• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM DUSUN BAGONGAN, BIOGRAFI PERINTIS DAN SEJARAH BERDIRINYA THARIQAH QADIRIYYAH

B. Biografi Perintis Thariqah Qadiriyyah Naqsyabandiyyah 1.Asal-usul Syekh Ahmad Khatib

3. Karier Syekh Ahmad Khatib

Untuk pendidikan yang ditempuhnya mulai dari sekolah rendah dan sekolah guru di kota Bukittinggi yang didirikan oleh pemerintah Belanda26

25

Snouk Hurgronje, Adviezen III,1874 26

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia1900-1942,(Jakarta:LP3ES, 1980), hlm. 39

26

Pada tanggal 15 Rabiul Awal 1286 M, beliau pergi ke Makkah bersama Ayahnya yang kemudian menetap di Makkah untuk mempelajari agama islam disana.27

Ahmad Khatib termasuk murid yang rajin, tekun dan cerdas dalam menuntut pelajaran, baik sewaktu di tanah air maupun di Makkah. Ilmu pengetahuan yang dipelajarinya adalah ilmu-ilmu agama dan ilmu umum seperti ilmu falak, ilmu hisab, ilmu aljabar dan sebagainya.28 Dalam waktu sembilan tahun, beliau berhasil menyelesaikan pelajarannya dengan ulama-ulama Makkah yang terkemuka..

Setelah menyelesaikan studinya, Ahmad Khatib mulai mengajar dirumahnya untuk kalangan keluarga, materi yang diajarkannya adalah ilmu agama dari tingkatan rendah sebagai seorang pemula. Nama Khatib makin lama makin dikenal dan muridnya semakin banyak.

Kemudian Syakih Shaleh (mertuanya) beruasaha agar Syaikh Ahmad Khatib bisa mengajar di Masjidil Haram, maka mulailah beliau mengajar disana, ditempat yang hanya guru-guru ternama saja yang dibolehkan mengajar di Masjidil Haram. Selanjutnya, namanya mulai terkenal sebagai ulama besar, yang kebesaran namanya sampai ke tanah air, sehingga menarik minat putra-putra Minangkabau untuk menuntut

27

Sidi Ibrahim Bochari, PengaruhTimbal Balik Antara Pendidikan Islam dan Pergerakan Nasional di Minangkabau, (Jakarta:Gunung Tiga, 1981), hlm, 77

28

Edward (Ed), Riwayat Hidup dan Perjalanan 20 ulama Besar Sumatera Barat,(Padang: Islamic Centre Sumatera Barat, 1981), hlm.17

27

ilmu kepada beliau. Murid-muridnya bukan saja berasal dari Minangkabau tetapi juga berasal dari daerah lain.

Di abad 20, Ahmad Khatib bukan hanya dikenal sebagai guru di Masjidil haram, tetapi juga sebagai imam dan khatib dari Madzhab Syafi‟i. Hal ini merupakan penghargaan dari Syarif „awn al-Rafiq, penguasa Makkah saat itu. Ahmad Khatib pernah menegur kesalahan bacaan Syarif „Awn al-Rafiq ketika mengimami shalat Magrib di Istana, hal ini membuatnya kagum kepada Ahmad Khatib karena kefasihan ibadahnya dalam bacaan shalat dan keberaniannya untuk membenarkan suatu kekeliruan meskipun kecil, maka setelah Syarif „Awn al-Rafiq mengijinkan Ahmad Khatib sebagaimam dari madzhab Syafi‟i di Masjidil Haram dan menambah jabatannya sebagai khatib disana. Sejak itu namanya ditambah dengan “Khatib “ dibelakang nama kecilnya Ahmad.29

Syekh Ahmad Khatib telah mencapai puncak popularitas di dunia islam saat itu. Di Turki, nama besar Ahmad Khatib sebagai ilmuan telah menembus masuk kalangan Istana. Beliau dianugerahi gelar “ Bey Tunis” oleh penguasa islam Turki. Gelar ini hanya diberikan kepada orang yang berjasa besar di bidang ilmu pengetahuan, kalau masa sekarang sama tingkatannya dengan” Doktor honoris Causa”.30

29

Akhria Nazwar, Syekh Ahmad Khatib, Ilmuan Islam di Permulaan Aabad ini,(jakarta:Panjimas, 1983), hlm. 29

30

28 C. Sejarah Berdirinya Jam’iyyah Thariqah

Sejarah berdirinya Jam‟iyyah Thariqah Qadiriyyah Naqsyabandiyyah di dusun Bagongan tidak bisa lepas dari sejarah awal munculnya Jam‟iyyah Thariqah Qadiriyyah Naqsyabandiyyah itu sendiri. Untuk itu, penulis akan lebih dahulu menuliskan Sejarah munculnya Jam‟iyyah Thariqah secara singkat.

