• Tidak ada hasil yang ditemukan

KDB 12,5 KLB 1

Dalam dokumen Bab IV Perumusan Rencana an (Halaman 45-70)

KDB 12,5

KLB 1

Gambar 4.8. Ilustrasi nilai KDB yang berbeda

Pengaturan Sempadan

Tujuan pengaturan garis sempadan ini selain untuk menciptakan keteraturan bangunan juga untuk memperkecil resiko penjalaran kebakaran, memperlancar sirkulasi udara segar, penyinaran matahari dan pergerakan manusia di dalam halaman rumah. Mengingat ketentuan pengaturan garis sempadan ini sudah baku dan berlaku umum, maka ketentuan-ketentuan ini juga berlaku untuk wilayah perencanaan. Adapun menyangkut jenis kegiatan yang berbeda, diperlukan ketentuan lain sesuai dengan kegiatan tersebut.

Keterkaitan dengan pengembangan wilayah perencanaan secara terarah dan terencana, yang berkaitan pula dengan sistem pergerakan baik dalam skala makro maupun mikro.

Memperbaiki daerah bebas pandang bagi pemakai jalan

Jaringan jalan yang terkait dengan besarannya serta fungsi dari   jalan tersebut yang akan berpengaruh dengan bangunan yang

ada di sepanjang jalan.

Memberikan jarak tertentu yang dikaitkan dengan adanya daerah manfaat jalan (DAMAJA), yang merupakan ruang sepanjang  jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebas

Adapun bagian-bagian jalan yang dimaksud diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) merupakan ruang dengan ukuran tertentu yang hanya diperuntukkan bagi pengerasan   jalan, trotoar, lereng, jalur pemisah, bahu jalan, ambang

pengaman, tumbuhan, galian, gorong-gorong, perlengkapan  jalan dll.

Daerah Milik Jalan (DAMIJA) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembian jalan, yang diperuntukkan bagi DAMAJA dan pelebaran  jalan maupun penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta

kebutuhan ruang untuk pengamanan.

Daerah Pengaman Jalan (DAMANJA) merupakan ruang sepanjang jalan sekitar DAMIJA yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu diperuntukkan bagi bebas pandang pengemudi dan pengaman kostruksi jalan.

Peraturan tata bangunan yang berkaitan dengan sempadan meliputi penentuan garis sempadan bangunan, garis sempadan pagar, garis sempadan pagar dan garis sempadan sungai/laut dalam wilayah kota

Bau-Bau. Secara rinci ketentuan dalam mendirikan bangunan pada wilayah perencanaan adalah sebagai berikut:

Garis Sempadan Bangunan (GSB), adalah jarak yang diperbolehkan menempatkan elemen permanen bangunan yang dihitung dari as jalan atau dengan kata lain GSB = GSP (separuh Damija) + jarak pagar ke tembok/kolom terdekat. Perincian GSB yang dihitung dari as jalan pada kawasan KIPPT (rencana) sebagai berikut

 jalan arteri, GSB = 25 m

 jalan kolektor, GSB = 15 m

 jalan kolektor persimpangan jalan arteri, GSB = 18,5 m

 jalan lokal I, GSB = 9 m

 jalan lokal II, GSB = 7,5 m

 jalan setapak (jalan gang, GSB = 5,5 m)

Garis Sempadan Pagar (GSP), adalah jarak yang diperbolehkan untuk membuat pagar yang dihitung dari as jalan atau jaraknya setengah DAMIJA (daerah milik jalan). Dengan demikian GSP di wilayah perencanaan terdiri dari bermacam-macam ukuran yang dapat diperinci sebagai berikut:

 jalur jalan arteri, GSP =17,5 m

 jalur jalan kolektor, GSP = 11 m

 jalur jalan lokal I, GSP = 7 m

 jalur jalan lokal II, GSP = 5 m

 jalur jalan setapak, GSP = 3,5 m

Pengaturan lain yang terkait dengan sempadan ini antara lain:

Persentase luas kapling yang boleh dibangun di wilayah rencana, dibedakan atas posisi bangunan terhadap pusat kota, tingkatan  jalur jalan, dan fungsi bangunan.

