• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak

4.2.2.1 Subkategori Menyindir

P : “Sudah hampir setahun, sudah mau punya anak belum?” (B1) MT : “Belum, Pak.”

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur sedang berbincang-bincang di

ruang keluarga pada suasana santai. Penutur merasa bahwa sudah waktunya bagi mitra tutur untuk memiliki keturunan. Oleh karena itu, penutur menanyakan hal tersebut kepada mitra tutur tanpa memahami perasaan MT)

Cuplikan tuturan 10

MT 1 : “Pak, ada yang mencari” (berjalan menghampiri penutur dan

diikuti oleh MT2 yang berjalan pelan di belakang MT1). P : “Wis meh maghrib kok ono tamu!!” (B4)

(Konteks tuturan: penutur sedang berada di teras rumah saat matahari

mulai tenggelam. Tiba-tiba MT 1 datang memberitahu penutur bahwa MT 2 ingin bertemu dengan penutur. Suasana yang terjadi dalam tuturan adalah serius. Penutur merasa kesal dengan kedatangan MT 2 yang dianggap mengganggu aktivitas penutur, karena hari sudah petang. Penutur melontarkan kata-kata yang menyinggung MT2)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B1: “Sudah hampir setahun, sudah mau punya anak belum?” Tuturan B4: “Wis meh maghrib kok ono tamu!!” (Sudah maghrib kok

ada tamu!!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B1: penutur berbicara dengan lugas tanpa memahami perasaan mitra tutur, penutur menatap mitra tutur sinis, penutur sengaja bertanya kepada orang yang memang belum memiliki keturunan.

Tuturan B4: penutur berbicara dengan ketus tanpa melihat ke arah mitra tutur, penutur berbicara sembari berjalan meninggalkan mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B1: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan lunak pada frasa hampir setahun, nada rendah, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu kata mau dan punya.

Tuturan B4: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan keras pada frasa meh maghrib, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: kok.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B1: Penutur dan mitra tutur sedang berbincang-bincang di ruang keluarga pada suasana santai. Penutur merasa bahwa sudah waktunya bagi mitra tutur untuk memiliki keturunan. Oleh karena itu, penutur menanyakan hal tersebut kepada mitra tutur tanpa memahami perasaan MT. Penutur laki-laki berusia 65 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 33 tahun. Penutur adalah bapak mertua dari mitra tutur. Tujuan penutur adalah mengungkapkan keinginannya untuk segera menimang cucu. Tindak verbal yang terjadi ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah MT tersinggung dan hanya menjawab pertanyaan penutur dengan singkat.

Tuturan B4: Penutur sedang berada di teras rumah saat matahari mulai tenggelam. Tiba-tiba MT1 datang memberitahu penutur bahwa MT2 ingin

bertemu dengan penutur. Suasana yang terjadi dalam tuturan adalah serius. Penutur merasa kesal dengan kedatangan MT2 yang dianggap mengganggu aktivitas penutur, karena hari sudah petang. Penutur melontarkan kata-kata yang menyinggung MT2. Penutur dan MT2 laki-laki, sedangkan MT1 perempuan. Penutur berusia 65 tahun, MT 1 ibu berusia 50 tahun, dan MT 2 berusia 40 tahun. Penutur adalah kerabat dekat MT2. Tujuan penutur yaitu mengungkapkan ketidaksenangnya terhadap kedatangan MT2. Tindak verbal yang terjadi ialah ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut yakni MT2 sedikit tersinggung namun tetap menunggu penutur.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan B1 disampaikan penutur dengan maksud menyindir mitra tuturnya yang belum juga memiliki keturunan. Lain halnya dengan maksud mengusir yang disampaikan secara tidak langsung oleh penutur, seperti pada tuturan B4.

4.2.2.2 Subkategori Marah Cuplikan tuturan 9

P : “Neng ngomah ki ngopo wae??” (B3)

MT : “Gaweanku ki akeh. Ojo ming nyalahke aku terus!!”

(Konteks tuturan: penutur pulang dari sawah dan menjumpai mitra tutur

di dapur pada sore hari. Saat itu, penutur marah ketika pulang dari sawah belum ada air panas untuk mandi dan minum. Maka, penutur melontarkan kata-kata kepada mitra tutur tanpa menyadari tuturannya telah menyinggung mitra tutur)

Cuplikan tuturan 16

P : “Mpun, kulo ajeng jagong! Mang tunggu sak jam!!” (B10) (Konteks tuturan: tuturan terjadi di teras rumah ketika mitra tutur

mengunjungi rumah penutur pada siang hari (Kamis, 13 Juni 2013). Setiap kali bertamu, mitra tutur selalu mengungkapkan maksud yang tidak jelas, sehingga mengakibatkan penutur enggan. Penutur menanggapi kedatangan mitra tutur dengan melontarkan kata-kata ketus dan bernada tinggi)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B3: “Neng ngomah ki ngopo wae??” (Di rumah itu apa saja yang dikerjakan?)

