Mao: Kisah-Kisah yang Tak Diketahui
JUNG CHANG dalam bukunya berjudul Mao: Kisah-Kisah yang Tak Diketahui menulis “kegagalan paling parah—dan paling tragis—terjadi di Indonesia. Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai komunis paling besar di kubu non-komunis, dengan anggota sekitar 3,5 juta, dan mempunyai hubungan rahasia yang akrab dengan Peking seperti hubungan rahasia Komunis China dengan Stalin sebelum PKC menguasai China.”
“Di bulan September 1963, Chou Enlai membawa Ketua PKI Aidit ke pertemuan puncak rahasia di Chonghua di China Selatan, bersama pemimpin Vietnam, Ho Chi Minh, dan Ketua Partai Komunis Laos, untuk mengkoordinasikan strategi militer di Indonesia dengan perang di Indocina.
Membantah Fitnah Pemalsu Sejarah | 21
Pertemuan puncak ini meletakkan Indonesia dalam kesejajaran strategis dengan Indocina, dan menghubungkan perkembangan di Indonesia dengan konflik militer di Indochina yang telah berlangsung lebih dahulu.
Tahun berikutnya (1964), orang Mao No.2, Liu Shao-chi, pergi ke Vietnam untuk mencoba memperoleh dukungan Hanoi dalam rencana kudeta terhadap Presiden Soekarno. Ia menyatakan bahwa Soekarno lemah dan bahwa pihak kiri harus bertindak sebelum para perwira tinggi yang anti-Komunis dan pro-AS menggulingkannya. Ho Chi Minh menentang gagasan itu, dan berkata kepada Liu bahwa ia memutuskan untuk terus mendukung Soekarno [(Le Duan, Ketua Partai Komunis Vietnam, kepada delegasi Partai Komunis Italia pada bulan Januari 1979. Percakapan kami dengan Renao Foa, anggota Delegasi, 20 Desember 2006, lanjut ke hlm.651)]” Tidak ada buktinya dan sungguh tidak masuk akal, Liu Shao-chi menemui Ho Chi Minh untuk mengajak bersatu buat menggulingkan Soekarno.
“Ketua Partai Komunis Jepang di masa itu, Kenji Miyamoto, berceritera kepada kami bahwa Peking terus-menerus berkata kepada PKI dan Partai Komunis Jepang: ’Kapan saja ada kesempatan untuk merebut kekuasaan kalian harus bangkit dan mengangkat senjata.’ Di tahun 1964, Miyamoto mendiskusikan hal itu dengan Aidit. Sementara Komunis Jepang bersikap hati-hati, Aidit yang amat percaya kepada Mao sangat bersemangat untuk segera beraksi. Setelah konferensi di Aljazair dibatalkan, dengan hati panas Mao menggerakkan PKI untuk merebut kekuasaan.
Rencananya adalah membunuh para jenderal angkatan darat yang anti-komunis, yang boleh dikatakan tidak dapat dipengaruhi oleh Presiden Soekarno yang pro-Peking. Peking telah menekan Soekarno untuk melakukan perombakan radikal di kalangan Angkatan Darat. PKI yakin, bahkan terlalu optimis, bahwa secara rahasia ia dapat mengontrol lebih dari setengah Angkatan Darat, dua pertiga Angkatan Udara, dan sepertiga Angkatan Laut. Menurut rencana itu, begitu para jenderal dibantai, komunis akan mampu menguasai Angkatan Darat, mungkin dengan Soekarno yang untuk sementara memainkan peran sebagai pemimpin boneka.
Di awal bulan Agustus, Aidit datang ke China dan bertemu dengan Mao. Kemudian Aidit kembali ke Indonesia bersama tim dokter China yang beberapa hari kemudian melaporkan bahwa Presiden Soekarno (yang pro-Peking), menderita sakit ginjal parah, dan diperkirakan hidupnya takkan lama lagi, karena itu, jika PKI ingin bertindak sekaranglah saatnya.
Pada tanggal 30 September, sekelompok perwira menangkap dan membunuh Panglima Angkatan Darat Indonesia dan lima jenderal lain.