Jarak antara bangunan (JAB) yaitu jarak bangunan satu dengan yang lainnya baik dalam satu kapling atau tidak satu kapling. JAB pada wilayah perencanaan adalah sebagai berikut:

Kapling besar dengan luasnya diatas 1000 m2, minimal 15 m.

Kapling sedang dengan luas 201 – 1000 m2, minimal 5 m (bangunan induk)

Kapling kecil dengan luas kurang dari 200 m2, minimal 3 m (bangunan induk)

Jarak bebas bangunan ke pagar samping (JPS), yaitu jarak bangunan dari pagar samping kiri atau kanan. Jarak ini menentukan jarak renggangnya bangunan dalam kawasan. Jenis bebas bangunan ke pagar samping (JPS) untuk setiap klasifikasi kapling di kawasan perencanaan adalah sebagai berikut:

Kapling besar minimal 7,5 m

Kapling sedang minimal 2,5 m (bangunan induk)

Kapling kecil minimal 1,5 m (bangunan induk)

Jarak bebas ke pagar belakang (JPB) untuk bangunan-bangunan perdagangan tidak menggunakan JPB ini, sedangkan untuk bangunan-bangunan lainnya diatur sebagai berikut:

Kapling besar minimal 6 m

Kapling sedang minimal 3 m

Kapling kecil minimal 2 m

Sifat pagar halaman (SPH) dapat transparan atau masif dari benda buatan manusia serta berupa pagar halaman hidup. Beberapa batasan untuk bangunan pagar halaman adalah sebagai berikut:

Bangunan pagar depan yang berbatasan dengan jalan dapat berupa pagar transparan atau pagar tanaman hidup

Pagar samping kiri/kanan bangunan boleh berupa pagar  masif atau pagar tanaman hidup

Pagar belakang dimana untuk kapling bangunan yang terletak pada bagian sudut tidak mempunyai pagar  belakang.

Rencana tata bangunan selain mempertimbangkan hal-hal diatas, juga akan disesuaikan dengan kondisi fisik dasar dan pola pengkaplingan sehingga tidak akan menimbulkan kesan yang monoton, namun dapat menimbulkan ciri khas tersendiri dari setiap lingkungan.

4.5.2 Sub Kawasan Rekreasi

Dalam pembagian kawasan seperti dibahas sebelumnya, untuk sub-kawasan pariwisata (rekreasi) telah dialokasikan ruang seluas 35 ha pasir  putih yang tersebar di berbagai lokasi (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang), dan 7,8 ha zona rekreasi untuk pembangunan cottage, penginapan, hotel, termasuk taman. Bangunan dan taman yang digunakan untuk kegiatan rekreasi dan olahraga merupakan fasilitas yang cukup penting mengingat fungsinya dalam mengurangi kepadatan kawasan pemukiman. Fasilitas ini terdiri dari lapangan olahraga pantai, taman bermain, dan jalur hijau.

Sistem pengaturan kawasan pariwisata di Kota Bau-Bau khususnya KIPPT Pulau Makasar, ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Untuk sub-kawasan pariwisata di dalam kawasan yang direncanakan, perlu mempertimbangkan delineasi satuan-satuan sub-kawasan yang ada, agar tercipta keseimbangan, keserasian, dan estetika lingkungan

Pembangunan fasilitas dan utilitas penunjang obyek atau tempat wisata serta untuk pelayanan bagi wisatawan diatur sedemikian rupa sehingga dapat menambah daya tarik wisatawan yang akan berkunjung ke lokasi tersebut dan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Pengelolaan sumberdaya dan objek-objek wisata perlu dilakukan secara terpadu guna peningkatan sektor kepariwisataan baik alam, budaya maupun buatan

Perlu adanya integrasi antara sub-kawasan ini dengan sub-kawasan pendidikan, terutama dalam hal penyediaan sarana olahraga dan rekreasi.

Pada sub-kawasan ini dimungkinkan untuk dibangun penginapan/hotel/ cottage di setiap sisi sub-kawasan mengingat ruang yang cukup luas, dengan tetap mempertimbangkan unsur  estetika dan kelestarian lingkungan.

Peningkatan fasilitas pendukung obyek wisata, seperti fasilitas akomodasi (hotel/penginapan, biro perjalanan dan sebagainya), sarana dan prasarana perhubungan untuk memudahkan aksesibilitas kawasan wisata serta sarana dan prasarana utilitas seperti komunikasi, listrik, dan air bersih.