Tuturan B10: “Mpun, kulo ajeng jagong! Mang tunggu sak jam!!” (Sudah,

saya hendak menghadiri pesta pernikahan! Tunggu saja satu jam!!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B3: penutur berbicara dengan ketus sembari berdiri.

Tuturan B10: penutur berbicara dengan keras dan ketus, penutur berbicara di hadapan tamu yang datang, penutur berbicara sembari berjalan masuk ke dalam rumah dan meninggalkan mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B3: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan keras pada frasa ngopo wae, nada tinggi, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

Tuturan B10: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi perintah, tekanan keras pada frasa sak jam, nada tinggi, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B3: Penutur pulang dari sawah dan menjumpai mitra tutur di dapur pada sore hari. Saat itu penutur marah ketika pulang dari sawah belum ada air panas untuk mandi dan minum. Penutur melontarkan kata-kata kepada mitra tutur dengan nada tinggi tanpa menyadari tuturannya telah menyinggung mitra tutur. Penutur laki-laki berusia 59 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 57 tahun. Penutur merupakan suami dari mitra tutur. Tujuan penutur adalah

mengungkapkan amarahnya kepada MT yang dinilai kurang peduli terhadap keadaan rumah. Tindak verbal yang terjadi ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah MT menjawab pertanyaan penutur dengan kesal kemudian pergi meninggalkan penutur.

Tuturan B10: Tuturan terjadi di teras rumah ketika mitra tutur mengunjungi rumah penutur pada siang hari (Kamis, 13 Juni 2013). Setiap bertamu, mitra tutur selalu mengungkapkan maksud yang tidak jelas, sehingga mengakibatkan penutur enggan menjumpai mitra tutur. Penutur menanggapi kedatangan mitra tutur dengan melontarkan kata-kata ketus dan bernada tinggi. Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur berusia 55 tahun dan mitra tutur berusia 49 tahun. Penutur adalah kerabat jauh MT. Tujuan dari penutur adalah mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap kedatangan penutur. Tindak verbal yang terjadi adalah ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut yakni MT pergi.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan B3 disampaikan dengan maksud kesal terhadap sikap mitra tuturnya, sedangkan tuturan B10 disampaikan dengan maksud mengusir mitra tuturnya.

4.2.2.3 Subkategori Memerintah Cuplikan tuturan 11

P : “Kene, aku meh ngomong!” (B5)

MT : “Yoo, hati-hati. Ngomong yo ngomong tapi kan ngga perlu mutus-mutus sembarangan ngono kui.”

(Konteks tuturan: mitra tutur sedang menerima telepon dari anggota

keluarga lain yang berada di luar kota. Tiba-tiba penutur mengambil telepon genggam dari mitra tutur dengan cara yang kurang sopan, sehingga mengakibatkan mitra tutur kesal dan terganggu)

Cuplikan tuturan 13

MT : “Koe ngerti ora nek mbak ki repot?”

(Konteks tuturan: mitra tutur sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah.

Penutur datang menghampiri dengan menyodorkan buku kepada mitra tutur. Penutur meminta bantuan kepada mitra tutur tanpa menyadari kesibukan yang dialami oleh mitra tutur)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B5: “Kene, aku meh ngomong!” (Sini, aku ingin bicara!)

Tuturan B7: “Mbak, garapke iki!” (Mbak, kerjakan ini!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B5: penutur berbicara dengan ketus, penutur langsung merebut telepon genggam dari mitra tutur dengan tidak sopan, penutur berbicara dan melakukan tindakan sembari berdiri, penutur tidak menyadari bahwa tindakannya mengganggu mitra tutur.