22 | Suar Suroso – Akar dan Dalang
Berbicara kepada Ketua Partai Komunis Jepang Miyamoto, tak lama setelah peristiwa itu, Mao menyebut kudeta itu sebagai ‘kebangkitan ... Partai Komunis Indonesia.’ Tetapi PKI gagal menangani kejadian tak terduga yang menghancurkan seluruh rencana mereka. Seorang informan telah mengisiki seorang jenderal anti-komunis bernama Soeharto yang di masa itu belum dikenal dan tidak termasuk dalam daftar jenderal yang akan dibunuh. Karena itu, Soeharto, yang sudah siap menunggu terjadinya penangkapan dan pembunuhan jenderal lain sampai selesai, segera menguasai angkatan darat dan melancarkan pembunuhan terhadap ratusan ribu orang komunis dan simpatisan mereka – termasuk orang-orang yang tidak bersalah. Hampir semua pemimpin PKI ditangkap dan dibunuh. Hanya satu anggota Politbiro yang selamat, yaitu Jusuf Adjitorop yang waktu itu sedang berada di China dan yang kami temui di sana – sebagai lelaki yang amat kecewa – tiga dekade kemudian.”
Adalah tidak mungkin bahwa di tahun 1964 Miyamoto berdiskusi dengan D.N. Aidit mengenai sikap PKT yang mendesak-desak PKD dan PKI untuk melakukan pemberontakan. Demikian pula tidak benar bahwa Miyamoto ketemu Mao Zedong tak lama sesudah Peristiwa 1965. Pada waktu itu, hubungan yang buruk antara PKD dan PKT menyebabkan tidak ada hubungan antara PKD dan PKT.
Benar, bahwa Jusuf Adjiotorop adalah anggota Politbiro CC PKI yang tinggal berobat di Beijing. Tapi tidak benar jika dikatakan dia menjadi sangat kecewa, karena sampai akhir hayatnya dia mendukung Otokritik Politbiro CC PKI dan dengan aktif memimpin Delegasi CC PKI di luar negeri.
Menurut buku Jung Chang, Presiden Soekarno segera dipaksa meletakkan jabatan. Jenderal Soeharto membangun pemerintahan diktator militer yang sangat anti-Peking dan memusuhi komunitas etnis China yang amat besar di negeri itu.
Mao menyalahkan PKI untuk kegagalan itu. “Partai Komunis Indonesia melakukan dua kesalahan,” katanya kepada Partai Komunis Jepang. Pertama, “mereka percaya sepenuhnya kepada Soekarno dan melebih-lebihkan kekuatan PKI di dalam tubuh angkatan darat.” Kesalahan kedua, kata Mao, “PKI ‘menyerah tanpa berjuang’.” [Bagian kata-kata Mao yang ini tidak dimuat
di dalam versi yang dipublikasikan. Kami diizinkan untuk melihatnya oleh Komite Sentral Partai Komunis Jepang.]
Sesungguhnya pembantaian yang dilancarkan Soeharto sangat kejam dan sangat mendadak hingga tak mungkin bagi PKI untuk membalas menyerang. Ditinjau dari sudut mana pun, sesungguhnya Mao-lah yang harus disalahkan karena Mao-lah yang memulai gerakan itu demi
alasan-Membantah Fitnah Pemalsu Sejarah | 23
alasan yang berpusat pada dirinya sendiri. Ia tidak sabar, ingin segera memperoleh kemenangan setelah impiannya untuk menjadi pemimpin Asia—Afrika berantakan.” [Jung Chang dan Jon Halliday, Mao: Kisah-Kisah
yang Tak Diketahui, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007,
hlm.650—652].
Jung Chang memfitnah Mao Zedong memulai gerakan Peristiwa 1965 di Indonesia, menyatakan bahwa Mao lah yang harus disalahkan. Jung Chang mendasarkan tulisannya pada keterangan dari Kenji Miyamoto, Ketua Partai Komunis Jepang, yang menyatakan Mao Zedong sering mendesak Partai Komunis Jepang dan Indonesia untuk melakukan pemberontakan.
