• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Simpulan

Simpulan penelitian dari novel Dalam Mihrab Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini adalah sebagai berikut:

1. Unsur intrinsik pada novel Dalam Mihrab Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, didasarkan pada penokohan, alur, latar/ setting, tema, sudut pandang, yaitu:

a. Pada novel ini, penokohan sangat beragam, ada tokoh utama, tokoh protagonis, tokoh antagonis, tokoh sederhana dan bulat, tokoh statis dan berkembang, yaitu: tokoh utamanya adalah Syamsul, digambarkan sebagai seorang yang bertubuh jangkung, kurus, dan gondrong, Syamsul adalah orang yang memiliki sifat nekat dan tidak mudah putus asa, tapi terkadang ia juga sering bimbang dengan pilihannya, ia adalah anak seorang pengusaha Batik di Pekalongan. Tokoh protagonis adalah Zizi, digambarkan seorang gadis cantik, santriwati, salehah, hafal Al Quran, dan seorang anak dari pemilik pondok pesantren Al Furqan di Kediri, Zizi memiliki sifat yang baik hati. Tokoh protagonis lainnya adalah Silvie, ia digambarkan juga sebagai seorang yang cantik, mahasiswi ekonomi, dan anak dari seorang pengusaha di bidang travel dan pariwisata, Silvie adalah orang yang memiliki sifat baik hati namun juga keras kepala. Tokoh antagonis adalah Burhan, digambarkan sebagai seorang yang memiliki sifat angkuh, sombong, pilih-pilih teman, dan pintar mengambil hati orang. Tokoh sederhana dan tokoh bulat adalah Ayub, yang digambarkan sebagai seorang santri yang baik, pintar, rajin, penuh karisma, dan suka membantu, Ayub adalah teman sekamar Syamsul di pesantren. Pak Broto digambarkan sebagai seorang yang berbadan gemuk dan memiliki sifat baik hati dan dermawan, Pak Heru adalah seorang yang bersifat pelit, namun akhirnya baik, Pak Bambang adalah ayah dari Syamsul yang digambarkan dengan

commit to user

sifat pemarah dan bijak, ia seorang pemilik usaha Batik di Pekalongan, petugas keamanan pesantren (Zaim) seorang yang ramah. Bu Bambang, digambarkan sebagai perempuan tua yang memiliki sifat yang sabar, ia adalah ibu dari Syamsul, isteri seorang pengusaha Batik. Nadia adalah adik perempuan Syamsul yang memiliki sifat baik hati. Della adalah anak dari pak Broto, yang digambarkan seorang gadis kecil yang memiliki sifat periang. Dody Alpad seorang direktur Program sebuah stasiun TV swasta yang memiliki sifat yang baik. Tokoh statis dan berkembang adalah Zizi, Silvie, Burhan, Kiai Miftah, Syamsul. Kiai Miftah adalah pimpinan pondok setelah Kiai Baejuri meninggal, ia digambarkan sebagai seorang yang adil, tidak pernah marah, dan lembut, sedangkan Kiai Miftah seorang yang ceroboh dalam bertindak.

b. Alur/ plot pada novel ini menggunakan alur maju atau awal-tengah-akhir. Ceritanya berjalan begitu lurus, adapun pemenggalan cerita baru namun cerita itu merupakan kesejajaran dari cerita-cerita sebelumnya tidak bersifat mundur atau flash back.

c. Latar/ setting pada novel ini dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu dan sosial. Latar tempat terjadi di stasiun kereta, pesantren Al Furqan, rumah keluarga Syamsul di Pekalongan, gudang, kamar Syamsul, halaman pondok, warung mie godog, Villa Gracia, wartel, rumah Silvie, kamar Silvie, meja makan, teras rumah, auditorium pesantren Marabi‟ul Quran,

nama kota (Semarang, Jakarta, Ciputar, dsb), dan penjara. Latar waktu menunjukkan pertanda seperti pagi, siang, malam, sore, waktu subuh, waktu ashar waktu maghrib, bulan suci Ramadhan, dan bulan Syawal. Latar sosial secara umum digambarkan dalam masyarakat Jawa, terlihat dari keseluruhan cerita, yaitu Pekalongan, Kediri, Semarang, dan Jakarta sebagai menjadi pengembang dari keberadaan latar sosial selanjutnya.

