• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Unsur Intrinsik Novel Dalam Mihrab Cinta karya Habiburrahman El

Shirazy

Analisis unsur intrinsik novel merupakan sebuah penelitian yang mendasarkan objeknya pada unsur-unsur internal karya sastra. Unsur-unsur instrinsik yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain: penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan tema.

a. Penokohan

Dalam novel Dalam Mpihrab Cinta ini, penokohan sangat beragam dan berkembang, maka penulis akan menarasikan dan menganalisis penokohan yang ada dalam novel Dalam Mihrab Cinta sesuai dengan kriteria dan jenis tokohnya yang belum tentu dari jumlah tokoh yang tidak termasuk pada beberapa jenis tipikal tokoh.

1) Tokoh Utama (Main Character)

Tokoh utama novel Dalam Mihrab Cinta adalah Syamsul. Sebagaimana telah dijelaskan di atas tokoh utama adalah tokoh yang mendominasi dalam keseluruhan cerita. Tokoh Syamsul merupakan tokoh yang selalu ada dalam cerita novel ini. Dari awal cerita sampai akhir cerita Syamsul selalu ada dan merupakan sudut pandang penceritaan.

Dalam cerita ini, Syamsul adalah tokoh keras kepala (dalam hal menentukan jalan hidupnya), berani, nekat, jujur, sopan, tanggung jawab dan amanah. Di awal cerita diceritakan Syamsul merupakan tokoh yang kontradiktif dengan keluarganya. Dia keras kepala dalam menentukan jalan hidupnya. Keluarganya menginginkan dia menjadi seseorang pengusaha batik yang sukses namun Syamsul berkeinginan lain. Dia memilih menjadi santri di Kediri sebagaimana saran dari imam Masjid Agung Pekalongan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

commit to user

“Saat ia mengutarakan niatnya ke pesantren, ayah dan kedua

kakaknya terang-terangan tidak setuju. Tetapi ibu dan adik perempuan satu-satunya mendukungnya.

“Ke pesantren? Mau jadi santri gudig?” Sinis kakak sulungnya.

“Kalau Cuma santri gudig mending, hla kalau nanti jadi teroris

bagaimana?” Sengit kakak keduanya.

“Kalian ini kok berpikiran buruk seperti itu. Ibumu ini dulu

juga pernah nyantri di Kaliwungu Kendal, pernah hidup di pesantren lho. Apa kalian melihat ibumu ini seperti yang kalian katakan itu? Gudigen atau teroris? Kalau adikmu ini mau ke pesantren malah bagus. Di antara anggota keluarga ini nanti ada yang benar-benar ngerti agama.”

Pembelaan ibunya itu semakin membulatkan tekadnya. Ia telah menentukan jalannya. Bersama restu ibu ia takkan ragu

melangkah....” (DMC: 13)

“Ia genggam baik-baik pesan sang Imam. Ia semakin tahu jalan

mana yang harus ia tempuh. Restu ibu pun telah ia genggam. Ia tersenyum dalam diam., ia semakin mantap untuk

melangkah maju. “Bismillah! Aku melangkah karenaMu, ya

Allah!” teriaknya dalam hati. Teriakan yang mantap sekali.

Teriakan yang menggema hingga ke tujuh petala langit dan bumi. (DMC: 14)

Dalam sekuen yang lain, sikap Syamsul yang keras kepala tetapi tetap selalu beralasan ketika dia meminta untuk melompat kelas sandainya dia merasa sudah menguasai kitab yang sedang dipelajarinya, yang secara peraturan tidak sesuai dengan sistem pendidikan yang ada di pesantren Al Furqan. Seperti dalam kutipan berikut:

“Begini, saya ini katakanlah masih nol. Maka begitu masuk

kitab Mabadi‟ul Fiqhiyyah. Kelas paling dasar. Nahwunya ya

Jurumiyyah. Katakanlah kurikulum kelas itu adalah enam bulan. Saya masuk dan saya belajar sendiri kepada para senior di luar jam resmi. Akhirnya dalam waktu tiga bulan saya bisa menguasai seluruh materi kelas itu, saya minta ijin untuk melompat ke kelas atasnya. Begitu bagaiman? Sebab jika saya

ikut waktu yang ditentukan, maka untuk sampai kelas Ihya‟ Ulumuddin saya umur berapa?” Jelas Syamsul secara terbuka.

commit to user

Keinginan Syamsul yang terkesan memaksa itu membuat pengurus pesantren merasa tidak dihargai. Namun setelah musyawarah, dan melihat kesungguh-sungguhannya, permintaan Syamsul diterima.