Wisata pantai dan bahari di alokasikan pada zone bagian utara dan timur kawasan Pulau Makasar yang direncanakan.

Pengenalan/promosi obyek-obyek wisata (baik di dalam maupun diluar Kawasan KIPPT) secara berkelanjutan agar potensi pariwisata pada khusunya dan daerah pada umumnya dapat dikenal baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

4.5.3. Sub-Kawasan Perkantoran KIPPT

Untuk sub-kawasan ini dialokasikan lahan seluas kurang lebih 2 ha. Sub-kawasan ini berfungsi untuk memberikan pelayanan administrasi dan keuangan bagi pengguna kawasan ini.

Sub-kawasan ini terdiri dari:

Kantor administrasi KIPPT Pulau Makasar 

Kantor security

Puskesmas (atau Puskesmas Pembantu, PUSTU) yang dapat melayani masyarakat sekitar kawasan.

Dasar pertimbangan utama dalam penentuan areal sub-kawasan ini adalah:

Proximity. Kantor administrasi KIPPT P. Makasar, Kantor Security, dan Bank Pesisir termasuk KUD dialokasikan pada suatu unit (zona) sehingga dapat memberikan proses pelayanan yang lebih efektif. Puskesmas akan melayani seluruh masyarakat di sekitar.

Security . Kantor security diperlukan bagi pengaman Kawasan, termasuk pengamanan Bank yang ada di sebelahnya, juga pengamanan bagi para wisatawan di sekitar sub-kawasan ini. Kedepan kantor ini dapat menjadi base untuk pengaman pantai (coast guard ).

4.5.4. Sub Kawasan Olahraga

Sub-kawasan olahraga disiapkan untuk menampung kegiatan olahraga dalam skala besar sehingga dapat menjadi pusat kegiatan olahraga Kota Bau-Bau. Dalam perencanaan ini dialkokasikan ruang untuk penempatan Stadion Bungi  yang tempatkan di Kelurahan Lowu-Lowu (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang). Luas lahan diperkirakan 11 ha, dan dapat ditempuh melalui jalan Bypass Liabuku-Lowu-Lowu dari arah Kota.

Stadion tersebut (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang), memiliki karakteristik sebagai berikut:

Luas areal : 11 ha

Bentuk : Menyerupai Segitiga Jarak ke garis pantai : 320 meter  

Jarak (dari Simpangan Jl Poros Liabuku) : 2,1 km

Akses :Melalui Bypass Liabuku-Lowu-Lowu Sebelah barat : Lowu-Lowu (Kota Satelit)

Sebelah utara : Perkebunan rakyat

Sebelah timur : Kawasan Konservasi Pantai Sebelah selatan : Kawasan budidaya terbatas

4.5.5 Sub Kawasan Pendidikan Pulau Makasar 

Dalam pembagian kawasan seperti dibahas sebelumnya, untuk sub-kawasan pendidikan telah dialokasikan ruang seluas 18,5 ha yang terletak di sisi timur Pulau Makasar, dan sebagian sub-kawasan ini telah terdapat SMK Negeri 4 Bau-Bau Bidang Perikanan dan Kelautan (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang).

SubKawasan ini diharapkan dapat berkembang terus, yang ditunjang oleh berbagai sarana dan prasarana. Bahkan kedepan pada kawasan ini dapat dikembangkan sekolah tinggi atau universitas yang khusus terfokus pada bidang perikanan dan kelautan. Keunggulan subkawasan ini antara lain:

Jauh dari pusat kebisingan kota, sehingga sesuai bagi lingkungan belajar.

Tersedianya laboratorium alam di sekitar kawasan ini, seperti zona budidaya rumput laut, budidaya mutiara, magrove pada teluk Bungi, keragaman spesies bawah laut di sekitar Kolese dan Kalia-Lia, dll.

Terdapat SMK Negeri 4 Bau-Bau Bidang Perikanan dan Kelautan, yang telah berkembang dan memiliki reputasi.

