• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata “segera” pada Pasal 110 ayat (3) mengenai prapenuntutan dalam KUHAP di Indonesia

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.3. Prapenuntutan Dalam Hukum Acara Pidana Di Indonesia

4.4. Kata “segera” pada Pasal 110 ayat (3) mengenai prapenuntutan dalam KUHAP di Indonesia

Sudah menjadi kewajiban bagi penyidik untuk melakukan penyidikan tambahan, apabila terjadi prapenuntutan dari penuntut umum kepada penyidik, karena berkas perkara dianggap kurang lengkap oleh jaksa penuntut umum. Untuk mengetahui tujuan dari penyidikan tambahan haruslah diperhatikan ketentuan yang

tercantum dalam Pasal 110 ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 138 ayat (2) KUHAP. Pasal 110 ayat (2) dan (3) KUHAP menyebutkan:

(2) Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.

(3) Dalam hal penuntut umum mengambalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidik tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.

Dari ketentuan Pasal tersebut, memberikan pengertian bahwa penyidikan tambahan dilakukan apabila penuntut umum berpendapat bahwa berkas perkara hasil penyidikan yang diberikan penyidik masih kurang lengkap, dan terhadap pengembalian berkas perkara haruslah dimaknai dengan kata “segera” kepada penuntut umum sesuai dengan petunjuk untuk dilengkapi. Selanjutnya Pasal 138 ayat (1) dan (2) KUHAP menyebutkan:

(1) Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dan penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.

(2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.

Pasal 138 ayat (1) dan (2) KUHAP memberikan pengertian bahwa yang menjadi tujuan dari penyidikan tambahan adalah untuk melengkapi berkas perkara yang kurang lengkap, sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum apabila terjadi prapenuntutan. Waktu bagi penuntut umum untuk melakukan penelitian berkas perkara adalah selama tujuh hari terhitung sejak tanggal penerimaan berkas perkara dari penyidik. Selama terjadi pengembalian berkas perkara, penyidik melakukan

tindakan-tindakan untuk melengkapi kekurangan dari berkas perkara berupa kelengkapan formil dan kelengkapan materiil dalam jangka waktu empat belas hari sejak tanggal diterimanya berkas perkara. Kelengkapan formil adalah kelengkapan mengenai hukum acara pidana bersifat nyata atau konkret seperti identitas terdakwa, tanggal dan tanda tangan oleh jaksa penuntut umum. Sedangkan kelengkapan materiil adalah yang bersifat isi, atau substansi hukumnya. Tanpa adanya kelengkapan berkas perkara secara formil dan kelengkapan materiil maka berkas perkara tersebut tidak dapat diterima oleh penuntut umum (P-19). Kedua syarat tersebut, sebenarnya tidak menjadi menjadi masalah apabila penyidik betul-betul memperhatikan petunjuk yang diberikan oleh penuntut umum, dan melakukan koordinasi dengan antar lembaga. Penerimaan berkas perkara hasil penyidik tambahan yang lengkap (P-21), tentu saja akan mempercepat tindakan selanjutnya dari penuntut umum berupa tindakan penuntutan terhadap tersangka pelaku tindak pidana.

Implementasi Pasal 138 ayat (1) KUHAP terkait dengan kata “segera” dalam prapenuntutan, ternyata bertentangan dengan apa yang terjadi di lapangan terkait penyelesaian kasus pidana. Meskipun sudah diberikan pengaturan terkait dengan penelitian berkas perkara selama tujuh hari, faktanya pengembalian berkas perkara yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum ada yang melebihi jangka yang sudah diatur dalam KUHAP. Dalam beberapa contoh kasus yang ada di Polrestabes kota Semarang, ada berkas perkara yang dikembalikan oleh penuntut umum kepada penyidik selama kurun waktu 1-6 bulan baru dilakukan pengembalian oleh penuntut umum, tanpa disertai dengan petunjuk apapun. Hal tersebut tentunya bertentangan

dengan BAB XIV Bagian Kedua Pasal 110 ayat (3) mengenai Penyidikan, dan BAB XV Pasal 138 ayat (1) mengenai Penuntutan.45

Selain permasalahan pada Pasal 138 ayat (1) KUHAP, permasalahan lain yang dialami oleh penyidik terkait dengan penerapan Pasal 110 ayat (3) KUHAP yakni, pada penerapan kata “segera”. Hal yang menjadi hambatan bagi penyidik untuk melakukan penyempurnaan berkas perkara adalah sulitnya memenuhi petunjuk dari penuntut umum berupa keterangan saksi sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Penuntut umum dan penyidik sering berbeda pendapat terkait alat bukti berupa saksi yang perlu dihadirkan demi kepentingan penuntutan yang akan dilakukan oleh penuntut umum. Penuntut umum memerlukan keterangan saksi guna memperkuat dugaan si pelaku melakukan tindak pidana, sedangkan dalam hal pemanggilan saksi, di sisi lain penyidik tidak dapat memenuhi hal tersebut dikarenakan saksi yang tidak kooperatif.46 Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh dengan proses penyelesaian perkara pada tahap selanjutnya, yakni terkait Pasal 139 KUHAP yang menyebutkan “Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan.”

Selain hambatan yang dialami oleh penyidik, penuntut umum juga memiliki hambatan diantaranya :

45 Bripka. Yudha, Doni. Penyidik Polrestabes Semarang, Wawancara (Semarang, 2 Januari 2018).

1. Pengembalian berkas perkara yang tidak diberikan jangka waktu, sehingga penyidik tidak memiliki batasan pasti untuk mengembalikan berkas perkara sesuai Pasal 110 ayat (3) KUHAP.