Tidak hanya keras kepala, namun Syamsul memiliki keberanian dan kejujuran yang luar biasa. Keberanian yang sangat luar biasa ketika Syamsul pertama kali bertemu Zizi, dia menyelamatkan Zizi dari seorang pencuri. Yang kedua ketika dia mencoba mempertahankan keyakinannya ketika dia dituduh mencuri. Dia berani bersumpah atas nama Allah dan berani menyumpahi Kiai Miftah terhadap keputusannya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

“Demi Allah yang menciptakan langit dan bumi Pak Kiai. Saya

tidak mencuri. Burhan yang tadi meminta saya mengambilkan dompetnya ia berjanji akan mentraktir saya setelah mengantarnya pergi ke dokter Pak Kiai. Biarlah seluruh laknat

Allah menimpa saya jika saya berdusta!” Syamsul bersumpah

dengan suara lantang. Kedua matanya menyala seperti mata elang. (DMC: 77-78)

“Pak Kiai, Panjenengan belum melakukann tabayun yang

sesungguhnya pada saya.” Ia lalu memandangi wajah pengurus

pesantren yang ada di ruangan itu satu per satu, “Kalian

memutuskan hukuman untuk saya dengan semena-mena. Ini kezaliman! Suatu saat kalian akan tahu siapa sebenarnya rayap itu. Saya tak akan memaafkan dosa Pak Kiai dan dosa kalian sebelum kalian mencium kaki saya. (DMC: 82-83)

Di samping Syamsul adalah tokoh yang nekat dalam menempuh alur ceritanya. Setelah ia dikeluarkan dari pesantren karena difitnah mencuri, dia pergi ke Semarang dan ke Jakarta. Karena kondisi yang sedang kepepet dia melakukan pencurian yang sebenarnya, dia mencopet seorang perempuan muda yang membawanya ke penjara. Seperti dalam kutipan berikut:

commit to user

“Dan...naas!”

“Korbannya, seorang perempuan muda yang sangat waspada. Ia ketahuan. Perempuan itu meneriakinya, “Copet! Tolong!”

Seketika itu juga langsung lompat dari bis dan lari sekencang-kencangnya. Bis berhenti. Semua orang berteriak-teriak,

Copet, copet!” Orang mendengar hal itu langsung berlarian

mengejarnya. Ia lari ke arah Ngaliyan. Terus berlari. Sesungguhnya ia adalah pelari yang cepat. Tetapi tubuhnya yang lemas karena belum makan tidak bisa diajak kompromi. Sampai dekat kampus dua IAIN Walisongo, ia tertangkap. Ia babak belur dihakimi massa. Untung ada patroli polisi. Nyawanya diselamatkan oleh polisi. (DMC: 105)

Selanjutnya, kenekatan Syamsul ketika dia menjadi guru ngaji Della.

Syamsul nekat datang menawarkan diri menjadi guru ngajinya Della berdasarkan informasi dari Satpam, sementara dia sedang melakukan observasi (menyamar).

“Lalu dengan mantap ia memakir sepeda motornya di depan

rumah di Jalan Flamboyan no. 17. Ia pencet bel dan mengucapkan salam. Seorang pembantu wanita agak tua dan seorang anak muda membuka pintu garasi.

“Oh pak ustadz. Mau ketemu siapa?” Tanya anak muda. “Pak Broto ada?”

“Ada. Silakan masuk Pak Ustadz.”

Dengan tenang ia masuk. Tak lama seorang lelaki gemuk bersarung dan berbaju koko keluar.

“Oh Udtadz. Di mana kita pernah ketemu ya Pak Ustadz?” Pak

Broto merasa kenal.

Mungkin di suatu masjid. Saya juga lupa Pak Broto. Begini Pak Broto langsung saja, ada yang memberi tahu saya katanya Pak Broto perlu guru Privat ngaji untuk si kecil Della. Apa

betul?” Ujar Syamsul dengan tenang. (DMC: 132-133)

Selanjutnya, di samping kenekatan-kenekatan yang dilakukan Syamsul namun dia juga tokoh yang tanggung jawab dan amanah. Hal ini bisa dilihat ketika Syamsul akan diberi hadiah umroh oleh keluarga Silvie namun dia menolaknya karena telah dipercaya sebagai pelaksana kegiatan Ramadhan di tempat dia tinggal. Seperti dalam kutipan berikut:

commit to user

“Ini Ustadz sebagai tanda terimakasih. Saya ingin memberikan

hadiah untuk Ustadz. Karena bisnis kami ini dibidang travel. Kami punyanya tiket. Kami ingin memberikan hadiah tiket dan

akomodasi umroh kepada Ustadz, Ramadhan ini.”

