• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka

Tuturan-tuturan di bawah ini adalah tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan melecehkan muka yang dipaparkan berdasarkan subkategori ketidaksantunan.

4.2.3.1 Subkategori Kesal Cuplikan tuturan 20

P : “Hayoo, punya mulut kok ga bisa ngomong to?besok lagi bilang!” (C3)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur sedang berbincang-

berada di tempat tersebut buang air kecil di celana (Senin, 8 April 2013 pukul 13.50 WIB). Penutur berusaha menegur MT2)

Cuplikan tuturan 30

MT : “Iki pie to ngitunge?”

P : “Huu bodoh, raiso ngitung!!” (C13) MT : “Yo ben.”

(Konteks tuturan: tuturan terjadi sepulangnya penutur dan mitra tutur

dari membeli sesuatu di toko, mereka terdengar bercakap-cakap (Kamis, 13 Juni 2013, pukul 13.10 WIB). Mitra tutur terlihat kebingungan menghitung uang kembalian dari warung, kemudian penutur berusaha menjelaskan kepada mitra tutur sambil melontarkan kata-kata ejekan)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C3: “Hayoo, punya mulut kok ga bisa ngomong to? Besok lagi bilang!”

Tuturan C13: “Huu bodoh, raiso ngitung!!” (Bodoh, tidak dapat menghitung).

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C3: penutur berbicara langsung di hadapan tamu yang sedang berkunjung, penutur berbicara sembari menunjuk ke arah mitra tutur, penutur juga berbicara keras dengan tatapan mata terbelalak.

Tuturan C13: penutur berbicara dengan keras sembari memegang kepala mitra tutur, penutur juga berbicara di hadapan beberapa orang.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C3: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan keras pada frasa besok lagi bilang, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu ga, bisa, dan ngomong, serta kata fatis yang terdapat dalam tuturan: hayoo, kok, dan to. Tuturan C13: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan keras pada kata bodoh, nada tinggi, dan pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu pada frasa

raiso ngitung.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C3: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berbincang-bincang dengan MT1 di teras rumah penutur, tiba-tiba MT2 yang juga berada di tempat tersebut buang air kecil di celana (Senin, 8 April 2013 pukul 13.50 WIB). Penutur berusaha menegur MT2. Penutur perempuan, berusia 40 tahun, MT1 adalah seorang tamu, dan MT2 laki-laki berusia 2 tahun. Penutur adalah ibu dari MT2. Tujuan dari penutur mengungkapkan kekesalannya akibat tindakan MT. Tindak verbal yang terjadi ialah ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu diam saja dan terlihat sangat menyesal.

Tuturan C13: Tuturan terjadi sepulangnya penutur dan mitra tutur dari warung, keduanya terdengar bercakap-cakap (Kamis, 13 Juni 2013, pukul 13.10 WIB). Mitra tutur terlihat kebingungan menghitung uang kembalian dari warung, kemudian penutur berusaha menjelaskan kepada mitra tutur sambil melontarkan kata-kata ejekan. Penutur dan mitra tutur perempuan, duduk di bangku SD. Penutur berusia 7 tahun dan mitra tutur berusia 5 tahun. Penutur adalah kakak dari mitra tutur. Tujuan dari penutur ialah mengungkapkan kekesalannya kepada MT. Tindak verbal yang terjadi yaitu ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT adalah menjawab sekenanya.

5) Maksud Ketidaksantunan

Pada tuturan C3, penutur bermaksud menakut-nakuti mitra tuturnya yang pipis di celana agar tidak mengulangi kesalahan itu lagi. Lebih lanjut lagi maksud kesal karena ketidakmampuan mitra tuturnya yang terdapat pada tuturan C13.

4.2.3.2 Subkategori Mengejek Cuplikan tuturan 24

(Ketika penutur dan MT1 berbincang-bincang, datanglah MT2 menghampiri penutur. Kemudian penutur berkata)

P : “Sing mesak’ake yo iki mbak, kasian sekali ini. Wis disambi, ireng, kasian sekali yo le sayang ya.” (C7)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi saat penutur sedang berbincang-

bincang dengan MT 1 di ruang tamu rumah penutur (Kamis, 25 April 2013, pukul 16.06 WIB). MT 2 datang dari luar rumah menghampiri penutur. Penutur ingin memperkenalkan MT2 kepada MT1 dengan melontarkan kata-kata ejekan sambil mencium MT2 penuh rasa sayang)

