• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Hutan Produksi Terbatas S S TS TS TS SB S S S

2. Hutan Produksi S S TS TS TS SB S S S

3. Pertanian Lahan Basah S S TS TS S SB S S S

4. Pertanian Lahan Kering S S TS S S SB S S TS

5. Perkebunan S S TS TS TS SB S S TS 6. Peternakan S S S S S SB S S TS 7. Perikanan Budidaya S S S S S SB S S S 8. Permukiman S S S S S SB S S TS 9. Pertambangan SB SB SB SB SB S S SB TS Catatan:

Pembacaan tabel ini dilakukan dengan cara melihat kondisi pemanfaatan aktual terhadap rencana pemanfaatan ruang yang akan diimplementasikan, sebagai ilustrasi perpotongan sel antara kolom padang rumput dan baris hutan lindung dikatakan sebagai sesuai, artinya kondisi padang rumput sesuai untuk perencanaan sebagai hutan lindung.

Daya Dukung Lingkungan Hidup

Penentuan status daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu ketersediaan dan kebutuhan lingkungan hidup. Melalui pendekatan dengan metode ini, dapat diketahui status daya dukung lingkungan hidup di suatu wilayah, apakah dalam kondisi surplus atau defisit. Kondisi surplus diperoleh jika ketersediaan lingkungan hidup lebih besar daripada kebutuhan lingkungan hidup. Perhitungan status mengenai daya dukung lingkungan hidup sepenuhnya mengacu kepada metode perhitungan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah. Indikator yang digunakan untuk menentukan daya dukung lingkungan hidup adalah dengan pendekatan perhitungan terhadap ketersediaan dan kebutuhan lahan dan air.

Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data total produksi aktual setempat dari setiap komoditas di suatu wilayah, dengan menjumlahkan produk dari semua komoditas yang ada di wilayah tersebut. Untuk penjumlahan ini digunakan harga sebagai faktor konversi karena setiap komoditas memiliki satuan yang beragam. Sementara itu, kebutuhan lahan dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak.

Perhitungan kebutuhan lahan dilakukan dengan menggunakan rumus :

� =�× �

Dimana : DL = Total kebutuhan lahan setara beras (ha)

N = Jumlah penduduk (orang)

KHLL = Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup

layak per penduduk, dimana :

a. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup

layak per penduduk merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi produktifitas beras lokal.

b.Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan

sebesar 1 ton setara beras/kapita/tahun.

lokal, dapat menggunakan data rata-rata produktfitas beras nasional sebesar 2.400 kg/ha/tahun.

Perhitungan ketersediaan lahan dilakukan dengan menggunakan rumus :

� = (����)

�� ×

1

����

Dimana : SL = Ketersediaan Lahan (ha)

Pi = Produksi aktual tiap jenis komoditi (satuan tergantung

kepada jenis komoditas)

Komoditas yang diperhitungan meliputi pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan

Hi = Harga satuan tiap jenis komoditas (Rp/satuan) di tingkat

produsen

Hb = Harga satuan beras (Rp/kg) di tingkat produsen

Ptvb = Produktivitas beras (kg/ha)

Faktor konversi yang digunakan untuk menyetarakan produk non beras dengan beras adalah harga. Agar mempermudah dalam perhitungan konversi harga dapat digunakan contoh seperti terlihat pada Tabel 8 dalam menghitung total nilai produksi {Σ(Pi ×Hi)}. Secara garis besar alur proses perhitungan daya dukung lahan dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Alur proses perhitungan daya dukung lahan.

Perhitungan ketersediaan air ditentukan dengan menggunakan koefisien limpasan yang dimodifikasi dari metode rasional berdasarkan informasi penggunaan lahan serta data curah hujan tahunan. Sementara itu, perhitungan kebutuhan air dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak. Perhitungan ketersediaan air dilakukan dengan menggunakan rumus :

SA = 10 × C × R × A

Nilai C dan R didekati dengan menggunakan rumus :

C = Σ(Ci×Ai)/ΣAi

R = ΣRi / m

Dimana : SA = Ketersediaan air (m3/tahun)

C = Ketersediaan limpasan tertimbang

Ci = Koefisien limpasan penggunaan lahan (Tabel 9)