Syamsul senang sekali mendengarnya. Tapi ia teringat dengan program Ramadhan untuk remaja masjid yang telah ia rancang bersama Pak Abbas. Ia tidak mau meninggalkannya. Dengan hati berat ia menjawab,

“Bukannya saya menolak Bu. Sungguh saya ingin umroh.

Namun Ramadhan ini saya punya tanggung jawab penuh mengorganisir kegiatan remaja masjid di perumahan tempat

saya tinggal. Jadi maaf saya tidak bisa.” (DMC: 177)

Syamsul sebagai tokoh yang bertanggung jawab dan amanah, bisa tercermin pada alur peristiwa-peristiwa yang dilaluinya. Pada permulaan cerita Syamsul diceritakan ingin menjadi ahli agama yang tidak sesuai dengan keinginan keluarganya. Meskipun perjalanan menempuh itu banyak rintangan, namun Syamsul bisa membuktikannya dengan dia menjadi seorang mubalig terkenal. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

“Sejak Syamsul mengisi ceramah dengan sangat mengesankan

di Masjid Baitul Makmur, Villa Gracia, namanya mulai banyak dibicarakan orang, terutama dikalangan ibu-ibu majelis taklim. Promosi dari mulut ke mulut membuat Syamsul nyaris kewalahan memenhui undangan yang terus berdatangan datang.

Syamsul mulai laris sibuk ceramah di banyak tempat di daerah Parung dan sekitarnya. Kini, selain mengajar Della, aktif kuliah, dan mengisi ceramah, Syamsul juga memiliki jadwal rutin untuk syuting di studio sebuah televisi swasta.” (DMC:

211) 2) Tokoh Protagonis

Jika dilihat dari peran-peran dalam pengembangan plot, dapat dibedakan adanya protagonis. Di dalam novel Dalam Mihrab Cinta, tokoh protagonis ditampilkan secara dominan dan menampilkan banyak tokoh. Misalnya, Syamsul sebagai tokoh utama, Silvie tunangan samsul, dan Zizi putri Kiai Baejuri, atau adik Kiai Miftah.

commit to user

Untuk penjelasan mengenai tokoh protagonis Syamsul, bisa dilihat dalam penjelasan di atas dalam penjelasan tokoh utama, bagaimana Syamsul disebutkan sebagai tokoh utama yang bertanggung jawab, pintar, jujur, dan amanah. Sementara untuk Silvie dan Zizi kita akan bahas lebih pada yang disebut pengejawantahan norma-norma dan nilai-nilai yang kita harapkan.

Tokoh Zizi bisa dilihat pada penjelasan atau pemaparan Zizi seorang gadis cantik, santriwati, salehah, dan hafal Al Quran. Seperti kutipan berikut:

“... Yang sedikit menghiburnya adalah bahwa ia khatam

menghafal Al Quran. Dan ia telah memenuhi permintaan ayahnya untuk hafal 30 juz dengan lancar. Ayahandanya bahkan sempat menghadiri saat ia diwisuda sebagai penghafal

Al Quran terbaik di Pesantren Manabi‟ul Qur‟an, Pakis Putih, Pekalongan.” (DMC: 3)

Pengejawantahan Zizi, sebagai tokoh yang terhormat, berwibawa, dan bermoral/ berakhlak mulia, bisa tergambar ketika Syamsul mendengarkan informasi mengenai anak-anak Kiai Baejuri dari lelaki tua penjual mie godog. Seperti dalam kutipan berikut:

“... Dan anak bungsunya adalah seorang gadis jelita, kembang

desa ini. Tutur katanya halus dan manis mewarisi wibawa sang ayah. Dia baru saja hafal Al Quran tiga puluh juz di Pekalongan. Namanya Neng Zizi, nama lengkapnya Zidna

Ilma.” (DMC: 41)

Selanjutnya peran tokoh protagonis dalam novel ini adalah Silvie. Silvie diceritakan juga sebagai tokoh cantik, mahasiswa ekonomi, dan baik hati, sebagaimana peran tokoh protagonis pembawa nilai-nilai kebaikan. Seperti dalam kutipan berikut:

“Matahari tengah hari terasa panas menyengat. Seorang gadis

cantik berjilbab hijau muda nampak canggung berjalan ke arah Kopaja yang sedang berhenti. Gadis itu masuk ke dalam

commit to user

Sambil menunggu ia berbincang-bincang dengan penjaga masjid. Ia banyak mendapatkan info yang berharga. Termasuk tentang penguni no. 19 jalan Flamboyan. Silvie ternyata mahasiswi jurusan ekonomi UI. Silvie anak tunggal. Ayahnya

seorang pengusaha di bidang travel dan pariwisata...“ (DMC:

136) 3) Tokoh Antagonis

Pengembangan tokoh antagonis dalam novel Dalam Mihrab

Cinta, tidak dikembangakan secara menyeluruh. Hanya satu tokoh

saja yang dibicarakan di sini, yaitu Burhan. Sementara yang lainnya hanya sekedar tokoh antagonis tambahan, yaitu dua orang pencopet yang ada di tahanan polsek Tugu, mereka tidak menjadi tokoh sentral dalam pengembangan cerita.

Sementara Burhan, merupakan tokoh antagonis yang membuat terjadinya konflik dan berperan sangat penting dalam mengembangkan alur cerita. Karakter Burhan yang antagonis bisa dilihat pada peristiwa ketika Burhan memfitnah Syamsul, kemudian ketika dia melakukan pencurian, dan memperlakukan Silvie dengan kasar ketika mau melamarnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“Ti...tidak benar Pak Kiai!”

“Teganya kau Bur...kau santri atau bajingan?! Dancok kau Bur!”

...

“Demi Allah yang menciptakan langit dan bumi Pak Kiai. Saya

tidak mencuri. Burhan yang tadi meminta saya mengambilkan dompetnya ia berjanji akan mentraktir saya setelah mengantarnya pergi ke dokter Pak Kiai. Biarlah seluruh laknat

Allah menimpa saya jika saya berdusta!” ( DMC: 77-78)

“Dengan tenang Burhan menjawab, “Penjahat akan melakukan

apa saja untuk menutupi kejahatannya Pak Kiai. Baiklah, saya bersumpah bahwa apa yang baru saja saya katakan benar. Jika saya berdusta maka semoga segala laknat Allah menimpa

commit to user

Sedangkan peristiwa Burhan melakukan pencurian bisa dilihat juga pada rangkaian peristiwa di pesantren dalam kutipan berikut ini.

“Malam itu ia tidur paling akhir. Semua temannya sudah tidur.

Ia tahu Burhan pura-pura tidur. Ia letakkan batu akik ke dalam almarinya. Ia menguncinya dan meletakkan kunci di dalam lipatan kitab Fathul Wahhab. Ia lalu tidur.

Bangun tidur ia tidak kaget ketika batu akiknya hilang. Perangkapnya berhasil. Diam-diam ia pergi ke kota, ke rental komputer. Ia melihat hasil rekamannya. Dan benar dugaannya; Burhan yang mencuri batu akiknya....sampai di pesantren, ia

langsung mencari Burhan dan menghajarnya.... “Dialah maling

itu. Dialah penjahat yang sesungguhnya selama ini. Syamsul yang kalian hakimi dan kalian hajar adalah korban fitnah

bajingan tengik ini!”

Dituduh seperti itu Burhan tidak terima. Ia minta keadalian. Akhirnya sidang digelar. Ayub menjelaskan segala kecurigaannya. Termasuk sumpah Burhan yang menipu. Burhan masih mengelak. Akhirnya Ayub memutar hasil

rekamannya. Burhan tidak bisa mengelak.” (DMC: 164-165)

Sementara peran antagonis yang dilakukan Burhan kembali pada peristiwa lamaran di rumah Silvie. Burhan telah menipu keluarga Pak Heru dan Silvie sebagai calon isterinya. Seperti dalam kutipan berikut:

“Inilah yang kami tunggu-tunggu.” Jawab Pak Heru tenang.

Burhan mendengar hal itu dengan kebahagiaan yang sulit digambarkan.

Namun Pak Heru melanjutkan, “Sebenarnya saya dan keluarga

ingin ke rumah Pak Anwar. Hanya saja ternyata kami didahului.... Dengan segala kerendahan hati saya selaku ayah Silvie menyampaikan. Saya tidak bisa menerima lamaran Pak Anwar untuk Burhan. Karena satu dan lain hal yang semoga kita sama-sama bisa memakluminya. Mohon maaf jika

keputusan ini kurang berkenan.”