Cuplikan tuturan 33

(Ketika penutur dan MT sedang berbincang-bincang, tiba-tiba MT2 berjalan melewati keduanya. Penutur kemudian berkata)

P : “Itu adik saya yang kepala desa itu tapi itu yang paling bodoh itu.” (C16)

(Konteks tuturan: penutur sedang berbincang-bincang dengan MT 1 di

pendhopo rumah dalam suasana santai (Senin, 10 Juni 2013 sekitar pukul 12.47 – 13.36 WIB). Tiba-tiba MT 2 selaku adik keponakan dari penutur lewat depan pendhopo dan tersenyum. Penutur secara spontan menceritakan kelemahan MT2 dengan nada mengejek)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C7: “Sing mesak’ake yo iki mbak, kasian sekali ini. Wis disambi, ireng, kasian sekali yo le sayang ya.” (..yang kasian ya ini mbak. Sudah ditinggal-tinggal, hitam, kasian sekali ya nak, sayang ya).

Tuturan C16: “Itu adik saya yang kepala desa itu tapi itu yang paling bodoh itu.”

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C7: penutur berbicara langsung di hadapan tamu yang sedang berkunjung, penutur berbicara sembari tertawa mengejek dan mencium pipi mitra tutur, penutur menggunakan kata ‘hitam’ untuk menguatkan maksud ejekannya terhadap mitra tutur.

Tuturan C16: penutur berbicara dengan sinis sembari menunjuk ke arah MT2, penutur berbicara langsung di hadapan tamu yang berkunjung, penutur juga dengan sengaja menceritakan kelemahan MT2.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C7: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan lunak pada frasa wis disambi, ireng, nada rendah, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu pada frasa sing mesak’ake yo iki, wis disambi, dan pada kata ireng dan yo, kemudian

kata fatis yang terdapat dalam tuturan: ya dan yo.

Tuturan C16: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan keras pada frasa paling bodoh, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tapi. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C7: Tuturan terjadi saat penutur sedang berbincang-bincang santai dengan MT 1 di ruang tamu rumah penutur (Kamis, 25 April 2013, pukul 16.06 WIB). MT 2 datang menghampiri penutur. Penutur ingin memperkenalkan MT2 kepada MT1 dengan melontarkan kata-kata ejekan sambil mencium MT2. Penutur dan MT1 perempuan. Penutur ibu berusia 39 tahun dan MT1 adalah

tamu. MT2 laki-laki berusia 5 tahun. Penutur adalah ibu dari MT2. Tujuan dari penutur ialah mengejek penampilan fisik MT2. Tindak verbal yang terjadi yakni ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu diam saja.

Tuturan C16: Penutur sedang berbincang-bincang dengan MT1 di pendhopo rumah dalam suasana santai (Senin, 10 Juni 2013 sekitar pukul 12.47 – 13.36 WIB). Tiba-tiba MT2 selaku adik keponakan dari penutur lewat depan pendhopo dan tersenyum. Penutur secara spontan menceritakan kelemahan MT2 dengan nada mengejek. Penutur dan MT1 perempuan. Penutur berusia 63 tahun, MT1 adalah tamu, dan MT2 laki-laki berusia 40 tahun. Penutur adalah kakak keponakan dari MT2. Tujuan dari tuturan penutur ialah mengejek MT2. Tindak verbal yang terjadi yakni ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT2 yaitu pergi meninggalkan penutur dan MT1.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan C7 terdengar sebagai sebuah ejekan, namun maksud dari tuturan penutur hanyalah mengajak bercanda mitra tuturnya. Lain halnya dengan tuturan C16 yang disampaikan dengan maksud memberi sebuah informasi. Sayangnya, pemberian informasi pada tuturan tersebut berkaitan dengan kelemahan mitra tuturnya, sehingga dipersepsi sebagai maksud ketidaksantunan

4.2.3.3 Subkategori Menolak Cuplikan tuturan 38

MT : “Ya ampun kalian itu gadis, dandan dong!”

(Konteks tuturan: penutur berpamitan kepada mitra tutur hendak

bepergian. Melihat penampilan penutur yang polos, mitra tutur meminta penutur untuk memperhatikan kecantikan, mengingat usianya yang sudah beranjak dewasa. Namun, penutur menolak permintaan mitra tutur dengan jawaban sekenanya sebagai upaya membela diri)

Cuplikan tuturan 40

MT : “Koe sesok dadi pegawai negeri wae, Nduk!”

