• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PUTUSAN HAKIM ATAS JUAL-BELI RUMAH

1. Keabsahan Perjanjian Jual-Beli Rumah

Jual-beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak lain untuk membayar yang telah dijanjikan. Yang dijanjikan oleh pihak yang satu (pihak penjual), menyerahkan atau memindahkan hak miliknya atas barang yang ditawarkan, sedangkan yang dijanjikan oleh pihak yang lain, membayar harga yang telah disetujuinya. Meskipun tiada disebutkan dalam salah satu pasal undang-undang, namun sudah semestinya bahwa harga ini harus berupa sejumlah uang karena bila tidak demikian dan harga itu berupa barang, maka bukan lagi jual beli yang terjadi tetapi tukar menukar atau

barter. Yang harus diserahkan oleh penjual kepada pembeli adalah hak milik

atas barangnya, jadi bukan sekedar kekuasaan atas barang tersebut. Yang harus dilakukan adalah penyerahan atau ”levering”secara yuridis. Menurut hukum perdata ada tiga macam penyerahan yuridis:

a). Penyerahan barang bergerak. b). Penyerahan barang tidak bergerak. c). Penyerahan piutang atas nama.

Masing-masing mempunyai cara-caranya sendiri. Sebagaimana diketahui dalam hukum benda mengenai penyerahan barang tidak bergerak,

terjadi dengan pengutipan sebuah ”akta transport”, dalam register tanah di depan pegawai balik nama (Ordonansi Balik Nama L.N 1834/27). Sejak berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (Undang-undang No.5 Tahun 1960) dengan pembuatan akta jual beli oleh pejabat pembuat akta tanah.

Perjanjian jual-beli rumah sah dan memiliki kepastian hukum apabila memenuhi hal-hal sebagai berikut:

1) Ada kehendak dari kedua belah pihak dan sepakat mengenai harga dan ada barangnya atau dilakukan secara tunai dan terang.

Perjanjian adalah suatu peristiwa, di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.14

Suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. Cakap untuk membuat perikatan

c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab atau causa yang halal.

Syarat pertama dan kedua menyangkut subyek, sedangkan syarat ketiga dan keempat mengenai obyek. Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan, mengenai subyek mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan. Sementara apabila

syarat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum.15

Sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu, jadi yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.

Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum.pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaligh dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah :

1) Orang-orang yang belum dewasa.

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

3) Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang, dan semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Sebagai syarat ketiga suatu perjanjian harus mengenai suatu hak tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada ditangannya berutang pada waktu

perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.

Akhirnya oleh Pasal 1320 KUHPerdata ditetapkan sebagai syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah adanya suatu sebab yang halal. Dengan sebab (bahasa Belanda Oorzaak, bahasa Latin Causa) ini dimaksudkan tiada lain daripada isi perjanjian. Dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah suatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan oleh Undang-undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak

dipedulikan oleh undang-undang. Hukum pada asasnya tidak

menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seorang atau apa yang dicita-citakan seorang. yang diperhatian oleh hukum atau undnag-undnag hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat.

Jual-beli adalah suatu perjanjian konsensuil artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat atau mempunyai kekuatan hukum) pada detik tercapainya sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur yang pokok yaitu barang dan harga, biarpun jual-beli itu mengenai barang yang tak bergerak.

Sifat konsensuil jual beli ini ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi ”Jual-beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai sepakat tentang barang dan

harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.”

2)Dilakukan dihadapan pejabat pembuat akta tanah dan dibuatkan akta jual- beli.

Pasal 2 PP No.37/1998 tentang Tugas dan Kewenangan PPAT, sebagai berikut :

(1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :

a. jual beli; b. tukar-menukar; c. hibah;

d. pemasukan dalam perusahaan (inbreng); e. pembagian harta bersama;

f. pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik; g. pemberian Hak Tanggungan

h. pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan. 3)Didaftarkan di Badan Pertanahan Untuk Perolehan Haknya.

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) menjelaskan bahwa pendaftaran tanah diselenggrakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) menjelaskan bahwa pendaftaran tanah diselenggrakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan dan bahwa sistem publikasinya adalah sistem negatif, tetapi yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2), Pasal 38 ayat (2). pendaftaran tanah juga tetap dilaksanakan melalui dua cara , yaitu pertama-tama sacara sistematik yang meliputi wilayah satu desa atau keluharan .

Proses pendaftaran di Kantor Pertanahan:

a) Setelah berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, Kantor Pertanahan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada PPAT, selanjutnya oleh PPAT tanda bukti penerimaan ini diserahkan kepada Pembeli.

b) Nama pemegang hak lama (penjual) di dalam buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.

c) Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertifikat dengan bibubuhi tanggal pencatatan dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.

d) Dalam waktu 14 (empat belas hari) pembeli sudah dapat mengambil sertifikat yang sudah atas nama pembeli di kantor pertanahan

Dokumen terkait