Masyarakat sekitar yang sekitar 90% adalah bermata pencaharian nelayan

4.5.6 Zona (Sub-Kawasan) Industri Perikanan

Berdasarkan klasifikasinya, kegiatan industri terdiri dari yang bersifat mengelompok sebagai kawasan maupun yang bersifat menyebar (kegiatan industri yang bersifat individual atau home industry yang merupakan non-kawasan). Kawasan industri merupakan satuan areal yang secara fisik didominasi oleh kegiatan industri dan mempunyai batasan tertentu. Kawasan industri yang dibangun dan dikelola secara khusus dapat

berbentuk suatu kompleks yang disebut kompleks industri (industrial  complex ) atau berbentuk estate industry (industrial estate).

Kegiatan industri non-kawasan industri merupakan industri kecil yang menyebar di berbagai lokasi. Bentuk penyediaan lahan untuk kegiatan industri non-kawasan adalah berupa lahan yang dialokasikan bagi kegiatan berbagai jenis industri dan dialokasikan sepanjang jalur regional utamanya di daerah pinggiran kota. Jika dimungkinkan dikemudian hari peruntukkan lahan industri tersebut dapat juga dikembangkan menjadi industrial estate.

Keberadaan industri kecil atau industri rumah tangga yang lokasinya terletak di luar kawasan industri dan tersebar di seluruh wilayah Kota Bau-Bau keberadaannya perlu dimantapkan serta ditunjang dengan penyediaan prasarana-sarana penunjang. Hal ini mengingat bahwa peranan industri kecil dapat menopang perekonomian daerah dan mayoritas dilakukan oleh penduduk pedesaan dengan modal terbatas, serta untuk memperkuat struktur industri secara keseluruhan. Pengembangan industri kecil dilakukan dengan menetapkan lokasi berupa:

Permukiman industri kecil (PIK), yakni suatu area/lahan peruntukan yang disediakan khusus untuk industri kecil yang didalamnya dilengkapi dengan infrastruktur, unit produksi, sarana pelayanan bersama, serta tempat tingga pengusahanya.

Sentra industri kecil, yakni suatu area/lahan yang diperuntukkan untuk kegiatan industri, dimana terdapat berbagai kegiatan usaha industri kecil sejenis, yang tumbuh dan berkembang dalam suatu lokasi tertentu.

Saat ini, Kota Bau-Bau telah memiliki kawasan industri perikanan terbatas yang terdapat di TPI Wameo dan mulai berkembang. Namun demikian, untuk kebutuhan jangka panjang keberadaan kawasan industri di wilayah tersebut hanya merupakan penunjang kawasan industri perikanan utama.

Sehingga KIPPT Pulau Makasar dapat merupakan pusat kegiatan industri perikanan, atas dasar pertimbangan sebagai berikut:

Penduduknya mayoritas nelayan

Pelabuhan yang cukup aman dari gelombang sepanjang tahun

Relatif jauh dari pusat kegiatan perkotaan

Adanya keterpaduan dengan kawasan wisata dan kawasan pendidikan perikanan dan kelautan

Kedekatan dengan bahan baku (rumput laut dan hasil budidaya perikanan lainnya).

Untuk kawasan Pulau Makasar, sub-kawasan Industri Perikanan meliputi areal seluas kurang lebih 18,5 ha atau sekitar 12% dari luas keseluruhan kawasan Pulau Makasar. Luasan tersebut telah memenuhi standar  minimum areal untuk Pangkalan Pendaratan Ikan. Kedepan, subkawasan ini perlu dibuatkan site plan sub-sub kawasan, yang sekurang-kurangnya ini terdiri dari 11 jenis peruntukan, sebagai berikut:

Kios, yang berfungsi untuk melayani kebutuhan bahan dan peralatan serta logistik lainnya.

Pos jaga, disamping berfungsi sebagai pelayanan informasi dan pengamanan sub-kawasan, juga sebagai pengelola retribusi.

Kantor, berfungsi untuk melakukan pelayanan administrasi bagi segala aktivitas dalam zona penegmbangan.

Pabrik es, berfungsi untuk melayani kebutuhan es bagi para nelayan untuk pengawetan ikan segar 

Bengkel, yang dilengkapi dengan para mekanik yang berfungsi untuk menangani mesin-mesin atau sarana kelautan yang mengalami kerusakan

TPI, diharapkan dapat menampung semua hasil tangkapan maupun budidaya baik di dalam maupun di luar KIPPT

Mushalla dan WC umum, yang dapat melayani masyarakat pengguna kawasan, dengan sistem pengelolaan yang higienis.