P : “Dadi pegawai negeri bapak ra dadi opo-opo kok! Aku emoh pegawai negeri!” (C23)

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur berbincang-bincang di ruang

keluarga dalam suasana serius. Mitra tutur memberi saran kepada penutur agar menjadi PNS yang memiliki kejelasan masa depan. Penutur kurang sependapat dengan mitra tutur, kemudian mengungkapkan alasannya)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C21: “Ngapain dandan? Ih, Ibu juga ga dandan.”

Tuturan C23: “Dadi pegawai negeri bapak ra dadi opo-opo kok! Aku emoh pegawai negeri!” (Jadi pegawai negeri bapak tidak jadi apa-apa kok! Saya tidak ingin jadi pegawai negeri).

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C21: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan sinis, penutur tidak mengindahkan saran dari mitra tutur, penutur juga berbicara sembari berlalu meninggalkan mitra tutur.

Tuturan C23: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan sinis, penutur tidak mengindahkan saran dari mitra tutur, perkataan penutur terdengar merendahkan profesi mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C21: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan lunak pada frasa ga dandan, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu ngapain,

dandan, ga, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: ih.

Tuturan C23: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan keras pada kata emoh, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: kok.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C21: Penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga pada sore hari. Penutur berpamitan kepada mitra tutur hendak bepergian. Melihat penampilan penutur yang polos, mitra tutur meminta penutur untuk memperhatikan kecantikan, mengingat usianya yang sudah beranjak dewasa. Namun, penutur menolak permintaan mitra tutur dengan jawaban sekenanya sebagai upaya membela diri. Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur berusia 28 tahun dan mitra tutur berusia 64 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan dari tuturan penutur ialah membela diri. Tindak verbal yang terjadi adalah ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu diam sembari menggelengkan kepala.

Tuturan C23: Penutur dan mitra tutur berbincang-bincang di ruang keluarga dalam suasana serius. Mitra tutur memberi saran kepada penutur agar menjadi PNS yang memiliki kejelasan masa depan. Penutur kurang sependapat dengan mitra tutur, kemudian mengungkapkan alasannya. Penutur perempuan berusia 28 tahun dan mitra tutur laki-laki berusia 62 tahun. Penutur adalah anak perempuan dari mitra tutur. Tujuan dari tuturan penutur ialah menolak saran

dari MT. Tindak verbal yang terjadi yaitu komisif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi mitra tutur yaitu diam saja.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan C21 disampaikan dengan maksud protes. Penutur bermaksud memrotes mitra tuturnya yang tidak pernah memperhatikan penampilan. Lain halnya dengan tuturan C23 yang disampaikan dengan maksud menolak. Penutur menolak saran dari mitra tutur, karena menurut penutur menjadi PNS itu bukan pilihan yang tepat.

4.2.3.4 Subkategori Menyindir Cuplikan tuturan 22

MT : “Yo raiso, kabeh ki ono Undang-undang’e.” P : “Maklum lah wong hukum.” (C5)

(Konteks tuturan: ketika membicarakan keadaan masyarakat sering

terjadi pro kontra, terlebih dengan anak pertama yang notabene sudah terbiasa dengan ilmu hukum. Mitra tutur selalu keras kepala menyatakan opininya berkaitan tentang hukum. Tiba-tiba penutur melontarkan kata- kata kepada mitra tutur dengan maksud menyindir)

Cuplikan tuturan 35

P : “Ki lho Mas, ngerti to Undang-undange?” (C18) MT : “Ngerti, saben dino weruh kok.”

P : “Woo, yowis garapke yo!!”

(Konteks tuturan: penutur meminta bantuan kepada mitra tutur untuk

menyelesaikan PR. Penutur meminta bantuan dengan cara sedikit menyindir mitra tutur yang notabene mahasiswa fakultas hukum. Mitra tutur sedikit kesal dengan sikap penutur, sehingga hanya memberikan jawaban singkat)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C5 : “Maklum lah wong hukum.” (Maklum lah orang hukum)

Tuturan C18: “Ki lho Mas, ngerti to Undang-undange?” (Ini lho Mas, paham Undang-undangnya kan?)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C5: penutur berbicara dengan sinis sembari tersenyum, penutur sengaja melontarkan kata ‘hukum’ untuk menyindir mitra tutur yang memang seorang sarjana hukum, sehingga memiliki watak keras.

