• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL PENDUGAAN MODEL DAN PEMBAHASAN

5.2 Kayu Bulat

Fenomena kayu bulat yang akan dilihat meliputi perilaku produksi, perilaku ekspor kayu bulat Indonesia dan permintaan kayu bulat domestik oleh masing- masing industri pengolahan kayu primer. Setelah melakukan beberapa alternatif spesifikasi model, maka dipilih model yang dapat menggambarkan hubungan permintaan dan penawaran yang menentukan aliran kayu bulat yang terdiri dari beberapa persamaan perilaku, baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor.

5.2.1.Produksi Kayu Bulat

Model produksi kayu bulat Indonesia hasil pendugaan parameter pada produksi kayu bulat dapat dilihat pada Tabel 6.

88

Tabel 6. Hasil Pendugaan Parameter Produksi Kayu Bulat (QRINA)

Elastisitas Vari able

Parame ter Es timate

Standar d

Error t hitung Prob >

|T| ESR ELR

INTERCEP (Intercept) 32632 6723833 4.853 0.000

DPRINA R (Selisih Harga Kayu Bulat Indonesia t dan

t-1) 18.201564 18.73471 0.972 0.347 0.076 0.112

INRTS (Suku Bunga) -818.29156 227.5960 -3.595 0.003 -0.608 -0.898

PSDH (Provisi Su mber

Daya Hutan) -0.045069 0.096055 -0.469 0.646 -0.022 -0.032

LDNRBS (Lag Dana

Reboisasi) -0.003237 0.026768 -0.121 0.905 -0.004 -0.006

UPAH (Upah Buruh) -0.657625 0.371537 -1.770 0.097 -0.138 -0.203

LQRINA (Lag QRINA) 0.322414 0.184864 1.744 0.102

R2 = 0.8681, Fhitung = 16.459, Dw = 1.584

Berdasarkan Tabel 6. dapat dilihat bahwa dari enam variabel penjelas ada 3 variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap produksi kayu bulat untuk uji statistik pada taraf nyata 20 %, yaitu variabel suku bunga (INRTS) dengan tanda negatif, variabel upah (Upah) dengan tanda negatif dan variabel produksi kayu bulat satu tahun sebelumnya (LQRINA) dengan tanda positif. Meskipun berpengaruh nyata, respon produksi kayu bulat terhadap ketiga variabel tersebut inelastis dalam jangka pendek. Hal Ini menunjukkan bahwa penurunan produksi kayu bulat tidak dipengaruhi secara nyata oleh kenaikan provisi sumber daya hutan maupun kenaikan dana reboisasi tahun sebelumnya tetapi dipengaruhi secara nyata oleh kenaikan suku bunga bank dan kenaikan upah buruh dengan elastisitas jangka pendek masing- masing sebesar (-0.61) dan (-0.14), sedangkan untuk elastisitas jangka panjang masing- masing (-0.90) dan (-0.20). Hal ini berarti kenaikan suku bunga bank satu persen akan menurunkan produksi kayu bulat sebesar 0.61 persen untuk jangka pendek dan 0.90 persen untuk jangka panjang,

jangka pendek produksi kayu bulat akan turun 0.14 persen dan dalam jangka panjang akan turun sebesar 0.20 persen, ceteris paribus.

Produksi kayu bulat ternyata dipengaruhi secara nyata oleh bunga bank dan upah buruh dibandingkan dengan variabel lainnya. Hal ini dapat dijelaskan karena keduanya merupakan variabel yang sangat berkaitan dengan biaya modal, memerlukan biaya modal yang cukup besar, hanya para pengusaha besar yang bisa mendapatkan hak pengusahaan hutan. Agar bergerak dibidang pengusahaan hutan harus mendapatkan dukungan pembiayaan dari bank, sehingga kenaikan suku bunga bank akan menyulitkan para pengusaha kayu dalam melakukan usahanya. Bunga bank di Indonesia adalah tertinggi di dunia sehingga peningkatan bunga sedikit saja berpengaruh pada biaya operasi perusahaan yang tentunya akan berdampak pada output perusahaan.

5.2.2. Ekspor Kayu Bulat Indonesia

Tabel 7 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan ekspor kayu bulat Indonesia (XRINA) dengan nilai R2 sebesar 0.94 menggambarkan bahwa sekitar 94 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku model persamaan ekspor kayu bulat Indonesia. Dari hasil pendugaan statistik, lima dari enam variabel penjelasnya tidak berpengaruh secara nyata yaitu harga riil kayu bulat dunia, selisih (delta) antara nilai tukar tahun berjalan dengan satu tahun sebelumnnya, selisih antara produksi tahun berjalan dengan produksi tahun sebelumnya, dummy larangan ekspor, dan pajak ekspor.