Tuturan B7: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua tanpa sungkan sedikit pun, penutur kurang peduli dengan aktivitas yang sedang dikerjakan oleh mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B5: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan keras pada kata kene, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

Tuturan B7: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi perintah, tekanan lunak pada frasa garapke iki, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B5: Mitra tutur sedang menerima telepon dari anggota keluarga yang berada di luar kota. Tiba-tiba penutur mengambil telepon genggam dari mitra tutur dengan cara yang kurang sopan, sehingga mengakibatkan mitra tutur kesal dan terganggu. Penutur seorang ibu berusia 52 tahun dan mitra tutur seorang bapak berusia 52 tahun. Penutur adalah istri dari mitra tutur. Tujuan dari penutur ingin ikut berbicara dengan kerabat melalui telepon. Tindak verbal yang terjadi ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah MT kesal dan menasihati penutur.

Tuturan B7: Mitra tutur sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah di ruang belajar pada malam hari. Penutur datang menghampiri dengan menyodorkan buku kepada mitra tutur. Penutur meminta tolong agar mitra tutur mau membantu mengerjakan PR. Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur berusia 16 tahun dan mitra tutur mahasiswa semester 8 berusia 22 tahun. Penutur adalah adik mitra tutur. Tujuan dari penutur adalah menyuruh mitra tutur mengerjakan PR. Tindak verbal yang terjadi yaitu ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut yakni MT merasa terganggu kemudian menanggapi permintaan penutur dengan singkat.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan B5 memiliki maksud memerintah mitra tuturnya, sedangkan pada tuturan B7 penutur bermaksud meminta bantuan dalam pengerjaan tugas.

4.2.2.4 Subkategori Kecewa Cuplikan tuturan 12

P : “Sesok meneh ojo nyayur ngene iki, Mak!!” (B6)

MT : “Koe ki mbok ngerti simbok ki ijen, maem sak anane wae!”

(Konteks tuturan: penutur hendak mengambil makan sembari mencicipi

masakan mitra tutur di ruang makan. Penutur kurang menyukai masakan mitra tutur, kemudian mengomentarinya dengan ketus)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B6: “Sesok meneh ojo nyayur ngene iki, Mak!!” (Besok lagi jangan masak sayur seperti ini, Mak!!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B6: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan ketus, penutur berbicara sembari berdiri tanpa rasa bersalah, penutur mengurungkan niatnya untuk mengambil makanan.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B6: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi perintah, tekanan keras pada frasa ojo nyayur, nada tinggi, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B6: Penutur hendak mengambil makan sembari mencicipi masakan mitra tutur di ruang makan. Penutur kurang menyukai masakan mitra tutur, kemudian mengomentarinya dengan ketus. Penutur tidak menyadari bahwa kata-katanya telah menyinggung mitra tutur. Penutur laki-laki berusia 21 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 50 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan dari penutur mengungkapkan kekecewaannya terhadap masakan mitra tutur. Tindak verbal yang terjadi ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan

tersebut adalah mitra tutur kesal lalu melontarkan kata-kata kepada penutur dan meninggalkannya.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan B6 disampaikan dengan maksud memberi saran terhadap masakan mitra tutur, namun pemberian saran itu ternyata mengakibatkan mitra tuturnya kurang berkenan.

4.2.2.5 Subkategori Menanyakan Cuplikan tuturan 14

P : “Ngopo mbah kok ra maem??” (B8)

MT : “Lha yo wong seko sawah kesel-kesel kok ra ono wedang panas.” (Konteks tuturan: mitra tutur kesal ketika pulang dari sawah pada sore

hari belum ada air panas untuk mandi. Kekesalan mitra tutur diperlihatkan dengan cara berdiam diri. Melihat tingkah laku mitra tutur yang tidak seperti biasanya, penutur kemudian bertanya kepada mitra tutur tanpa rasa bersalah sedikit pun)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B8: “Ngopo mbah kok ra maem??” (Kenapa mbah kok tidak makan?)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B8: penutur bertanya kepada mitra tutur dengan datar tanpa merasa bersalah, penutur tidak menyadari bahwa pertanyaannya membuat mitra tutur tidak berkenan, penutur bertanya di waktu yang kurang tepat.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B8: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan lemah pada frasa ra maem, nada rendah, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang ditemukan: kok.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B8: Mitra tutur kesal ketika pulang dari sawah pada sore hari belum ada air panas untuk mandi. Kekesalan mitra tutur diperlihatkan dengan cara berdiam diri. Melihat tingkah laku mitra tutur yang tidak seperti biasanya, penutur kemudian bertanya kepada mitra tutur tanpa rasa bersalah sedikit pun. Penutur perempuan berusia 59 tahun dan mitra tutur laki-laki berusia 61 tahun. Penutur adalah istri dari mitra tutur. Tujuan dari penutur yaitu menanggapi tingkah laku MT yang berbeda. Tindak verbal yang terjadi adalah ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah mitra tutur menjawab sekenanya dan pergi meninggalkan penutur.