Bukan kebetulan, Jung Chang menggunakan Kenji Miyamoto untuk mendukung pandangan-pandangannya menyalahkan Mao Zedong dan D.N. Aidit. Kenji Miyamoto adalah Ketua Partai Komunis Jepang semenjak kongres nasionalnya tahun 1958. Di bawah pimpinannya, PKD meninggalkan garis Sanzo Nosaka, yang berpegang pada jalan revolusioner memenangkan sosialisme di Jepang. Sanzo Nosaka telah berjasa membangun persahabatan antara PKD dan PKT. Di bawah pimpinan Kenji Miyamoto, garis Sanzo Nosaka dicampakkan, hubungan PKD dan PKT jadi rusak. Demikian buruknya hubungan kedua partai, hingga di mata pimpinan PKT, Kenji Miyamoto adalah seorang revisionis, dan klik revisionis Kenji Miyamoto adalah pengkhianat Marxisme-Leninisme yang memalukan. [Hung Jen-ta, Kenji Miyamoto Revisionist Clique: Shameful
Renegade to Marxism-Leninism, Beijing Review, 1967-12-15].
Oleh karena itu, adalah sulit mempercayai kebenaran ucapan Kenji Miyamoto mengenai tindak-tanduk Mao Zedong, terutama mengenai pandangan Mao Zedong tentang Partai Komunis Jepang dan Indonesia. Tak bisa dibuktikan kebenarannya, bahwa Mao Zedong sering mendesak PKD dan PKI untuk melakukan pemberontakan. Dengan sikap-sikap PKD di bawah pimpinan Kenji Miyamoto yang dengan tegas menegasi dan menentang ajaran diktator proletariat dari Marx, mencampakkan Marxisme-Leninisme, maka jelas-jemelas Kenji Miyamoto mengambil sikap berlawanan dengan pandangan-pandangan Mao Zedong. Oleh karena itu, mudah dimengerti bahwa Kenji Miyamoto menggunakan kesempatan wawancara dengan Jung Chang untuk mendiskreditkan Mao Zedong dan D.N. Aidit yang tangguh membela pandangan-pandangan PKT dan Mao Zedong.
Dalam bukunya setebal 959 halaman edisi luks itu, Jung Chang tidak hanya mendiskreditkan Mao Zedong dalam hubungannya dengan D.N. Aidit dan PKI, tapi juga menyatakan bahwa Mao Zedong dan Stalin (hal.464—475), memicu pecahnya Perang Korea; bahwa Mao Zedong tak
24 | Suar Suroso – Akar dan Dalang
mau melancarkan perjuangan melawan agresi Jepang; dan Mao Zedong dituduh sebagai seorang pembunuh yang menyebarkan teror kejam (hal.306—326) hingga membunuh Liu Zhitan. Semuanya ini adalah pemalsuan sejarah yang terang benderang.
Bagi mereka yang sedikit mendalam mempelajari sejarah, gampang mengetahui, bahwa Perang Korea adalah pelaksanaan Doktrin Truman, the
policy of containment, untuk membendung komunisme di Asia Timur;
bagaikan bersuluh matahari, sejak semula Mao Zedong menyerukan dan memimpin rakyat Tiongkok melawan agresi Jepang, perang anti Jepang menjadi politik besar PKT bersekutu dengan Kuomintang melancarkan perang anti Jepang sampai menang dan Jepang bertekuk lutut.
