai tujuan-tujuan yang akan dicapai dan memiliki keinginan untuk mewujudkannya dalam misi-misi. Jika seorang wirausahawan tidak memiliki tujuan, maka ia akan kehilangan arah.

Csikszentmihalyi (2007) menyimpulkan dari studi yang ia lakukan bahwa visi bagi wirausahawan adalah ekspresi dari cara mengada (way of being) yang belum ada sebagai langkah antisipasi terhadap masa

depan. Visi membutuhkan pencurahan energi secara finansial, sosial, dan psikologis untuk mengubah keadaan sekarang menjadi seperti yang dikehendaki karena keadaan yang serba tidak pasti atau ambigu. Hal tersebut juga berarti berani menghadapi segala sesuatu yang menghambat individu untuk mencapai perubahan, termasuk menghadapi resiko gagal. Pernyataan ini sejalan dengan Byrd (2010) yang mengatakan bahwa visi tanpa keberanian menghadapi resiko tidak pernah ada karena untuk mewujudnyatakan visi harus berani menghadapi resiko. Selain itu, Mills-Senn (2007) menyatakan bahwa yang berani mengambil resiko lebih besar dan merencanakannya dengan baik hanyalah orang yang visioner.

Bagi wirausahawan, visi adalah transenden atau tidak mementingkan tujuan-tujuan pribadi (Csziksentmihalyi, 2007). Hal tersebut sering disebut dengan upaya mencapai kesempurnaan, yaitu menjadi yang terbaik yang bisa dicapainya sesuai dengan potensi dan kemampuan, memiliki semangat membantu orang lain, dan mencoba

mengubah dunia menjadi lebih baik. Bahkan ketika masa-masa krisis, individu dengan visi kuat akan tetap bertahan menjalankan tugasnya. Selain itu, visi juga mentransformasi individu dari yang statis dan egois menjadi memiliki kemauan untuk tumbuh dan berhubungan dengan eksistensi lain. Bahkan lebih dari itu, visi kemudian dapat mengorganisasi individu-individu bertransformasi membentuk suatu jaringan eksistensi yang terus bertumbuh. Adler (dalam Hall & Lindzey, 1993) menyebutkan bahwa jika orang percaya pada cita-cita sebagai sesuatu yang akan datang, maka hal tersebut akan mempengaruhi tingkah lakunya menjadi sebuah perjuangan untuk mencapai cita-cita tersebut. Covey (1994) juga mengatakan bahwa cara terbaik untuk memiliki tujuan akhir atau visi tersebut adalah dengan menulis pernyataan pribadi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen dalam karakteristik memiliki visi adalah berorientasi pada masa depan, memiliki keinginan mengorganisasi, toleransi atas ambiguitas, dan toleransi atas resiko.

3. Percaya Diri

Karakteristik wirausahawan yang ketiga adalah percaya diri. Wirausahawan memiliki kepercayaan diri yang harus dibedakan dari kesombongan dan arogansi. Pada intinya, kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang untuk dapat mencapai kesuksesan (www.usaswimming.org, 2006). Orang-orang yang percaya diri merasa dirinya aman dengan apa yang dimilikinya, ingin belajar dari orang

lain, dan santai (Taylor, 2009). Ciri-ciri dari orang yang percaya diri adalah (Taylor, 2009):

a. Merasa santai, aman, dan nyaman b. Yakin kepada diri sendiri

c. Tidak percaya bahwa orang lain selalu lebih baik d. Melakukan yang terbaik

e. Menetapkan tujuan yang dapat dicapai

f. Tidak melihat ada jurang yang lebar ketika membandingkan diri dengan orang lain

g. Tidak agresif karena merasa tidak aman

h. Memiliki kesadaran ada kemungkinan gagal dan salah dalam

melakukan sesuatu

i. Merasa aman dengan diri sendiri dan tidak khawatir dengan apa yang orang lain pikirkan

j. Memiliki keberanian untuk mencapai apa yang diinginkan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen dalam karakteristik percaya diri adalah yakin pada diri sendiri, independen, dan memiliki optimisme.