5) Maksud Ketidaksantunan

Penutur bermaksud menanyakan suatu hal kepada mitra tutur, karena melihat tingkah laku mitra tutur yang tidak seperti biasanya.

4.2.2.6 Subkategori Mengancam Cuplikan tuturan 15

P : “Tak jewer koe mengko nek ngeyel!!” (B9)

(Konteks tuturan: Senin, 10 Juni 2013, sekitar pukul 11.30 – 12.30 WIB di persawahan. Penutur sedang kerepotan mengangkat dedaunan untuk makanan sapi ke atas motor, sedangkan mitra tutur yang berada di dekatnya terlihat asik bermain karena mitra tutur merasa bahwa tugasnya telah usai. Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur dengan melontarkan kata-kata yang sedikit mengancam)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B9: “Tak jewer koe mengko nek ngeyel!!” (Saya jewer kamu nanti kalau sulit diatur!!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B9: penutur berbicara dengan ketus dan keras, penutur berbicara sembari menunjuk ke arah mitra tutur dengan tatapan mata terbelalak, penutur berbicara dengan melontarkan ancaman di hadapan banyak orang.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B9: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan keras pada frasa tak jewer, nada tinggi, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B9: Senin, 10 Juni 2013, sekitar pukul 11.30 – 12.30 WIB di persawahan. Penutur sedang kerepotan mengangkat dedaunan untuk makanan sapi ke atas motor, sedangkan mitra tutur yang berada di dekatnya terlihat asik bermain dan merasa bahwa tugasnya telah usai. Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur dengan melontarkan kata-kata ancaman. Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur berusia 45 tahun dan mitra tutur berusia 4 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan dari penutur yaitu mengungkapkan kekesalannya. Tindak verbal yang terjadi adalah ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut yakni MT menghentikan aktivitas bermainnya dengan mata yang memerah menahan tangis.

5) Maksud Ketidaksantunan

Terdapat satu tuturan dalam subkategori mengancam ini, yaitu tuturan B9. Meskipun termasuk dalam subkategori mengancam, pada kenyataannya tuturan

ini disampaikan dengan maksud menakut-nakuti mitra tuturnya yang dianggap telah mengganggu aktivitas penutur.

4.2.2.7 Subkategori Menegaskan Cuplikan tuturan 17

P : “Bu, sesok mbayar uang kuliah. Telate dua hari lagi.” (B11) MT : “Lha le ngomong kok ra sesok pas hari-H wae. Tuku iki, tuku kui kok mendadak. Nek mendadak ki duit yo nganggo golek, ora dadakan koyo ngono!”

(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur pulang dari kuliah siang

hari dalam suasana santai. Penutur secara tiba-tiba memberi tahu mitra tutur bahwa 2 hari lagi batas akhir pembayaran uang kuliah. Penutur tidak menyadari bahwa perkataannya membuat mitra tutur terkejut dan kurang berkenan)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B11: “Bu, sesok bayar uang kuliah. Telate dua hari lagi.” (Bu, besok membayar uang kuliah. Paling lambat dua hari lagi).

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B11: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan santai tanpa sungkan, penutur berusaha memberi penegasan perihal pembayaran uang kuliah.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B11: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan lunak pada frasa sesok bayar, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu pada kata sesok dan telate. Selain itu, terdapat penggunaan kata tidak baku, yaitu

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B11: Tuturan terjadi ketika penutur pulang dari kuliah siang hari ketika suasana santai. Penutur secara tiba-tiba memberi tahu mitra tutur bahwa 2 hari lagi batas akhir pembayaran uang kuliah. Penutur tidak menyadari bahwa perkataannya membuat mitra tutur terkejut dan kurang berkenan. Penutur laki-laki, semester 4 berusia 20 tahun dan mitra perempuan berusia 45 tahun. Penutur adalah anak mitra tutur. Tujuan dari penutur adalah memberi tahu kepada MT. Tindak verbal yang terjadi adalah ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut yakni MT terkejut dan menanggapi pernyataan penutur dengan ketus.

5) Maksud Ketidaksantunan

Pada tuturan B11, penutur bermaksud memberi informasi kepada mitra tuturnya perihal pembayaran uang kuliah. Namun, pemberian informasi itu justru mengakibatkan mitra tuturnya kurang berkenan, karena dianggap terlalu mendadak.

Dokumen terkait