Burhan dan keluarganya tersentak kaget bukan kepalang.

“Hei maling, apa kau kira bisa menipu kami bahwa gundulmu

itu karena umroh, bukan karena digunduli di pesantren!”

Kata-kata Silvie angat mengguncang Burhan. Ia tidak kuasa menahan amarahnya.

“Kurang ajar kau ! Berani menghina aku ya!”

commit to user

Dengan cepat Burhan menempeleng Silvie. Kejadian itu sungguh tidak diduga. Burhan kembali ingin menghajar Silvie. Namun Mas Budi yang jago karate itu dengan mudah melumpuhkannya. (DMC: 201-203)

4) Tokoh Sederhana dan Bulat

Tokoh sederhana (flat character) merupakan dalam sebuah novel, secara bentuknya adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Perwatakan tokoh sederhana dapat dirumuskan hanya dengan sebuah kalimat atau bahkan sebuah frasa saja. Kerena secara sistematika alur, tokoh sederhana merupakan tokoh tambahan yang sifatnya tidak terlalu mengikat pada alur cerita.

Berbeda halnya dengan tokoh bulat (round character), tokoh ini merupakan tokoh komplek dan biasanya dimunculkan dengan kejutan-kejutan yang tak terduga. Tokoh ini memiliki dan diungkap dengan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya.

Tokoh sederhana dan tokoh bulat, bisa dilihat dari karakter tokoh yang ada di dalam novel Dalam Mihrab Cinta ini. Tokoh sederhana bisa ditunjukkan oleh:

a) Ayub; dia seorang santri yang baik, pintar, rajin, dan penuh karisma. Hal ini tampak pada kutipan berikut:

“Syamsul harus mengakui bahwa dirinya sangat kagum dengan

Ayub. Pemuda asal Banjarmasin itu seperti kamus fikih berjalan. Persoalan fikih apa saja yang ditanyakan padanya selalu ia jawab dengan rinci dan ia menunjukkan rujukan kitabnya bahkan halamannya. Ia seperti hafal belasan kitab fikih. Begitu juga jika ditanya tentang gramatikal Arab, maka santri yang satu ini akan langsung nyerocos menjelaskan

panjang lebar.” (DMC: 53-54)

b) Pak Broto; dia seorang kaya yang dermawan dan murah hati. Kedermawanan Pak Broto tercermin pada kutipan berikut:

commit to user

“Kenapa Pak Broto mempercayakan uang ini kepada saya?

Kenapa tidak Pak Broto sendiri yang membagikan kepada yang berhak? Apa Pak Broto tidak khawatir kalau uang ini

saya salah gunakan, saya tilep misalnya.”

Sejak awal saya sudah sangat percaya kepada Ustadz Syamsul. Saya sangat yakin Ustadz adalah orang yang baik. Karenanya

saya percayakan uang ini pada Ustadz.” (DMC: 149-150)

c) Pak Heru; dia seorang yang kaya tapi pelit (diawal-awal cerita), kemudian setelah mengenal Syamsul dia berubah menjadi lebih dermawan (tidak pelit lagi). Hal tersebut tampak pada kutipan berikut:

“Pak Heru itu bisa dikatakan yang paling kaya di perumahan

ini. Ia punya travel yang sudah punya cabang di hampir seluruh kota besar di Indonesia. Cabang travel-nya juga ada di

Singapora, Malaysia, dan Arab Saudi.” Begitulah penjaga

masjid itu menerangkan.

“Hanya saja Pak Heru sedikit pelit. Kalau membantu masjid

sedikit. (DMC: 136)

Pak Heru memberikan hadiah tiket umrah sebagai wujud terimakasih kepada Ustadz Syamsul.

“Ini ustadz sebagai tanda terimakasih. Saya ingin memberikan

hadiah untuk Ustadz. Karena bisnis kami ini dibidang travel. Kami punyanya tiket. Kami ingin memberikan hadiah tiket dan akomodasi umroh kepada Ustadz, Ramadhan ini.” (DMC: 177)

Pada kutipan lain,

“Kenapa Pak Heru kok sekarang berubah sejak bertemu dengan Ustadz?” Kata penjaga masjid.

“Berubah bagaimana?”

