• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus Pelanggaran Hak Cipta Digital

BAB IV PERLINDUNGAN HAK CIPTA DIGITAL DI BEBERAPA

A. Kasus Pelanggaran Hak Cipta Digital

Berikut uraian singkat mengenai bentuk atau contoh kasus yang terjadi terkait pelanggaran Hak Cipta digital:

1. Arista Records LLC v Lime Group LLC

Lime Wire LLC di New York City sebagai pihak tergugat merupakan pengembang software berbasis LimeWire. LimeWire adalah program berbagi file pertama (file sharing program) yang mendukung transfer file yang memanfaatkan teknologi peer-to-peer, yang memungkinkan pengguna untuk berbagi file digital melalui jaringan berbasis internet yang dikenal sebagai Gnutella, yang sebagian besar adalah MP3 file yang berisi Hak Cipta rekaman audio. Ditulis dalam bahasa pemrograman Java, LimeWire dapat dijalankan di komputer manapun dengan Virtual Machine Java yang terinstall. Penggugat adalah Arista Records LLC yang memimpin tiga belas perusahaan rekaman besar di Amerika Serikat yang merupakan perusahaan rekaman yang menjual dan mendistribusikan sebagian besar dari semua rekaman musik di Amerika Serikat. Menurut laporan persidangan dalam kasus Arista Records LLC v Lime Group LLC 715 F. Supp. 2d 481 (2010) ditemukan dalam sampel acak dari file yang tersedia di LimeWire, bahwa 93% file di LimeWire dilindungi oleh Hak Cipta. File-file ini didistribusikan, diterbitkan, dan disalin oleh pengguna LimeWire tanpa otorisasi dari pemilik Hak Cipta. Penggugat menyatakan bahwa

mereka memiliki Hak Cipta atau hak eksklusif untuk lebih dari 3000 rekaman suara yang disediakan oleh LimeWire dengan cara tidak sah yang dapat di-download oleh siapa pun secara cuma-cuma.

Pada bulan Oktober tahun 2010, Pengadilan Distrik di New York, Amerika Serikat untuk Distrik Selatan New York menyatakan bahwa LimeWire dan pendirinya, Mark Gorton, telah melakukan pelanggaran Hak Cipta, terlibat dalam persaingan tidak sehat atau kompetisi yang tidak adil menggunakan aplikasi LimeWire nya, membujuk orang lain untuk melakukan pelanggaran Hak Cipta musik Arista Records. Pengadilan menetapkan terjadinya pelanggaran langsung, didukung oleh kesaksian ahli yang memperkirakan bahwa 98,8% dari file yang diminta untuk di-download melalui LimeWire adalah yang dilindungi Hak Cipta dan tidak berwenang untuk dibagikan secara gratis. Pada bulan Oktober 2010, LimeWire diperintahkan untuk menonaktifkan sistem "mencari, men-download, meng-upload, perdagangan file dan/atau fungsionalitas file distribusi" setelah kalah dalam pengadilan dengan Recording Industry Association of America atas klaim pelanggaran Hak Cipta.91 Pengadilan menyatakan bahwa pemberitahuan elektronik LimeWire yang meminta pengguna untuk menegaskan bahwa mereka tidak menggunakannya untuk pelanggaran Hak Cipta, tidak merupakan upaya yang berarti untuk mengurangi pelanggaran. Pada tahun 2006, LimeWire telah menerapkan filter hash berbasis opsional yang mampu mengidentifikasi sebuah file digital dengan

91Sharona Hakimi, “Another Win for the Record Companies in an Inducement Claim Against LimeWire”, http://jolt.law.harvard.edu/digest/software/arista-records-v-lime-group, diakses tanggal 10 Agustus 2012.

konten berhak cipta dan memblokir pengguna dari men-download file tersebut, tetapi pengadilan tidak menganggap ini alasan pembenaran. Pengadilan menemukan bukti substansial bahwa LimeWire memiliki hak dan kemampuan untuk membatasi penggunaan produk untuk melanggar hukum, termasuk dengan menerapkan filtering, menolak akses, dan dengan mengawasi dan mengatur pengguna, dan hal tersebut tidak dilakukan oleh LimeWire. Selain itu, pengadilan menemukan bahwa LimeWire memiliki kepentingan keuangan langsung dalam kegiatan melanggar, bahwa pendapatan didasarkan pada iklan dan penjualan meningkat dari LimeWire Pro.