1. Sejarah singkat munculnya Jam’iyyah Thariqah Qadiriyyah

Naqsyabandiyyah

Secara historis tarekat Qadiriyyah Wa Naqsyabandiyyah adalah sebuah tarekat yang merupakan hasil penggabungan dari dua tarekat besar, yaitu Tarekat Qadiriyyah yang didirikan syekh Abd Qadir al-Jailani (w. 561 H/1166 M di Baghdad) dan Tarekat Naqsyabandiyyah yang didirikan oleh Syekh Baha al-Din al-Naqsyabandi dari Turkistan (w. 1399 m di Bukhara ).31

Penggabungan kedua tarekat tersebut kemudian dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga terbentuk sebuah tarekat induknya. Perbedaan itu terutama terdapat dalam bentuk-bentuk riyadhah dan ritualnya. Penggabungan dan modifikasi yang seperti ini memang suatu hal yang sering terjadi di dalam Tarekat Qadiriyah,32 seperti

31

Zulkarni Yahya, Asal-usul Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dan Perkembangannya, dalam Harun Nasution, Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyah: sejarah, Asal-usul dan perkembangannya (Tasikmalaya:IAILM, 1990), hlm. 83

32

Amir al-Najjar, Al-Thuruq al-Shufiyyah fi Mishr ( Kairo: Maktabah Anjlu al-Misriyyah, t.t.), hlm 115

29 manaqiban33 dan dziba‟an34

dalam Tarekat Qadiriyah dilakukan pula dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyahh (TQN) adalah sebuah tarekat yang dicetuskan oleh Syekh Ahmad Khatib Sambas (1803-1875), seorang ulama besar di Nusantara asal Sambas, Kalimantan Barat, yang telah lama menetap, bahkan sampai wafat di Mekah. Menurut Bruneissen, Syekh Ahmad Khatib Sambas mulai mengajarkan Tariqah Qadiriyah naqsyabandiyah ini sejak pertengahan abad ke-19 M.35 Syekh Ahmad Khatib adalah seorang mursyid Tarekat Naqsyabandiyah.36 Akan tetapi ia hanya menyebutkan silsilah tarekatnya dari sanad Tarekat Qadiriyah.37 Sampai sekarang belum diketemukan informasi secara pasti dari sanad mana Syekh Ahmad Khatib menerima bai‟at Tarekat Naqsyabandiyah, tetapi yang jelas pada saat itu telah ada pusat penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah di

33Manaqib merupakan pembacaan sejarah Syekh Abd al-Qadir al-Jailani yang didahului pembacaan tahlil.

34 Dziba‟an adalah pembacaan shalawat atas Nabi Muhammad SAW dengan kalimat-kalimat yang baik.

35

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat ( Bandung: Mizan, 1995), hlm 214

36

Zurkarnain Yahya, Asal-usul Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dan Perkembangannya, dalam Harun Nasution, Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyah: sejarah, Asal-usul dan perkembangannya (Tasikmalaya:IAILM, 1990), hlm. 83

37

Dari berbagai silsilah yang penulis dapatkan disemua cabang, silsilah tarekat ini

bersumber pada suatu “sanad” dari Syekh Abd Qadir Jailani. Lihat misalnya, Muhammad Usman

Ibnu Nadi al-Ishaqi, al-Khulashah al-Wafiyah fi al-Adab wa kaifiyat al-Dzikir „Inda Saadat al-Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ( Surabaya: al-fitrah, 1990), hlm 16-18

30

Makkah dan Madinah.38 Sehingga sangat dimungkinkan ia mendapat bai‟at Tarekat Naqsyabandiyah dari kemursyidan tarekat tersebut, yaitu Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah dan mengajarkan pada murid-muridnya, khususnya yang berasal dari Nusantara.39

Penggabungan inti ajaran kedua tarekat itu, dimungkinkan atas dasar pertimbangan logis dan strategis bahwa kedua ajaran itu bersifat saling melengkapi, terutama dalam hal jenis dzikir dan metodenya. Tarekat Qadiriyah menekankan ajarannya pada dzikir jahr (bersuara), sedangkan Tarekat Naqsyabandiyyah menekankan model dzikir sirri

(diam), atau dzikir lathif.40 Dengan penggabungan itu diharapkan para muridnya dapat mencapai derajat kesufian yang lebih tinggi, dengan cara yang lebih efektif dan efisien.