Penginapan, yang diadakan dalam kapasitas yang terbatas. Jenis- jenis penginapan hingga pada taraf hotel di alokasikan pada sub-kawasan penginapan dan sub-sub-kawasan olahraga dan rekreasi budaya

Cold storage (ruangan pendingin), yang berfungsi untuk penampungan dan penyimpanan hasil laut

Area bongkar muat dan parkir, yang disediakan untuk membongkar  dan memuat hasil

Tambatan perahu, yang berfungsi untuk menambat perahu-perahu nelayan yang beroperasi di sekitar kawasan.

Sama halnya dengan suatu kawasan terbangun lainnya, suatu sentra industri perikanan membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Ini meliputi: (i) jaringan jalan lingkungan; (ii) jaringan drainase; (iii) instalasi penyediaan air bersih dan jaringan distribusinya; (iv) instalasi penyediaan listrik dan jaringan distribusinya; (v) jaringan telekomunikasi; dan (vi) instalasi pengelolaan air limbah dan jaringan pengumpulnya.

4.5.7 Sub-Kawasan Budidaya Perikanan (Zona Pemanfaatan)

Sub-Kawasan Budidaya Perikanan dibagi atas 2 zona, yakni budidaya pertambakan (terbatas) dan budidaya perikanan laut/pesisir.

a. Pertambakan (Terbatas)

Pertambakan (budidaya terbatas) dijumpai pada kawasan hilir sungai Bungi hingga ke barat (arah Lowu-Lowu), dengan luas masing-masing 17,7 ha (arah Lakologou), dan 28,1 ha (Lowu-Lowu). Kondisi lahan pertambakan pada kawasan ini perlu terus dipantau kualitasnya, dan pengembangan lebih intensif harus memperhatikan daya dukung (carrying capacity ) lahan sebagaimana terlihat pada Tabel 4.9 berikut.

Tabel 4.9

Tolok ukur dan kategori daya dukung lahan pantai untuk pertambakan

Parameter Daya Dukung

Tinggi Sedang Rendah

1. Tipe pantai Terjal, karang berpasir, terbuka

Terjal, karang

berpasir, atau sedikit berlumpur 

Sangat landai, berlumpur tebal, berupa teluk/laguna, tertutup

2. Tipe garis Pantai Konsistensi tanah stabil Sama dengan kategori tinggi

Konsistensi tanah sangat labil

3. Arus Perairan Kuat Sedang Lemah

4. Amplitudo Pasang surut Rataan

11 – 21 dm 7-11 dm dan 21–29 dm

< 6 dan > 29 dm 5. Elevasi Dapat diairi cukup pada

saat pasang tinggi rataan. Dapat

dikeringkan total pada saat surut rendah rataan

Sama dengan kategori tinggi

Dibawah rataan surut terendah

6. Kualitas Tanah Tekstur sandy clay, sandy clay loam, tidak bergambut, tidak berpirit

Tekstur sandy clay, sandy clay loam, tidak bergambut, kandungan pirit rendah

Tekstur berlumpur atau pasir bergambut, kandungan pirit tinggi

7. Air Tanah Dekat sungai dengan mutu dan jumlah memadai

Sama dengan kategori tinggi

Dekat sungai tetapi tingkat salitasi tinggi 8. Jalur Hijau Memadai Memadai Dengan/tanpa jalur  

hijau

9. Curah Hujan < 2.000 mm 2.000 – 2.500 mm > 2.500 mm Sumber: Modifikasi, Poernomo (1992)

Dengan analisis yang lebih mikro (detail ) untuk menentukan kesesuaian lahan untuk pertambakan udang, maka perlu digunakan kriteria sebagai berikut (Tabel 4.10).

