• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka

4.2.4.2 Subkategori Mengejek

P : “Mak, satus ki nol’e piro??” (D4) MT : “Piro yo? 10?”

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur sedang berdiskusi untuk

menyelesaikan PR bersama beberapa anggota keluarga yang lain di ruang keluarga. Penutur sengaja bertanya kepada mitra tutur, padahal penutur sudah mengetahui keterbatasan mitra tutur, yakni tidak dapat membaca. Mendengar pertanyaan tersebut, mitra tutur memberikan jawaban sekenanya)

Cuplikan tuturan 51

MT 1 : “Kalau Mas ini putranya Bapak?

P : “Iya, itu yang masih belum laku mbak, soalnya pengangguran.” (D9)

(Konteks tuturan: penutur sedang berbincang bersama MT 1 di ruang

tamu rumah penutur (Senin, 13 Mei 2013, sekitar pukul 12.10 – 12.35 WIB). MT2 berjalan dari dalam membawakan minuman untuk MT1. MT 1 bertanya kepada penutur perihal MT2. Tiba-tiba penutur melontarkan jawaban bahwa MT2 seorang pengangguran sembari menunjuk MT2)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan D4: “Mak, satus ki nol’e piro?” (Mak, seratus itu nol’nya

berapa?)

Tuturan D9: “Iya, itu yang masih belum laku mbak, soalnya pengangguran.” 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan D4: penutur berbicara dengan lugas di depan anggota keluarga yang lain, penutur sengaja melontarkan pertanyaan kepada orang yang memiliki kelemahan baca tulis agar kebingungan, penutur berbicara kepada orang yang lebih tua.

Tuturan D9: penutur berbicara dengan ketus sembari menunjuk ke arah mitra tutur 2, penutur berbicara langsung di hadapan tamu yang datang, penutur juga berbicara sembari tertawa.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan D4: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan lunak pada nol’e piro, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

Tuturan D9: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan lunak pada pengangguran, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu soalnya. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan D4: Penutur dan mitra tutur sedang berdiskusi untuk menyelesaikan PR bersama beberapa anggota keluarga yang lain di ruang keluarga. Penutur sengaja bertanya kepada mitra tutur, padahal penutur sudah mengetahui keterbatasan mitra tutur, yakni tidak dapat membaca. Mendengar pertanyaan tersebut, mitra tutur memberikan jawaban sekenanya, sehingga seluruh anggota keluarga tertawa. Penutur laki-laki kelas 4 SD, berusia 12 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 42 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan dari tuturan penutur adalah mengajak MT bergurau. Tindak verbal yang terjadi yakni ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu diam saja karena malu tidak dapat membantu mengerjakan PR, kemudian pergi tidur.

Tuturan D9: Penutur sedang berbincang bersama MT1 di ruang tamu rumah penutur (Senin, 13 Mei 2013, sekitar pukul 12.10–12.35 WIB). MT2 berjalan dari dalam membawakan minuman untuk MT1. MT1 bertanya kepada penutur perihal MT2. Tiba-tiba penutur melontarkan jawaban bahwa MT2 seorang

pengangguran sembari menunjuk MT2. Penutur laki-laki berusia 50 tahun, MT1 seorang tamu, dan MT2 laki-laki berusia 23 tahun. Penutur adalah bapak dari MT2. Tujuan tuturan penutur adalah menyuruh MT2 untuk segera mencari pekerjaan. Tindak verbal yang terjadi: ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut:MT2 hanya tersneyum malu kemudian kembali ke belakang.

5) Maksud Ketidaksantunan

Pada tuturan D4 penutur bermaksud mengajak bercanda mitra tuturnya, sedangkan tuturan D9 disampaikan dengan maksud memberi informasi. Pemberian informasi tersebut terkait kelemahan mitra tuturnya. Oleh karena itu, tuturan penutur dipersepsi sebagai tuturan yang menghilangkan muka.

4.2.4.3 Subkategori Kesal Cuplikan tuturan 47

MT : “Huuu.. kui film’e ngomong opo to? Mbok ngomong wae malah jelas!”

P : “Salah’e raiso moco!!” (D5) MT : “Ah yowis, turu wae.”

(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika sedang menonton televisi

bersama. Acara yang dilihat saat itu adalah film berbahasa asing yang tentu dilengkapi dengan terjemahan. Kondisi mitra tutur yang tidak dapat membaca mengakibatkan ia kesulitan untuk memahami acara televisi, mitra tutur bertanya kepada penutur namun penutur menjawab pertanyaan mitra tutur dengan nada kesal)

Cuplikan tuturan 50

P : “Mbok nek ndue anak ki ora akeh-akeh. Mosok manak ping 6. Koyo pitik wae!” (D8)

MT : “Yo biar to, Pak. Banyak anak, banyak rejeki.”

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga

pada sore hari. Penutur berusaha menegur mitra tutur dengan kesal, karena mitra tutur sudah mempunyai 6 anak. Jumlah yang terlalu banyak menurut penutur)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan D5: “Salah’e raiso moco!!” (Salah sendiri tidak dapat membaca)

Tuturan D8: “Mbok nek ndue anak ki ora akeh-akeh. Mosok manak ping 6. Koyo pitik wae!” (Kalau punya anak itu jangan banyak-banyak. Punya anak kok 6 kali. Seperti ayam saja!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan D5: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan ketus, penutur sengaja tidak menjawab pertanyaan mitra tutur padahal penutur sudah mengetahui bahwa mitra tutur kesulitan membaca, penutur juga berbicara di hadapan anggota keluarga lain.

Tuturan D8: penutur berbicara kepada mitra tutur dengan ketus, penutur melontarkan kata-kata yang seolah-olah menyetarakan sifat manusia dengan binatang, penutur berbicara tanpa memahami suasana hati mitra tutur, penutur juga berbicara di hadapan anggota keluarga yang lain.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan D5: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan keras pada kata salahe, nada tinggi, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

Tuturan D8: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan keras pada frasa koyo pitik wae, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: mbok.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan D5: Tuturan terjadi ketika sedang menonton televisi malam hari. Acara yang dilihat saat itu adalah film berbahasa asing yang tentu dilengkapi dengan terjemahan. Kondisi mitra tutur yang tidak dapat membaca mengakibatkan ia kesulitan memahami acara televisi, mitra tutur bertanya kepada penutur. Namun, penutur menjawab pertanyaan mitra tutur dengan nada kesal. Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur kelas XII SMK, berusia 19 tahun dan mitra tutur berusia 42 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan tuturan penutur adalah mengungkapkan kekesalannya. Tindak verbal yang terjadi: ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut: MT kesal dan pergi tidur.

Tuturan D8: Penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga pada sore hari. Penutur berusaha menegur mitra tutur dengan kesal, karena mitra tutur sudah mempunyai 6 anak. Jumlah yang terlalu banyak menurut penutur. Penutur laki- laki berusia 75 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 45 tahun. Penutur adalah bapak dari mitra tutur. Tujuan dari tuturan penutur adalah menyadarkan MT untuk tidak menambah jumlah anak lagi. Tindak verbal yang terjadi: ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut: MT tersenyum malu kemudian memberikan jawaban untuk membela diri.

5) Maksud Ketidaksantunan

Kedua tuturan tersebut memiliki maksud yang berbeda. Tuturan D5 disampaikan dengan maksud mengungkapkan kekesalan penutur akibat ketidakmampuan mitra tuturnya dalam hal membaca, sedangkan tuturan D8

disampaikan dengan maksud memrotes mitra tuturnya karena memiliki anak dengan jumlah banyak.

4.2.4.4 Subkategori Menegaskan

Dokumen terkait