Perintah permanen melarang LimeWire dari menyalin, mereproduksi, download, atau mendistribusikan rekaman suara, serta secara langsung atau tidak langsung memungkinkan atau membantu user untuk menggunakan sistem LimeWire untuk menyalin, mereproduksi atau mendistribusikan rekaman suara, atau menyediakan segala bentuk karya cipta.92

2. Loxtech v Thaimapguide.com

Loxtech sebagai penggugat adalah suatu perusahaan anak yang sepenuhnya dimiliki oleh Loxley Plc., yaitu suatu perusahaan telekomunikasi Thailand dan Internet Service Provider. Loxtech mendaftarkan gugatan ke Pengadilan HKI Thailand (Thailand’s Intellectual Property and Trade Court) dengan dakwaan bahwa Thaimapguide.com melakukan pembajakan mapping products yang dikembangkan oleh Loxley Technology Ltd (Loxtech). Di dalam gugatannya, Loxtech menuduh

92Arista Records LLC v Lime Group LLC,

http://en.wikipedia.org/wiki/Arista_Records_LLC_v._Lime_Group_LLC, diakses tanggal 10 Agustus 2012

bahwa Thaimapguide.com telah mencuri mapping database yang dimilikinya dan menggunakannya seperti produknya sendiri. Loxtech menuntut bahwa mereka telah mengalami kerugian ekonomis yang besarnya antara US$ 405.000 dan US$ 1 juta.

Thaimapguide.com telah menolak tuduhan tersebut. Loxtech mengemukakan bahwa perusahaan tersebut telah memproduksi digital mapping software, graphics, dan databases selama delapan tahun lamanya. Perusahaan tersebut telah memproduksi dan menjual produk digital mapping yang disebut Smart-MAP yang menyediakan peta lengkap dari kota Bangkok dengan memuat lebih dari 30.000 tempat / lokasi yang patut dikunjungi. Thaimapguide.com berpendapat bahwa perusahaannya telah mengeluarkan uang sebanyak US$ 250.000 untuk mengembangkan mapping product tersebut dan produk itu telah dikembangkan dengan menggunakan mathematically based technology, sedangkan Loxtech menggunakan image based technology.93 3. A&M Records, Inc v Napster, Inc

Napster sebagai tergugat merupakan jaringan jasa penyedia musik yang menggunakan teknologi berbagi data peer-to-peer. Teknologinya memungkinkan netter untuk berbagi lagu dalam format MP3 dengan bebas dan mudah, yang menyebabkan terjadinya pelanggaran Hak Cipta dalam kasus antara A&M Records, Inc. v Napster, Inc., 239 F.3d 1004 (2001) yang berlangsung di Pengadilan Banding 9thCircuit Amerika Serikat. Napster memfasilitasi pengiriman file MP3 di antara para penggunanya. Melalui proses yang biasa disebut "peer-to-peer" file sharing, Napster memungkinkan para pengguna untuk: (1) membuat file musik MP3 yang disimpan

93Sutan Remy Syahdeini, Op.Cit, hal. 59-60

pada hard drive komputer pribadi yang tersedia, (2) mencari file musik MP3 yang disimpan oleh pengguna Napster lain, dan (3) mentransfer isi salinan dari file MP3 pengguna lain dari satu komputer ke komputer lain melalui internet. Fungsi-fungsi ini dimungkinkan oleh software MusicShare Napster, dan tersedia gratis dari situs internet Napster. Napster juga menyediakan dukungan teknis untuk mengindeks dan mencari file MP3, serta untuk fungsi-fungsi lainnya, termasuk "chat room" di mana pengguna dapat bertemu untuk membahas musik, dan direktori di mana seniman yang berpartisipasi dapat memberikan informasi tentang musik mereka.94

Dengan file yang didapat dari Napster, pengguna mampu menghasilkan album kompilasi CD-R mereka sendiri secara gratis dan pada dasarnya tidak perlu membayar satu sen royalti pun kepada penyanyi / pencipta atau ahli warisnya.

Sementara kasus A&M Records Inc v Napster Inc bergulir, ada 18 perusahaan rekaman yang berada di bawah naungan Recording Industry Association of America yang juga menggugat Napster. Tetapi tidak sedikit pula kalangan pendukung Napster yang merasa heran karena kebebasan pertukaran file adalah salah satu ciri utama internet, dan tidak seharusnya ditujukan kepada Napster, karena Napster hanya bertindak sebagai mesin pencari (search engine). Penggugat mengklaim bahwa Napster melanggar setidaknya dua dari hak eksklusif pemegang Hak Cipta: yaitu hak reproduksi pada Pasal 106 (1) Undang-Undang Hak Cipta Amerika Serikat, dan hak distribusi pada Pasal 106 (3) Undang-Undang Hak Cipta Amerika Serikat. Napster

94A&M Records,Inc v Napster,Inc

http://www.law.cornell.edu/copyright/cases/239_F3d_1004.htm, diakses tanggal 10 Agustus 2012.

yang meng-upload nama file ke indeks pencarian bagi user lain untuk menyalin dinyatakan melanggar hak distribusi penggugat. Napster yang men-download file yang mengandung Hak Cipta dinyatakan melanggar hak reproduksi penggugat.