Tidak benar dikatakan Mao Zedong membunuh Liu Zhitan dalam revolusi Tiongkok. Adalah Mao Zedong dan Zhou Enlai yang membebaskan Liu Zhitan dari penjara tahanan kaum oportunis “kiri” yang dipimpin Wang Ming. Dan Liu Zhitan diangkat menjadi Panglima Gabungan Tentara XXVI dengan Song Renqiong sebagai komisaris politiknya. Dalam usia 33 tahun, Liu Zhitan gugur kena tembakan senapan mesin musuh dalam pertempuran di Desa San Jiao Zhen, Provinsi Shan Xi. Peristiwa ini disaksikan oleh pengawal pribadinya, Xie Wenxiang, dan Pei Zhouyu, anggota barisan pengawal khusus. Mao Zedong dan pemimpin-pemimpin Tiongkok lainnya, Zhu De, Zhou Enlai, Ye Jianying, menulis sajak dan kaligrafi memuji kepahlawanan Liu Zhitan sebagai pahlawan nasional Tiongkok. [Novel Biografi: Liu Zhi Tan, Gong Ren Chuban She, 1979].
4. Prof. Nugroho Notosusanto: PKI Dalang G30S; Pancasila
Bukan Hasil Galian Bung Karno
PROF. Nugroho Notosusanto adalah pendukung tangguh rezim orde baru Soeharto. Dengan lantang dia membela pendirian, bahwa PKI adalah dalang G30S. Pandangannya dipaparkan bersama dengan Ismail Saleh dalam buku
The Coup Attempt of the "September 30 Movement" in Indonesia [Nugroho
Notosusanto & Ismail Saleh, The Coup Attempt of the "September 30 Movement"
in Indonesia, PT Pembimbing Masa, Djakarta, August 1968]
Dalam buku ini dinyatakan, bahwa “karena alasan-alasan ideologi, jelaslah kalangan agama dengan sendirinya dianggap musuh oleh PKI. Tetapi PKI menganggap tentara sebagai musuhnya yang utama, bukan saja karena tentara merupakan ancaman fisik terhadap partai, tetapi juga atas dasar ideologi. Komunisme adalah asing bagi ideologi negara, Pancasila.
Membantah Fitnah Pemalsu Sejarah | 25
Komunisme berdiri atas dasar perjuangan kelas dan bertujuan menggulingkan setiap pemerintah non-komunis. Pancasila berpendirian untuk kerja sama yang saling menguntungkan dan toleransi. Dan satu dari lima prinsip Pancasila adalah percaya pada satu tuhan sedangkan komunisme berpendirian ateisme” [Ibid, hal.4].
Tidaklah benar PKI menganggap tentara sebagai musuhnya yang utama. Bukannya musuh, tetapi PKI menilai tinggi ABRI. D.N. Aidit dalam kuliah-nya di Seskoad mekuliah-nyatakan bahwa: “Angkatan bersenjata RI adalah anti-fasis, demokratis, anti-imperialis, dan bercita-cita Sosialisme Indonesia. Ia adalah alat untuk mengabdi Revolusi Indonesia, untuk mengubah masyarakat Indonesia dewasa ini menjadi masyarakat Indonesia yang merdeka penuh dan demokratis sebagai landasan untuk menuju ke sosialisme.” [D.N.Aidit: Angkatan Bersendjata dan Penjesuaian Kekuasaan
Negara dengan Tugas2 Revolusi, Jajasan Pembaruan, Djakarta 1964, hal.7]
Nugroho mempertentangkan komunisme dengan ideologi negara Pancasila, padahal dalam Preambul Konstitusi PKI dinyatakan bahwa “PKI menerima dan mempertahankan UUD 1945 yang dalam Pembukaan-nya memuat Pantjasila sebagai dasar-dasar negara dan bertujuan membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur menurut kepribadian bangsa Indonesia” [Comite Central Partai Komunis Indonesia, AD–ART (Konstitusi)
PKI, Djakarta, 1962, hal.17].
Adalah benar bahwa PKI berjuang atas dasar perjuangan kelas, tapi tujuannya bukan menggulingkan setiap pemerintah non-komunis. Tujuan PKI dalam tingkat sekarang ialah mencapai sistem demokrasi rakyat di Indonesia, sedangkan tujuannya yang lebih lanjut ialah mewujudkan sosialisme dan kemudian komunisme di Indonesia.” [Idem, hal.6].
Pendirian Nugroho yang mempertentangkan Pancasila dengan komunisme adalah salah, karena UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara justru menjamin semua golongan dan aliran serta kepercayaan di bawah naungan negara Republik Indonesia.