Tabel 4.10

Kriteria Mikro Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tambak Udang di Kawasan Pesisir 

No Parameter Batas Optimum Fisika 1 Suhu(ºC) 21–32 29–30 2 Salinitas(ppt) 5–35 15–15 3 TSS(ppm) 25–500 25 –80 4 Kecerahan(cm) 25 –60 30–40 Kimia 5 pH 7,0 –9,0 7,5 –8,5 6 Alkalinitas(ppm) >50 >100 7 Kesadahan (ppm) >20 > 20 – 300 8 Oksigen terlarut (mg/l) 3 – 10 4 – 7 9 NH+4 - N(mg/l) 1,0 0 10 NO2–N (mg/l) 0,25 0 11 Total phosphate (ppm) 0,05 – 0,5 0,5 12 BOD5ppm <25 <25 13 CODppm < 40 <40 14 H2S(mg/l) 0,001 0 15 Cuppm - < 0,06 16 Cdppm 0,013–0,328 <0,01 17 Pbppm 0,001–1,157 <0,01 18 Znppm - < 0,06 19 Ci6+ppm - < 0,01 20 Hgppm 0,051–0,167 < 0,003 21 Deterjenppm - <1,0 22 Fe2+(mg/l) 0,03 0,01 23 Organoclorinppm - <0,02 24 Aox - <0,069 Sumber : Poernomo (1991), KepMenLH (1988) dan Widagdo (1999)

b. Zona Budidaya Perikanan Laut

Budidaya perikanan laut/pesisir berupa rumput Laut dan mutiara dibagi kedalam enam sub-zona (BD-1, BD-2, BD-3, BD-4, BD-5, dan BD-6) (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang Pesisir). Luas masing-masing sub-zona tersebut adalah sebagai berikut: sub-sub-zona BD-1 dan BD-2 adalah 65.032 ha, 3: 46.620 ha, 4: 10.585 ha, 5: 63.788 ha, dan BD-6: 44.483 ha.

Secara umum, lokasi yang dapat digunakan/dipilih sebagai lokasi budidaya laut harus memenuhi beberapa persyaratan berikut :

Perairan tenang terlindung dari arus dan gelombang yang cukup kuat, karena dapat merusak konstruksi jaring apung.

Kedalaman perairan 5 -15 meter. Kedalaman perairan , 5 meter  akan menimbulkan masalah lingkungan (kualitas air dari sisa pakan dan kotoran ikan). Kedalaman perairan > 15 meter akan membutuhkan tali  jangkar yang panjang.

Dasar perairan sebaiknya sesuai dengan habitat asal ikan yang akan dibudidayakan. Ikan kerapu menyukai dasar perairan berpasir.

Bebas dari bahan cemaran, sehingga lokasi budidaya harus jauh dari kawasan industri maupun pemukiman yang padat.

Tidak menimbulkan gangguan terhadap alur pelayaran

Mudah dicapai dari darat dan dari tempat pemasok sarana produksi budidaya

Lokasi budidaya aman dari tindak pencurian dan penjarahan

Memenuhi syarat dari segi fisik-kimia kualitas air yaitu ;

o Kecepatan arus 15 – 20 cm/detik

o Kecerahan > 1 meter dan untuk kerapu > 2 meter 

o Salinitas : 30 – 33 ppt

o Suhu : 27 – 29 derajat Celcius

o Keasaman air > 7 (basa)

o Oksigen terlarut . > 5 ppm

Dalam Peta Master Plan tidak dilakukan delineasi secara khusus untuk zona budidaya rumput laut yang sifatnya scattered , terutama pada kawasan antara Kolese dan Kalia-Lia dan ke utara hingga Palabusa. Namun, disini perlu dijelaskan bahwa dalam perencanaan pemanfaatan ruang kawasan pesisir, kegiatan tersebut harus tetap diakomodir pada zone-zone yang khusus. Berdasarkan hasil survei di lapangan, budidaya rumput laut sangat umum dijumpai di sepanjang Liabuku ke utara hingga

Kalia-Lia. Kedalaman air di lokasi pemeliharaan bervariasi dari satu meter  sampai 5 meter.