Pengadilan distrik menyatakan sebanyak 87% dari file yang tersedia di Napster dilindungi Hak Cipta dan lebih dari 70% dimiliki atau dikelola oleh penggugat. Pada bulan Juli 2001, hakim Pengadilan Banding Amerika Serikat telah mengeluarkan perintah agar Napster ditutup demi mengurangi pelanggaran Hak Cipta yang terjadi.

Napster setuju untuk membayar pencipta lagu dan pemilik Hak Cipta sebesar US$ 26 juta sebagai ganti rugi penggunaan musik masa lalu, dan juga sebagai bayaran muka untuk lisensi royalti masa depan sebesar US$ 10 juta. Untuk membayar denda tersebut, Napster berusaha untuk mengganti layanan gratis mereka menjadi layanan dengan pembayaran langgangan.95

4. Dodo Zakaria v Telkomsel

Musisi Dodo Zakaria sebagai penggugat dalam perkara No. 24/Hak Cipta/2007/PN.NIAGA.JKT PST. telah menandatangani suatu perjanjian tertulis dengan PT. Sony BMG Music Entertainment Indonesia (Tergugat II) bahwa Penggugat telah memberi izin kepada Tergugat II untuk melakukan segala bentuk eksploitasi Hak Cipta atas lagu yang berjudul “Di Dadaku Ada Kamu” tanpa mengabaikan hak moral dan hak ekonomi daripada Penggugat, serta tidak mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun dalam pelaksanaan Perjanjian Lisensi Hak Cipta Sony BMG Indonesia dan

95Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Napster, diakses tanggal 10 Agustus 2012.

Dodo tersebut, Tergugat II telah memberikan sub-lisensi kepada Telekomunikasi Seluler/Telkomsel (Tergugat I) yang menyebabkan perubahan atas materi/komposisi atas lagu “Di Dadaku Ada Kamu”. Padahal tidak ada satu klausul pun dalam perjanjian tersebut yang memberi izin kepada Tergugat II untuk memberikan sub-lisensi kepada pihak lain yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap materi dari lagu ciptaan berjudul ”Di Dadaku Ada Kamu”. Berdasarkan hal tersebut Tergugat II telah menyalahgunakan pemberian lisensi eksklusif dari pada Penggugat dengan cara memberikan sub-lisensi kepada Tergugat I untuk menggunakan penggalan lagu berjudul ”Di Dadaku Ada Kamu” sebagai Nada Sambung Pribadi dari Telkomsel.

Dengan adanya tindakan pemenggalan/pemotongan terhadap lagu berjudul “Di Dadaku Ada Kamu” ke dalam bentuk Nada Sambung Pribadi (NSP) juga telah menyebabkan sebagian dari lirik lagu tersebut menjadi terpotong. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan bahwa Tergugat I dan II telah melakukan pelanggaran atas hak moral dari Penggugat berupa tindakan pemotongan atas lagu berjudul “Di Dadaku Ada Kamu” tersebut sebagai NSP untuk tujuan komersial, memerintahkan kepada Tergugat I dan II untuk menghentikan segala bentuk penggunaan lagu ciptaan Penggugat tersebut sebagai NSP untuk tujuan komersial.

Mengacu pada ketentuan Pasal 24 ayat (2) UUHC No. 19 Tahun 2002, dijelaskan tentang tidak bolehnya suatu ciptaan diubah walaupun hak ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain. Kecuali atas persetujuan pencipta atau ahli warisnya dalam hal si penciptanya sudah meninggal dunia. Keterbatasan teknologi tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabaikan hukum. Dalam hal ini Hak Cipta yang dipegang

Dodo Zakaria atas lagu “Di Dadaku Ada Kamu” adalah sepenuhnya untuk lagu itu.

Jadi, para tergugat tidak bisa dengan sewenang-wenang melakukan pemotongan terhadap lagu itu dengan alasan minimnya ketersediaan waktu di dalam NSP. Pada prinsipnya hak moral terdiri dari hak yang melekat pada diri pencipta yang tidak dapat dihilangkan (attribute right) dan hak untuk tidak diubah ciptaannya (integrity right). Jika dilihat pada Pasal 24 ayat (2) UUHC setiap tindakan mengambil sebagian dari sebuah lagu yang utuh tanpa persetujuan penciptanya merupakan tindakan mutilasi. Dan berdasarkan penjelasan Pasal 24 ayat (2) UUHC tindakan pemotongan/mutilasi adalah pelanggaran terhadap Hak Moral. Nada Sambung Pribadi (NSP) adalah bentuk termutakhir dari Perbanyakan seperti yang diatur dalam Pasal 1 ayat (6) UUHC. Dalam pasal tersebut Perbanyakan disebutkan sebagai penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Hak untuk memperbanyak dimiliki oleh pencipta atau pemegang Hak Cipta. Meskipun dimungkinkan untuk memotong atau mengambil sebagian, seharusnya tetap meminta persetujuan pencipta karena pencipta juga memegang hak untuk memperbanyak.