d. Sudut pandang pada novel ini berdasarkan alur, latar, penokohan tersebut,

pencerita menggunakan sudut pandang persona ketiga “dia” jenis mahatahu

dengan menggunakan dua penamaan. Sudut pandang persona ketiga yang pertama, menggunakan nama tokoh utama, yaitu Syamsul sebagai pencerita

commit to user

dan sudut pandang persona kedua, dari beberapa peristiwa Syamsul diganti

menjadi “ia” sebagai pencerita. Dari sudut pandang mahatahu ini, pola

penceritaan menjadi lebih jelas sebab tidak ada batasan cerita yang dipenggal. Artinya, cerita dikisahkan sesuai dengan keterlibatan si tokoh

utama tersebut. “dia” mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan

tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakangi. Bisa dikatakan pengarang dalam membuat sudut pandang tidak konsisten, karena dilihat

dari cerita akan membingungkan persona “ia” menjadi tidak jelas, ia

merujuk ke mana. Meskipun kalau dirunut dari peristiwa dari novel ini

persona „ia‟ pada awal cerita ini merujuk pada tokoh Syamsul.

e. Novel Dalam Mihrab Cinta mengangkat tema tentang perjalanan hidup dan lika-liku kehidupan yang harus dilalui oleh seseorang (Syamsul), selain itu juga tentang percintaan dan religi.

f. Amanat dalam novel ini adalah jangan pernah menilai orang dari luarnya saja, dan jangan pernah menghakimi seseorang dengan semena-mena. Sebagai orang tua, harusnya bisa lebih percaya dengan anaknya sendiri. Selain itu, dalam novel ini mengingatkan kita akan pentingnya kita dalam mengingat Tuhan Yang Maha Esa dalam keadaan apapun dan di manapun. Dengan begitu setiap kita akan melangkah akan membuahkan hasil yang baik nantinya.

2. Latar belakang penciptaan novel Dalam Mihrab Cinta ini adalah ingin menyampaikan mengenai perjuangan seorang pemuda yang sempat khilaf, akan tetapi, oleh kekuatan cinta dari orang-orang dekatnya maka pemuda itu dapat kembali ke jalan yang lurus. Kang Abik juga mengajak para generasi muda untuk optimis menatap masa depan, baik mengenai semangat mencapai keinginan maupun hal percintaan. Selain itu yang paling menonjol disini, pengarang ingin menyampaikan pepatah yang sangat terkenal di tanah Jawa,

yaitu: “Becik ketitik ala kethara” yang berarti kebaikan akan tampak dan

kejahatan akan kelihatan.

3. Nilai pendidikan dalam novel Dalam Mihrab Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini memuat tentang pendidikan yang mendidik dan yang tidak

commit to user

mendidik termuat dalam nilai pendidikan agama tentang percaya adanya Tuhan, ketaqwaan seorang muslim terhadap sang pencipta. Nilai pendidikan sosial tentang hubungan keluarga, masyarakat, dan persahabatan. Nilai pendidikan moral tentang rasa hormat kepada orang tua, kejujuran, kedisiplinan, kerja keras, kreatif, kemandirian, rasa ingin tahu, rasa cinta damai, tanggung jawab, sigap menghadapi masalah, keadilan, larangan memfitnah, berprasangka baik, optimis, menepati janji, dan dermawan. Nilai pendidikan estetis tentang diksi yang digunakan, rasa kasih sayang dan cinta terhadap orang tua, anak, serta sahabat.

B. Implikasi

Implikasi dalam penelitian ini dapat dikaitkan dengan dunia pendidikan, khususnya pengajaran sastra. Keterlibatan guru dan siswa dalam pengajaran sastra sangat dibutuhkan untuk memajukan pengajaran sastra itu sendiri.

Pengajaran sastra di sekolah tidak hanya berupa teori saja, tetapi juga harus ada penerapannya dalam bentuk mengapresiasi sastra. Peran guru bahasa Indonesia di sini sangat berpengaruh untuk mengajarkan sastra secara keseluruhan dan tidak setengah-setengah, selain mengajarkan teori sastranya guru juga harus bisa menerapkan teori tersebut dalam suatu analisis karya sastra, baik itu novel, cerpen, puisi maupun drama.

Hasil penelitian ini mengungkapkan adanya unsur-unsur intrinsik yang membangun dalam novel Dalam Mihrab Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, yang meliputi penokohan, alur, latar, tema yang masing-masing berdiri sendiri. Unsur-unsur intrinsik ini dapat dijadikan salah satu bahan pengajaran sastra, dalam hal apresiasi sastra.