Nugroho Notosusanto menyatakan bahwa Pancasila bukanlah hasil galian Bung Karno, tapi galian Mr. Muh. Yamin, karena Yamin lah yang pertama berpidato dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan mengemukakan lima asas dan dasar negara kebangsaan Republik Indonesia. Ini adalah pemalsuan sejarah di siang bolong. Adalah Bung Karno yang pertama kali memaparkan dasar-dasar negara nasional Indonesia, yang beliau beri nama Pancasila. Walaupun beberapa pembicara sebelumnya mengajukan pandangan mengenai dasar negara, tapi tak satu
26 | Suar Suroso – Akar dan Dalang
pun mengajukan lima dasar negara dengan nama Pancasila, termasuk Muhammad Yamin, dan Prof.Dr.Soepomo.
Perang Dingin Demi Pembasmian Komunisme Sejagat | 27
III
PERANG DINGIN
DEMI PEMBASMIAN KOMUNISME SEJAGAT
SEMENJAK diumumkannya karya Karl Marx dan Frederick Engels: Manifes
Partai Komunis pada tahun 1848, borjuasi dunia mulai hidup berburu,
membasmi hantu yang memusuhinya, hantu komunis yang muncul di dunia. Borjuasi disentak oleh ajaran baru, ajaran Marx yang membongkar rahasia sebab-musabab terjadinya kemiskinan yang melanda kaum pekerja. Marx dan Engels menunjukkan, bahwa borjuasi menjalankan sistem penghisapan manusia atas manusia, yang menjadi sumber kemiskinan bagi rakyat pekerja, dan menyerukan, agar kaum pekerja sedunia bersatu, bangkit berlawan, mengalahkan borjuasi yang mempraktikkan sistem penghisapan manusia atas manusia, dengan menggulingkan kekuasaan politik borjuasi dan mendirikan kekuasaan politik kelas pekerja. Inilah hantu yang mengerikan bagi borjuasi, gagasan yang bermaksud menggulingkan kekuasaan politik borjuasi.
Gagasan yang dipaparkan dalam Manifes Partai Komunis dipraktikkan oleh kelas pekerja Perancis dengan menggulingkan kekuasaan borjuis dan menegakkan kekuasaan kelas pekerja: Komune Paris, pada tahun 1871. Dengan mengerahkan kekuatan bersenjata, borjuasi Perancis berhasil menumpas Komune Paris.
Tahun 1917, di bawah pimpinan Lenin, kelas pekerja Russia berhasil memenangkan Revolusi Oktober, menggulingkan borjuasi Rusia, mendirikan kekuasaan politik kelas pekerja, negara diktator proletariat pertama dalam sejarah. Berdirilah Uni Republik-Republik Sovyet Sosialis
28 | Suar Suroso – Akar dan Dalang
(URSS). Gagasan Manifes Partai Komunis diwujudkan dalam kenyataan,
dengan berdirinya negara diktator proletariat URSS. Usaha borjuasi dunia untuk membasmi URSS berlangsung tak henti-hentinya semenjak lahirnya
URSS.
Perang Dunia kedua usai dengan kekalahan fasisme Jerman, Itali, dan Jepang. Harapan borjuasi Barat agar URSS (Uni Republik-Republik Sovyet Sosialis) ambruk dengan perang ini tidak terwujud. Malah URSS, bersama negara-negara Sekutu: Amerika, Inggris, dan Perancis tampil sebagai pemenang perang. Bahkan bermunculan negara-negara bercita-citakan sosialisme di negeri-negeri yang bebas dari kekuasaan fasisme atau dibebaskan Tentara Merah Sovyet: Albania, Bulgaria, Hongaria, Rumania, Cekoslowakia, dan Jerman Timur. Juga di daerah Balkan—Yugoslavia. Di Timur muncul Republik Rakyat Tiongkok, Republik Rakyat Demokrasi Korea, dan Republik Demokrasi Vietnam. Di Eropa, dalam pemerintahan Perancis duduk beberapa orang menteri komunis. Di Itali, Partai Komunis Itali maju dan menduduki tempat terkemuka dalam berbagai pemilihan. Pasukan gerilya rakyat di bawah pimpinan kaum komunis maju pesat di Yunani.
