• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Penelitian Pendahuluan

4.1.2 Karekteristik surimi ikan mas dan ikan lele pada berbagai frekuensi pencucianpencucian

Jin et al. (2007) menyatakan bahwa proses pencucian merupakan tahap paling penting dalam pembuatan surimi agar dapat dihasilkan surimi dengan kualitas yang baik. Proses pencucian bertujuan untuk menghilangkan protein sarkoplasma, darah, lemak dan kandungan nitrogen lainnya dari daging ikan sehingga dihasilkan surimi tanpa bau, rasa dan warna serta memiliki kekuatan gel yang baik. Karakteristik surimi ikan mas dan ikan lele pada berbagai frekuensi pencucian dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa proses pencucian memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kekuatan gel surimi ikan mas dan ikan lele. Surimi yang baik adalah surimi yang memiliki kekuatan gel yang tinggi (Park 2000). Pada penelitian ini, didapatkan bahwa surimi dengan pencucian 1 kali memberikan hasil gel yang baik dibandingkan dengan surimi pada pencucian ke-2 dan ke-3. Kekuatan gel surimi dari ikan mas adalah 912 g cm dan ikan lele 540 g cm.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proses pencucian memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan gel ikan mas dan ikan lele (Lampiran 9f dan 10f). Kekuatan gel pada daging ikan mas (Tabel 6) terlihat lebih tinggi dibandingkan kekuatan gel surimi ikan lele dumbo. Hal ini dapat disebabkan

karena kandungan protein ikan mas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan lele dumbo. Perbedaan kandungan protein ini juga akan berakibat pada kandungan komponen protein miofibril yang terdapat didalamnya. Selain protein, proses pencucian akan meningkatkan kekuatan gel surimi tetapi juga dapat menghilangkan protein sebesar 25 % (Suzuki 1981).

Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa pencucian surimi ikan mas dan ikan lele dumbo sebanyak satu kali memberikan perbedaan yang nyata terhadap kekuatan gel surimi kedua ikan tersebut (Lampiran 9f dan 10f).

Berdasarkan data pada Tabel 6 juga dapat diketahui bahwa kekuatan gel ikan mas dan ikan lele dumbo akan mengalami penurunan seiring dengan banyaknya frekuensi pencucian. Penurunan kemampuan gel ini disebabkan hilangnya komponen-komponen pembentuk gel yang terdapat pada daging ikan selama proses pencucian (Park 2000).

Tabel 6 Karakteristik surimi pada berbagai frekuensi pencucian Jenis

ikan

Parameter

pengujian Frekuensi pencucian (kali)

1 2 3

Nilai pH 6,39±0,01a 6,48±0,02b 6,51±0,02b

PLG (%) 6,19±0,14a 3,29±0,4b 3,24±0,11b

Mas Kekuatan gel (g cm) 912,00±118,79a 264,00±0b 264,00±33,94b Derajat putih (%) 32,55±0,77c 40,55±0,07b 43,65±0,07a Nilai pH 7,56±0,13a 7,02±0,01ab 6,48±0,37b PLG (%) 4,72±0,15a 1,54±0,07b 1,06±0,05c Lele Dumbo Kekuatan gel (g cm) 540,00 33,94a 96,00±0,00b 42,00±8,48c Derajat putih (%) 27,25±0,07c 32,05±0,07a 35,65±0,07b

Keterangan : Angka-angka dalam baris yang sama diikuti huruf superscriptyang berbeda (a,b,c) menunjukkan beda nyata (p<0,05)

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa frekuensi pencucian memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai pH surimi tunggal (ikan mas dan ikan lele dumbo) (Lampiran 9a dan 10a). Nilai pH ikan mas berkisar 6,3-6,5, sedangkan pH ikan lele dumbo berkisar antara 6,4-7,5. Nilai pH pada ikan mas mengalami peningkatan seiring dengan banyaknya frekuensi pencucian, sedangkan nilai pH

ikan lele dumbo mengalami penurunan seiring dengan banyaknya frekuensi pencucian.

Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa perlakuan pencucian satu kali memberikan pengaruh yang nyata pada nilai pH surimi, sedangkan pencucian ke-2 dan ke-3 tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai pH surimi ikan mas dan ikan lele (Lampiran 9b dan 10b).