Latar belakang penciptaan novel Dalam Mihrab Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini dapat menunjukkan adanya kebenaran mengenai

pepatah “becik ketitik ala kethara” yang berarti bahwa hal-hal yang baik itu akan

terlihat dan hal-hal yang tidak baik itu akan nampak juga meskipun dengan waktu yang tidak sebentar. Dengan ini siswa mampu mengambil kebaikan-kebaikan dalam cerita tersebut dan dapat menjauhi adanya hal-hal yang tidak baik.

commit to user

Nilai didik novel Dalam Mihrab Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan pengetahuan bagi siswa, karena di dalamnya terdapat ajaran-ajaran kehidupan tentang norma-norma agama, sosial, moral, dan estetis. Norma-norma tersebut dapat dijadikan pelajaran bagi siswa dalam hidup bermasyarakat, tentunya dengan memilih norma mana yang pantas dan tidak untuk dapat diterapkan di kehidupan. Misalnya nilai agama yang dapat menjadi perenungan, bahwa setiap manusia mempunyai cara yang berbeda dalam meyakini suatu agamanya dan selalu berdoa di manapun kita berada. Sama halnya dengan tokoh Syamsul dalam novel ini, di manapun ia berada dan dalam keadaan apapun ia selalu mengingat Allah SWT. Nilai sosial yang termuat adalah adanya perilaku tidak baik yang ada di masyarakat, peran guru di sini adalah menjelaskan tentang hal tersebut bahwa tidak pantas untuk ditiru.

Nilai norma yang termuat adalah adanya sikap kejujuran, disiplin, kerja keras, mandiri, tanggung jawab, sikap menghormati, adil, larangan memfitnah, berprasangka baik, tidak mudah putus asa, menepati janji, dermawan. Ada pula nilai moral yang kurang baik, yaitu menghukum dengan semena-mena, berkata dusta, tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk membela diri, mencopet barang milik orang lain. Nilai estetis yang dapat dijadikan pelajaran bagi siswa adalah adanya pemilihan kata (diksi) dengan menggunakan campuran bahasa Jawa, serta terdapat adanya nilai keindahan secara fisik atau nilai yang dapat dilihat dan dirasakan pancaindra maupun keindahan abstrak, misalnya hubungan antara keluarga, persaudaraan, persahabatan, atau romantisme, dan kasih sayang.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Kepada Guru/ Dosen

a. Hasil penelitian ini hendaknya dapat menjadi alternatif bahan ajar dalam mengajarkan karya sastra yang berupa novel pada siswa khususnya siswa SMA dan mahasiswa. Guru dan dosen hendaknya dapat menyikapi dengan baik keberadaan novel Dalam Mihrab Cinta dengan mengajarkan apa yang

commit to user

sebaiknya diajarkan dengan melihat isi novel tersebut, misalnya novel tersebut terdapat gaya bahasa dan diksi yang dapat dijadikan bahan ajar Bahasa Indonesia. Hal tersebut dapat diajarkan pada siswa SMA dan mahasiswa, agar mereka mengetahui bahwa dalam setiap karya sastra, pengarang selalu menggunakan kedua hal tersebut untuk memperindah karya mereka. Untuk SMA khususnya kelas XI semester I dengan kompetensi dasar menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan.

b. Pendekatan ini dapat dimanfaatkan oleh semua guru untuk dijadikan sebuah metode pengajaran dalam proses belajar mengajar khususnya pada pengajaran sastra, karena pada zaman sekarang buku yang berbau sastra, seperti novel banyak diminati oleh peserta didik.

2. Kepada Siswa/ Mahasiswa

Pengkajian terhadap novel Dalam Mihrab Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, hendaknya dapat meningkatkan kemampuan analisis dan apresiasi mahasiswa dalam hal pemakaian gaya bahasa dan diksi, nilai-nilai eksplorasi dan inovasinya, dan kreativitas pengarangnya. Bagi siswa SMA, novel ini cukup diinformasikan keberadaannya dan untuk bahan ajar, agar siswa dan mahasiswa dapat memperoleh pemahaman lebih baik lagi mengenai novel tersebut.

3. Terkait dengan eksistensi novel

Sudah sepatutnya novel maupun karya sastra lainnya, mempertimbangkan sisi edukatif yang bisa disumbangkan kepada masyarakat luas dan bukan hanya mempertimbangkan selera pasar, trend, ataupun profit oriented (berorientasi pada keuntungan). Karena, akhir-akhir ini banyak bermunculan karya sastra yang jauh dari unsur mendidik, mengeksplorasi seks tanpa tedeng aling-aling misalnya. Sebab bagaimanapun, karya sastra terutama novel adalah yang paling banyak diminati masyarakat di segala lapisan.

Dokumen terkait