Perjuangan rakyat melawan penjajahan, melawan kapitalisme, membangun negara nasional yang bebas merdeka jadi mencuat di semua benua. Cita-cita sosialisme berkembang-biak di dunia. Penguasa Amerika Serikat di bawah pimpinan Presiden Harry Truman menilai perkembangan situasi ini sebagai bahaya perkembangan komunisme yang mengancam kemerdekaan Amerika. Amerika dilanda hantu histeria anti-komunisme. Demikian mengerikan bahaya ancaman komunisme itu dalam pikiran penguasa Amerika Serikat, hingga telah dibayangkan akan segera terjadi pendaratan pasukan Uni Sovyet di teritori Amerika.
Dalam Perang Dunia kedua, di bawah pimpinan Presiden Roosevelt dan Josef Stalin, terdapat kerja sama antara Amerika Serikat dan URSS sampai berlangsung Konferensi Yalta. Konferensi Yalta, kadangkala disebut Konferensi Krim dan memiliki nama sandi Konferensi Argonaut Conference, adalah sebuah konferensi menjelang usainya Perang Dunia II yang diadakan antara tanggal 4 sampai 11 Februari 1945. Konferensi ini dihadiri oleh pemimpin-pemimpin pemerintah Amerika Serikat, Uni Sovyet, dan Inggris. Mereka adalah Franklin Delano Roosevelt, Winston Churchill, dan Josef Stalin. Saat-saat menjelang wafatnya, Roosevelt tetap mempertahankan prinsip-prinsip putusan Konferensi Yalta.
”Selama perang, Roosevelt berusaha menempatkan Amerika Serikat dalam kedudukan netral, dalam posisi penengah dan wasit antara dua besar
Perang Dingin Demi Pembasmian Komunisme Sejagat | 29
sekutu, Inggris dan Rusia. Dia berpendapat bahwa tak akan ada perdamaian dunia seusai perang, jika tidak berlanjut persekutuan yang kuat, tak ada saling pengertian yang mendalam dan saling percaya antara ketiga mitra besar yang sudah menempa kemenangan perang—dan terutama antara dua yang paling perkasa dari ketiga sekutu, yaitu Amerika Serikat dan Russia.” [Fred J.Cook: The War-Fare State, hal.72—73, with a foreword by Bertrand Russel, The Macmillan Company, New York, London, Third printing, 1962].
Stalin menilai baik sikap dan usaha-usaha Roosevelt, dan berterima kasih kepadanya atas bantuan yang diberikan kepada Tentara Merah Sovyet. Kekaguman dan penghargaannya pada Roosevelt dan Amerika dia tunjukkan dalam sikapnya yang bersedia menerima baik pasukan Amerika bertempur di front Rusia “di bawah komando jenderal-jenderal Amerika”. [Robert E. Sherwood, Roosevelt and Hopkins, Harper, New York, 1948].
Dalam melawan fasisme Hitler, sejak awal Perang Dunia kedua, berlangsung kerja sama antara Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Dalam pesannya 18 Februari 1942 kepada Roosevelt, Stalin menyatakan: “Saya sudah menerima pesan mengenai penyerahan senjata-senjata bulan Januari dan Februari. Saya menggarisbawahi, bahwa sekarang ini, ketika rakyat Uni Sovyet dan tentaranya sedang menumpahkan tenaga untuk memukul mundur pasukan-pasukan Hitler dengan ofensif yang gigih, maka penyerahan tank-tank dan pesawat terbang dari Amerika Serikat adalah masalah sangat penting demi usaha bersama kita dan untuk sukses-sukses kita selanjutnya.” [Correspondence Between the Chairman of the Council of
Ministers of the U.S.S.R. and the Presidents of the U.S.A. and the Prime Ministers of Great Britain During the Great Patriotic War of 1941—1945, volume two,
Foreign Languages Publishing House, Moscow, 1957, hal.20].