Tuturan C18: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua sembari tersenyum menyindir mitra tutur yang notabene mahasiswa fakultas hukum, tuturan penutur seolah-olah meragukan kemampuan mitra tutur, penutur meminta bantuan dengan cara tidak sopan yakni melempar buku ke arah mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C5: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan lunak pada kata hukum, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: lah.

Tuturan C18: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan lunak pada frasa Undang-undange, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: lho dan to.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C5: Ketika membicarakan keadaan masyarakat sering terjadi pro kontra, terlebih dengan anak pertama yang notabene sudah terbiasa dengan ilmu hukum. Mitra tutur selalu keras kepala menyatakan opininya berkaitan tentang hukum. Tiba-tiba penutur melontarkan kata-kata kepada mitra tutur

dengan maksud menyindir. Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur berusia 65 tahun dan mitra tutur berusia 35 tahun. Penutur adalah bapak dari mitra tutur. Tujuan dari penutur yakni mengajak seluruh anggota keluarga untuk memaklumi watak MT yang keras kepala. Tindak verbal yang terjadi ialah ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu tersenyum berusaha mencarikan suasana.

Tuturan C18: Penutur meminta bantuan kepada mitra tutur untuk menyelesaikan PR. Penutur meminta bantuan dengan cara sedikit menyindir mitra tutur yang notabene mahasiswa fakultas hukum. Mitra tutur kesal dengan sikap penutur, sehingga hanya memberikan jawaban singkat. Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur kelas 2 SMP, berusia 14 tahun dan mitra tutur mahasiswa semester 4, berusia 19 tahun. Penutur adalah adik dari mitra tutur. Tujuan dari tuturan penutur ialah menyindir mitra tutur. Tindak verbal yang terjadi adalah ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yakni kesal dan memberi jawaban singkat.

5) Maksud Ketidaksantunan

Kedua tuturan di atas disampaikan dengan maksud yang sama yaitu menyindir mitra tuturnya. Sindiran dalam hal ini berupa sindiran terhadap kemampuan mitra tuturnya.

4.2.3.5 Subkategori Marah Cuplikan tuturan 23

P : “Koe ki anak perawan kok keset!!” (C6)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi sepulang penutur dari bepergian sore

hari. Penutur terkejut melihat keadaan rumah yang sangat berantakan paska ditinggal bepergian. Padahal, penutur sudah memberikan tugas

kepada mitra tutur untuk menjaga kebersihan rumah. Namun, mitra tutur tidak mengindahkan perintah penutur, sehingga penutur menegur mitra tutur dengan ketus)

Cuplikan tuturan 41

MT : “Kalau pulang sekolah itu bantu-bantu orang tua dulu! Jangan lupa Shalat! Ngga langsung main sampai kayak gitu. Sing ngerti kahanan!”

P : “Wooo nenek lampir!!” (C24)

(Konteks tuturan: mitra tutur berusaha menasihati penutur yang sering

membangkang terhadap mitra tutur. Mendengar nasihat tersebut, penutur melontarkan kata-kata yang tidak santun, sehingga mitra tutur tersinggung)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C6: “Koe ki anak perawan kok keset!!” (Kamu itu anak gadis kok pemalas)

Tuturan C24: “Woo nenek lampir!!” 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C6: penutur berbicara dengan ketus sembari menatap mitra tutur sinis, penutur melontarkan kata-kata dengan tujuan menyadarkan mitra tutur agar selayaknya ‘gadis’ yang rajin mengurus rumah.

Tuturan C24: penutur berbicara dengan keras dan ketus, penutur tidak mengindahkan nasihat mitra tutur, penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan kata-kata umpatan, penutur juga berusaha menyamakan mitra tutur dengan sosok ‘nenek lampir’ yang dianggap galak.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C6: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan keras pada kata keset, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: kok.

Tuturan C24: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan keras pada frasa nenek lampir, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa populer, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: woo.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C6: Tuturan terjadi sepulang penutur dari bepergian sore hari. Penutur terkejut melihat keadaan rumah yang berantakan paska ditinggal bepergian, padahal penutur sudah memberikan tugas kepada mitra tutur untuk menjaga kebersihan rumah. Namun, mitra tutur tidak mengindahkan perintah penutur. Akibatnya, penutur menegur mitra tutur dengan ketus. Penutur laki- laki berusia 47 tahun dan mitra tutur perempuan kelas XII SMK, berusia 19 tahun. Penutur adalah bapak dari mitra tutur. Tujuan dari penutur ialah menanggapi tingkah laku MT. Tindak verbal yang terjadi yaitu ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT ialah diam saja dan masuk kamar.