Peningkatan kadar pH surimi ikan lele tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yasin (2005) yang mengatakan bahwa penambahan bahan pemutih (NaHCO3) pada surimi yang bertujuan untuk memperbaiki warna dan akan menyebabkan nilai pH ikan. Peningkatan nilai pH ini akan memberikan pengaruh terhadap penyerapan air. Kadar pH > 7 akan menyebabkan tingginya penyerapan air, sehingga akan menimbulkan kesulitan dalam pembuangan protein sarkoplasma yang akan berpengaruh terhadap kekuatan gel surimi (Suzuki 1981).

Kadar pH dalam surimi akan memberikan pengaruh terhadap kelarutan PLG. Kisaran pH 6-7 merupakan pH optimum bagi kelarutan PLG. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pH ikan lele dumbo cenderung basa (>7) sehingga kelarutan PLG ikan lele lebih rendah dari ikan mas. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan PLG surimi ikan mas dan ikan lele dumbo (Lampiran 9c dan 10c). Kadar PLG ikan mas dan ikan lele dumbo masing-masing 6,19 % dan 4,72 %. Nilai ini semakin menurun seiring dengan banyaknya proses pencucian. Penurunan kadar PLG surimi seiring dengan banyaknya frekuensi pencucian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Benjakul et al. (2009) yang menyatakan bahwa pada pencucian pertama semua komponen utama yang larut dalam air (darah, protein sarkoplasma, enzim pencernaan, garam anorganik) akan larut dan ikut terbuang.

Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa pencucian memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar PLG surimi ikan lele. Uji lanjut Tukey menunjukkan pencucian satu kali memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar PLG ikan mas, sedangkan pencucian ke-2 dan ke-3 untuk surimi ikan mas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Morrisey et al.(2000) dalam Santoso et al.(2009) juga mengatakan bahwa penurunan kadar PLG frekuensi pencucian ketiga dan keempat diduga karena protein miofibril tersebut ikut terlarut dan hanyut dalam air pencucian. Proses pencucian pada surimi ikan mas dan ikan lele dumbo juga diharapkan dapat menghilangkan bau (odor) dan meningkatkan derajat putih surimi khususnya untuk ikan lele dumbo. Nilai PLG ikan air tawar relatif lebih rendah hal ini diduga kadar PLG dalam ikan air tawar lebih sedikit sehingga proses pencucian akan semakin menurunkan kadar PLG dalam surimi ikan mas dan ikan lele dumbo

Kelarutan PLG pada surimi ini juga akan memberikan pengaruh terhadap kekuatan gel dari surimi ikan mas dan ikan lele dumbo. Proses pencucian bisa mengakibatkan menurunnya kadar protein larut garam (PLG) yang nantinya akan menurunkan kekuatan gel surimi. Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa kekuatan gel surimi tertinggi ikan mas dan ikan lele dumbo masing-masing adalah 912 g cm dan 540 g cm. Nilai kekuatan gel tertinggi pada surimi ikan mas dan ikan lele dumbo ini berada pada frekuensi pencucian 1 kali. Hal ini disebabkan pada pencucian 1 kali komponen (protein sarkoplasma, darah, dan lemak) yang dapat menghambat kekuatan gel ikut terlarut dengan air pencucian, sehingga menghasilkan kekuatan gel surimi yang tinggi.

Pengujian warna produk (derajat putih) dilakukan dengan menggunakan alat whitnessmeter. Nilai rata-rata derajat putih tertinggi untuk surimi ikan mas terdapat pada pencucian ke-3 sebesar 43,65 % dan pada surimi ikan lele dumbo persentase derajat putih tertinggi juga terdapat pada surimi pencucian ke-3 yaitu sebesar 35,65 %. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai derajat putih dari surimi ikan mas dan ikan lele dumbo (Lampiran 9g dan 10g). Pada dasarnya, surimi yang baik adalah surimi yang memiliki warna putih bersih dan merata (Irianto 1990).

Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa pencucian ke-1, 2, dan 3 memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai derajat putih surimi ikan mas dan ikan lele (9g dan 10g).

Warna merah yang terdapat pada daging ikan disebabkan oleh kandungan hemoprotein yang tinggi (Hadiwiyoto 1993). Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa semakin tinggi frekuensi pencucian surimi maka nilai derajat putih

surimi tersebut akan meningkat. Hal ini bisa disebabkan karena kotoran yang terdapat dalam daging ikan ikut terbuang selama proses pencucian.

Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa frekuensi pencucian 1 kali memiliki nilai kekuatan gel dan pH yang lebih baik dari frekuensi pencucian 2 kali dan 3 kali sehingga frekuensi pencucian 1 kali merupakan frekuensi pencucian terbaik dan selanjutnya digunakan untuk penelitian utama.