Masuknya Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ke Mekah diterangkan oleh beberapa ilmuwan, seperti Snouck Hurgronje memberitakan ketika ia belajae di Mekkah, ia melihat terdapat markas besar (ribath) Tarekat Naqsyabandiyah di kaki gunung jabal Qais.41 Demikian pula menurut Trimingham ada seorang Syekh dari Minangkabau dibai‟at di Makah pada tahun 1845.42

Menurut van

38

J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam ( Oxford: Oxford University Press, 1971), hlm. 61

39Ibid., hlm. 62-63

40

Ibid., hlm 508

41

Zamaksyari dhofierr, Tradisi Pesantren Tentang Pandangan Hidup Kyai

(Jakaerta:LP3ES, 1985) hlm. 141 42

J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam ( Oxford: Oxford University Press, 1971), hlm. 122

31

Bruinessen baik Tarekat Qadiriyah maupun Naqsyabandiyah dibawa ke Makkah melalui para pengikutnya dari India.43

Sebagai seorang mursyid, Syekh Ahmad Khatib memiliki otoritas untuk membuat modifikasi tersendiri bagi tarekat yang dipimpinnya. Karena dalam Tarekat Qadiriyah memang ada kebebasan untuk itu, bagi yang telah mencapai derajat mursyid.44 Namun seperti yang diterangkan dalam kitabnya Fath al-Arifin, sebenarnya Tarekat ini tidak hanya merupakan modivikasi dari dua tarekat tersebut, tetapi merupakan penggabungan dari lima ajaran tarekat yaitu, Tarekat Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Anafisah, Junaidiyyah, dan muwafaqah.45 Hanya saja yang paling dominan ajaran dari Tarekat Qadiriyah dan naqsyabandiyah, maka dinamai Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Penamaan tarekat ini tidak telepas dari sikap rendah diri (tawadlu) dan mengagungkan guru (ta‟zim) Syekh Ahmad Khatib kepada pendiri dua tarekat tersebut. Sehingga ia tidak menisbatkan nama tarekatnya itu pada dirinya. Padahal melihat modifikasi ajaran, dan tata cara ritual tarekatnya, sebenarnya lebih tepat kalau dinamai dengan Tarekat Khatibiyyah atau Tarekat Sambasiah. Karena memang hasil dari

43

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat ( Bandung: Mizan, 1995), hlm. 72-73

44

Amir al-Najjar, Al-Thuruq al-Shufiyyah fi Mishr (Kairo: Maktabah Anjlu al-Misriyyah), hlm. 115

45

Abdullah Hawas, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh=tokohnya di Nusantara

32

ijtihadnya. Syekh Ahmad Khatib telah memadukan beberapa ajaran tarekat menjadi satu Tarekat yang mandiri.46

Syekh Ahmad Khatib memiliki banyak murid dan khalifah dari beberapa daerah di Nusantara. Di antara khalifah-khalifahnya yang terkenal dan kemudian menurunkan murid-murid yang banyak sampai sekarang yaitu, Syekh Abdul Karim al-Bantani, Syekh Ahmad Talhah al-Cireboni, dan Syekh Ahmad Hasbullah al-Maduri.47 Sedangkan Khalifah-khalifah yang lain seperti: Muhammad Isma‟il ibn Abdul Rachim dari Bali, Syekh Yasin dari kedah Malaysia, Syekh H. Ahmad lampung dari Lampung Sumatera Selatan, dan Muhammad Ma‟ruf ibn Abdullah al-Khatib dari Palembang, kurang begitu tersebar luas sejarah perkembangan dalam tarekat ini.48

Syekh Muhammad Isma‟il dari Bali menetap dan mengajar di Makkah. Sedangkan Syekh Yasin dari Kedah Malaysia menyebarkan tarekat di Mepwah Kalimantan Barat. Syekh H. Ahmad mengajar tarekat di Lampung dan Syekh Muhammad Ma‟ruf mengajar tarekat di Palembang. Penyebaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di

46Marwan. Salahudin, 2016.”Amalan Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyah Sebagai Proses Pendidikan Jiwa Di Masjid Babul Muttaqin Desa Kradenan Jetis Ponorogo

Esoterik: Jurnal Akhlak Tsawuf,. Volume 2 no 1, hlm 366 47

Dadang ahmad, Tarekat Dalam Islam Spritualitas Masyarakat Modern ( Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 100

48

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat ( Bandung: Mizan, 1995), hlm. 92

33

daerah Sambas dilakukan oleh kedua Khalifahnya, yaitu Syekh Nuruddin dari Philipina dan Syekh Muhammad Sa‟ad al-Sambasi.49

Mugkin karena sistem penyebarannya yang tidak didukung oleh sebuah lembaga yang permanen, seperti pesantren-pesantren di Jawa, maka penyebaran tarekat ini di luar Jawa kurang begitu berhasil. Sehingga sampai sekarang ini, keberadaanya tidak begitu dominan. Setelah wafatnya Syekh Ahmad Khatib, kepemimpinan Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah di Makkah dipegang oleh Syekh Abdul Karim al-Bantani, dan semua khalifah Syekh Ahmad Khatib menerima kemurssyidannya. Tetapi setelah Syekh Abdul Karim meninggal, para Khalifah tersebut kemudian melepaskan diri dan masing-masing bertindak sebagai mursyid yang tidak terikat kepada kemursyidan yang lain.50

Dokumen terkait