Ai = Luas penggunaan lahan i (ha) dari data BPS atau Daerah

Dalam Angka atau dari data Badan Pertanahan Nasional (BPN)

R = Rata-rata aljabar curah hujan tahunan wilayah

(mm/tahunan) dari data BPS atau BMG atau dinas terkait setempat

Ri = Curah hujan tahunan pada stasiun i

m = Jumlah stasiun pengamatan curah hujan

A = Luas wilayah (ha)

10 = Faktor konversi dari mm.ha menjadi m3

Tabel 8 Contoh perhitungan nilai produksi total

No. Komoditas Produksi

(Pi)

Harga Satuan (Hi)

Nilai Produksi (Pi ×Hi)

1. Padi dan palawija, antara lain :

Padi, Jagung, dst

2. Buah-buahan, antara lain :

Mangga, Jeruk, dst

3. Sayur mayur, antara lain :

Bawang merah, Bawang Putih, dst

No. Komoditas Produksi (Pi) Harga Satuan (Hi) Nilai Produksi (Pi ×Hi)

4. Tanaman obat-obatan, antara

lain :

Jahe, Lengkuas, dst

5. Produksi daging, antara lain :

Sapi, Kambing, dst

6. Produksi telur, antara lain :

Ayam kampung, Ras, dst

7. Produksi susu, antara lain :

Sapi

8. Perikanan

9. Perkebunan, antara lain :

Kelapa, Kopi, dst 10. Kehutanan :

Kayu dan Non Kayu TOTAL

Perhitungan kebutuhan air dilakukan dengan menggunakan rumus :

DA = N × KHLA

Dimana : DA = Total kebutuhan air (m3/tahun)

N = Jumlah penduduk (orang)

KHLA = Kebutuhan air untuk hidup layak

= 1.600 m3 air/kapita/tahun

Tabel 9 Koefisien limpasan

No. Deskripsi Permukaan Koefisien

Limpasan (Ci)

1. Kota, jalan aspal, atap genteng 0,7 – 0,9

2. Kawasan industri 0,5 – 0,9

3. Permukaan multi unit, pertokoan 0,6 – 0,7

4. Kompleks perumahan 0,4 – 0,6

5. Villa 0,3 – 0,5

6. Taman, pemakaman 0,1 – 0,3

7. Pekarangan tanah berat :

a. > 7% b. 2 – 7% c. < 2%

0,25 – 0,35 0,18 – 0,22

No. Deskripsi Permukaan Koefisien Limpasan (Ci)

0,13 – 0,17

8. Pekarangan tanah ringan :

a. > 7% b. 2 – 7% c. < 2% 0,15 – 0,2 0,10 – 0,15 0,05 – 0,10 9. Lahan berat 0,40 10. Padang rumput 0,35

11. Lahan budidaya pertanian 0,30

12. Hutan produksi 0,18

Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah

Secara singkat alur proses perhitungan daya dukung air dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Alur proses perhitungan daya dukung air.

(Sesuai dengan Permen LH Nomor 17 Tahun 2009)

Status daya dukung lingkungan hidup, baik lahan maupun air diperoleh dengan membandingkan nilai antara ketersediaan lahan/air dan kebutuhan lahan/air. Jika ketersediaan lahan/air lebih besar daripada kebutuhan lahan/air

maka daya dukung lahan/air tersebut dinyatakan surplus, sedangkan jika ketersediaan lahan/air lebih kecil daripada kebutuhan lahan/air maka daya dukung lahan/air tersebut dinyatakan defisit.

Arahan Pemanfaatan Ruang Berbasis Daya Dukung Lingkungan Hidup Arahan pemanfaatan ruang dibuat sebagai arahan dalam merumuskan wilayah-wilayah yang dapat digunakan sebagai kawasan budidaya atau kawasan lindung. Faktor utama yang digunakan dalam merumuskan arahan pemanfaatan ruang yaitu kelas kemampuan lahan. Alasan utama digunakannya faktor kelas kemampuan lahan sebagai dasar dalam menyusun arahan pemanfaatan ruang yaitu sesuai dengan konsep utama daya dukung lingkungan hidup, pengalokasian pemanfaatan ruang harus mempertimbangkan aspek kemampuan lahannya sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan.