Respon ekspor kayu bulat terhadap perubahan kelima variabel penjelas tersebut adalah inelastis dalam jangka pendek sedangkan untuk variabel harga riil kayu bulat dunia dan variabel selisih antara produksi tahun berjalan dengan

90

produksi tahun sebelumnya dalam jangka panjang, bersifat elastis. Variabel ekspor kayu bulat Indonesia tahun sebelumnya atau lag ekspornya berpengaruh nyata walaupun inelastis dalam jangka pendek tetapi elastis dalam jangka panjang. Jadi dapat diartikan bahwa harga riil kayu bulat dunia, nilai tukar tahun sebelumnya dan selisih produksi tahun berjalan dengan produksi tahun sebelumnya bukan faktor utama yang mempengaruhi terhadap perubahan ekspor kayu bulat, tetapi volume ekspor tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian ekspor karena perubahan faktor- faktor ekonomi memerlukan waktu untuk menyesuaikannya.

Tabel 7. Hasil Pendugaan Ekspor Kayu Bulat Indonesia (XRINA)

Elastisitas Variable

Parameter Estimate

Standard

Error t hitung Prob >

|T| ESR ELR

INTERCEP (Intercept) -261.4782 785.463 -0.333 0.744

PRW ORR (Hrg Riil Kayu

Bulat Dunia) 1.876653 2.81020 0.668 0.514 0.569 1.014

DNTINA (Selisih Nilai Tukar

t dengan Nilai Tukar t-1) 0.092167 0.1442 0.639 0.532 0.049 0.087

DQRINA (Selisih Produksi t

dengan Produksi t-1) 0.028293 0.0359 0.788 0.443 0.855 1.524

DUM LRX (Du mmy

Larangan Impor) -59.634486 264.464 -0.225 0.825

TAXER (Pajak Expor) -0.026931 0.15300 -0.176 0.863 -0.055 -0.098

LXRINA (Lag XRINA) 0.438844 0.0467 9.403 0.000

R2 = 0.94, Fhitung = 37.898, Dw = 1.591

5.2.3. Harga Kayu Bulat Domestik (PRINAR)

Tabel 8 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan harga kayu bulat domestik (PRINAR) terlihat bahwa semua variabel mempunyai tanda yang sesuai harapan. Tiga dari empat variabel penjelas yaitu harga riil kayu bulat dunia tahun sebelumnya (LPRWORR), penawaran kayu bulat domestik (SRINA) dan harga kayu domestik tahun sebelumnya (LPRINAR) berpengaruh nyata terhadap

perilaku persamaan harga kayu domestik. Respon harga kayu bulat domestik terhadap harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya adalah inelastis baik untuk jangka pendek (0.27) dan maupun jangka panjang (0.40). Demikian juga respon terhadap penawaran kayu bulat domestik inelastis (-0.70) untuk pendek dan (- 0.97) untuk jangka panjang. Hal ini berarti kenaikan harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya sebesar satu persen hanya akan mendorong kenaikan harga kayu bulat domestik sebesar 0.27 persen dalam jangka pendek dan 0.40 persen jangka panjang.

Respon harga kayu bulat domestik juga dipengaruhi secara nyata oleh penawaran domestik dengan respon inelastis tetapi responsnya lebih elastis dibandingkan dengan harga kayu dunia. Hal ini dapat dipahami karena penawaran kayu domestik akan berdampak langsung terhadap keseimbangan pasar kayu bulat dalam negeri. Pada awalnya Indonesia merupakan pemasok utama kayu bulat dunia, sehingga harga domestik dan harga dunia kayu bulat saling mempengaruhi tetapi pengaruhnya tetap tidak langsung sehingga tidak berdampak langsung. Hal ini terlihat bahwa variabel yang berpengaruh adalah variabel lagnya. Untuk variabel harga kayu bulat tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa terjadinya penyesuaian harga kayu bulat domestik karena perubahan kondisi perekonomian lainnya memerlukan waktu.

Tabel 8. Hasil Pendugaan Harga Kayu Bulat Domestik (PRINAR)