4. Memiliki Kebutuhan Berprestasi

Karakteristik wirausahawan yang keempat adalah memiliki kebutuhan berprestasi. Atkinson (1974; dalam Zenzen, 2002) menyatakan bahwa kebutuhan berprestasi adalah keinginan untuk meraih kesuksesan demi diri sendiri untuk kepuasan pribadi atau kebanggaan pribadi. Sedangkan McClelland (dalam Braden, 2000) menyatakan bahwa kebutuhan untuk berprestasi adalah orang yang

tekun dan berusaha dengan keras untuk berjuang mencapai standar yang sudah ditetapkan demi meraih kesuksesan. Hal ini juga termasuk memiliki level energi tinggi sehingga senang berkompetisi untuk mencapai prestasi-prestasi demi kepuasan batin (McClelland, 1985).

Setidaknya ada empat ciri orang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi menurut McClelland (dalam Braden, 2000) yaitu: a. Mereka mencari tanggung jawab personal untuk mencari solusi

atas permasalahan.

b. Mereka membutuhkan umpan balik yang cepat atas performansi

mereka.

c. Mereka bukan petaruh sembarangan, namun mereka menetapkan

tujuan-tujuan menantang yang bisa diukur.

d. Mereka memasang tujuan-tujuan yang lebih menantang ketika

mereka merasa yakin bahwa mereka dapat mencapai tujuan yang sedang ingin dicapai.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen dalam karakteristik memiliki kebutuhan berprestasi adalah memiliki ketekunan, hasrat untuk memperoleh umpan balik secara cepat, senang berkompetisi, memiliki tingkat energi yang tinggi, dan memiliki kebutuhan untuk mencapai sesuatu.

5. Kreatif

Karakteristik wirausahawan yang kelima adalah merupakan individu kreatif. Orang kreatif berbeda dengan orang lain dalam beragam caranya sendiri-sendiri, namun satu hal yang sama dari

mereka yaitu mereka mencintai apa yang mereka lakukan (Csikszentmihalyi, 1997).

Kreativitas merupakan kemampuan melampaui realitas untuk menciptakan ide-ide baru (Ward, Smith, dan Vaid, 2001). Kreativitas juga merupakan proses yang menampilkan cara kerja baru atau obyek baru (Csikzsentmihalyi, 2007). Selain baru, kreativitas juga harus memenuhi unsur berguna (Sternberg & Lubart; dalam Deitrich, 2004).

Csikszentmihalyi (1996, 1997), menyatakan bahwa kreativitas bukan terletak pada apa namun pada bagaimana. Hal ini mencerminkan suatu hal biasa yang dilakukan dengan cara luar biasa. Ia juga menyatakan bahwa orang kreatif selalu berusaha menemukan hal-hal baru. Selain itu, Csikszentmihalyi (2007) juga menyatakan bahwa sesungguhnya kreativitas merupakan sumber inovasi yang tidak akan pernah berakhir. Selalu ada jalan untuk melakukan sesuatu dengan cara yang lebih baik. Bahkan Kamil (2009) mengatakan bahwa derajat tertinggi dari kreativitas adalah inovasi di mana inovasi mengedepankan orisinalitas yang belum pernah ada sebelumnya.

Proses kreatif menurut Csikszentmihalyi (1997) dimulai dari adanya tujuan yang ingin dicapai atau masalah yang ingin dipecahkan. Orang kreatif memiliki penilaian internal yang memberikan umpan balik secara langsung kepada diri sendiri terhadap apa yang baru saja ia lakukan. Ketika proses kreatif berlangsung, individu biasanya memiliki konsentrasi dan fokus penuh pada apa yang ia kerjakan sehingga sering ia kehilangan diri serta tidak sadar akan keadaan

sekitar dan lupa waktu. Mereka juga dapat memecah masalah besar menjadi bagian-bagian yang dapat mereka atur untuk dipecahkan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen dalam karakteristik kreatif adalah dapat membaca peluang atau melihat dengan cara berbeda dan melakukan inovasi.

Dokumen terkait