2. Kurangnya koordinasi dari penyidik apabila tidak dapat memenuhi alat bukti sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP, sehingga jaksa tidak memberikan alternatif lain berupa petunjuk yang lain.47

Semakin cepat terpenuhinya penyidikan tambahan yang dilakukan oleh penyidik, semakin cepat pula perkara segera dilimpahkan ke pengadilan oleh penuntut umum, karena apabila berkas perkara dianggap sudah lengkap (P-21), maka penuntut umum dapat secepatnya membuat dakwaan untuk selanjutnya diajukan ke persidangan sesuai Pasal 140 ayat (1) yang menyebutkan:

(1) Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.

Penuntut umum juga berhak menghentikan proses penuntutan sesuai Pasal 140 ayat (2) huruf a yang menyebutkan:

(2) a. Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindakpidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan.

Pemahaman kata “segera” pada Pasal 110 ayat (3) terkait prapenuntutan dalam KUHAP, harus dimaknai dengan asas kepastian hukum dan profesionalisme

47 Yosy, Penuntut Umum Kejaksaan Kota Semarang, Wawancara (Semarang, 20 Desember 2017).

penyidik maupun jaksa penuntut umum, sehingga tercipta sebuah kepastian hukum dan keadilan bagi tersangka. Menurut peneliti, apabila berkas perkara tidak segera diberikan kepada penuntut umum, hal tersebut akan memberikan ketidakjelasan terhadap tersangka dan melanggar hak-hak tersangka sebagai akibat dari tidak adanya pengaturan mengenai kuantitas batas pengembalian berkas perkara dalam KUHAP. Jaminan atas perlindungan hak-hak tersangka diatur dalam Pasal 50 ayat (1), dan (2) KUHAP yang menyebutkan :

(1) Tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik selanjutnya dapat diajukan ke Penuntut Umum.

(2) Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke Pengadilan oleh Penuntut Umum.

Selain itu, pengaturan mengenai jaminan kepastian hukum juga diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1) yang menyebutkan:

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum

Dengan tidak adanya pengaturan mengenai kuantitas batas pengembalian berkas perkara dalam KUHAP, hal tersebut tentu saja bisa ditafsirkan dapat dilakukannya pengembalian berkas perkara secara berkali-kali oleh penyidik dan penuntut umum, selain itu asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan menjadi tidak terpenuhi. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada Pasal 2 ayat (4) menyebutkan “Peradilan dilakukan dengan

sederhana, cepat, dan biaya ringan.”48 Asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan adalah asas peradilan yang paling mendasar dari proses pelaksanaan peradilan. Dengan demikian, untuk memenuhi asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, perlu dilakukan pembatasan dalam hal kuantitas pengembalian berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik apabila terjadi prapenuntutan. Koordinasi menjadi tanggungjawab kedua lembaga tersebut.

Tujuan hukum menurut Gustav Radbruch seorang filsuf hukum dari Jerman yang terkemuka yang mengajarkan konsep tiga ide unsur dasar hukum, bahwa menurutnya tiga tujuan hukum tersebut adalah kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.49 Pada implementasi dari ketiga unsur tujuan hukum tersebut, sering menimbulkan masalah yakni, antara kepastian hukum sering terjadi benturan dengan keadilan, antara kepastian hukum terjadi benturan dengan kemanfaatan.

Pengertian dalam KBBI terkait dengan kata “segera” bahwa menurut KBBI, segera dapat diartikan “cepat (tentang peralihan waktu)”. Peneliti berpendapat, bahwa pengembalian berkas perkara cukup diatur 3 kali. Kata “segera” melakukan penyidikan tambahan pada Pasal 110 ayat (3) KUHAP, harus diberikan kuantitas pengembalian berkas perkara yang jelas, agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak tersangka, misalnya pada tahap pengembalian berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik diberikan jangka waktu pertama selama 14 hari sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas perkara dari penuntut umum kepada

48 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 2 ayat (4).

49 Pengertian Dasar Hukum, “Tujuan Hukum Menurut Gustav Radbruch”, (online), (http://sharingaboutlawina.blogspot.sg/2014/12/tujuan-hukum-menurut-gustav-radbruch.html , diakses pada hari Rabu, 3 Januari 2018) 2014.

penyidik untuk dilakukan penyidikan tambahan. Kemudian dapat diperpanjang selama 14 hari kedua, dan apabila ternyata belum dapat dipenuhi dikarenakan sulitnya pemenuhan formil dan meteriil dalam berkas perkara, perpanjangan terakhir selama 14 hari sehingga menjadi 3 kali pengembalian berkas perkara dalam jangka waktu 42 hari. Dengan diberikan jangka waktu yang jelas terkait dengan kuantitas pengembalian berkas perkara, maka diharapkan akan menjadi sebuah solusi agar tujuan hukum berupa kepastian hukum dan keadilan dapat tercapai, dan sesuai dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan ringan. Selain itu, dengan diberikannya pengaturan kuantitas batas pengembalian berkas perkara pada Pasal 110 ayat (3) KUHAP, maka prinsip Due Process of Law dalam hukum acara pidana berupa proses hukum yang benar atau adil dapat terpenuhi. Ketegasan mengenai penerapan sanksi bagi para penegak hukum yang tidak bekerja sesuai dengan prosedur juga diperlukan, guna memberikan pengawasan terhadap profesionalisme aparat penegak hukum, baik dari lembaga kepolisian maupun lembaga kejaksaan

Dokumen terkait