Tuturan C24: Mitra tutur berusaha menasihati penutur yang sering membangkang terhadap mitra tutur. Mendengar nasihat tersebut, penutur melontarkan kata-kata yang tidak santun, sehingga mitra tutur tersinggung. Penutur laki-laki kelas VII SMP, berusia 13 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 40 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan dari tuturan penutur ialah mengungkapkan amarahnya. Tindak verbal yang terjadi ialah ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu pergi meninggalkan penutur.

5) Maksud Ketidaksantunan

Penutur pada tuturan C6 bermaksud mengungkapkan amarahnya terhadap mitra tutur yang sulit diatur, sedangkan penutur pada tuturan C24 menyampaikan tuturannya dengan maksud mengungkapkan kekesalannya terhadap mitra tutur yang dianggap terlalu mengaturnya.

4.2.3.6 Subkategori Menyarankan Cuplikan tuturan 32

P : “Hei kamu tu dikucir rambutnya, nanti nek kuliah budeg lho!” (C15)

MT: (diam saja)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi siang hari dalam suasana santai ketika

mitra tutur sedang bermain di teras rumah bersama teman-temannya. Penutur sedikit terganggu ketika melihat mitra tutur selalu mengurai rambut dan terkesan kurang rapi. Penutur berusaha memberikan saran kepada mitra tutur)

Cuplikan tuturan 37

P : “Ya ampun kalian itu gadis, dandan dong!” (C20) MT : “Ngapain dandan? Iihh Ibu juga ga dandan.”

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga

pada sore hari dalam keadaan santai. Mitra tutur terlihat sedang bersiap-siap hendak pergi. Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur dengan sindiran agar mitra tutur mau memperhatikan penampilan, mengingat usianya yang sudah beranjak dewasa)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C15: “Hei kamu tu dikucir rambutnya, nanti nek kuliah budeg lho!” Tuturan C20: “Ya ampun kalian itu gadis, dandan dong!”

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C15: penutur berbicara dengan keras di hadapan teman-teman mitra tutur, penutur menggunakan kata ‘budeg’ untuk meyakinkan mitra tutur agar

mau mengikat rambutnya, selain itu penutur juga berbicara sembari memegang kepala mitra tutur.

Tuturan C20: penutur berbicara sembari tertawa mengejek dan menatap mitra tutur sinis, penutur juga menggunakan kata ‘gadis’ untuk menyadarkan mitra tutur agar mau berdandan.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C15: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi perintah, tekanan keras pada frasa budeg lho, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu nek, dan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu, budeg, kemudian kata fatis yang terdapat dalam tuturan: heii dan lho.

Tuturan C20: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi perintah, tekanan sedang pada frasa gadis, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu dandan, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: dong.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C15: Tuturan terjadi siang hari dalam suasana santai ketika mitra tutur sedang bermain di teras rumah bersama teman-temannya. Penutur sedikit terganggu ketika melihat mitra tutur selalu mengurai rambut dan terkesan kurang rapi. Penutur berusaha memberikan saran kepada mitra tutur. Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur berusia 57 tahun dan mitra tutur kelas 3 SD. Penutur adalah nenek dari mitra tutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi sekaligus memberikan saran atas penampilan MT. Tindak verbal

yang terjadi ialah ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yakni tidak mengindahkan saran dari penutur.

Tuturan C20: Penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga pada sore hari dalam keadaan santai. Mitra tutur terlihat sedang bersiap-siap hendak pergi. Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur dengan sindiran agar mitra tutur mau memperhatikan penampilan, mengingat usianya yang sudah beranjak dewasa. Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur berusia 64 tahun dan mitra tutur berusia 28 tahun. Penutur adalah ibu dari mitra tutur. Tujuan dari tuturan penutur ialah memberi saran kepada MT. Tindak verbal yang terjadi adalah direktif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu memberikan jawaban sekenanya.

5) Maksud Ketidaksantunan

Dalam subkategori menyarankan, terdapat dua maksud ketidaksantunan. Maksud yang pertama adalah maksud menakut-nakuti yang terdapat pada tuturan C15. Penutur menakut-nakuti mitra tutur agar mau mengikat rambutnya. Lain halnya dengan tuturan C20 yang disampaikan dengan maksud memberikan saran kepada mitra tuturnya agar berkenan memperhatikan

Dokumen terkait