Budidaya yang diterapkan oleh petani di lokasi survey disesuaikan dengan kondisi perairan pantai yang memiliki zona sublitoral yang luas. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, berdasarkan kualitas perairannya (variabel fisika dan kimia perairan), pantai di sekitar kawasan sesuai untuk pertumbuhan rumput laut (lihat kriteria lokasi untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp pada Tabel 4.11).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, perairan sepanjang pantai kawasan memiliki kecerahan yang tinggi sehingga penetrasi cahaya matahari ke dalam air cukup banyak untuk keperluan fotosintesa rumput laut yang dipelihara. Disamping itu sirkulasi air yang lancar di sepanjang pantai mensuplai cukup banyak unsur-unsur hara terlarut yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan pembentukan karagenan di dalam thallus rumput laut.

Tabel 4.11

Kriteria lokasi untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp

No Parameter   Klasifikasi

Baik Cukup Baik 1 Keterlindungan Terlindung Agak terlindung 2 Arus (gerakan air) 20-30 cm/dtk 30 – 40 cm/dtk 3 Dasar perairan Pasir berbatu Pasir berlumpur   4 Kedalaman 30-60 cm 0-30 cm

5 Kejernihan/kecerahan Lebih dari 5 m Kurang dari 5 m 6 Salinitas 32-34 ppt 18 – 32 ppt 7 Cemaran Tidak ada Ada sedikit

8 Hewan herbivora Tidak ada Ikan dan bulu babi 9 Kemudahan Mudah dijangkau Cukup mudah dijangkau 10 Tenaga kerja Banyak Cukup

Kemudian, pada kondisi tambak yang kurang menguntungkan untuk budidaya udang dan bandeng, maka pengembangan budidaya rumput laut  jenis Gracilaria sp. merupakan alternatif yang lebih realistik dan feasibel. Hal ini didasari bahwa jenis rumput laut Gracilaria sp lebih toleran terhadap

kondisi lingkungan dibandingkan udang dan bandeng yang memerlukan perawatan sangat cermat untuk keberhasilan pengembangannya.

Rumput laut Gracilaria sp. merupakan tumbuhan kosmopolitan dan mempunyai toleransi besar terhadap perubahan kondisi lingkungannya serta dapat tumbuh pada perairan yang tenang, kemungkinan untuk dibudidayakan di tambak sangat potensial. Untuk membudidayakan rumput laut Gracilaria sp. di tambak dengan baik perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Salinitas optimal adalah 25 ppt

Dasar tambak Lumpur berpasir 

Kedalaman 30 – 80 cm

Dekat dengan pantai atau dekat saluran keluar masuk air laut untuk memudahkan pergantian air laut

Pergantian air laut dilakukan 50-70% setiap 3 hari sekali atau seminggu 2 kali

Keasaman air tambak sebaiknya basa, pH sekitar 8.

4.5.8. Zona Alur 

Zona alur disini meliputi jalur/alur pelayaran, Pipa dan/atau kabel bawah laut, dan lintasan migrasi ikan. Dalam perencanaan kawasan ini, zona alur diatur pada kawasan sekitar teluk dalam Lakologou ke Lowu-Lowu hingga keluar ke Selat Buton. Zona alur ini terbagi dua yang bersilangan (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang Pesisir). Yang pertama adalah ruang yang dipersiapkan untuk lalu lintas perahu nelayan melalui selat Lowu-Lowu, melintasi bawah jembatan penyeberangan Lowu-Lowu – Pulau Makasar. Yang kedua adalah zona alur sepanjang jembatan penyeberangan Lowu-Lowu – Pulau Makasar. Alur yang kedua ini sekaligus mengakomodasi jalur pipa bawah laut (yang ada saat ini adalah pipa air bersih dari Lowu-Lowu ke Pulau Makasar), dan jalur  penerangan jembatan. Saat ini telah terpasang tiang lampu penerangan

(PLN), yang menghubungkan Lowu-Lowu-Pulau Makasar, dan saat ini melayani penduduk P. Makasar.

4.5.9. Kawasan Terbuka Hijau

Dalam pemanfaatan ruang Kota Baubau pada masa yang akan datang, keberadaan kawasan/ruang terbuka hijau merupakan suatu kebutuhan. Pemanfaatan ruang ini pada dasarnya diarahkan untuk mewujudkan pembangunan kota yang berwawasan lingkungan dan sebagai upaya untuk mencapai keserasian dan keseimbanganantara lingkungan binaan dengan

Dalam dokumen Bab IV Perumusan Rencana an (Halaman 45-70)

Dokumen terkait