Roosevelt menilai tinggi semangat rakyat Sovyet melawan fasisme Hitler. Hubungan baik dan kerja sama antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet semenjak awal perang ditunjukkan oleh telegram-telegram pribadi sangat rahasia dari Roosevelt kepada Stalin, 16 Maret 1942: “Tuan Harriman sudah menyerahkan pada saya catatan bertanggal 3 Oktober 1941. Saya sangat menghargai berita dari Tuan. Sudah dikirim sebuah telegram kepada Tuan menasihatkan Tuan bahwa kami bisa memasukkan Uni Sovyet ke dalam pengaturan ketentuan-ketentuan pengaturan pinjam sewa. Saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menjamin Tuan sekali lagi, bahwa kami akan berbuat semua yang mungkin untuk mengirimkan suplai ini ke garis pertempuran Tuan. Keteguhan pasukan dan rakyat Tuan untuk mengalahkan Hitlerisme adalah suatu inspirasi bagi rakyat seluruh dunia.” (Idem, hal.22).
30 | Suar Suroso – Akar dan Dalang
Dan selanjutnya, dalam telegram paling akhir: Roosevelt menyatakan: “Terima kasih atas keterangan Tuan yang terus terang mengenai pandangan Sovyet tentang insiden Berne, yang sekarang rasanya sudah melenyap jadi masa lampau tanpa berbuat tujuan yang berguna. Dalam setiap peristiwa,
tidaklah seharusnya terjadi saling tak percaya; dan kesalah-pahaman kecil-kecilan semacam itu tidaklah seharusnya terjadi di masa depan. Saya merasa yakin, bahwa di kala pasukan-pasukan kita bersama-sama bertempur di Jerman dan dengan ofensif yang terkoordinasi sepenuhnya, pasukan-pasukan Nazi akan berantakan” (Idem,
hal.214).
12 April 1945, Roosevelt wafat. Besoknya, dengan menilai tinggi jasa Roosevelt, Stalin berkirim telegram kepada Presiden Truman menyatakan: “Saya menyatakan kepada pemerintah Amerika Serikat perasaan sedih yang sangat dalam atas wafatnya dengan tiba-tiba Presiden Roosevelt. Rakyat Amerika telah kehilangan seorang tokoh, Franklin Delano Roosevelt, seorang negarawan besar terkenal di dunia dan juara perdamaian dan keamanan sehabis perang. Pemerintah Uni Sovyet menyatakan simpati yang sedalam-dalamnya kepada rakyat Amerika yang berada dalam kesedihan karena kehilangan ini, dan pada kepercayaan mereka bahwa politik kerja sama antara negara-negara besar yang sudah lahir dan memikul pukulan peperangan melawan musuh bersama akan tetap dikembangkan di masa depan” (Idem, hal.214).
Perang Dunia kedua sudah di ambang kehancuran fasisme. Roosevelt digantikan oleh Harry Truman. Lain Roosevelt, lain lagi Truman.
Admiral Wlliam Daniel Leahy, Kepala Staf Kepresidenan Roosevelt membimbing Truman semenjak hari-hari pertamanya bertugas sebagai Presiden. Leahy adalah pembantu Roosevelt dalam waktu panjang mengenai masalah-masalah Uni Sovyet. Leahy terkenal sebagai penggagas berbagai kebijaksanaan yang keras terhadap Uni Sovyet. Leahy adalah pendukung kuat kebijaksanaan “senjata dan uang”-nya Truman terhadap Yunani.
Sebelas hari sesudah wafatnya Roosevelt, mulai berlangsung ketegangan mengenai kedatangan Molotov dalam rangka persiapan Konferensi San Fransisco untuk pembentukan PBB. Truman mengira, bahwa Uni Sovyet tidak akan mengirim delegasi tingkat tinggi. Ternyata, Stalin memutuskan untuk mengirim Menteri Luar Negeri, Molotov. Menghadapi kedatangan