• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.4 Tingkat Keterbacaan Transposisi Structure Shift, Class Shift, Unit

4.3.3 Kategori Keterbacaan Rendah

Tingkat keterbacaan rendah Transposisi Structure shift, class shift, unit shift, dan intra system shift memiliki indikator yaitu terjemahan sulit dipahami oleh pembaca. Dalam penelitian ini, data transposisi structure shift, class shift, unit shift dan intra system shift yang berkategori keterbacaan rendah tidak ada, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kalimat dapat dipahami dengan mudah, meskipun ada beberapa kata atau istilah yang kurang dipahami oleh si pembaca.

Hasil penilaian tingkat keakuratan terjemahan secara keseluruhan dapat dilihat pada diagram 4.3 di bawah ini.

TINGKAT KETERBACAAN TERJEMAHAN

Diagram 4.3:

Tingkat Keberterimaan Terjemahan KETERBACAAN TINGGI

Penilaian dengan keterbacaan tinggi merujuk kepada kata, istilah teknis, frasa, kalimat atau teks terjemahan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Hasil penelitian menunjukan dari 114 data yang merupakan kategori keterbacaan tinggi sebanyak 100 (87,71%) data, data-data tersebut bernomor 1, 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 69, 70, 71, 72,74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 110, 111, 112, 113 dan 114

Penilaian dengan keterbacaan sedang (Silalahi, 2012:156) mengatakan adannya sedikit masalah yang menghambat pemahaman pembaca sasaran. Masalah yang dimaksud terkait dengan penggunaan istilah asing yang tampaknya belum akrab bagi pembaca (glomerulus, Alzheimer), peletakan tanda baca yang salah, dan kesalahan ketik. Hasil penelitian menunjukan dari 114 data yang merupakan kategori keterbacaan sedang sebanyak 14 (12,28%) data, data-data tersebut bernomor 5, 7, 8, 11, 22, 26, 31, 55, 65, 67, 68, 73, 105 dan 109.

4.5 Pembahasan

a. Ditemukan urutan yang pertama transposisi yang paling dominan pada penelitian ini adalah transposisi unit shift sebanyak 62 (54,38%) dari 114 data. Transposisi unit shift sering lebih dominan dilakukan untuk mendapatkan terjemahan yang benar-benar wajar dan alami karena bahasa memiliki unit yang berbeda (Abdul Munif, 2008:141). Simatupang (2000:88 – 96) memberikan contoh transposisi unit shift dapat terjadi dari tataran yang lebih rendah ke tataran yang lebih tinggi atau sebaliknya, misalnya transposisi unit shift dari kata ke frasa, seperti kata various diterjemahkan menjadi frasa yaitu (berbagai macam), transposisi unit shift dari frasa ke kata, misalnya seperti frasa takes place yang diterjemahkan menjadi kata yaitu (terjadi), dan yang terakhir transposisi unit shift dari klausa ke kalimat, misalnya klausa which may occur several hours to a few days without causing any remaining marks yang diterjemahkan menjadi kalimat menjadi „biduran dapat berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari tanpa meninggalkan bekas‟. Transposisi unit shift klausa menjadi kalimat ini terjadi karena pada klausa bahasa Inggris tersebut di atas, terdapat klausa terikat di mana merupakan klausa adjektiva kata which menduduki posisi subjek dalam klausa tersebut, maka ketika diterjemahkan ke dalam kalimat pada BSa klausa tersebut menjadi kalimat.

b. Ditemukan urutan yang kedua pada penelitian ini adalah transposisi class shift sebanyak 23 (20,17%) dari 114 data. Catford (1974:78) menyatakan bahwa pergeseran kelas terjadi apabila kata BSu diterjemahkan ke dalam

BSa dengan kelas kata yang berbeda untuk mendapatkan terjemahan yang sewajar mungkin. Beberapa pergeseran kelas kata dari adjektiva ke verba, misalnya transposisi class shift dari adjektiva ke verba, kata necessary yang berkelas adjektiva diterjemahkan menjadi „meracuni‟ yang berkelas kata verba, transposisi class shift dari adjektiva ke nomina, misalnya kata thicker yang berkelas adjektiva diterjemahkan menjadi „penebalan‟ yang berkelas kata nomina, dan lain sebagainya.

c. Ditemukan urutan yang ketiga pada penelitian ini adalah transposisi structure shift sebanyak 22 (19,29%) dari 114 data. Menurut Catford (1965: 73) transposisi structure shift merupakan suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari BSu ke BSa. Transposisi Structure shift yang sering terjadi adalah pengubahan struktur kalimat aktif menjadi pasif atau sebaliknya. Montaha (2006:59) menyatakan, perubahan struktur kalimat pasif dalam BSu kemudian diterjemahkan menjadi kalimat pasif dalam BSa menyebabkan objek menjadi subjek, seperti: when a product is made through fermentation (ketika fermentasi dibuat menjadi sebuah produk). Nida (1964:201) menyatakan salah satu masalah yang sering terjadi dalam penerjemahan adalah transposisi structure shift dari kalimat pasif menjadi aktif atau aktif menjadi pasif. Penerjemah akan mengalami kesulitan bilamana pelaku atau subjek tidak dinyatakan secara jelas. Bentuk kalimat aktif dan pasif, karena kalimat pasif umumnya tidak pernah menyebutkan pelaku pekerjaan, sedangkan kalimat aktif selalu menyebutkan pelaku pekerjaannya. Contoh dalam kalimat aktif selalu

