• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN

4.3 Karateristik tepung tulang ikan lele dumbo afkir

4.3.3 Karateristik tepung tulang ikan lele dumbo afkir metode terbaik

Tepung tulang ikan lele dumbo afkir yang akan diaplikasikan pada penelitian selanjutnya dibuat berdasarkan satu metode penepungan terbaik yang telah diperoleh, yaitu metode basah. Metode tersebut dipilih berdasarkan nilai total kalsium dan rendemen tertinggi. Tepung tulang ikan lele dumbo afkir metode

b a 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Metode basah Metode kering

R ende m en ( % ) Metode Penepungan

terbaik kemudian dikarakterisasi lebih lanjut dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 11.

Nilai derajat putih tepung tulang ikan lele dumbo afkir yang dihasilkan adalah 64,58%. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan derajat putih tepung tulang patin yang dihasilkan oleh penelitian Kaya (2008), yaitu sebesar 62,31%. Derajat putih bahan pangan berkaitan dengan penerimaan konsumen, sehingga semakin tinggi nilai derajat putih suatu jenis tepung ikan maka semakin baik pula mutu tepung tersebut (Buckle et al. 1987).

Tabel 11 Karakteristik tepung tulang lele dumbo afkir

Karakteristik Fisik Nilai

Derajat putih (%) Daya serap air (mL/g)

64,58±0,15 1,80±0,01

Daya serap minyak (g/g) 2,03±0,56

Densitas kamba (g/mL) 1,02±0,00

Karakteristik Kimia Nilai

Kadar abu (%) 72,77±0,05 Kadar protein (%) 26,36±0,03 Total kalsium (%) 47,73±0,42 Kadar lemak (%) 5,53±0,34 Kadar air (%) 8,65±0,06 pH 8

Nilai daya serap air adalah nilai rerata penyerapan air. Nilai daya serap air tepung tulang ikan lele dumbo afkir yang dihasilkan adalah 1,80 g/mL yang artinya setiap 1,80 g tepung tulang mampu menyerap 1 mL air. Semakin rendah kadar air atau semakin kering produk maka tingkat kelarutannya akan semakin tinggi. Kusumaningrum et al. (2007) menyatakan bahwa semakin besar nilai daya serap air dalam bahan maka akan semakin mudah air terserap ke dalam tepung dan mengisi rongga di dalam granula-granula penyusun tepung.

Nila daya serap minyak tepung tulang ikan lele dumbo afkir yang dihasilkan adalah 2,03 g/g yang artinya dalam setiap 2,03 g tepung tulang mampu menyerap 1 g minyak. Menurut Hutton dan Campbell (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap minyak adalah interaksi protein-lemak, konformasi

protein, interaksi protein-protein dan susunan ruang dari interaksi lemak dengan lemak.

Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan pangan yang dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air. Hasil analisis densitas kamba tepung tulang ikan lele dumbo afkir yang dihasilkan adalah 1,02 g/mL. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada volume 1 mL, berat tepung adalah 1,02 g. Nilai densitas kamba tepung tulang ikan lele dumbo afkir lebih besar jika dibandingkan dengan nilai densitas kamba tepung tulang ikan patin (Kaya 2008), yaitu sebesar 0,80 g/mL. perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kekerasan permukaan tepung tulang ikan.

Nilai kadar abu tepung tulang lele dumbo afkir yang dihasilkan adalah 72,77% dan lebih tinggi dari nilai kadar abu tepung tulang patin hasil penelitian Kaya (2008), yaitu sebesar 58,15% dan nilai standar kadar abu yang dikeluarkan oleh ISA (2002), yaitu sebesar 33,1%. Menurut Martinez et al. (1998) Perbedaan kadar abu tersebut dikarenakan kandungan mineral yang ada pada tulang ikan dipengaruhi oleh jenis ikan serta faktor ekologis seperti musim, tempat pembesaran, jumlah ketersediaan nutrisi, suhu dan salinitas yang berbeda.

Nilai kadar protein tepung tulang lele dumbo afkir yang dihasilkan adalah 26,41%. Protein yang banyak terdapat dalam tulang ikan adalah protein kolagen. Kolagen adalah protein fibrilar yang banyak terdapat pada kulit dan tulang pada ikan dan mamalia (Glicksman 1969). Kadar protein tepung ikan lele dumbo afkir hasil penelitian lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar protein tepung tulang ikan patin penelitian Kaya (2008), yaitu sebesar 22,23%, tetapi lebih rendah dari standar kadar protein menurut ISA (2002), yaitu 34,2%. Hal ini diduga karena perbedaan metode penepungan serta jenis tulang ikan yang digunakan.

Nilai kadar lemak tepung tulang ikan lele dumbo afkir hasil penelitian adalah 5,53%. Nilai kadar lemak ikan dumbo afkir tersebut hampir sama dengan nilai kadar lemak yang dikeluarkan oleh ISA (2002), yaitu 5,6%; dan lebih tinggi dari kadar lemak tepung tulang ikan patin hasil penelitian Kaya (2008), yaitu 2,73%. Lemak tulang ikan berada dalam bentuk lemak sederhana, yaitu trigliserida dari asam lemak. Lemak sederhana ini diklasifikasikan ke dalam

lemak netral yang mengandung unsur-unsur organik karbon, hidrogen dan oksigen yang terikat dalam ikatan gliserida (Suhardjo dan Kusharto 1999).

Nilai kadar air tepung tulang ikan lele dumbo afkir yang dihasilkan adalah 8,79%. Hasil yang diperoleh tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan tepung tulang ikan patin hasil penelitian Kaya (2008), yaitu sebesar 4,95% dan kadar air standar yang ditetapkan oleh ISA (2002), yaitu 3,6%. Kaya et al. (2008) menduga bahwa perbedaan tersebut dipengaruhi oleh jenis tulang ikan, metode pembuatan serta proses pengeringan yang dilakukan. Air merupakan komponen utama bahan makanan sehingga dapat mempengaruhi rupa, tekstur maupun rasa bahan makanan. Air juga merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap daya awet suatu bahan olahan (Winarno 2008). Menurut Ibrahim (2010) keberadaan air erat kaitannya dengan kemampuan mikoroorganisme untuk hidup dan berkembang biak dan mengurai bahan pangan.

Tepung tulang ikan lele dumbo afkir memiliki pH 8. Nilai pH tepung tulang hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Kaya (2008) yang menghasilkan tepung tulang ikan patin dengan pH 7,88. Informasi nilai pH suatu bahan pangan diperlukan karena akan mempengaruhi proses penanganan dan pengolahan bahan pangan tersebut selanjutnya. Nilai pH sangat memegang peranan penting dalam proses penyerapan zat gizi dalam tubuh khususnya kalsium. Kalsium membutuhkan pH asam agar dapat berada dalam keadaan terlarut karena kalsium hanya bisa diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk larut air (Almatsier 2003).

4.4 Penelitian lanjutan

Penelitian lanjutan bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi KPI lele dumbo afkir dengan konsentrasi yang berbeda dan penambahan tepung tulang ikan lele dumbo afkir terhadap mutu organoleptik MP-ASI yang dihasilkan. Pengujian organoleptik dilakukan oleh 30 orang ibu yang mempunyai anak bayi. Hasil uji organoleptik akan dijadikan parameter penentu untuk menentukan formula terpilih dari 30 formula MP-ASI yang diteliti. Formula terpilih kemudian dikarakterisasi lebih lanjut untuk dibandingkan dengan formula kontrol dan produk MP-ASI komersial.

Dokumen terkait