“Berubah jadi lebih rendah hati. Lebih sering ke masjid. Dan

sifat pelitnya berkuang.” (DMC: 196)

d) Pak Bambang; ayah Syamsul yang sifatnya keras dan pemarah. Gambaran sifat keras Pak Bambang tampak pada kutipan berikut:

Begitu melihat Syamsul, Pak Bambang langsung menarik kerah baju koko putra yang dulu sempat dibanggakannya itu. Kini ia merasa sangat malu dan marah.

commit to user

Dan di ruangan itu, di haapan Kiai Miftah dan Pengurus Pesantren Pak Bambang meluapkan amarahnya dengan menampar pipi Syamsul beberapa kali.

“Anak tak tahu diri! Apa aku ini masih kurang memberimu

uang saku? Kurang uang tinggal minta, kenapa malah maling!”

Hardik Pak Bambang.

.... “Masih berani kurang ajar! Ayo pulang! Sekarang!” Pak

Bambang langsung menarik tangan Syamsul dan menyeretnya meninggalkan ruangan itu. (DMC: 81-83)

Pada kutipan lain sebagai berikut:

“Apa tidak sebaiknya dibawa ke dokter untuk diobatkan Bu.

Kasihan Mas Syamsul.” Kata Nadia.

Pak Bambang langsung menyahut garang. “Kita tidak perlu kasihan sama maling. Biar dia rasakan akibat kejahatannya!”

(DMC: 90)

e) Petugas keamanan pesantren (santri) yang tegas dan galak. Gambaran mengenai sifat petugas keamanan tampak pada kutipan berikut:

“Hai maling! Diam di tempat!”

Ia kaget bukan kepalang. Dari tempat ditumpuknya koper dan kardus muncul dua orang berseragam hitam. Ia langsung tahu keduanya dari bagian keamanan. Dua orang itu langsung meloncat dengan cepat dan sigap. Seorang diantara mereka langsung melayangkan pukulan ke Syamsul.

“Ternyata kau malingnya! Dasar santri gadungan!”

....

“Tolong dengarkan dulu penjelasan saya. Saya mengambil

dompet ini bukan mencuri! Saya...!”

Sebuah pukulan keras mengenai mulutnya. Perih sekali rasanya. Dua orang santri bagian keamanan itu tidak memberinya kesempatan berbicara sama sekali. Keduanya yang memang jago silat langsung menghajar Syamsul tanpa ampun. (DMC: 70-71)

Sedangkan tokoh bulat bisa ditunjukkan oleh tokoh berikut:

a) Syamsul; dia merupakan tokoh yang diduga-duga, dengan hanya berbekal mesantren cuma satu tahun dan dengan kondisi perjalanan yang bisa dikatakan buruk tetapi berubah menjadi baik. Dia bisa mengubah karakter hidupnya dengan menjadi guru private,

commit to user

mahasiswa, penceramah/ mubalig yang terkenal yang disegani oleh keluarga dan lingkungannya. Seperti dalam kutipan berikut:

Sejak Syamsul mengisi ceramah dengan sangat mengesankan di Masjid Baitul Makmur, Villa Gracia, namanya mulai banyak dibicarakan orang, terutama dikalangan ibu-ibu majelis taklim. Promosi dari mulut ke mulut membuat Syamsul nyaris kewelahan memenuhi undangan yang terus berdatangan datang.

Syamsul mulai laris sibuk ceramah di banyak tempat di daerah Parung dan sekitarnya. Kini, selain mengajar Della, aktif kuliah, dan mengisi ceramah, Syamsul juga memiliki jadwal rutin untuk syuting di studio sebuah televisi swasta. (DMC: 211)

Pada kutipan lain adalah sebagai berikut:

“Syamsul diajak naik mobil sedan Camry. Sejurus kemudian

sedan itu sudah meluncur di jalan raya menuju Masjid Al-Firdaus Jagakarsa, dimana tabligh akbar diadakan.

Sampai di Masjid, jamaah tabligh akbar telah menyemut. Jumlahnya lebih dari tiga ribu orang. Syamsul dibawa ke dekat mimbar. Begitu duduk orang-orang menyalaminya. Tak lama

kemudian ia dipersilahkan untuk menyampaikan pengajian.”

(DMC: 213)

b) Burhan; sebagaimana dengan Syamsul, Burhan merupakan tokoh yang tidak diduga-duga juga. Dia penipu, penebar fitnah, dan berwatak buruk. Hal ini tampak pada kutipan berikut:

“Tidak bisa Pak! Tidak bisa menolak tanpa alasan. Tolong

Dokumen terkait