Elastisitas Variable

Parameter Estimate

Standard

Error t hitung Prob >

|T| ESR ELR

INTERCEP (Intercept) 83.798205 55.320346 1.515 0.148

SRINA (Penawaran Kayu

Bulat Do mestik) -0.001698 0.000603 -2.813 0.012 -0.688 -0.971

DRINA (Permintaan Kayu

Bulat Do mestik) 0.000526 0.001043 0.504 0.621 0.190 0.269

92

LPRINAR (Lag PRINA R) 0.291918 0.181066 1.612 0.125

R2 = 0.8023, Fhitung = 17.247, Dw = 2.334

Tabel 9 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan harga kayu bulat dunia (PRWORR) semua variabel mempunyai tanda yang sesuai harapan. Dua dari tiga variabel penjelas yaitu, impor kayu bulat dunia (MRWOR) dan variabel harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya (LPRWORR) berpengaruh nyata, sedangkan variabel selisih ekspor kayu bulat Indonesia tahun berjalan dengan ekspor tahun sebelumnya (DXRINA) tidak berpengaruh nyata terhadap perilaku persamaan harga kayu domestik. Respon harga kayu bulat dunia terhadap perubahan impor kayu bulat dunia adalah inelastis baik untuk jangka pendek (0.45) maupun jangka panjang (0.83). Artinya bahwa kenaikan harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya sebesar satu persen hanya akan mendorong kenaikan impor kayu bulat dunia sebesar 0.45 persen dalam jangka pendek dan 0.83 persen jangka panjang.

Impor kayu bulat dunia atau dapat di analogkan dengan permintaan kayu bulat dunia mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perubahan harga kayu bulat dunia, sedangkan ekspor kayu bulat dunia yang diwakili oleh ekspor kayu bulat Indonesia ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan harga kayu bulat dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kayu bulat Indonesia sudah tidak mendominasi pasar kayu bulat dunia seperti yang terjadi pada dekade tahun 1980- an. Dari sisi isu lingkungan perubahan ini cukup menggembirakan karena akan menahan laju penebangan kayu di hutan alam. Variabel harga kayu bulat dunia tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa sangat besar kemungkinan terjadinya penyesuaian harga kayu bulat domestik terhadap perubahan kondisi perekonomian lainnya.

Tabel 9. Harga Kayu Bulat Dunia (PRWORR) Elastisitas Variable Parameter Estimate Standard

Error t hitung Prob >

|T| ESR ELR

INTERCEP (Intercept) 15.465615 83.39563 0.185 0.855

DXRINA (Selisih Ekspor Kayu Bu lat Indonesia pada t

dengan Lagnya) -0.006914 0.007366 -0.939 0.360 -0.023 -0.038

MRWOR (Impor Kayu Bulat

Dunia) 0.001182 0.000828 1.427 0.171 0.496 0.826

LPRW ORR (Lag PRWORR) 0.400193 0.187143 2.138 0.046

R2 = 0.5000, Fhitung = 6.001, Dw = 2.116

5.2.4. Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Kayu Gergajian

Tabel 10 merupakan hasil pendugaan parameter persamaan permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian (DRSINA). Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian dipengaruhi oleh harga kayu bulat domestik (PRINAR), harga kayu gergajian domestik (PSINAR), selisih suku bunga bank tahun berjalan dengan bunga bank tahun sebelumnya (DINRTS) dan permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian satu tahun sebelumnnya (LDRSINA), semua variabel mempunyai tanda sesuai harapan.

Tabel 10. Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian (DRSINA)

Elastisitas Variable

Parameter Estimate

Standard

Error t hitung Prob >

|T| ESR ELR

INTERCEP (Intercept) 1465.1500 2236.54 0.655 0.521

PRINA R (Ha rga Riil

Kayu Bu lat) -3.65136 17.08685 -0.214 0.833 -0.0226 -0.1303

PSINAR (Harga Riil Kayu Gergajian

94

DINRTS (Selisih Bunga Bank pada Tahun t

dengan t-1) -9.21183 95.22047 -0.097 0.924 -0.0002 -0.0010

LDRSINA (Lag

DRSINA) 0.82670 0.13080 6.320 0.000

R2 = 0.7486, Fhitung = 12.656, Dw = 1.802

Dari keempat variabel tersebut yang mempunyai pengaruh nyata terhadap perubahan perilaku permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian hanya permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian tahun sebelumnya (LDRSINA). Selain pengaruhnya tidak nyata, respon permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian adalah inelastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian untuk mencapai keseimbangan memerlukan waktu penyesuaian karena perubahan-perubahan ekonomi.

5.2.5. Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Kayu Lapis

Tabel 11 merupakan hasil pendugaan parameter persamaan permintaan kayu bulat domestik oleh industri kayu lapis dipengaruhi oleh variabel- variabel harga kayu bulat domestik (PRINAR), selisih harga kayu lapis tahun berjalan dengan harga kayu lapis tahun sebelumnya (DPLINAR), suku bunga bank (INRTS), dan permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis satu tahun sebelumnya (LDRLINA) semua tanda sesuai dengan harapan. Dari empat variabel penjelas tersebut, dua variabel penjelas berpengaruh secara nyata terhadap permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis yaitu variabel suku bunga bank dengan tanda negatif. Respon permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis walaupun berpengaruh nyata terhadap variabel suku bunga dalam jangka pendek bersifat inelastis (-0.23) tetapi dalam jangka panjang bersifat elastis (-1.53).