menyebutkan pelaku pekerjaannya “we need more red blood cells to carry oxygen”, kemudian pada BSa tidak menyebutkan pelaku pekerjaan yaitu “diperlukan lebih banyak sel darah merah untuk mengikat oksigen”. Hasil terjemahan tersebut tentu saja menyalahi kaidah dalam penulisan bahasa Indonesia. Pembentukan kalimat dalam bahasa Indonesia harus terdapat subjek pada kalimat tersebut, jika tidak terdapat subjek maka kalimat tersebut kurang lengkap. Kemudian Hasan Alwi (1998:345) menyatakan kalimat aktif diubah menjadi kalimat pasif dan dalam kalimat pasif itu terkandung pula pengertian bahwa perbuatan yang dinyatakan oleh verba itu mengandung unsur yang tak disengaja, maka bentuk prefiks yang dipakai untuk verba bukan lagi di – melainkan ter-, misalnya the flower is fallen down on ground (bunganya terjatuh ke tanah). Dan juga verba pasif dalam bahasa inggris di awali dengan be dan diikuti oleh verba bentuk ketiga atau disebut past participle, misalnya drunk, rung, watched, spoken.

d. Ditemukan urutan yang keempat pada penelitian ini adalah transposisi intra system shift sebanyak 7 (6,14%) dari 114 data. Vinay & Dalbernet (1995: 94) melihat transposisi intra system shift dapat bersifat obligatory (wajib) yang tidak dapat dihindari oleh penerjemah karena alasan perbedaan sistem struktur kebahasaan. Mengingat bahwa dua bahasa memiliki struktur kebahasaan yang berbeda, maka secara otomatis transposisi intra system shift bersifat wajib (obligatory) pasti terjadi. Transposisi intra system shift ini berupa pergeseran dari kata benda jamak ke tunggal atau sebaliknya. Untuk menyatakan kemajemukan makna nomina (kata benda) bahasa

Inggris digunakan morfem-s, sedangkan untuk menyatakan makna nomina dalam bahasa indonesia ada kalanya dengan mengulang nomina yang bersangkutan atau memakai kata lain yang menyatakan konsep lebih dari satu atau banyak, seperti empat, beberapa, atau banyak, atau banyak, tanpa mengubah atau mengulang bentuk nomina yang bersangkutan. Contoh, cars dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi mobil-mobil, beberapa mobil banyak mobil.

e. Pada penelitian ini, ditemukan tingkat keakuratan sebanyak 99 (86,84%) dari 114 data. Tingkat keakuratan merujuk pada terjemahan yang tidak mengalami distorsi makna. Dengan kata lain, makna kata, frasa, klausa, dan kalimat bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran (Silalahi, 2012:132). Ditemukan terjemahan kurang akurat sebanyak 5 (4,38%) data. Terjemahan kurang akurat merujuk pada terjemahan yang sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa, klausa atau kalimat bahasa sumber sudah dialikan secara akurat ke dalam bahasa sasaran. Namun, masih terdapat distorsi makna atau terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna yang dihilangkan, yang menggangu keutuhan pesan (Silalahi, 2012:137). Ditemukan terjemahan tidak akurat sebanyak 10 (8,77) data. Terjemahan tidak akurat merujuk pada tejemahan yang makna kata, istilah teknis, frasa, klausa atau kalimat bahasa sumber dialihkan secara tidak akurat ke dalam bahasa sasaran atau dihilangkan (Silalahi, 2012:141)

f. Ditemukan tingkat keberterimaan sebanyak 103 (90,35%) dari 114 data. Tingkat keberterimaan merujuk kepada terjemahan alamiah, wajar, luwes/tidak kaku, tidak terkesan seperti hasil terjemahan dan sesuai dengan kaidah bahasa sasaran (Nababan: 2010:61). Ditemukan terjemahan kurang berterima sebanyak 9 (7,89%) data. Terjemahan kurang berterima merujuk pada umumnya sudah terasa alamiah; namun ada sedikit masalah pada penggunaan istilah teknis, sedikit kesalahan gramatikal, dan peletakan tanda baca yang salah. Ditemukan terjemahan tidak berterima sebanyak 2 (1,75%). Terjemahan tidak berterima Terjemahan merujuk pada terjemahannya tidak alamiah atau terasa seperti karya terjemahan; istilah teknis yang digunakan tidak lazim digunakan dan tidak akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.

g. Ditemukan tingkat keterbacaan tinggi sebanyak 100 (87,71%) dari 114 data. Tingkat keterbacaan merujuk kepada jika kata, istilah teknis, frasa, klausa, dan kalimat terjemahan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca (Silalahi, 2012:152). Ditemukan tingkat keterbacaan sedang sebanyak 14 (12,28%). Tingkat keterbacaan sedang apabila pada umumnya terjemahan dapat dipahami oleh pembaca; namun ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahannya (Silalahi, 2012:156). Tidak ditemukan tingkat keterbacaan rendah pada penelitian ini.

BAB V

Dokumen terkait