Pengalokasian pemanfaatan ruang yang dilakukan dengan

mempertimbangkan kemampuan lahan hanya terkait dengan aspek fisik lahan sedangkan aspek lainnya seperti keanekaragaman hayati dipertimbangkan dengan memperhatikan kriteria kawasan lindung sesuai dengan peraturan perundangan. Secara singkat tahapan analisis yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 14.

Berdasarkan alur pada Gambar 14, akan diperoleh tiga skenario yang akan digunakan sebagai pertimbangan dalam arahan pemanfaatan ruang. Masing- masing skenario memiliki satu atau lebih faktor utama yang digunakan sebagai kriteria dalam menyusun arahan pemanfaatan ruang. Secara rinci kaitan antara skenario, fungsi kawasan dan kriteria yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Keterkaitan antara skenario, faktor pertimbangan dan kriteria yang digunakan untuk mernyusun arahan pemanfaatan ruang

No Skenario Fungsi Kawasan Kriteria

1. Skenario I a. Lindung Kelas Kemampuan VII dan VIII b. Budidaya Kelas Kemampuan I sampai IV 2. Skenario II a. Lindung Kelas Kemampuan VII dan VIII

atau

Kawasan Hutan Negara Berfungsi Lindung (Hutan Lindung dan Hutan Konsevasi)

b. Budidaya Bukan termasuk dalam kriteria lindung pada skenario II

3. Alternatif a. Lindung Kelas Kemampuan VII dan VIII atau

Kawasan Hutan Negara atau

Pemanfaatan lahan aktual yang mampu berfungsi lindung

b. Budidaya Bukan termasuk dalam kriteria lindung pada Alternatif

Proses analisis spasial dilakukan terhadap masing-masing skenario yang dihasilkan dengan memperhatikan aspek sebaran, distribusi, ukuran dan luasan. Dalam penelitian ini analisis spasial dilakukan secara manual dengan melihat visualisasi obyek yang tergambar dalam peta.

Pemilihan skenario terpilih dari tiga skenario yang dihasilkan dengan mempertimbangkan kriteria proporsi luasan kawasan lindung. Di dalam peraturan perundangan, proporsi luasan minimal kawasan lindung yang terdapat dalam suatu wilaya ditetapkan sebesar 30% dari luas wilayah. Kawasan lindung yang

dimaksud dalam penelitian adalah areal atau wilayah yang memiliki fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam maupun sumber daya buatan. Selain itu terdapat pertimbangan lain yang berkaitan dengan kecukupan luasan pemenuhan penetapan areal kawasan lindung sebesar 74,2% sebagaimana ditetapkan dalam rancangan rencana pemanfaatan

ruang RTRW Kabupaten Garut 2010 – 2030.

Batasan-batasan

Beberapa batasan yang terdapat dalam kajian ini antara lain:

1. Wilayah kajian adalah Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat

2. Pemanfaatan lahan aktual adalah penutupan dan atau penggunaan lahan pada

saat dilakukan analisis yang dihasilkan dari interpretasi citra satelit

3. Rencana pemanfaatan ruang adalah rencana pengalokasian pemanfaatan

ruang yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai arahan dalam pemanfaatan ruang di suatu wilayah.

4. Semua data yang digunakan dalam melakukan perhitungan daya dukung

lingkungan hidup diolah berdasarkan sumber data sekunder (data statistik kabupaten) sedangkan data harga beberapa komoditas diperoleh melalui survey harga pada tingkat produsen

5. Data peta yang diperoleh tidak semuanya mempunyai standar dan format

yang sama sehingga memerlukan beberapa penyesuaian sebelum dapat diolah lebih lanjut

6. Luasan yang diperoleh dari hasil analisis dapat berbeda dengan luasan yang

terdapat dalam statistik. Perbedaan ini mungkin disebabkan perbedaan metode perhitungan dan tingkat ketelitian alat dan bahan yang digunakan. Oleh sebab itu pemanfaatan data yang diperoleh melalui penelitian ini disarankan lebih mengedepankan nilai proporsi (persen) terhadap luas keseluruhan.

Dokumen terkait