Hal ini berarti bahwa permintaan kayu bulat dalam jangka pendek akan turun sebesar 0.23 persen bila suku bunga bank naik sebesar 1 persen dan dalam jangka panjang akan turun sebesar 1.53 persen bila suku bunga bank akan turun sebesar 1 persen, ceteris paribus. Variabel permintaan kayu bulat tahun sebelumnya yang secara nyata berpengaruh terhadap permintaan kayu bulat menunjukkan bahwa diperlukan waktu penyesuaian untuk mencapai keseimbangan permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis dalam merespon perubahan kondisi perekonomian.

Tabel 11. Hasil Pendugaan Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Kayu Lapis (DRLINA) Elastisitas Variable Parameter Estimate Standard

Error t hitung Prob >

|T| ESR ELR

INTERCEP (Intercept) 5627.49 3831.880 1.469 0.160

PRINA R (Ha rga Riil Ky

Bulat) -1.73938 10.036684 -0.173 0.865 -0.012 -0.083

DPLINA R (Selisih Harga Kayu Bu lat Do mestik tahun t dengan Harga Kayu Bulat

Do mestik tahun t-1) 0.92166 1.524431 0.605 0.553 0.032 0.213

INRTS (Suku Bunga) -180.781 136.974 -1.320 0.204 -0.230 -1.534

LDRLINA (Lag DRLINA) 0.85023 0.077083 11.030 0.000

R2 = 0.9492, Fhitung = 79.403, Dw = 1.854

5.2.6. Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Pulp (DRPINA)

Tabel 12. menunjukkan persamaan permintaan kayu bulat oleh industri Pulp (DRPINA) dipengaruhi oleh variabel harga kayu bulat domestik (PLINAR) dengan tanda negatif, harga pulp domestik (PPINAR) dengan tanda positif, suku bunga bank (INRTS) dengan tanda negatif dan variabel permintaan kayu bulat oleh indutri pulp tahun sebelumnya (LDRPINA). Dari empat variabel penjelas, dua variabel yaitu harga kayu bulat domestik dan permintaan kayu bulat oleh indutri pulp tahun sebelumnya (LDRPINA) yang berpengaruh secara nyata

96

terhadap perilaku permintaan kayu bulat oleh industri pulp. Respon permintaan kayu bulat oleh industri kayu lapis terhadap perubahan harga kayu bulat domestik dalam jangka pendek adalah bersifat inelastis (-0.46) tetapi dalam jangka panjang bersifat sangat elastis (-8.32). Hal ini berarti bahwa dalam jangka pendek permintaan kayu bulat oleh industri pulp akan berkurang sebesar 0.46 persen bila harga kayu bulat domestik akan naik 1 persen dan dalam jangka panjang permintaan kayu bulat akan berkurang sebesar 8.32 persen.

Respon permintaan kayu bulat oleh industri pulp terhadap semua variabel tersebut bersifat inelastis dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang bersifat elastis. Hal ini dapat dijelaskan bahwa bahan baku untuk industri pulp di Indonesia saat masih bergantung pada hutan alam karena sumber bahan baku dari hutan tanaman masih belum belum mencukupi, untuk itu biasanya industri akan mempunyai cadangan stok bahan baku untuk jangka pendek 3 bulan ke depan. Dalam jangka panjang sumber bahan baku dari hutan alam makin berkurang dan potensi bahan baku untuk industri belum ada kepastian karena realisasi hutan tanaman masih relatif kecil, sehingga perubahan harga kayu dalam jangka panjang jelas akan mempunyai respon negatif terhadap permintaan kayu oleh industri pulp.

Variabel permintaan kayu bulat tahun sebelumnya oleh industri pulp yang secara nyata berpengaruh terhadap permintaan kayu bulat oleh industri pulp tahun sebelumnya menunjukkan bahwa diperlukan waktu penyesuaian untuk mencapai keseimbangan permintaan kayu bulat oleh industri pulp dalam merespon perubahan kondisi perekonomian.

Tabel 12. Hasil Pendugaan Permintaan Kayu Bulat Oleh Industri Pulp (DRPINA) Elastisitas Variable Parameter Estimate Standard

Error t hitung Prob > |T| E

SR ELR

INTERCEP (Intercept) 3625.252 5917.906 0.613 0.548

PRINA R (Hrg Riil Ky

Bulat Do mestik) -27.04915 22.67724 -1.193 0.249 -0.457 -8.320

PPINAR (Hrg Riil Pulp

Do mestik) 1.53429 5.739604 0.267 0.792 0.127 2.308

INRTS (Suku Bunga) -32.15319 244.835 -0.131 0.897 -0.097 -1.767

LDRPINA (Lag DRPINA) 0.94509 0.173542 5.446 0.000

Dokumen terkait